Anda di halaman 1dari 5

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT (MTBS)a

Pendahuluan

Bab ini kita akan membicarakan perihal manajemen terpadu balita sakit (MTBS). Kondisi anak yang
sehat merupakan salah satu tujuan dari sGDs. Tujuan sGDs ke-3 yaitu pada 2030 mengakhiri
kematian bayi dan balita yang dapat dicegah. Targetnya adalah menurunkan angka kematian neotal
setidaknya hingga 12 per 1.000 kelahiran hidup dan angka kematian balita 25 per 1.000 kelahiran
hidup (kemenkes RI, 2015)

Angka kematian balita yang tinggi mendorong tenaga Kesehatan untuk melakukan strategi yang
dapat disebut managemen terpadu balita sakit (MTBS) yang merupakan upaya promosi, preventi
dan kuratif. Managemen terpadu balita sakit adalah menegemen untuk mengangani balita sakit
bersifat terpadu yang datang ke fasilitas pelayan Kesehatan. Terpadu balita sakit bersifat terpadu
yang datang kefasilitas pelayan kesehetan. Terpadu berarti mencari dan mengobati dengan dipandu
buku bagan MTBS (Depkes RI, 2008). Praktik MTBS diharapkan mampu menemukan penyakit yang
mengancam jiwa balita.

Tujuan

Setelah mahasiswa mempelajari materi ini mahasiswa akan dapat:

1. Menjelaskan pengertian, sejarah, tujuan, manfaat, dan sasaran MTBS.


2. Menjelaskan proses MTBS.
3. Melakukan penilaian MTBS pada Balita.

Agar mahasiswa dapat menguasai tuntas materi kegiatan belajar ini, baca dan simaklah dengan
cermat uraian, dan gambar yang ada dalam kegiatan belajar ini.

Uraian Materi

A. Managemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)


1. Pengertian MTBS
Managemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dalam Bahasa inggris yaitu intehrated
Management of Childhood Illness (IMCI) adalah managemen untuk menagani balita sakit
bersifat terpadu yang datang ke fasilitas pelayanan Kesehatan. Terpadu berarti mencari
dan mengobati dengan dipandu buku bagan MTBS (Depkes, 2008).
2. Sejarah MTBS
MTBS atau Integrated Management Childhood Illness (IMCI) pertama kali dikembangkan
pada tahun 1992 oleh UNICEF dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dengan tujuan
pencegahan, deteksi dini dan pengobatan penyakit pada penyebab utama kematian
anak (Unucef, 2012).
Fasilitas Kesehatan tingkat pertama di negara negara berpenghasilan rendah, dukungan
diagnostic seperti radiologi dan laboratorium, pelayanan minimal atau tidak ada obat-
obatan dan peralatan sering langka. Petugas Kesehatan mengenali riwayat, tanda dan
gejala untuk menentukan suatu program manajemen terbaik dari sumber daya yang
tersedia, sehingga dapat memberikan perawatan yang berkualitas kepada anak-anak
yang sakit serius. WHO dan UNICEF telah membahas tantangan ini dengan
mengembangkan strategi yang disebut IMCI atau Manajemen Terpadu Balita Sakit
(MTBS) (WHO, 2014)
Strategi MTBS mulai di perkenalkan di Indonesia oleh WHO pada tahun 1996. Modul
MTBS telah diadaptasi pada tahun 1997 atas kerjasama oleh Kemenkes RI, WHO, Unicef,
dan Ikatan Dokter Indonesia (IDAI). Penerapan MTBS di Indonesia berkembang secara
berkala sesuai perkembangan program Kesehatan di Departemen Kesehatan dan ilmu
Kesehatan melalaui IDAI. Hingga akhir 2009, penerapan MTBS telah mencakup 33
provinsi, namun belum seluruh puskesmas mampu menerapkan karena berbagai sebab,
diantaranya belum adanya tenaga Kesehatan yang sudah terlatih MTBS dan sarana
prasarana untuk pelaksana kegiatan (Depkes,2008)

3. Sasaran MTBS
Sasaran MTBS adalah anak umur 0-5 tahun dan dibagi menjadi dua kelompok sasaran
yaitu; (1) kelompok usia 1 minggu sampai 2 bulan (usia < 2 bulan); (2) kelompok usia 2
bulan sampai 5 tahun (Depkes, 2008)

4. Tujuan MTBS
Kegiatan MTBS bertujuan menurunkan angka kesakitan dan kematian serta
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan unit rawat jalan Kesehatan dasar di
puskesmas (Depkes, 2008)

5. Manfaat MTBS menurur Depkes (2008) antara lain; (1) menurunkan angka kematian
balita; (2) memperbaiki status gizi; (3) meningkatkan pemanfaatan pelayanan
Kesehatan; (4) memperbaiki kinerja tenaga Kesehatan; (5) memperbaiki kualitas
pelayanan dengan biaya lebih murah.
6. Proses MTBS
Proses MTBS menurut Depkes (2008) terdiri enam Langkah yaitu :
a. Penilaian
Bagan penilaian anak sakit terdiri dari petunjuk Langkah untuk mencari riwayat
penyakit dsn memeriksa fisik. Penilaian penyakit dalam MTBS adalah: (1) penilaian
dan klasifikasi batuk atau sukar bernafas; (2) penilaiam dan klasifikasi diare; (3)
penilaian dan klasifikasi demam (malaria, DBD, dan campak); (4) penilaian dan
klasifikasi masalah telinga; (5) memeriksa status gizi; (6) memeriksa anemia; (7)
memeriksa status HIV; (8) memeriksa status imunisasi; (9) pemberian vit A; (10)
menilai masalah\keluhan lain.
b. Klasifikasi penyakit
Klasifikasi dalam MTBS merupakan penilaian untuk menggolongkan tingkat
keparahan penyakit dan bukan diagnosis penyakit yang spesifik. Klasifikasi
mempunyai Tindakan sesuai warna dasar antara lain: (1) merah yaitu penanganan
segera atau perlu dirujuk; (2) kuning yaitu pengobatan spesifik di pelayanan
Kesehatan; (3) hijau yaitu perawatan du rumah.
c. Identifikasi
Tindakan apa yang akan dilakukan setelah klasifikasi
d. Pengobatan
Bagan pengobatan terdiri dari petunjuk cara komunikasi yang baik dan efektif
dengan ibu untuk memberikan obat dan dosis obat yang harus diberikan di klinik
maupun di rumah.
e. Konseling
Alur konseling merupakan nasehat perawatan termasuk pemberian makan dan
cairan di rumah dan nasehat kapan harus Kembali segera maupun Kembali untuk
tindak lanjut.
f. Pelayanan tindak lanjut
7. Komponen penerapan strategi MTBS
Dalam rencana aksi MTBS 2009-2014 Kementrian Kesehatan RI menetapkan ada 3
komponen dalam penerapan strategi MTBS yaitu:
a. Komponen I
Improving case management skills of first level workers through training and follow
up yaitu, meningkatkan keterampilan tenaga Kesehatan dalam tatalaksana kasus
terampilan tenaga Kesehatan dalam tatalaksana kasus balita sakit menggunakan
pedoman MTBS yang telah diadaptasi (dokter, perawat, bidan, tenaga Kesehatan).
b. Komponen II
Ensuring that health facility support reqired to provide effective IMCI careare in
place yaitu memperbaiki sistem kesehstsn agar penanganan penyakit pada balita
lebih efektif.
c. Komponen III
Household and community component, yaitu meningkatkan praktek atau peran
keluarga dan masyarakat dalam perawatan di rumah dan upaya pencarian
pertolongan kasus balita sakit (meningkatkan pemberdayaan keluarga dan
masyarakat, yang dikenal sebagai manajemen terpadu balita sakit berbasis
masyarakat (Prasetyawati,2012)
8. Peran perawat dalam pencapaian keberhasilan program MTBS
Peran perawat sebagai pengelolah dan koordinator pelayanan keperawatan yaitu dasar
tenaga Kesehatan di puskesmas adalah memiliki kemampuan memperbaiki manajemen
balita sakit dengan menggunakan IMCI melakui follow up dengan melakukan kunjungan
secara continue sebagai supervisor. Kemampuan ini didapatkan melalui keterampilan
setelah di lakukan pelatian IMCI (Chaudhary, Mohanty and Sharma, 2005)

Peran perawat dari beberapa penelitian diatas yaitu sebagai pengelolah juga
meninggkatkan keterampilan petugas pelayanan MTBS dan memperbaiki manajerial
yang masi kurang melalui penerapan proses manajemen kasus MTBS, mengatasi
kelemahan factor pelaksaan MTBS, manajemen koordinasi implementasi penerapan
MTBS dengan membentuk tim mutu baik ditingkat pukesmas maupun dinas kesehatan
yang khusus meningkatkan mutu penerapan MTBS
1. Hubungan Angka Kematian Balita Terhadap Pencapaian MDGs

Hubungan angka kematian balita terhadap pencapaian MDGS. Kutkeistraan Indonesia


dalam menyepakati deklarasi melanium ini dengan pertimbangan bahwa tujuan dan
sasaran MDGs sejalan dengan tujuan dan sasaran pembangunan Indonesia. Tujuan
keempat dari MDGs yaitu menurunkan angka kematian anak. Pneumonia terjadi pada
dua Sampai empat anak dalam populasi 100 anak (muscary 2005). komunitas penderita
pneumonia anak terjadi permasalahan signifikan bagi dunia, karena salah satu penyebab
angka Kematian pada balita adalah pneumonia.Target pencapaian MDGS adalah
menurunkan angka kematian anak.dara intregated global action plan for pneumonia and
diarrhoea (GAPPD)2013.menyatakan salah satu angka kematian tertinggi adalah
pneumonia. Laporan pencapaian MDGS Indonesia tahun 2011 yang menunjukkan
pencapaian terkait pembahasan adalah tujuan keempat.Tujuan MDGs yang telah
menunjukkan kemajuan signifikan dan diharapkan dapat tercapai tahun 2015 yaitu
MDG keempat.terjadi penurunan mendekati dua pertiga angka kematian neonatal bayi
dan balita (Bappenas 2011)

Tujuan keempat yaitu upaya menurunkan angka kematian anak. Setatus kesehatan anak
Indonesia semakin membaik, ditunjukkan dengan semakin rendahnya angka kematian
neonatal,bayi dan balita.angka kematian balita dari 97 perseribu kelahiran pada tahun
1991 menjadi 44 perseribu kelahiran pada tahun 2007. Angka kematian bayi turun dari
68 perseribu kelahiran hidup pada tahun 1991 menjadi hanya 34 perseribu kelahiran
hidup (2007). Angka kematian neonatal juga menurun dari 32 perseribu kelahiran hidup
pada tahun 1991 menjadi 19 perseribu kelahiran hidup pada tahun 2007
(Bappenas,2011).
Upaya yang dilaksanakan dalam rangka meningkatkan kesehatan anak Indonesia juga
yaitu juga melalui continuum of care berdasarkan siklus hidup,continuum of care
berdasarkan Pelayanan kesehatan (promotif, preventif, kuratif, efektis y),continuum of
care pathway sejak anak dirumah atau dimasyarakat (pelayanan posyandu dan
poskesdes), difasilitasi kesehatan dasar,dan fasilitas kesehatan rujukan. Upaya
percepatan penurunan angka kematian bayi dan balita efle utama pada peningkatan
akses dan kualitas pelayanan neonatal dan balita (Bappenas 2011).
WHO dan Unicef melalui GPPD dalam global action plan for prevention and control
membuat suatu strategi untuk pencegahan kematian anak dengan pneumonia dan diare
pada tahun 2025. Intervensi yang dilakukan bertujuan melakukan pencegahan dan eflek
terhadap pneumonia dan angka kematian anak. Intervensi yang dilakukan antara lain;
(1) Memberikan asi eksklusif sampai usia 6 bulan dan dilakukan saat anak sakit; (2)
memberikan vaksin steptococcus eflek and Haemophilus influenza type b bila
disebabkan oleh bakteri; (3) Gunakan vacines measles and pertussis untuk mengurangi
kesakitan dan anak kematian anak pneumonia; (4) melakukan pendekatan integrated
management of childhood illness (ICMI) atau MTBS untuk indentifikasi dan pengobatan
pneumonia; (5) menurunkan polusi udara didalam dan diluar rumah seperti asap
kompor atau asap pembakaran (Unicef 2013).
Kerangka kerja Unicef melalui GAPPD untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian
pneumonia meliputi usaha protect, prevent and treat framework.usaha protect meliputi
promosi kesehatan, pemberian ASI eksklusif , pemberia makan gizi yang seimbang,
suplemen vitamin A, prevent dengan vaciness, pertussis, measles,Hip,PCV and rotavirus.
Treat improved care seeking referaal,Case management at the health facility and
comunity level,supplies antibiotics and oxygen, continued feeding or breastfeeding
(Unicef 2013).

Anda mungkin juga menyukai