Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

Eksistensialisme dan Skolatisisme


Dosen Pengampu: Dr. H. Iwan M.Ag

Oleh Kelompok 2:
Ai Tsamrotul Ainiyah (2108101146)
Andini Putri Aprilia (2108101148)
Muhammad Ilham (2108101151)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
IAIN SYEKH NURJATI CIREBON
KATA PENGANTAR

Rasa syukur kami haturkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena
berkat karunianya kami dapat menyusun makalah ini dengan baik dan selesai
tepat pada waktunya. Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas
mata kuliah Ilmu Filsafat dari Dosen pengampu mata kuliah. Selain itu,
makalah ini juga bertujuan untuk memberikan tambahan wawasan bagi kami
sebagai penulis dan bagi para pembaca.
Kami selaku penulis tidak lupa untuk mengucapkan terima kasih
kepada Bapak Iwan selaku Dosen mata kuliah Ilmu Filsafat Pendidikan Islam.
Tidak lupa bagi pihak-pihak lain yang telah mendukung penulisan makalah ini
kami juga mengucapkan terima kasih.
Terakhir, kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Maka dari itu kami membutuhkan kritik dan saran yang bisa
membangun kemampuan kami, agar kedepannya bisa menulis makalah dengan
lebih baik lagi. Semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca, dan bagi
kami khususnya sebagai penulis.

Cirebon, 5 April 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
BAB I................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................1
1.3 Tujuan.....................................................................................................................1
BAB II...............................................................................................................................2
PEMBAHASAN...............................................................................................................2
2.1 Pembahasan Eksistensialisme .................................................................................2
2.2 Pembahasan Skolatisisme .......................................................................................3
BAB III...........................................................................................................................12
PENUTUP.......................................................................................................................12
3.1 Kesimpulan...........................................................................................................12
3.2 Saran.....................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................13

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Al- Qur’an sebagai pedoman hidup manusia, ayat-ayat dalam Al- qur’an
sudah menjelaskan tentang segala sesuatu di muka bumi ini, termasuk
mengenai proses penciptaan manusia. Bagaimana manusia itu di cipta di dunia
ini sebagai makhluk yang paling mulia di bumi.
Dan ayat- ayat yang menyatakan bahwa manusia diciptakan dari tanah, ada
pula ayat- ayat yang menjelaskan bahwa manusia diciptakan dari sari pati
tanah, dan sari pati air hina. Karena agar kita sebagai manusia tidak Bersikap
sombong, tetapi berperilaku sederhana dan rendah hati sesuai dengan asal
mula kejadian manusia dari air mani, taat dan patuh terhadap semua perintah
Allah dan menjauhi larangan-Nya. Bersikap adil, ramah dan penuh kasih
sayang terhadap semua makhluk ciptaan Allah swt. Selalu bersyukur terhadap
semua nikmat yang diberikan Allah Kepada Kita. Selalu berusaha membuat
kemakmuran dan menjaga kelestarian lingkungan hidup.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan keterangan di atas di dapati rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa saja terjemahan QS. Al-Mu’minun: 12-14 dan an-Nahl: 78?
2. Bagaimana asbabun nuzul QS. Al-Mu’minun: 12-14 dan an-Nahl: 78?
3. Bagaimana tafsir QS. Al-Mu’minun: 12-14 dan an-Nahl: 78?
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas, maka makalah ini bertujuan
untuk:
1. Mengetahui terjemahan QS. Al-Mu’minun: 12-14 dan an-Nahl: 78
2. Mengetahui asbabun nuzul QS. Al-Mu’minun: 12-14 dan an-Nahl: 78
3. Mengetahui tafsir QS. Al-Mu’minun: 12-14 dan an-Nahl: 78

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pembahasan Eksistensialisme


Sebagai filsafat yang menentukan eksistensi manusia sebagai tema
sentral, Eksistensialisme tumbuh sebagai suatu ragam filsafat Antropologi yang
berkembang terutama setelah selesainya Perang Dunia II. Akan tetapi, hal ini
tidak berarti bahwa filsafat Eksistensialisme itu baru menjelma setelah Perang
Dunia ke II sebab Kierkegaard, sebagai peletak dasar, menulis karyanya bahkan
sebelum Perang dunia I, sedangkan sebagian karya Heidegger, Jaspers, dan Sartre
pun telah ditulis sebelum perang dunia II. Bahkan terdapat alasan yang
menunujukan bahwa dasar-dasar Eksistensialisme itu juga ditemukan pada tokoh-
tokoh pengarang seperti Dostoyvski atau juga pada filsuf Nietsczhe, padahal
kedua-duanya pun tak sampai mengalami Perang Dunia I.
Sikap bebas sebagai manifesto filsafat, banyak dilukiskan oleh filsuf-filsuf
besar dari segala zaman. Socrates memilih meminum racun dan menatap maut
daripada harus mengorbankan kebebasannya untuk berpikir menurut keyakinanya.
Spinoza, karena kekhawatiranya kehilangan kebebasan untuk berpikir menolak
pengangkatannya sebagai guru besar filsafat pada Universitas Heidelberg (1673).
Tradisi kebebasan berpikir ini berkelanjutan pada tokoh-tokoh seperti Lassing,
Goethe, dan Karl Marx. Tanpa kebebasan berpikir, filsuf-filsuf seperti
Kierkegaard, Nietzsche, Sartre, Heidegger, Ortega Y Gasset, dan serentetan nama-
nama dari masa kontemporer tidak mungkin dibayangkan akan tampil.
Semua pandangan-pandangan tentang manusia yang sudah dibicarakan di atas
biasanya mengenai beberapa segi dari kenyataan manusia dan diberlakukan
sebagai kenyataan manusia yang sebenarnya. Lalu timbul pertanyaan, apakah
tidak semestinya untuk mengadakan perombakan memandang manusia
berpangkal pada ketuhanan manusia?. Dengan demikian kita dapat mengetahui
siapa dan apakah manusia itu. Usaha dan percobaan tersebut dalam sejarah
pemikiran manusia telah dimulai dari Plato, Sokrates, sampai Thomas van
Aquino, dan dalam bentuk yang lain oleh Eksistensialisme.

Bagi mereka, manusia itu adalah manusia konkret dan yang hidup itu
merupakan pokok pangkal dari Eksistensialisme. Akan tetapi jika manusia sebgai
eksistensi menjadi pokok pangkal, bolehkah dan dapatkah menghampiri wujud
manusia sebgai suatau daya, dalam soal ini sebagai roh, materi dan akal?
Eksistensialisme, dengan seluruh diri manusialah dapat dikenal diri manusia.

2
Dengan demikian Eksistensialisme merupakan reaksi terhadap idealisme dan
materialisme dalam memandang manusia.
Memang, pada dasarnya merumuskan Eksistensialisme jauh lebih sulit
daripada filsafat eksistensi; yang pertama disebut sebgai aliran, sedangkan yang
kedua adalah bentuk ragam filsafat. Filsafat Eksistensi, sebgaimana maknanya,
menetap cara wujud manusia itu. Di lain pihak, diantara kalangan
Eksistensialisme sendiri tidak ada kesepakatan apa itu Eksistensialisme
perdefenisi, bahkan ada tokoh-tokoh tertentu yang enggan dimasukan ke
dalamnya, seperti Jespers dan Hiedegger. Kesukaran lain, pemikir-pemikir
tersebut dalam mengungkapkannya sering menggunakan bentuk sastra,, drama,
serta novel, sehingga dalam perkembangan nya tidak jelas batasbatasnya karena
merasuk kedalam berbagai cabang ilmu, di antaranya kesusasteraan, psikologi dan
tehnologi.
Akan tetapi meski ada kesukaran, adalah perlu untuk menegaskan dalam
pembahasan ini. Di antara pendapat-pendapat tersebut ada yang mengatakan,
bahwa Eksistensialisme merupakan usaha untuk menjadikan masalah menjadi
konkret karena adanya manusia dan dunia. Sedimikian rupa usaha itu sehingga
tidak ada masalah bagi manusia yang tidak dapat dipecahkan; jika tidak dalam
rangka pengertian manusia tentang dirinya, maka Eksitensialisme berbicara
tentang keberadaannya.
Ahli-ahli filsafat skolastik misalnya membedakan antara essensia dan
eksistensia (wujud dari yang ada). Mereka justru tidak menyatakan sesuatu
hakikat, akan tetapi lebih dahulu yang nyata dan terbatas. Eksistensialisme,
berakar dari kata eksistensi, dalam bahasa Inggris existence, adalah bentuk kata
benda, dengan kata kerja to exixt yang berarti ”the state of being....” Ia berasal
dari bahasa latin exsto dan exister. Dalam bahasa Perancis: ”existo”, yakni terdiri
dari ”ex” dan ”sisto”, yang berarti to stand. Semuanya itu dalam bahsa Indonesia
berarti secara, `berdiri`, atau `menempatkan diri`. Kata ”ex ” bearati keluar. ”To-
Exist” di samping pengertian seperti di atas juga secara harfiah berarti: keluar,
ada, hidup, atau mengada. Akan tetapi dalam Eksistensialisme, artinya lebih
kompleks, tidak cukup ”ada”, ”mengada” atau ”berada”.

Kierkegaard yang dianggap bapak Eksistensialisme, dalam memberikan


reaksi terhadap materialisme dan Idealisme khususnya Hegel, memberikan bobot
tertentu kepada perkataan ”eksistentie”, yang terdapat dalam filsafat terbaru.
Bukan saja dalam perkataan sehari-hari di mempengaruhi corak pemikiran
Eksitensialisme, akan tetapi tema-tema pun ditunjang dalam perkembangan
sejarah Eksistensialisme.

3
Dalam memberikan makna Eksistensi, Kierkegaard bertolak dari sinilah ia
menerima prinsip Sokrates, yaitu selfknowlege is a knowledge of
God (pengetauan akan diri adalah pengetahuan akan Tuhan), dan mengambil
formula yang terkenal; ”Truth is Subjektivity”. Kierkegaard mengatakan, bahwa
yang bereksistensi itu hanya manusia, dia sebgai individu adalah unik, tidak dapat
di terangkan dari sudut metafisika atau sistem-sistem ilmu. Eksistensi bagi
manusia itu tidak sekedar ”mengada”.
Eksistensi adalah label khusus yang hanya dikenakan kepada manusia.
Dengan keluar dari diri, manusia menemukan dirinya. Dia bukan objek, dan
bukan sekedar ada dan mengada, di selalu keluar, muncul dari tidak sadar menjadi
sadar. Muncul dari non ”Aku” menjadi ”Aku”. Yang sadar selalu menampilkan
intensionalitas sebagai subjek yuang mengarahkan kepada objek. Dia sebgai objek
yang berada ditengah-tengah dunia, dan beradanya di sana selalu terbuka dan
selalu berhubungan, hal ini dimungkinkan sebab idia sudah menunjukan subjek
yang membadan. Dengan kebebasan yang dimilikinya serta kemungkinan untuk
memilih senantiasa terbuka bagi manusia akan berbagi relasi.

2.2 Pembahasan Skolastisisme


1. Pengertian Masa Skolastik
Istilah skolastik adalah sifat yang berasal dari kata school, yang berarti
sekolah. Jadi, skolastik berarti aliran atau kaitan dengan sekolah.Perkataan
skolastik merupakan corak khas dari sejarah filsafat abad pertengahan.
Istilah skolastik pun berasal dari bahasa latin “scholasticus” yang berarti
murid, sebagai suatu gerakan filsafat dan keagamaan yang berupaya mengadakan
sintesa antara akal budi manusia dengan keimanan. Atau menerapkan metafisika
Yunani ke dalam keyakinan Kristiani.Metode yang digunakan ialah disputatio,
yaitu membandingkan argumentasi diantara yang pro dan kontra.
Istilah ini pertama kali muncul di Ghalia degan tokohnya Abaelardus,
Anselmus dan Petrus Lombardus, dan mengalami kejayaan pada abad 12 dengan
tokohnya Thomas Aquinas, Beraventura, Dun Scotus dan Ockham.
Terdapat beberapa pengertian dari corak khas skolastik, sebagai berikut.
a. Filsafat skolastik adalah filsafat yang mempunyai corak semata-mata agama.
b. Filsafat skolastik adalah filsafat yang mengabdi pada teologi atau filsafat yang
rasional memecahkan persoalan-persoalan mengenai berpikir,sifat ada,
kejasmanian, baik buruk.
c. Filsafat skolastik adalah suatu sistem filsafat yang termasuk jajaran
pengetahuan alam kodrat, akan dimasukan kedalam bentuk sintesis yang lebih
tinggi antara kepercayaan dan akal.

4
d. Filsafat skolastik adalah filsafat nasrani karena bannyak dipengaruhi oleh ajaran
gereja.
Filsafat Skolastik ini dapat berkembang dan tumbuh karena beberapa faktor
berikut.
Faktor Religius
Maksud faktor religius adalah keadaan lingkungan saat itu yang berkehidupan
religius. Mereka beranggapan bahwa hidup di dunia ini suatu perjalanan ke tanah
suci Yerussalem, dunia ini bagaikan negeri asing dan sebagai tempat
pembuangan limbah air mata saja (tempat kesedihan). Sebagai Dunia yang
menjadi tanah airnya adalah surga.Manusia tidak dapat sampai ke tanah airmya
(Surga) dengan kemampuan sendiri, sehingga harus ditolong.Karena manusia itu
menurut sifat kodratnya mempunyai cela atau kelemahan yang dilakukan
(diwariskan) oleh Adam, mereka juga berkeyakinan bahwa Isa anak Tuhan
berperan sebagai pembebas dan pemberi bahagia.Ia akan memberi pengampunan
sekaligus menolongnya. Maka, hanya dengan jalan pengampunan inilah manusia
dapat tertolong agar dapat mencapai tanah airnya (surga). Anggapan dan
keyakinan inilah yang dijadikan dasar pemikiran filsafatnya.
Faktor Ilmu Pengetahuan
Pada saat itu telah banyak didirikan lembaga pengajaran yang diupayakan oleh
biara-biara, gereja, ataupun dari keluarga istana. Kepustakaannya diambilkan dari
para penulis latin, Arab (Islam), dan Yunani.
2. Masa Skolastik
Masa skolastik terbagi menjadi tiga periode,yaitu:
1. skolastik awal belangsung dari tahun 800-1200.
2. skolastik puncak, berlangsung dari tahun 1200-1300.
3. skolastik akhir, berlangsung dari tahun 1300-1450.

1. Skolastik awal
Sejak abad ke-5 hingga ke-8 Masehi, pemikiran filsafat Patristik mulai merosot,
terlebih lagi pada abad ke-6 dan 7 dikatakan abad kacau.Hal ini disebabkan pada
saat itu terjadi serangan terhadap Romawi sehingga kerajaan Romawi beserta
peradabanya ikut runtuh yang telah dibangun selama berabad-abad.
Baru pada abad ke-8 Masehi, kekuasaan berada dibawah Karel Agung (742-814)
dapat memberikan suasana ketenangan dalam bidang politik, kebudayaan dan
ilmu pengetahuan, termasuk kehidupan manusia dan pemikiran filsafat yang
semuanya menampakkan mulai adanya kebangkitan. Kebangkitan inilah yang

5
merupakan kecemerlangan abad pertengahan, dimana arah pemikirannya berbeda
sekali dengan sebelumnya.
Saat ini merupakan zaman baru bagi bangsa Eropa.Hal ini di tandai dengan
skolastik yang didalamnya banyak diupayakan pengembangan ilmu pengetahuan
di sekolah-sekolah.Pada mulanya skolastik ini timbul pertama kalinya di Biar
Italia Selatan dan akhirnya sampai berpengaruh ke Jerman dan Belanda.
Kurikulum pengajarannya meliputi studi duniawi atau Artes liberals, meliputi tata
bahasa, retorika, dialektika( seni berdiskusi), ilmu hitung, ilmu ukur, ilmu
perbintangan, dan musik.
Peter Abaelardus ( 1079-1180 )
Ia dilahirkan di Le Pallet, Prancis. Ia mempunyai kepribadian yang keras dan
pandangannya sangat tajam sehingga sering kali bertengkar dengan para ahli pikir
dan pejabat gereja. Ia termasuk orang konseptualisme dan sarjana terkenal dalam
sastra romantic sekaligus sebagai rasionalistik, artinya peranan akal dapat
menundukan kekuatan iman.Iman harus mau didahului akal. yang harus dipercaya
adalah apa yang telah disetujui atau dapat diterima oleh akal.
Berbeda dengan Anselmus yang mengatakan bahwa berpikir harus sejalan
dengan iman, Abaelardus memberikan alasan bahwa berpikir itu ada di luar
iman( di luar kepercayaan). Karena itu sesuai dengan metode dialektika yang
tanpa ragu-ragu ditunjukan dalam teologi, yatiu bahwa teologi harus memberikan
tempat bagi semua bukti-bukti.
2. Skolastik Puncak.
Masa ini merupakan masa kejayaan skolastik yang berlangsung dari tahun 1200-
1300 dan masa ini juga disebut masa berbunga.Masa itu ditandai dengan
munculnya Universitas-universitas dan ordo-ordo, yang secara bersama-sama ikut
menyelenggarakan atau memajukan ilmu pengetahuan, disamping juga peranan
universitas sebagai sumber atau pusat ilmu pengetahuan dan kebudayaan.

6
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Eksistensi adalah label khusus yang hanya dikenakan kepada manusia.
Dengan keluar dari diri, manusia menemukan dirinya. Dia bukan objek,
dan bukan sekedar ada dan mengada, di selalu keluar, muncul dari tidak
sadar menjadi sadar. Muncul dari non ”Aku” menjadi ”Aku”. Yang sadar
selalu menampilkan intensionalitas sebagai subjek yuang mengarahkan
kepada objek. Skolastik adalah filsafat yang mendominasikan kepada ilmu
pengetahuan, berfikir dan yang dipengaruhi oleh ajaran ajaran yang
mempengaruhi persoalan persoalan berpikir seseorang .Filsafat Skolastik
muncul pada abad ke-8 Masehi setelah pemikiran filsafat patristik mulai
merosot pada abad ke-5 hingga ke-7.Faktor-faktor yang mempengaruhi
munculnya filsafat Skolastik adalah faktor religius dan faktor ilmu
pengetahuan.

3.2 Saran
Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan bagi para
pembaca mengenai materi yang telah kami sampaikan. Namun terlepas dari itu,
kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga
kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi
terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, Asmoro.2010.Filsafat Umum. Raja Grafindo Persada;Jakarta

7
Atang Abdul Hakim dan Beni Ahmad Saebani.2008.Filsafat Umum.Pustaka
Setia;Bandung:

Reider Thomte, Kierkegaard`s Philosophy of Relegion (New Jersey: Princenton


University Press, 1949). Hasan hanafi, Berkenalan dengan
Ekasistensialisme (Jakarta: Pustaka Jaya, 1976). Virginia S. Thatcher, (The New
Webster Encyclopedia Dictionary of English Language New York: Grolier
Incorporated, 1967). S. Wojowasito, Wjs. Poerwadarminata, Kamus Inggris-
Indonesia (Bandung: Pen. Hasta, 1980).

Anda mungkin juga menyukai