Anda di halaman 1dari 6

A.

Surah Al-imron ayat 159

َ ْ‫فَت ََو َّكل‬ َ‫َاورْ هُ ْم فِي األ ْم ِر فَِإ َذا َعزَ ْمت‬ ِ ‫ك فَاعْفُ َع ْنهُ ْم َوا ْستَ ْغفِرْ لَهُ ْم َوش‬ ِ ‫بِ َما َرحْ َم ٍة ِمنَ هَّللا ِ لِ ْنتَ لَهُ ْم َولَوْ ُك ْنتَ فَظًّا َغلِيظَ ْالقَ ْل‬
َ ِ‫ب ال ْنفَضُّ وا ِم ْن َحوْ ل‬
)١٥٩( َ‫َعلَى هَّللا ِ هَّللا َ يُ ِحبُّ ْال ُمتَ َو ِّكلِين‬

Artinya: “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka.
Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.
Karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan
mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah
kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” (QS Ali Imran :
159).

Surat al-imran ini termasuk surat madaniyah yang turun setelah al-anfal dinamakan Surat Ali Imron
karena didalamnya menceritakan keluarga Imron dan Siti Maryam. Karena surat ini bersamaan dengan
surat al-baqarah maka surat ini disebut dengan az zahrawan, yaitu akan memberikan petunjuk bagi para
pembacanya kepada jalan kebenaran.

QS. Al-imron:159 ini menjadi dasar dalam mengarungi kehidupan kita dalam berbangsa dan
beragama. Norma yang terkandung dalam ayat ini sangat relevan dengan kehidupan masyarakat
Indonesia sehingga ayat ini mengajarkan kita terhadap nilai-nilai demokrasi.

1. Asbabun nuzul Ali Imron ayat 159

Ayat ini dikategorikan sebagai ayat madaniyah karena ayat ini turun di kota Madinah. Hal yang
melatarbelakangi turunnya ayat ini adalah ketika nabi menghadapi peristiwa kekalahan di perang Uhud
pasukan nabi mengalami kekalahan ketika menghadapi pasukan Quraisy pada tahun ketiga hijriah di
bukit Uhud. Kekalahan tersebut diakibatkan oleh ketidakpatuhan pasukan pemanah yang dipercaya
untuk menjaga bukit, namun di tengah peperangan pasukan tersebut turun untuk berebut harta
rampasan perang. Akibat kelalaian itu pos-pos yang ditinggalkan dikuasai oleh pasukan musuh dan
menyerang balik pasukan Islam.

Namun demikian nabi tetap bersikap lemah lembut dan tidak bersikap kasar kepada mereka yang
melakukan kesalahan. Sebelum berperang, nabi melakukan musyawarah bersama pasukannya tentang
strategi yang bagus untuk menghadapi pasukan musuh. Strategi tersebut adalah:

1. Umat Islam berdiam diri didalam kota dan menghadang musuh dari dalam.
2. Keluar dari kotak dan bertempur di sana.

Kemudian nabi memusyawarahkan strategi tersebut bersama para sahabat dan keputusan yang
diambil adalah pendapat yang kedua yaitu pasukan Islam keluar dari kota Madinah dan menghadapi
pasukan Quraisy di Uhud. Nabi melakukan musyawarah dengan para sahabat walaupun sebenarnya nabi
dapat memutuskan nya sendiri. Namun nabi memberikan pembelajaran tentang bagaimana dalam
memutuskan keputusan untuk kepentingan umum,harus diputuskan bersama-sama lewat jalan
musyawarah.
Ketika perang berlangsung pasukan Islam hampir meraih kemenangan, dimana pasukan Quraisy
berhasil dipukul mundur oleh pasukan Islam, namun sebagian kaum muslimin yang tergoda akan
gelimangan ghanimah yang di tinggalkan pasukan musuh, pasukan pemanah yang bertugas di atas bukit
ikut turun berebut ghanimah yang mengakibatkan kekosongan di pos tersebut, Khalid bin Walid yang
pada saat itu masih kafir, melihat post yang ditinggalkan kaum muslimin dan mampu lah mereka
memukul balik kaum muslimin, timbullah banyak korban di kalangan kaum muslimin. Nabi menghadapi
kekalahan tersebut dengan sabar dan tetap menunjukkan sifat yang lemah lembut terhadap umatnya
hingga turun firman Allah: "andai saja nabi berbuat kasar dan keras, saya mereka akan
meninggalkannya. "

2. Tafsir Ayat

Surah Al-imron: 159 secara implisit memberikan prinsip demokrasi, yaitu meminta Nabi Muhammad
untuk memusyawarahkan suatu persoalan bila terjadi problem di tengah kehidupan dengan masyarakat
lain.

Dalam tafsir Liyaddabaru Ayatihi disebutkan bahwa manusia melalui percontohan Nabi Muhammad
diminta untuk bermusyawarah. Sebab meskipun telah diberi akal yang jenius, namun kadangkala
berhenti pada titik kemandegan. Sehingga perlu ide-ide orang lain.Syaikh Wahbah Al-Zuhaili
memberikan penjelasan yang cukup menarik. Menurutnya, umat Islam diminta untuk bermusyawarah
dalam hal-hal yang secara syar'i belum termaktub dalam teks, baik masalah agama atau dunia.

Dari penjelasan di atas cukup jelas bahwa demokrasi, yang pada esensinya adalah musyawaroh,
sudah diperintahkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad. Demokrasi penting dilakukan oleh orang Islam
agar bisa memasukkan nilai-nilai syariat di dalam hukum yang berlaku dalam bernegara.

B. Surah As-Syura ayat 38

َ‫صاَل ةَ َوَأ ْم ُرهُ ْم ُشو َرى بَ ْينَهُ ْم َو ِم َّما َرزَ ْقنَاهُ ْم يُ ْنفِقُون‬
َّ ‫َوالَّ ِذينَ ا ْستَ َجابُوا لِ َربِّ ِه ْم َوَأقَا ُموا ال‬

“dan orang-orang yang mematuhi seruan Tuhannya dan mendirikan sholat, sedang urusa mereka
diputuskan dengan musyawarah antara mereka, dan mereka menafkahkan sebagian rezki yang Kami
berikan kepada mereka”

1. Asbabun Nuzul Ayat

QS. Asy-Syura ayat 38

Ayat ini diturunkan sebagai pujian kepada kelompok Muslimin Madinah (Anshar) yang bersedia
membela Nabi Muhammad SAW. Dan menyepakati hal tersebut melalui musyawarah (syūra) yang
mereka laksanakan di rumah Abu Ayyub al-Anshari. Walaupun khiṭāb ayat ini bersifat khusus, namun
pesan intinya berlaku universal.
Ayat ini berisi tentang seruan Allah untuk mendirikan sholat dengan khusu’ dan berkesinambungan,
serta terus-menerus sesuai dengan rukun dan fardunya. Dalam ayat ini juga terdapat perintah untuk
melaksanakan musyawarah. Kemudian perintah untuk berinfak di jalan Allah. Memberikan sebagian
harta atau rezeki kepada orang yang lebih membutuhkan.Ayat ini dengan tegas menjelaskan bahwa
iman tidak hanya menyangkut individu saja, tetapi juga menyangkut orang lain. Tidak terbatas kepada
hubungan dengan Tuhan saja, tapi menyangkut hubungan dengan manusia juga.

Itulah sebabnya dalam ayat ini Allah memerintahkan untuk bermusyawarah dalam suatu urusan.
Dalam melaksanakan kewajiban sholat, sebaiknya dilakukan dengan berjamaah. Selain memiliki pahala
yang berlipat, juga memiliki nilai sosialnya. Kemudian dalam suatu urusan sebaiknya dimusyawarahkan
dengan baik, apalagi sesuatu yang menyangkut kepentingan bersama. Infakkanlah sebagian dari
rezekimu di jalan Allah.(Hamzah & dkk, 2016, p. 159)

Dari pernyataan di atas penulis menyimpulkan bahwa isi kandungan dari surat Asy-Syura ayat 38
yaitu, pertama tentang seruan untuk beriman dan beramal sholah, yaitu dengan cara melaksanakan
sholat dengan baik dan benar sesuai rukun dan fardhunya. Diutamakan untuk sholat berjamaah, karena
memiliki pahala yang berlipat dari pada sholat sendirian. Kedua tentang musyawarah,menyelesaikan
masalah dengan musyawarah. Hal itu bertujuan untuk menjalin silaturahmi dan mempererat
persaudaraan di antara umat Islam. Ketiga adalah perintah untuk menginfakkan sebagian dari rezeki
yang dimiliki kepada orang yang lebih membutuhkan. Karena sesungguhnya dalam harta yang kita miliki
ini terdapat hak orang lain, maka infakkanlah sebagian dari harta itu di jalan Allah.

2. Tafsir

Penafsiran Surah al-Syūrā Ayat 38 Menurut Beberapa Mufassir Indonesia

a. Tafsir al-Ibrīz li Ma’rifah Tafsīr al-Qur’an al-‘Aziz

Tafsir al-Ibrīz merupakan tafsir karya seorang tokoh Kyai Haj bernama Bisri bin Zainal Mustofa dari
Rembang, Jawa Tengah. Kitab tafsir al-Qur’an lokal ini terjemahannya menggunakan model makna
gandul Arab pegon, dan ditulis lengkap terdiri dari juz 1 sampai juz 30. Memiliki karakter tradisionalis
khas pesantren salaf di Indonesia dengan paduan corak fiqih, tasawuf, dan sosial, khas warga nahdliyin.

Berikut penafsiran Bisri Mustofa:

“Lan uga tumerep wong-wong kang pada nyendikani (ngayahi) marang dawuh-dawuhe Allah Ta’ala, lan
kang pada ngelangkangake tumindak solat, lan wong kang urusane tansah dirembuk sak kanca-kancane
(ora gerusah-gerusuh), lan wong kang pada nyokongake sebagian sangking rizki peparinge Pengeran
kanggo keperluan taat marang Pengeran.”12

Maksud penafsiran di atas bahwa, ayat ini menyebutkan sebagaimana orang yang taat kepada
seruan Allah. Yaitu mereka yang melaksanakan shalat, zakat, dan mereka yang yang menyelesaikan
urusannya dengan bermusyawarah agar tidak gegabah, dan yang senantiasa menafkahkan sebagian
hartanya di jalan Allah.

Dari hasil terjemahnya, kata syūrā diterjemahkan dengan kata “rembuk - rembukan”, yang mana bila
dalam bahasa Indonesia sama bermakna ‘musyawarah’. Secara Bahasa, Bisri Mustofa tidak menjelaskan
rincian arti makna syūrā. Ia hanya menjelaskan ayat yang berkaitan dengan syūrā tersebut secara ijmali,
bahkan terkesan apa adanya sesuai dengan teks ayat tersebut. Hal tersebut, berarti penafsiran lebih
dominan pada penetapan makna teks.

Begitu pula dalam ayat ini, untuk kajian historis dan implikatif juga dinilai kurang, namun bila dilihat
pada surah Āli-Imrān ayat 159 mengenai musyawarah, dijelaskan pula konteks historis ayat tersebut
turun sesaat setelah peristiwa perang Uhud.

b. Tafsir al-Iklīl fī Ma’ānī al-Tanzīl

Tafsir al-Iklīl merupakan tafsir karya seorang tokoh Kyai Haji, pengasuh Pondok Pesantren al-Balagh,
Bangilan, Tuban, Jawa Timur, bernama Misbah bin Zainal Mustafa, lahir di Rembang, Jawa Tengah.
Merupakan adik beda ibu dari Kyai Bisri pengarang tafsir al-Ibrīz. Kitab tafsir al-Qur’an lokal ini juga
terjemahannya menggunakan model makna gandul Arab pegon, dan ditulis lengkap terdiri dari juz 1
sampai juz 30.

Berikut penafsiran Misbah Mustofa:

Ia memulainya dengan menetapkan makna ayat 38;

“Lan wong-wong kang padha nyembadani pengerane, lan pada nyenengake sholat, lan pada
musyawarah gandeng karo persoalan kang merluake musyawarah; tegese perundingan utawa tukar
pikiran, lan pada nanjakake sebagian sangking apa kang ingsun paringke marang dheweke”.15

Kemudian ia menerangkan historis dari turunnya ayat 38 tersebut;

Ayat ini turun berkenaan dengan sahabat Ansor yang diajak beriman kepada Rasulullah, kemudian
mereka menepati. Lalu Rasulullah, s.a.w, mengangkat kepala kelompok sebanyak 12, dari sahabat
Anshar itu. Sahabat Ansor tersebut, sebelumnya didatangi Nabi, s.a.w, di kota Madinah jika mereka
berkeperluan apapun untuk bermusyawarah. Lalu mereka melaksanakan apa yang disepakati setelah
musyawarah. Kemudian Allah memuji sahabat Ansor, sebab melakukan musyawarah, dan
memerintahkan Rasulullah, s.a.w, agar musyawarah seperti mereka demi kemaslahatan bersama.

Misbah Mustofa juga memberikan penjelasan implikasi terkait musyawarah; Ruang lingkup
musyawarah dikaitkan dengan ayat 159 surah Āli Imrān “
“Yakni; musyawarahlah dalam berbagai urusan, tetapi perintah musyawarah ini ada di masalah-
masalah ijtihadiyah, masalah-masalah yang membutuhkan ijtihad. Seperti masalah perang dan
sebagainya. Rasulullah tidak musyawarah dengan para sahabat bila mengenai hukum agama. Karena
hukum-hukum agama itu diturunkan dari Allah Ta’ala. Setelah Nabi s.a.w, wafat, mereka para sahabat
bermusyawarah dalam masalah-masalah yang penting, baik masalah agama atau masalah dunia. Hal itu
bermula pada kejadian musyawarah di kalangan sahabat Anshar, ketika terdapat persoalan Khilafah,
yaitu masalah kedudukan menjadi khalifah.

Karena Nabi s.a.w, tidak menentukan siapa yang menjadi penggantinya, sehingga timbul perdebatan
antara para sahabat. Kemudian mereka berkumpul dan mereka bermusyawarah. Ketika itu Umar bin
Khaṭṭab mengatakan: kita ridho atas agama kita apa yang diridhoi oleh Nabi kita. Akhirnya mereka para
sahabat setuju mengangkat Abu Bakar al-Ṣiddiq menjadi Khalifah. Penafsiran pada tafsir al-Iklīl fī Ma’ānī
al-Tanzīl ini lebih luas dan terang, karena mencakup keterangan-keterangan yang diperlukan dalam
interpretasi.

c. Tafsir al-Quran Majid An-Nuur

Tafsir an-Nuur merupakan karya Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy salah seorang ulama atau pendidik
dalam kalangan pejabat,lahir di Lhokseumawe, Aceh Utara. Kitab tafsir al-Qur’an lokal ini menggunakan
Bahasa Indonesia beserta aksaranya. Ditulis lengkap terdiri dari juz 1 sampai juz 30. Memiliki karakter
modernis, khas pergerakan pembaharuan pemikiran Islam seperti Muhammadiyah.

Berikut penafsiran Hasbi Ash-Shiddieqy:

Ia mulai dari mengutip penggalan ayat “wa amruhum syuura bainahum”, dengan terjemahnya
“Sedangkan urusan mereka dimusyawarahkan di antara mereka.” Kemudian ia memberikan penetapan
maknanya; “Apabila mereka menghadapi suatu pekerjaan yang sangat penting, mereka pun
merundingkan urusan itu lebih dahulu, terutama urusan-urusan mengenai peperangan”.

Dalam segi implikasi sendiri, selain memberikan pelajaran sejarah pengalaman Nabi s.a.w, dan para
sahabatnya seperti tersebut di atas, ia juga memberikan pengertian syura secara kontekstual dengan
bahasa kontemporer; “syura adalah salah satu prinsip Islam yang menentang kediktatoran dan sistem
pemerintahan otoriter”.

d. Tafsir al-Mishbāh: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an

Tafsir al-Mishbāh merupakan karya seorang yang sudah terkenal pakar dalam bidang tafsir al-Qur’an di
Indonesia, ia bernama Muhammad Quraish Shihab, lahir di Rappang, Sulawesi Selatan. Kitab tafsir al-
Qur’an lokal ini menggunakan Bahasa Indonesia beserta aksaranya. Ditulis lengkap dari juz 1 sampai juz
30, terdiri dari 15 volume. Memiliki karakter modernis, mufassir menerjemahkan dan menyampaikan
pesan-pesan al-Qur’an dalam konteks masa kini dan modern.
Berikut penafsiran Quraish Shihab:

Secara historis, ia menyampaikan sebab turunnya ayat tersebut turun sebagai pujian kepada kelompok
Muslim Madinah (Anshar) yang bersedia membela Nabi s.a.w, dan menyepakati hal tersebut melalui
musyawarah yang mereka laksanakan di rumah Abū Ayyūb al-Anṣārī. Ketika Rasulullah s.a.w, mengajak
mereka untuk beriman, kemudian mereka pun menyambut dengan baik ajakan Nabi s.a.w.

Dari rangkaian ayat tersebut ia menyampaikan penetapan makna, bahwa ayat di atas menyatakan:

“Dan kenikmatan abadi itu disiapkan juga bagi orang-orang yang benar-benar memenuhi seruan Tuhan
mereka dan mereka mendirikan sholat secara berkesinambungan dan sempurna, yakni sesuai rukun dan
Syaratnya juga dengan khusyu’ kepada Allah. Dan semua urusan yang berkaitan dengan masyarakat
mereka adalah musyawarah diantara mereka yakni mereka memutuskannya melalui musyawarah, tidak
ada diantara mereka yang bersifat otoriter dengan memaksakan pendapatnya dan disamping itu mereka
juga dari sebagian rezeki yang kami anugerahkan kepada mereka baik harta atau lainnya mereka
senantiasa menafkahkan secara tulus serta berkesinambungan baik nafkah wajib maupun sunnah."

Anda mungkin juga menyukai