Disusun Oleh :
Nisfayana 2108101122
KATA PENGANTAR............................................................................................. 4
3. Tujuan.............................................................................................................. 6
4. 1. Rukun Ji’alah......................................................................................... 16
5. 2. Pembatalan Ji’alah................................................................................. 18
2
7. Hikmah Syirkah dan Hikmah Ji’alah ............................................................ 21
7. 1. Hikmah Syirkah..................................................................................... 21
1. Kesimpulan.................................................................................................... 24
3
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Syirkah dan Ji’alah” ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada
Mata Kuliah Fikih Mu’amalah. Selain itu, makalah ini bertujuan untuk
menambah wawasan mengenai Syirkan dan Ji’alah bagi para pembaca dan juga
kami selaku anggota kelompok.
Kami ucapkan terima kasih kepada Bapak Drs. A. Syatori, M.Ag selaku
dosen pengampu Mata Kuliah Fikih Mu’amalah yang telah memberikan tugas ini
dan kami juga berterima kasih kepada semua pihak yang membantu dalam
penulisan makalah ini.
Kami menyadari, makalah yang kami buat masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu,saran dan kritik yang membangunakan, diharapkan demi
kesempurnaan makalah ini, dan semoga makalah ini dapat bermanfaat.
Penulis
4
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Islam sebagai agama terakhir yang telah dijamin kebenarannya oleh
Allah SWT, berisi tentang segala aturan hukum dan moral dengan tujuan
membimbing dan mengarahkan umat-Nya menuju terbentuknya komunitas
manusia yang mampu melaksanakan peranannya sebagai khalifatullah dimuka
planet bumi. Khalifatullah bukanlah suatu tugas ringan yang bisa dengan
sendirinya terlaksana tanpa adanya kreasi dan inovasi yang dinamis untuk
menggali semua potensi yang telah disediakan oleh Allah. Guna menggali
untuk memanfaatkan potensi alam secara maksimal inilah manusia kemudian
perlu mengadakan interaksi dengan sesamanya yang tidak mustahil terjadi
kesenjangan dan perbenturan kepentingan yang satu dengan yang lainnya.
Oleh karena itu, Islam sangat menganjurkan kepada umatnya untuk berlaku
tolong-menolong dengan sesamanya.
5
2. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Syirkah dan Ji’alah?
3. Tujuan
1. Untuk mengetahui Pengertian Syirkah dan Ji’alah.
6
BAB II
PEMBAHASAN
1. 1. Pengertian Syirkah
Syirkah menurut bahasa berarti al-ikhtilath yang artinya campur atau
percampuran. Maksud percampuran disini adalah seseorang
mencampurkan hartanya dengan harta orang lain sehingga tidak mungkin
untuk dibedakan. Menurut defenisi syariah, syirkah adalah transaksi
antara dua orang atau lebih yang bersepakat untuk melakukan suatu usaha
finanssial dengan tujuan mencari keuntungan (Taqiyyudin,1996).
7
kerugiannya diperhitungkan menurut besar kecilnya modal masing-
masing.
1. 2. Pengertian Ji’alah
Ji’alah secara etimologis yaitu memberikan upah atau ( ja’l ) kepada
orang yang telah melakukan pekerjaan untuknya, misalnya orang
mengembalikan hewan yang tersesat (dhalalah), mengembalikan budak
yang kabur, membangun tembok, mejahit pakaian, dan setiap pekerjaan
yang mendapatkan upah. Sedangkan ji’alah menurut syariah, Al-Jazairi
(2005:525-526) menyebutkan hadiah atau pemberian seseorang dalam
jumlah tertentu kepada orang yang mengerjakan perbuatan khusus,
diketahui atau tidak diketahui. Misalnya, seseorang bisa berkata,”
Barangsiapa membangun tembok ini untukku, ia berhak mendapatkan
uang sekian”. Maka, orang yang membangun tembok untuknya berhak
atas hadiah(upah) yang ia sediakan, banyak atau sedikit. Istilah lain dalam
pengupahan adalah ijarah. Penggunaan kedua istilah ini sesuai dengan
teks dan konteksnya.
8
Ibnu Qudamah, ulama Mazhab Hanbali, ia dapat dibedakan dengan Ijarah
dari lima segi.
Pertama, pada ji'alah upah atau hadiah yang dijanjikan hanya boleh
diterima oleh orang yang menyatakan sanggup untuk mewujudkan apa
yang menjadi objek pekerjaan atau perbuatan tersebut, jika pekerjaan atau
perbuatan tersebut telah mewujudkan hasil dengan sempurna. Sedangkan
pada ijarah, orang yang melaksanakan pekerjaan tersebut berhak
menerima upah sesuai dengan ukuran atau kadar prestasi yang telah
diberikannya meskipun pekerjaan itu belum sempurna dilaksanakannya.
9
pihak yang melakukan perjanjian kerja. Dengan demikian, jika perjanjian
tersebut dibatalkan, maka tindakan itu menimbulkan akibat hukum bagi
pihak bersangkutan, salah satu pihak yang melakukan perjanjian ijarah
dapat mengajukan tuntutan ganti rugi kepada pihak yang lain jika
perjanjian ijarah tersebut dibatalkan.
10
"Paling sering dari orang-orang ber-syirkah itu. sebahagian mereka
berhuat zalim terhadap sebagahian yang lain, kecuali orang yang percaya
dan mengerjakan amal salih." (QS Shad 38:24)
Sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Abu Hurairah
dari Nabi Saw bersabla: "Sesungguhnya Allah SWT telah berfirman,
"Aku jadi yang ketigu antara dua orang yang herserikat selama yang satu
tidak khianat kepada yang lainnya, apahila yang satu berkhianat kepada
pihuk yang lain, maka keluarlah aku darinnya," (IIR Abu Dawud)
11
(sewa) yangdisyaratkan adanya kejelasan dalam pekerjaan,pekerja itu
sendiri, upah danwaktunya. Akan tetapi, mereka hanya
membolehkan−dengan dalil istihsan−memberikan hadiah kepada orang
yang dapat mengembalikan budak yang lari atau kabur, dari jarak
perjalanan tiga hari atau lebih, walaupun tanpa syarat. Jumlah hadiah itu
sebesar empat puluh dirham untuk menutupi biaya selama perjalanan
Tafsir dari ayat tersebut menjelaskan bahwa orang yang berteriak dan
kawan-kawannya berkata kepada saudara-saudara Yusuf, "Kami
kehilangan penakar milik Raja yang biasa digunakan untuk menakar
bahan makanan. Siapapun yang menyerahkan penakar milik Raja itu
sebelum kami melakukan pemeriksaan akan mendapatkan imbalan berupa
bahan makanan sebanyak satu muatan seekor unta. Dan aku menjamin hal
12
itu pasti akan didapatkannya." Kisah nabi Yusuf as. bersama saudara-
saudaranya. “Mereka menjawab, ‘Kami kehilangan piala raja, dan siapa
yang dapat mengembalikannya akan memperoleh (bahan makanan
seberat) beban onta dan aku jamin itu.”
13
kepastian waktu untuk mengetahui jumlah manfaat yang akan digunakan.
Selain itu, karena akad ji’alah adalah sebuah keringanan (rukhshah)
berdasarkan kesepakatan ulama, karena mengandung ketidakjelasan, dan
dibolehkan karena ada izin dari Allah.
14
• Jika seseorang berkata, “Barangsiapa makan dan minum sesuatu
yang dihalalkan, ia berhak atas ji’alah (hadiah), “maka ji’alah
seperti itu diperbolehkan, kecuali jika ia berkata, “Barangsiapa
makan dan ia meninggalkan sebagian dari makanan tersebut, ia
berhak atas ji’alah ,”maka ji’alah tidak sah.
• Jika pemilik ja’alah dan pekerja tidak sependapat tentang besarnya
ji’alah, maka ucapan yang diterima ialah ucapan pemilik ja’alah
dengan disuruh bersumpah. Jika kedua berbeda pendapat tentang
pokok ji’alah , maka ucapan yang diterima ialah ucapan pekerja
dengan disuruh bersumpah.
3. Rukun Dan Syarat Syirkah
3. 1. Rukun Syirkah
Rukun Syirkah Sulaiman Rasjid dalam Fiqih Islam menjelaskan rukun syirkah
berdasarkan syariat Islam sebagai berikut:
3. 2. Syarat Syirkah
Terdapat beberapa syarat syirkah sebagaimana dijelaskan dalam buku Ilmu Fiqih
Islam Lengkap. Syarat-syarat syirkah mencakup:
15
• Dua orang atau lebih berserikat, menyerahkan modal, mencampurkan
antara harta benda anggota serikat dan mereka bersepakat dalam jenis dan
macam perusahaanya.
• Dua orang atau lebih mencampurkan kedua hartanya, sehingga tidak
dapat dibedakan satu dari yang lainya.
• Keuntungan dan kerugian diatur dengan perbandingan modal harta serikat
yang diberikan.
Sedangkan mengenai barang modal yang disertakan dalam serikat dapat berupa:
4. 1. Rukun Ji’alah
a. Ja’il
16
kesanggupan memberikan upah dalam sayembara atas dasar inisiatif sendiri,
bukan atas dasar tekanan atau paksaan pihak lain.
b. Maj’ul lah
1. Ada nilai jerih payah (kulfah) sebab pekerjaan yang tidak ada nilai jerih
payahnya tidak layak dikomersilkan secara syar’i.
2. Bukan pekerjaan yang harus dilakukan secara wajib ain oleh maj’ul lah.
3. Tidak ada limitasi waktu, sebab batasan waktu justru akan kontra
produktif dengan tujuan esensial akad ju’alah sebagaimana sebagaimana
akad qirad.
4. Ditentukan secara spesifikasi apabila memungkinkan sebab tidak ada
toleransi hukum terhadap transaksi majhul selama masih memungkinkan
dilakukan secara ma’lum.
c. Ju’ul
Ju’ul adalah upah yang dijanjikan oleh ja’il dalam akad sayembara. Ju’ul
dalam akad sayembara disyaratkan harus berupa sesuatu yang memiliki nilai
materi diketahui secara nominal, bukan secara persentase dan mampu
diserahterimakan sebab ju’ul adalah iwadl sebagaimana ujrah dalam akad ijarah.
Apabila ju’ul dalam sayembara tidak menemui syarat seperti tidak diketahui,
berupa barang najis, berupa barang yang hilang maka akad ju’alah tidak sah.
Shighah dalam akad ju’alah adalah sebuah pernyataan pihak ja’il yang
menunjukkan perizinan melakukan sayembara dengan upah tertentu seperti,
“Barang siapa yang mampu membebaskan saya dari penyanderaan ini, dia berhak
mendapatkan sekian.” Sedangkan qabul dari pihak maj’ul lah tidak disyaratkan
dilakukan secara verbal (lafdzan) melainkan cukup dengan aksi (fi’lan). Sebab
sayembara adalah adalah akad yang sah dilakukan oleh orang yang tidak
ditentukan (majhul) sehingga akan menyulitkan apabila qabul disyariatkan secara
17
verbal. Karena itu, persetujuan atas akad sayembara cukup dengan cara
melakukan kerja (qabul fi’lan).
4. 2. Syarat Jialah
Syarat-Syarat Ji’alah
5. 1. Pelaksanaan Ji’alah
Teknis pelaksanaan jialah dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :
5. 2. Pembatalan Ji’alah
Madzab Malikiyah menyatakan, akad ji’alah boleh dibatalkan ketika
pekerjaan belum dilaksanakan oleh pekerja (‘amil). Sedangkan menurut
Syafi’iyah dan Hanabilah, akad ji’alah boleh dibatalkan kapanpun,
18
sebagaimana akad-akad lain, seperti syirkah dan wakalah, sebelum
pekerjaan diselesaikan secara sempurna. Jika akad dibatalkan di awal,
atau di tengah berlangsungnya kontrak, maka hal itu tidak masalah,
karena tujuan akad belum tercapai. Jika akad dibatalkan setelah
dilaksanakannya pekerjaan, maka ’amil boleh mendapatkan upah sesuai
yang dikerjakan.
19
6. Jenis-Jenis Syirkah
1. Syirkah Amlak
Syirkah amlak adalah persekutuan kepemilikan dua orang atau lebih terhadap
suatu barang tanpa transaksi syirkah. Syirkah hak milik ini dibagi menjadi dua,
yaitu:
• Syirkah ikhtiyar (sukarela), yaitu syirkah yang lahir atas kehendak dua
pihak yang bersekutu. Contohnya, dua orang yang mengadakan kongsi
untuk membeli suatu barang atau dua orang yang mendapatkan hibah atau
wasiat di mana mereka berdua menerimanya sehingga menjadi sekutu
dalam hak milik.
• Syirkah jabar (paksa), yaitu persekutuan yang terjadi antara dua orang
atau lebih tanpa sekehendak mereka. Seperti dua orang yang mendapatkan
sebuah warisan sehingga barang waris menjadi hak milik kedua orang
yang bersangkutan.
2. Syirkah 'Uqud
Syirkah 'uqud adalah transaksi yang dilakukan dua orang atau lebih untuk
menjalin persekutuan dalam harta dan keuntungan. Terdapat beberapa jenis
syirkah ‘uqud sebagaimana dijelaskan dalam artikel Aplikasi Akad Syirkah
dalam Lembaga Keuangan Syariah dalam jurnal Al Amwal: Vol. 1, No. 1,
Agustus 2018.
• Syirkah Al-amwal, yaitu persekutuan antara dua pihak pemodal atau lebih
dalam usaha tertentu dengan mengumpulkan modal bersama dan
membagi keuntungan dan resiko kerugian berdasarkan kesepakatan.
20
• Syirkah A-a’mal atau syirkah abdan, yaitu persekutuan dua pihak pekerja
atau lebih untuk mengerjakan suatu pekerjaan. Hasil atau upah dari
pekerjaan tersebut dibagi sesuai dengan kesepakatan mereka.
• Syirkah Al-Wujuh, yaitu persekutuan antara dua pihak pengusaha untuk
melakukan kerjasama dimana masing-masing pihak sama sekali tidak
menyertakan modal. Mereka menjalankan usahanya berdasarkan
kepercayaan pihak ketiga.
• Syirkah Al-Inan, yaitu sebuah persekutuan dimana posisi dan komposisi
pihak-pihak yang terlibat di dalamnya adalah tidak sama baik dalam hal
modal, pekerjaan, maupun dalam hal keuntungan dan resiko kerugian.
• Syirkah Al-Mufawadhah, yaitu sebuah persekutuan dimana posisi dan
komposisi pihak-pihak yang terlibat didalamnya adalah sama, baik dalam
hal modal, pekerjaan, maupun dalam hal keuntungan dan resiko kerugian.
• Syirkah Al-Mudharabah, yaitu persekutuan antara pihak pemilik modal
dengan pihak yang ahli dalam berdagang atau pengusaha, dimana pihak
pemodal menyediakan seluruh modal kerja. Dengan kata lain perserikatan
antara modal pada satu pihak, dan pekerjaan pada pihak lain. Keuntungan
dibagi berdasarkan kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung oleh
pihak pemodal.
7. Hikmah Syirkah dan Hikmah Ji’alah
7. 1. Hikmah Syirkah
• Terciptanya kekuatan dan kemajuan khususnya di bidang ekonomi
• Pemikiran untuk kemajuan perusahaan bias lebih mantap karena hasil
pemikiran dari banyak orang
• Semakin terjalinnya rasa persaudaraan dan brasa solidaritas untuk
kemajuan bersama
• Jika usahanya berkembang dengan baik berarti jangkauan
operasionalnya semakin meluas maka membutuhkan tenaga kerja yang
banyak.
21
7. 2. Hikmah Ji’alah
Ji’alah merupakan pemberian penghargaan kepada orang lain berupa
materi karena orang itu telah bekerja dan membantu mengembalikan
sesuatu yang berharga. Baik itu berupa materi (barang yang hilang) atau
mengembalikan kesehatan atau membantu seseorang menghafal al-
Qur’an. Hikmah yang dapat dipetik adalah dengan ji’alah dapat
memperkuat persaudaraan dan persahabatan, menanamkan sikap saling
menghargai dan akhirnya tercipta sebuah komunitas yang saling tolong-
menolong dan bahumembahu. Dengan ji’alah , akan terbangun suatu
semangat dalam melakukan sesuatu bagi para pekerja.
22
pekerjaan, dan ia pun berhak untuk membatalkan sesudah itu, jika ia
merelakannya amaka haknya gugur. Adapun bagi yang menyuruh tidak
berhak membatalkan jika si pelaksana sudah menyukseskan atau
menyelesaikan pekerjanya.
23
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Syirkah menurut bahasa berarti al-ikhtilath yang artinya campur atau
percampuran. Menurut defenisi syariah, syirkah adalah transaksi antara dua
orang atau lebih yang bersepakat untuk melakukan suatu usaha finanssial
dengan tujuan mencari keuntungan. Pada dasarnya hukum syirkah adalah
mubah atau boleh. Hal ini ditunjukkan oleh dibiarkannya praktik syirkah oleh
baginda Rasulullah yang dilakukan masyarakat Islam saat itu (Majid. 1986).
24
DAFTAR PUSTAKA
http://shoimnj.blogspot.com/2011/07/syirkah-dan-hikmahnya.html?m=1
Laily, I. N. (2022, Februari 14). Pengertian Syirkah Beserta Rukun, Syarat, dan
Jenisnya. Retrieved from
https://katadata.co.id/intan/berita/620a0ad047594/pengertian-syirkah-
beserta-rukun-syarat-dan-jenisnya.
25
26