Anda di halaman 1dari 2

RSUP Dr Sardjito Protokol BT Shunt

Definisi BT Shunt adalah pintasan aliran darah sistemik ke paru yang merupakan
prosedur paliatif, yang biasanya dilakukan untuk memperbaiki aliran darah
paru pada pasien dengan gangguan aliran darah paru yang terhambat, seperti
pada pasien dengan atresia trikuspid, atresia pulmonal, dan Tetralogi Fallot
yang berat
Tujuan Diindikasikan sebagai terapi paliatif pada kelainan jantung dengan penurunan
aliran darah pulmonal, dimana terapi definitif tidak bisa dilakukan dalam
waktu dekat
Prosedur Preoperasi
 Hindari kanulasi vena cava pada sisi yang akan direncanakan dibuat
pintasan atau yang sudah terdapat pintasan
 Pasien dengan terapi prostaglandin E1 dan pembedahan dilakukan
dalam waktu 72 jam, hindari pemberian makanan
 Pertimbangkan expressed breast milk (EBM) jika prostaglandin
diperlukan selama lebih dari 72 jam
Post Operasi
Efek dari pintasan aorta-pulmonal termasuk BT shunt adalah
 Hipoperfusi sistemik, over sirkulasi aliran pulmonal (dimana hal ini
sering terjadi jika belum dilakukan ligasi duktus)
 Peningkatan beban volume sistemik, terutama ventrikel kiri dengan
dilatasi dan kemungkinan gagal jantung pada ventrikel tersebut
 Pintasan resistensi rendah dari aorta menyebabkan penurunan
tekanan diastolik aorta, serta peningkatan tekanan sistolik dan
tekanan nadi.
 Monitor sistolik dan diastolik, dan tidak terkecoh dengan tekanan
arteria rerata
Perencanaan Post Operasi
 Cek ACT segera setelah tindakan (di kamar operasi), bila ACT>200
berikan FFP 10 cc/kgBB
 Bila ACT tercapai (<200 dan/atau APTT <1,5-2 kali kontrol, berikan
heparin 8-15 unit/kg/jam (10 unit/kg/jam) pada saat transport dari
ruang opersi, kemudian berikan aspirin 5 mg/kg/hari ketika nutrisi
sudah memungkinkan.
 Cek APTT, INR tiap 4 jam setelah pemberian heparin. Apabila
hasilnya:
o 1,5 – 2 kali: dosis dipertahankan
o 2-3 kali: dosis diturunkan
o >3 kali: stop
 Pertahankan hemoglobin 140-160 g/L (14-16 g/dL)
 Pertahankan kecukupan tekanan arteri rerata dan tekanan darah
sistolik dengan inotropik dan cairan. Hati-hati terhadap penggunaan
vasodilator
 Pasien dengan prostaglandin E1 lebih dari 72 jam dari waktu pre
operasi, hentikan secara perlahan dalam waktu 1-2 hari
 Hentikan obat pelumpuh otot setelah 12 jam jika stabil dan laktat
kurang dari 2 selama minimal 4 jam, hal ini dilakukan setelah diskusi
dengan konsulen ICU
 Target Sp O2 80-85%
Problem post operasi yang sering
 Pintasan terlalu besar (SpO2 >90% dan tekanan darah diastolik
rendah) dengan kongesti pulmonal (sering unilateral) dan
ketidakcukupan aliran sistemik (hipotensi, asidosis laktat dan
oliguria).
o Turunkan FiO2 menjadi 0,21,
o turunkan rate ventilator untuk menaikkan PaCO2 menjadi 50
mmHg.
o Jika diperlukan, naikkan PEEP dan waktu inspirasi
o Korekssi hipovolemia: transfusi darah dengan target Hb 14-16
g/dL
o Pertimbangan pemberian gas nitrogen (N2) ke dalam sirkuit
ventilator untuk menurnkan FiO2 menjadi 0,16-0,18
o Jika duktus belum dilakukan ligasi, maka ligasi harus segera
dilakukan jika terdapat hipoperfusi sistemik, asidosis dan
saturasi tinggi
 Pintasan terlalu kecil, atau pintasan tersumbat (ditandai dengan
turunnya saturasi).
o Untuk menyingkirikan pneumothorak, atelektase, dan
hipoventilasi: cek AGD, bagging manual, suction ETT, periksa
dada (inspeksi, auskultasi), foto rontgen thorax cito.
o Hilangnya suara bising dari pintasan (dengarkan dengan
stetoskop bell pada ujung ett yan gdibuka atau pada spasium
interkosta 2 sisi ipsilateral pintasan),
o hubungi dokter bedah segera jika dicurigai terjadi sumbatan
atau pintasan terlalu kecil.
o Segera lakukan echo
 Dobutamin diperlukan jika terjadi gagal jantung curah tinggi, yang
ditandai dengan takikardi meskipun tekanan darah sistolik dan
diastolik cukup atau kongesti pulmonal

Anda mungkin juga menyukai