Anda di halaman 1dari 36

KEGIATAN PEMBELAJARAN

MODUL 11

KONSEP DASAR DIAGNOSTIK


KESULITAN BELAJAR DAN PENGAJARAN REMEDIAL

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari modul ini mahasiswa diharapkan dapat :
1. Menguraikan dan menjelaskan kembali konsep dasar diagnostik kesulitan
belajar dan pengajaran remedial
2. Menerapkan konsep dasar diagnostik kesulitan belajar dan pengajaran
remedial
3. Menganalisa konsep dasar diagnostik kesulitan belajar dan pengajaran
remedial

B. INDIKATOR PENCAPAIAN KOMPETENSI


1. Mahasiswa mampu menguasai konsep dasar diagnostik kesulitan belajar
dan pengajaran remedial
2. Mahasiswa mampu konsep dasar diagnostik kesulitan belajar dan
pengajaran remedial
3. Mahasiswa mampu membuat mindmap konsep dasar diagnostik kesulitan
belajar dan pengajaran remedial

C. MATERI PEMBELAJARAN
Konsep Dasar Diagnostik Kesulitan Belajar
Pengertian Diagnosis berarti kefasihan dalam membedakan penyakit yang
satu dengan yang lain atau penentuan penyakit dengan menggunakan ilmu”.
Dilihat dari akar katanya, diagnosa atau diagnosis berasal dari kata Yunani atau
Greek “dia “dan “gigno skein” yang berarti mengetahui. “Gnosis” berarti
pengetahuan/ pengenalan/ ilmu” (Busono, 1988: 1).
Menurut Thorndike dan Hagen (1995:530-532), diagnosis dapat diartikan
sebagai berikut:
a. Upaya atau proses menemukan kelemahan atau penyakit (weakness,
disease) apa yang dialami seseorang dengan melalui pengujian dan studi
yang seksama mengenai gejala-gejalanya (symtoms);
b. Studi yang seksama terhadap fakta tentang suatu hal untuk menemukan
karakteristik atau kesalahan-kesalahan dan sebagainya yang esensial;
c. Keputusan yang dicapai setelah dilakukan suatu studi yang saksama atas
gejala-gejala atau fakta-fakta tentang suatu hal.
Dan dalam kaitannya dengan Bimbingan dan Konseling, Bruce
Shertzer dan Shelley C. Stone ( 1980 : 310 ) dan Hansel ea.al (1977 : 371 )
mengemukakan bahwa “Diagnosis merupakan upaya untuk mengenal dan
memahami klien sehingga upaya –upaya yang dilakukan selanjutnya dalam
pelaksanaan konseling dapat lebih terarah”.
Dari ketiga definisi di atas, diagnosis bukan hanya sekedar mengidetifikasi
jenis dan karakteristiknya, serta latar belakang dari suatu kelemahan atau penyakit
tertentu, melainkan juga mengimplikasikan suatu upaya untuk meramalkan
(predicting) kemungkinan dan menyarankan tindakan pemecahannya.
Sedangkan pengertian kesulitan belajar adalah suatu kejadian yang dialami
siswa saat proses pembelajaran itu berlangsung. Penurunan kinerja akademik dan
prestasi belajar di sekolah merupakan contoh yang dapat terlihat dari siswa yang
mengalami kesulitan belajar. Selain itu juga dapat terlihat dari perilaku yang
ditujukan oleh siswa. (Syah Muhibbin, 2008:184) Pada umumnya, “kesulitan
belajar” merupakan suatu kondisi tertentu yang ditandai dengan adanya
hambatan-hambatan dalam kegiatan mencapai suatu tujuan, sehingga
memerlukan usaha yang lebih keras untuk dapat mengatasinya.
Prayitno, dalam buku Bahan Pelatihan Bimbingan dan Konseling (Dari “Pola
Tidak Jelas ke Pola Tujuh Belas”) Materi Layanan Pembelajaran, Depdikbud
(1995/1996:1-2) menjelaskan: Kesulitan belajar dapat diartikan sebagai suatu
kondisi dalam proses belajar mengajar yang ditandai dengan adanya hambatan-
hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar yang optimal. Hambatan-
hambatan tersebut mungkin dirasakan atau mungkin tidak dirasakan oleh siswa
yang bersangkutan. Jenis hambatan ini dapat bersifat psikologis, sosiologis dan
fisiologis dalam keseluruhan proses belajar mengajar.
Menurut Burton (1952 : 622-624) mengidentifikasi seorang siswa dapat
dipandang atau dapat diduga mengalami kesulitan belajar jika yang bersangkutan
menunjukkan kegagalan tertentu dalam mencapai tujuan-tujuan belajarnya.
Kegagalan belajar didefinisikan sebagai berikut :
1) Siswa dikatakan gagal apabila dalam batas waktu tertentu yang
bersangkutan tidak mecapai ukuran tingkat keberhasilan atau tingkat
penguasaan minimal dalam pelajaran tertentu. Kasus siswa semacam ini
dapat digolongkan ke dalam lower group.
2) Siswa dikatakan gagal apabila yang bersangkutan tidak dapat mengerjakan
atau mencapai prestasi yang semestinya. Ia diramalkan akan dapat
mengerjakannya atau mencapai suatu prestasi, namun ternyata tidak sesuai
dengan kemampuannya. Kasus siswa semacam ini dapat digolongkan ke
dalam under archievers.
3) Siswa dikatakan gagal kalau yang bersangkutan tidak dapat mewujudkan
tugas-tugas perkembangan, termasuk penyesuaian sosial sesuai dengan
pola organismiknya pada fase perkembangan tertentu. Kasus siswa
semacam ini dapat digolongkan ke dalam slow learners.
4) Siswa dikatakan gagal apabila yang bersangkutan tidak berhasil mencapai
tingkat penguasaan yang diperlukan sebagai prasyarat bagi kelanjutan pada
tingkat pelajaran berikutnya. Kasus siswa semacam ini dapat digolongkan ke
dalam slow learners atau belum matang sehingga mungkin harus mengulang.
Dari empat defenisi diatas disimpulkan bahwa seorang peserta didik dapat
mengalami kesulitan belajar kalau yang bersangkutan tidak berhasil mencapai
taraf kualifikasi belajar tertentu. Melalui adanya diagnostik terhadap permasalahan
siswa terutama yang berkaitan dengan proses belajar siswa di lingkungan
pendidikan, maka seorang pendidik ataupun pihak-pihak yang bersangkutan
dengan siswa yang mengalami kegagalan tersebut, dapat mengupayakan adanya
pemberian bantuan berupa layanan bimbingan kepada siswa tersebut agar dapat
mengatasi kesulitan-kesulitan belajar yang dihadapinya sehingga siswa dapat
mencapai hasil yang diharapkan serta dapat mencapai tugas perkembangannya
dengan baik.

Jenis-Jenis Kesulitan Belajar


1. Learning disability
Diantara faktor-faktor yang dapat dipandang sebagai faktor khusus ini ialah
sindrom psikologis berupa learning disability (ketidakmampuan belajar). Sindrom
(syndrome) yang berarti satuan gejala yang muncul sebagai indikator adanya
keabnormalan psikis (Reber,1998) yang menimbulkan kesulitan belajar itu terdiri
atas:
a. Disleksia (dyslexia) yakni ketidak mampuan belajar membaca.
Membaca merupakan aktivitas audiovisual untuk memperoleh makna dari
symbol berupa huruf atau kata. Aktivitas ini meliputi dua proses, yakni proses
decording, juga dikenal dengan istilah membaca teknis, dan proses pemahaman.
Membaca teknis adalah proses pemahaman atas hubungan antar huruf dan bunyi
atau menerjemaahkan kata-kata tercetak menjadi bahasa lisan atau sejenisnya.
Berdasarkan hasil penelitian di negara maju, lebih dari 10% murid sekolah
mengalami kesulitan membaca. Kesulitan membaca ini menjadi penyebab utama
kegagalan anak di sekolah. Hal ini dapat dipahami, karena membaca merupakan
salah satu bidang akademik dasar, selain menulis dan menghitung. Kesulitan
membaca juga menyebabkan anak merasa rendah diri, untuk termotivasi belajar,
dan sering juga mengakibatkan timbulnya perilaku menyimpang pada anak. Hal ini
terjadi karena dalam masyarakat yang semakin maju, kemampuan membaca
merupakan kebutuhan, karena sebagian informasi disajikan dalam bentuk tertulis
dan hanya dapat diperoleh melalui membaca. Kesulitan belajar membaca sering
disebut disleksia.
Kesulitan belajar membaca yang berat disebut aleksia. Kemampuan
membaca tidak hanya merupakan dasar untuk menguasai berbagai bidang
akademik, tetapi juga untuk meningkatkan keterampilan kerja dan memungkinkan
orang untuk berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat secara bersama. Ada dua
jenis pelajaran membaca, yaitu membaca permulaan atau membaca lisan, dan
membaca pemahaman. Mengingat pentingnya kemampuan membca bagi
kehidupan, kesulitan belajar membaca hendaknya ditangani sedini mungkin. Ada
dua tipe disleksia, yaitu disleksia auditoris dan disleksia visual. Anak yang memiliki
keterlambatan kemampuan membaca, mengalami kesulitan dalam mengartikan
atau mengenali struktur kata-kata (misalnya huruf atau suara yang seharusnya
tidak diucapkan, sisipan, penggantian atau kebalikan) atau memahaminya
(misalnya, memahami fakta-fakta dasar, gagasan, utama, urutan peristiwa, atau
topik sebuah bacaan). Mereka juga mengalami kesulitan lain seperti cepat
melupakan apa yang telah dibacanya. Sebagian ahli berargumen bahwa kesulitan
mengenali bunyi-bunyi bahasa (fonem) merupakan dasar bagi keterlambatan
kemampuan membaca, dimana kemampuan ini penting sekali bagi pemahaman
hubungan antara bunyi bahasa dan tulisan yang mewakilinya.
b. Disgrafia (dysgraphia) yakni ketidakmampuan belajar menulis.
Kesulitan belajar menulis disebut juga sisgrafia, kesulitan belajar menulis
yang berat disebut arafia. Ada tiga jenis pelajaran menulis, yaitu menulis
permulaan, mengeja atau dikte, dan menulis ekspresif. Kegunaan kemampuan
menulis bagi seorang siswa adalah untuk menyalin, mencatat, dan mengerjakan
sebagian besar tugas sekolah. Oleh karena itu, kesulitan belajar menulis
hendaknya dideteksi dan ditangani sejak dini agar tidak menimbulkan kesulitan
bagi anak dalam mempelajari berbagai mata pelajaran yang diajarkan di sekolah.
Tujuan utama pengajaran menulis adalah keterbacaan. Untuk dapat
mengkomunikasikan pikiran dalam bentuk tertulis, pertama-tama anak harus dapat
menulis dengan mudah dan dapat membaca. Oleh karena itu pengajaran menulis
pada tahap awal difokuskan pada cara memegang alat tulis dengan benar, menulis
huruf balok dan huruf bersambung dengan benar, dan menjaga jarak dan proporsi
huruf secara benar dan konsisten.
Kesulitan menulis yang dialami anak dapat disebabkan oleh beberapa faktor,
misalnya gangguan motorik, gangguan emosi, gangguan persepsi visual, atau
gangguan ingatan. Gangguan gerak halus dapat menganggu keterampilan
menulis, misalnya seorang anak mungkin mengerti ejaan suatu kata, tetapi ia tidak
dapat menulis secara jelas atau mengikuti kecepatan gurunya, hal ini dapat
berakibat pada penguasaan bidang studi akademik lain.
c. Diskalkulia (dyscalculia) yakni ketidakmampuan belajar matematika.
Berhitung adalah salah satu cabang matematika, ilmu hitung adalah suatu
bahasa yang digunakan untuk menjelaskan hubungan antara berbagai proyek,
kejadian, dan waktu. Ada orang yang beranggapan bahwa berhitung sama dengan
matematika. Anggapan semacam ini tidak sepenuhnya keliru karena hampir
semua cabang matematika yang menurut Moris kline (1981) berjumlah delapan
puluh cabang besar selalu ada berhitung.
Kesulitan belajar berhitung disebut juga diskalkulia. Kesulitan belajar
berhitung yang berat disebutakalkulia. Ada tiga elemen pelajaran berhitung yang
harus dikuasai oleh anak. Ketiga elemen tersebut adalah konsep, komputasi, dan
pemecahan masalah. Seperti halnya bahasa, berhitung yang merupakan bagian
dari matematika adalah sarana berpikir keilmuan. Oleh karena itu, seperti halnya
kesulitan belajar bahasa, kesulitan berhitung hendaknya dideteksi dan ditangani
sejak dini agar tidak menimbulkan kesulitan bagi anak dalam mempelajari berbagai
mata pelajaran yang diajarkan di sekolah.
Kesulitan belajar berhitung merupakan jenis kesulitan belajar terbanyak
disamping membaca. Padahal seperti halnya keterampilan membaca,
keterampilan menghitung merupakan sarana yang sangat penting untuk
menguasai bidang studi lainnya.
Namun demikian, siswa yang mengalami sindrom-sindrom di atas secara
umum sebenarnya memiliki potensi IQ yang normal bahkan di antaranya ada yang
memiliki kecerdasan di atas rata-rata. Oleh karenanya, kesulitan belajar siswa
yang menderita sindrom-sindrom tadi mungkin hanya disebabkan oleh
adanya minmal brain dysfunction, yaitu gangguan ringan pada otak (Lask,1985 :
Reber 1988).
1) Ciri-ciri learning disabilities:
a) Sering melakukan kesalahan yang konsisten dalam mengeja dan
membaca.
b) Lambat dalam mempelajari hubungan antara huruf dengan bunyi
pengucaannya.
c) Sulit dalam mempelajari keterampilan baru, terutama yang membutuhkan
daya ingat.
d) Implusif yaitu bertindak tanpa difikir dahulu.
e) Sulit berkosentrasi.
2) Penyebab learning disabilities
a) Faktor keturunan (genetik) dan gangguan koordinasi pada otak.
b) Kira-kira 14 area di otak berfungsi saat membaca, ketidakmampuan dalam
belajar disebabkan karena ada gangguan diarea otaknya.
2. Under achiever
Rimm (dalam Del Siegle & McCoah,2008) menyatakan ketika siswa tidak
menampilkan potensinya, maka ia termasuk underachiever. Semiawan (1997: 209)
menyebutkan”underachievement adalah kinerja yang secara signifikan berada di
bawah potensinya”. Makmun (2001: 274) juga mengungkapkan bahwa yang
dimaksud ”underachiever adalah mereka yang prestasinya ternyata lebih rendah
dari apa yang diperkirakan berdasar hasil tes kemampuan belajarnya”.
a. Ciri-ciri under achiever:
1) Prestasi tidak konsisten: kadang bagus, kadang tidak.
2) Tidak menyelesaikan pekerjaan rumah (PR).
3) Rendah diri.
4) Takut gagal (atau sukses).
5) Takut menghadapi ulangan.
6) Tidak punya inisiatif.
7) Malas, bahkan depresi.
b. Penyebab under achiever
Penyebab underachiever, Butler-Por (dalam oxfordbrooks.ac.uk,2006)
menyatakan bahwa underachievement bukan disebabkan karena ketidakmampuan
untuk melakukan suatu dengan lebih baik,tetapi karena pilihan-pilihan yang
dilakukan dengan sadar atau tidak sadar.
3. Slow leaner
Pengertian slow leaner menurut para ahli :
a. Chaplin,( 2005 : 468)
Slow learning yaitu suatu istilah nonteknis yang dengan berbagai cara
dikenakan pada anak-anak yang sedikit terbelakang secara mental, atau yang
berkembang lebih lambat daripada kecepatan normal.
b. Burton, (dalam Sudrajat;2008)
Slow learning adalah anak dengan tingkat penguasaan materi yang rendah,
padahal materi tersebut merupakan prasyarat bagi kelanjutan di pelajaran
selanjutnya, sehingga mereka sering harus mengulang.
1) Ciri-ciri slow learning
Karakteristik dari individu yang mengalami slow learning :
a. Fungsi kemampuan di bawah rata-rata pada umumnya.
b. Memiliki kecanggungan dalam kemampuan menjalin hubungan
intrapersonal.
c. Memiliki kesulitan dalam melakukan perintah yang bertahap.
d. Tidak memiliki tujuan dalam menjalani kehidupannya
e. Memiliki berbagai kesulitan internal seperti; keterampilan
mengorganisasikan, kesulitan transfer belajar, dan menyimpulkan
infromasi.
f. Memiliki skor yang rendah dengan konsisten dalam beberapa tes.
g. Memiliki pandangan mengenai dirinya yang buruk.
h. Mengerjakan segalanya secara lambat.
i. Lambat dalam penguasaan terhadap sesuatu.
2) Penyebab slow learning
a. Kemiskinan
Kemiskinan merupakan factor utama dari slow learning di negara
berkembang. Kemiskinan menyababkan banyak kekurangan mental dan
moral yang pada akhirnya mempengaruhi performa siswa. Seperti
ungkapan “di badan yang sehat terdapat pikiran yang sehat”.
b. Factor emosional
Semua anak pasti mengalami permasalahan emosional, tetapi slow
learner mengalami permasalahan yang serius dan untuk waktu yang lama
sehingga sangat mengganggu proses belajar mereka. Permasalahan
emosional ini berakibat pada prestasi akademis yang rendah, hubungan
interpersonal yang tidak baik, dan harga diri yang rendah. Bagian penting
dalam perkembangan personal, social dan emosional adalah konsep diri
dan harga diri.
c. Factor pribadi
Factor pribadi meliputi kelainan bentuk fisik (deformity), kondisi patologi/
penyakit badan, dan kekurangan penglihatan, pendengaran dan
percakapan dapat mengarah pada slow learning. Factor pribadi juga
meliputi penyakit yang lama atau ketidakhadiran di sekolah untuk waktu
yan lama ddan kurangnya kepercayaan diri. Ketika mereka lama tidak
masuk sekolah tentu saja mereka akan tertinggal dari teman mereka. Hal
ini pada akhirnya mempengaruhi kepercayaan diri mereka dan
menciptakan kondisi yang mengarah pada slow learning.

Faktor-Faktor penyebab Kesulitan Belajar Peserta Didik


Kesulitan atau masalah belajar dapat dikenal berdasarkan gejala yang
dimanifestasikan dalam berbagai bentuk perilaku, baik secara kognitif, afektif,
maupun psikomotorik. Berdasarkan pendapat di atas dapat dipahami bahwa
kesulitan belajar adalah suatu keadaan dalam proses belajar mengajar dimana
anak didik tidak dapat belajar sebagaimana mestinya. Kesulitan belajar pada
dasarnya adalah suatu gejala yang nampak dalam berbagai manivestasi tingkah
laku, baik secara langsung maupun tidak langsung
Fenomena kesulitan belajar seorang siswa biasanya tampak jelas dari
menurunnya kinjerja akademik atau prestasi belajarnya. Namun, kesulitan belajar
juga dapat dibuktikan dengan munculnya kelainan perilaku (misbehavior) siswa
seperti kesukaan berteriak-teriak di dalam kelas, mengusik teman, berkelahi,
sering tidak masuk sekolah, dan sering kabur dari sekolah. secara garis besar,
factor-faktor penyebab timbulnya kesulitan belajar terdiri atas dua macam.
Menurut Slameto, faktor-faktor yang mempengaruhi kesulitan belajar ada
dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Kedua faktor tersebut dijelaskan
sebagai berikut.
1. Faktor Internal
Faktor intern adalah faktor yang ada di dalam individu yang sedang belajar.
Dalam membicarakan faktor internal ini, penulis akan membahasnya menjadi 3
faktor, yaitu faktor fisilogis, faktor psikologis, dan faktor intelektual.
a. Fisiologis
Shadiq (2007) menjelaskan bahwa faktor fisiologis berkaitan dengan
fungsionalisasi tubuh, misalnya kemampuan koordinasi tubuh, ketahanan tubuh,
kesehatan dan fungsionalisasi anggota gerak tubuh. Misalnya kesiapan otak dan
sistem syaraf dalam menerima, memroses, menyimpan, ataupun memunculkan
kembali informasi yang sudah disimpan. Bayangkan kalau sistem syaraf atau otak
anak kita karena sesuatu dan lain hal kurang berfungsi secara sempurna.
Akibatnya ia akan mengalami hambatan ketika belajar.
Kondisi fisiologis pada umumnya sangat berperan terhadap kemampuan bagi
seseorang, anak yang dalam keadaan segar jasmaninya akan berbeda belajarnya
dengan anak yang ada dalam kelelahan. Anak-anak yang kurang gizi akan mudah
cepat lelah, mudah mengantuk sehingga dalam kegiatan belajarnya mengalami
kesulitan dalam menerima pelajaran.
b. Psikologis atau Kejiwaan
Faktor kejiwaan berkaitan dengan emosionalisasi siswa. Siswa kurang
mampu untuk mengontrol kondisi emosionalnya sehingga berpengaruh terhadap
kinerjanya. Ketika kondisi emosional/kejiwaan siswa mengalami masa labil,
kecenderungan siswa akan bertindak gegabah, ceroboh, acuh dan cenderung
mudah terpancing untuk marah. Emosional dapat dipengaruhi dari lingkungan luar,
misalnya suatu tindakan orang lain kepadanya (kekerasan, hukuman, dan
sebagainya). Orang tua dan guru harus mampu memahami kondisi kejiawaan
siswa dan mampu membangun kondisi lingkungan yang baik sehingga mampu
mendukung dan merubah kondisi siswa menjadi lebih baik. Faktor
kejiwaan/emosional dapat berubah ke arah yang lebih baik, yaitu dewasa, sabar,
bijak dengan adanya dukungan dan upaya dari siswa.
Faktor yang menjadi penyebab kesulitan belajar siswa ini berkait dengan
kurang mendukungnya perasaan hati (emosi) siswa unutuk belajar
secara sungguh-sungguh. Sebagai contoh, ada siswa yang tidak suka mata
pelajaran tertentu karena ia selalu gagal mempelajari mata pelajaran itu. Jika hal
ini terjadi, siswa tersebut akan mengalami kesulitan belajar yang sangat berat.
Contoh lain adalah siswa yang rendah diri, siswa yang ditinggalkan orang yang
paling disayangi dan menjadikannya sedih berkepanjangan akan mempengaruhi
proses belajar dan dapat menjadi faktor penyebab kesulitan belajarnya. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa anak yang dapat mempelajari suatu mata pelajaran
dengan baik akan menyenangi mata pelajaran tersebut (Shadiq,2007).
Adapun yang termasuk faktor-faktor psikologis yang mempengaruhi proses
belajar antara lain adalah inteligensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan
dan kesiapan (Slameto, 1999 : 55).
1. Perhatian
Menurut al-Ghazali (2001) dalam Slameto (2003) bahwa perhatian adalah
keaktifan jiwa yang dipertinggi jiwa itupun bertujuan semata-mata kepada
suatu benda atau hal (objek) atau sekumpulan obyek.
2. Bakat
Menurut Hilgard dalam Slameto (2003) bahwa bakat adalah the capacity to
learn. Dengan kata lain, bakat adalah kemampuan untuk belajar.
Kemampuan itu akan terealisasi pencapaian kecakapan yang nyata sesudah
belajar atau terlatih. Kemudian menurut Muhibbin (2003) bahwa bakat adalah
kemampuan potensial yang dimiliki oleh seseorang untuk mencapai
keberhasilan pada masa yang akan datang.
3. Minat
Menurut Jersild dan Taisch dalam Nurkencana (1996) dalam Slameto (2003)
bahwa minat adalah menyakut aktivitas-aktivitas yang dipilih secara bebas
oleh individu. Minat besar pengaruhnya terhadap aktivitas belajar siswa,
siswa yang gemar membaca akan dapat memperoleh berbagai pengetahuan
dan teknologi.
4. Motivasi
Menurut Slameto (2003) bahwa motivasi erat sekali hubungannya dengan
tujuan yang akan dicapai dalam belajar, di dalam menentukan tujuan itu
dapat disadari atau tidak, akan tetapi untuk mencapai tujuan itu perlu
berbuat, sedangkan yang menjadi penyebab berbuat adalah motivasi itu
sendiri sebagai daya penggerak atau pendorongnya.
Jadi, dari pendapat di atas dapat diasumsikan bahwa motivasi siswa dalam
proses belajar mengajar, sangat mempengaruhi prestasi belajar siswa, dengan
demikian prestasi belajar siswa dapat berdampak positif bilamana siswa itu sendiri
mempunyai kesiapan dalam menerima suatu mata pelajaran dengan baik.
c. Intelektual
Faktor intelektual merpupakan faktor kecerdasan siswa. Setiap siswa
memiliki tingkat kecerdasan yang berbeda. Kemapuan intelektual berkaitan
dengan kemampuan siswa untuk menangkap materi, mengolah, menyimpan,
hingga me-re call materi untuk digunakan. Ada siswa yang memiliki kemampuan
intelektual yang tinggi, cepat menyerap materi, mudah mengolah materi,
kemampuan menyimpan materi yang baik (short term memory dan long term
memory), serta mudah untuk me-re call materi ketika dibutuhkan. Ada siswa yang
memiliki kemampuan intelektual yang sedang, dan ada yang rendah dimana sulit
untuk menyerap materi, sulit mengolah data, sulit untuk menyimpan materi
terutama long term memory, sehingga sulit untuk me-recall materi.
2. Faktor Eksternal
Faktor ekstern adalah faktor yang ada di luar individu. Faktor ekstern
dikelompokkan menjadi tiga faktor, yaitu :
a. Keluarga
Faktor kesulitan belajar yang berasal dari keluarga, meliputi cara orang tua
mendidik, relasi antara anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi
keluarga, pengertian orang tua, dan latar belakang kebudayaan. Shadiq (2007)
menjelaskan ada beberapa faktor penyebab kesulitan belajar yang berkait dengan
sikap dan keadaan keluarga yang kurang mendukung siswa tersebut untuk belajar
sepenuh hati. Sebagai contoh, orang tua yang sering menyatakan bahwa Bahasa
Inggris adalah “bahasa setan” (karena sulit) akan dapat menurunkan kemauan
anaknya unutuk belajar bahasa pergaulan internasional itu. Kalau ia tidak
menguasai bahan tersebut ia akan mengatakan “Ah, Bapak saya tidak bisa juga
kok”. Untuk itu, sebagai orang tua seharusnya selalu mendukung anak-anaknya
untuk belajar dengan sepenuh hati. Selain itu, kita sebagai calon guru tidak
seharusnya menyatakan sulitnya mata pelajaran tertentu di depan siswa.
b. Kependidikan
Faktor ini meliputi metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa,
relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar
pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, dan tugas rumah.
Shadiq (2007) menjelaskan faktor-faktor yang menjadi penyebab kesulitan
belajar siswa ini berkait dengan belum mantapnya lembaga pendidikan secara
umum. Guru yang selalu meremehkan siswa, guru yang tidak bisa memotivasi
siswa untuk belajar lebih giat, guru yang membiarkan siswanya melakukan hal-hal
yang salah, guru yang tidak pernah memeriksa pekerjaan siswa, sekolah yang
membiarkan para siswa bolos tanpa ada sanksi tertentu, adalah contoh dari faktor-
faktor penyebab kesulitan dan pada akhirnya akan menyebabkan ketidak
berhasilan siswa tersebut.
c. Masyarakat
Faktor penyebab kesulitan belajar siswa terkait dengan masyarakat, meliputi
kegiatan siswa dalam masyarakat, media massa, teman bergaul, dan bentuk
kehidupan masyarakat. Misalnya Tetangga yang mengatakan sekolah tidak
penting karena banyak sarjana menganggur, masyarakat yang selalu minum-
minuman keras dan melawan hukum, dapat merupakan contoh dari beberapa
faktor masyarakat yang menjadi penyebab kesulitan belajar siswa. Intinya,
lingkungan di sekitar siswa harus dapat membantu mereka untuk belajar
semaksimal mungkin selama mereka belajar di sekolah.
Dengan cara seperti ini, lingkungan dan sekolah akan membantu para siswa,
harapan bangsa ini untuk berkembang dan bertumbuh menjadi lebih cerdas. Siswa
dengan kemampuan cukup seharusnya dapat dikembangkan menjadi siswa
berkemampuan baik, yang berkemampuan kurang dapat dikembangkan menjadi
berkemampuan cukup. Sekali lagi, orang tua, guru, dan masyarakat, secara
sengaja atau tidak sengaja, dapat menyebabkan kesulitan bagi siswa. Karenanya,
peran orang tua dan guru dalam membentengi para siswa dari pengaruh negatif
masyarakat sekitar, di samping perannya dalam memotivasi para siswa untuk
tetap belajar menjadi sangat menentukan.
Berdasar penjelasan faktor-faktor penyebab kesulitan belajar di atas,
pembaca (terutama guru) sudah seharusnya menyadari akan adanya beberapa
siswa yang mengalami kesulitan atau kurang berhasil dalam proses
pembelajarannya. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor tertentu, sehingga
mereka tidak dapat belajar dan kurang berusaha sesuai dengan kekuatan mereka.
Idealnya, setiap guru harus berusaha dengan sekuat tenaga untuk membantu
siswanya keluar dari setiap kesulitan yang menghimpitnya.
Namun, hal yang perlu diingat, penyebab kesulitan itu dapat berbeda-beda.
Ada yang karena faktor emosi seperti ditinggal saudara kandung tersayang
ataupun karena faktor fisiologis seperti pendengaran yang kurang. Untuk itu, para
guru harus mampu mengidentifikasi kesulitan dan penyebabnya lebih dahulu
sebelum berusaha untuk mencarikan jalan pemecahannya. Pemecahan masalah
kesulitan belajar siswa sangat tergantung pada keberhasilan menentukan
penyebab kesulitan tersebut. Sebagai contoh, siswa A yang memiliki kesulitan
karena penglihatan atau pendengaran yang kurang sempurna hanya dapat dibantu
dengan alat optik atau alat elektronik tertentu dan mereka diharuskan duduk di
bangku depan. Namun, para siswa yang mengalami kesulitan belajar karena faktor
lingkungan dan faktor emosi tidak memerlukan kacamata seperti yang dibutuhkan
siswa A namun mereka membutuhkan bantuan dan motivasi lebih dari gurunya
(Shadiq, 2007).
Shadiq (2007) menambahkan, pengalaman sebagai guru telah menunjukkan
bahwa ada siswa yang sering membuat ulah di kelas dengan maksud agar
diperhatikan guru dan temannya. Setelah diselidiki ternyata ia kurang mendapat
perhatian orang tuanya. Untuk anak seperti ini, sudah seharusnya para guru lebih
memberikan perhatian dan kasih sayang. Sekali lagi, kesabaran, ketekunan dan
ketelatenan para guru sangat diharapkan di dalam menangani siswa yang
mengalami kesulitan belajar. Guru dapat menyarankan orang tua siswa tertentu
untuk memberi tambahan pelajaran khusus di sore hari untuk siswa yang lamban.
Yang lebih penting dan sangat menentukan adalah peran guru pemandu, kepala
sekolah, pengawas maupun Kepala Kantor Depdiknas di dalam menangani
kesulitan belajar siswa yang disebabkan oleh faktor-faktor kependidikan.
Pada akhirnya, penulis meyakini bahwa pengetahuan tentang faktor-faktor
penyebab kesulitan belajar ini akan sangat bermanfaat bagi orang tua, mastarakat,
dan guru. Dengan membaca tulisan ini, diharapkan para guru akan mengetahui,
selanjutnya dapat menggunakan pengetahuan tersebut dalam PBM terutama
ketika ia sedang mendiagnosis kesulitan belajar siswa. Pada akhirnya, mudah-
mudahan usaha setiap jajaran Depdiknas untuk mencerdaskan kehidupan bangsa
akan berhasil dengan gemilang.

Ciri-ciri Peserta Didik yang Mengalami Kesulitan Belajar


Ciri –ciri peserta didik yang mengalami kesulitan belajar itu memiliki
hambatan-hambatan, sehingga menampakkan gejala-gejala yang bisa diamati
oleh orang lain (guru, pembimbing). Beberapa gejala sebagai pertanda adanya
kesulitan belajar adalah:
1. Menunujukkan prestasi rendah yang dicapai oleh kelompok kelas
2. Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang dilakukan. Ia
berusaha dengan keras tetapi nilainya selalu rendah
3. Lambat dalam mengerjakan tugas-tugas belajar. Ia selalu tertinggal dengan
kawan-kawannya dalam semua hal, misalnya dalam mengerjakan soal-soal
dalam menyelesaikan tugas-tugas
4. Menunjukkan sikap yang kurang wajar, seperti acuh tak acuh, berpura-pura,
dusta, dan lain-lain
5. Menunjukkan tingkah laku yang berlainan
6. Anak didik yang tergolong memiliki IQ tinggi, yang secara potensial mereka
seharusnya meraih prestasi belajar yang tinggi, tetapi kenyataannya mereka
mendapatkan prestasi belajar yang rendah
7. Anak didik yang selalu menunjukkan prestasi belajar yang tinggi untuk
sebagian besar mata pelajaran, tetapi di lain waktu prestasi belajarnya
menurun drastis.
Dari gejala-gejala yang tampak, guru (pembimbing) bisa menginterprestasi
bahwa ia kemungkinan mengalami kesulitan belajar. Disamping melihat gejala-
gejala yang tampak, guru pun dapat mengadakan penyelidikan antara lain dengan:
1. Observasi, adalah cara memperoleh dengan langsung mengamati terhadap
objek. Data-data yang dapat diperoleh melalui observasi, misalnya:
a. Bagaimana sikap siswa dalam mengkuti pelajaran, adalah tanda-tanda
lelah, mudah mengantuk, sukar memusatkan perhatian pada pelajaran.
b. Bagaimana kelengkapan catatan, peralatan dalam pelajaran. Murid yang
mengalami kesulitan belajar, catatan maupun peralatan belajarnya tidak
lengkap.
2. Interviu, adalah cara mendapatkan data dengan wawancara langsung
terhadap orang yang diselidiki atau terhadap orang lain yang dapat
memberikan informasi tentang orang yang diselidiki.
3. Tes diagnostik, adalah suatu cara mengumpulkan data dengan tes. Untuk
mengetahui murid yang mengalami kesulitan belajar tes meliputi, tes buatan
guru (teacher made test) yang dikenal dengan tes diagnostik dan tes
psikologis. Sebab yang mengalami kesulitan belajar itu mungkin disebabkan
IQ rendah, tidak memiliki bakat, dan lain-lain sehingga diperlukan tes
psikologis.
4. Dokumentasi, adalah cara mengetahui sesuatu dengan melihat dokumen-
dokumen, catatan-catatan, arsip-arsip yang berhubungan dengan orang yang
diselidiki. Untuk mengenal murid yang mengalami kesulitan belajar, bisa
melihat: a) Riwayat hidupnya, b) Kehadiran murid di dalam mengikuti
pelajaran, c) Memiliki daftar pribadinya, d) Catatan hariannya, e) Catatan
kesehatannya, f) Daftar hadir di sekolah, g) Kumpulan ulangan, h) Rapor dll. (
Syaiful Bahri Djamarah, 2002 :212-215)
Dalam rangka usaha mengatasi kesulitan belajar tidak bisa diabaikan
dengan kegiatan mencari faktor-faktor yang diduga sebagai penyebabnya. Karena
itu, mencari sumber-sumber penyebab utama dan sumber-sumber penyerta
lainnya mutlak dilakukan secara akurat, efektif dan efisien.
Secara garis besar, langkah-langkah yang perlu ditempuh dalam mengatasi
kesulitan belajar adalah sebagai berikut:
1. Pengumpulan Data.
Untuk menemukan sumber penyebab kesulitan belajar, diperlukan banyak
informasi. Untuk memperoleh informasi tersebut, maka perlu diadakan
suatu pengamatan langsung yang disebut dengan pengumpulan data.
Menurut Sam Isbani dan R. Isbani dalam pengumpulan data diperlukan
berbagai metode, diantaranya: observasi, case study, case history,
kunjungan rumah, daftar pribadi, meneliti pekerjaan anak, tugas kelompok
dan melaksanakan tes.
2. Pengolahan Data.
Data yang telah terkumpul dari kegiatan tahap pertama tersebut,
selanjutnya diadakan pengolahan secara cermat. Dalam pengolahan data
langkah yang dapat ditempuh antara lain:
a. Identifikasi kasus.
b. Membandingkan antar kasus.
c. Membandingkan dengan hasil tes.
d. Menarik kesimpulan.
3. Diagnosis.
Diagnosa adalah keputusan (penentu) mengenai hasil dari pengolahan
data. Diagnosis ini dapat berupa hal-hal sebagai berikut:
a. Keputusan mengenai jenis kesulitan belajar anak (berat dan ringannya).
b. Keputusan mengenai faktor-faktor yang ikut menjadi sumber penyebab
kesulitan belajar.
c. Keputusan mengenai faktor utama penyebab kesulitan belajar.
4. Pragnosis.
Prognosis artinya “ramalan”. Apa yang telah ditetapkan dalam tahap
diagnosis, akan menjadi dasar utama dalam menyusun dan menetapkan
ramalan mengenai bantuan apa yang harus diberikan kepadanya untuk
membantu mengatasi masalahnya. Prognosa adalah aktivitas penyusunan
rencana/ program yang diharapkan dapat membantu mengatasi masalah
kesulitan belajar anak didik.
5. Treatment atau Perlakuan.
Perlakuan disini maksudnya adalah pemberian bantuan kepada anak yang
bersangkutan (yang mengalami kesulitan belajar) sesuai dengan program
yang telah disusun pada tahap prognosis tersebut. Bentuk treatment yang
mungkin dapat diberikan contohnya bimbingan belajar kelompok, bimbingan
belajar individual dan lain-lain.
6. Evaluasi.
Evaluasi disini untuk mengetahui apakah treatment yang telah diberikan
tersebut berhasil dengan baik, artinya ada kemajuan, atau bahkan gagal
sama sekali. Kalau ternyata treatment yang diberikan tidak berhasil, maka
diadakan pengecekan kembali. Alat yang digunakan untuk evaluasi dapat
berupa tes prestasi belajar (Achievement Test). (Ahmad Mudzakir, 1997:
168-172).
Pengertian Pengajaran Remedial
1. Pengertian Pengajaran Remedial
Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan bahwa “Remedial” dan
“Teaching”. Bila dipisahkan kata remedial berarti (1) Remedial yang berhubungan
dengan perbaikan, pengajaran ulang bagi murid yang hasil belajarnya jelek, (2)
Remedial berarti bersifat menyembuhkan (yang disembuhkan adalah beberapa
hambatan/gangguan kepribadian yang berkaitan dengan kesulitan belajar
sehingga dapat timbal balik dalam arti perbaikan belajar atau perbaikan pribadi).
Pengajaran remedial merupakan suatu bentuk pengajaran yaang bersifat
mengobati, menyembuhkan atau membetulkan pengajaran dan membuatnya
menjadi lebih baik dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang maksimal.
Ditinjau dari arti kata, “remedial” berarti “sesuatu yang berhubungan dengan
perbaikan”. Dengan demikian pengajaran remedial, adalah suatu bentuk
pengajaran yang bersifat penyembuhan atau bersifat perbaikan. Pengajaran
remedial merupakan bentuk kasus pengajaran, yang bermaksud membuat baik
atau menyembuhkan.
Sebagaimana pengertian pada umumnya proses pengajaran bertujuan agar
murid dapat mencapai hasil belajar yang optimal, jika ternyata hasil belajar yang
dicapai tidak memuaskan berarti murid masih dianggap belum mencapai hasil
belajar yang diharapkan sehingga diperlukan suatu proses pengajaran yang dapat
membantu murid agar tercapai hasil belajar seperti yang diharapkan.
Proses pengajaran remedial ini sifatnya lebih khusus karena disesuaikan
dengan karakteristik kesulitan belajar yang dihadapi pesrta didik. Proses bantuan
lebih ditekankan pada usaha perbaikan cara mengajar, menyesuaikan materi
pelajaran, arah belajar dan menyembuhkan hambatan-hambatan yang dihadapi.
Dengan demikian hal pengajaran remedial yang akan diperbaiki atau yang
disembuhkan adalah keseluruhan proses pembelajaran yang meliputi : metode
mengajar, materi pelajaran, cara belajar, alat belajar dan lingkunagn turut
mempengaruhi proses belajar mengajar. Melalui pengajaran remedial, murid yang
mengalami kesulitan belajar dapat diperbaiki atau disembuhkan sehingga dapat
mencapai hasil yang diharapkan sesuai dengan kemampuan. Kesulitan belajar
yang dihadapi murid mungkin beberapa mata pelajaran atau satu mata pelajaran
atau satu kemampuan khusus dari mata pelajaran tertentu. Penyembuhan ini
mungkin mencakup sebagian aspek kepribadian atau sebagian kecil saja.
Demikian pula proses penyembuhan, ada yang dalam jangka waktu lama
atau dalam waktu singkat. Hal ini tergantung pada sifat, jenis dan latar belakang
kesulitan belajar yang dihadapi murid.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengajaran remedial sebagai
bentuk khusus pengajaran yang bertujuan untuk memperbaiki sebagian atau
seluruh kesulitan belajar yang dihadapi oleh murid. Perbaikan diarahkan untuk
mencapai hasil belajar yang optimal sesuai dengan kemampuan masing-masing
melalui perbaikan keseluruhan proses belajar mengajar dan keseluruhan
kepribadian murid.
Adapun ciri-ciri pengajaran remedial dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Pengajaran remedial dilaksanakan setelah diketahui kesulitan belajarnya
dan kemudian diberikan pelayanan khusus sesuai dengan sifat, jenis dan
latar belakangnya.
2. Dalam pengajaran remedial tujuan instruksional disesuaikan dengan
kesulitan belajar yang dihadapi murid.
3. Metode yang digunakan pada pengajaran remedial bersifat diferensial,
artinya disesuaikan dengan sifat, jenis dan latar belakang kesulitan
belajarnya.
4. Alat-alat yang dipergunakan dalam pengajaran remedial lebih bervariasi dan
mungkin murid tertentu lebih memerlukan alat khusus tertentu. Misalnya:
penggunaan tes diagnostic, sosiometri dan alat-alat laboratorium.
5. Pengajaran remedial dilaksanakan melalui kerjasama dengan pihak
lain. Misalnya: pembimbing, ahli dan lain sebaginya.
6. Pengajaran remedial menuntut pendekatan dan teknik yang lebih
diferensial, maksudnya lebih disesuaikan dengan keadaan masing-masing
pribadi murid yang dibantu. Misalnya: pendekatan individualisme.
7. Dalam pengajaran remedial, alat evalusi yang dipergunakan disesuaikan
dengan kesulitan belajar yang dihadapi murid.

2. Pentingnya Pengajaran Remedial Dalam Proses Belajar Mengajar.


Pengajaran remedial mempunyai peranan penting dalam keseluruhan
proses belajar mengajar, khususnya dalam mencapai hasil belajar yang optimal.
Pengajaran remedial merupakan pelengkap dari proses pengajaran secara
keseluruhan. Beberapa alasan pentingnya pengajaran remedial, dapat dilihat dari
berbagai segi, yaitu:
1. Warga Belajar
Warga belajar (peserta didik) ternyata masih banyak yang mendapatkan
nilai prestasi belajar kurang. Misalnya: rata-rata yang dicapai masih jauh di bawah
ukuran yang diharapkan. Kenyataan menunjukkan pula bahwa setiap murid
mempunyai perbedaan individual dalam proses belajarnya. Ada yang
berkemampuan tinggi, sedang ada pula yang rendah, sedang-sedang saja, lambat
dan cepat. Di samping itu setiap peserta didik mempunyai pengalaman dan latar
belakang yang berbeda satu dengan yang lainnya.
Di dalam proses belajar mengajar pada umumnya, guru menggunakan
pendekatan yang sama, kadang-kadang melupakan perbedaan individual
sehingga keunikan setiap pribadi peserta didik kurang mendapatkan pelayanan.
Hal ini dapat mengakibatkan murid mengalami kesulitan belajar. Apabila murid
dapt kesempatan belajar sesuai dengan pribadinya diharapkan ia dapat mencapai
prestasi belajar yang optimal sesuai dengan kemampuannya. Atas dasar hal
tersebut pengajaran remedial sangat diperlukan untuk membantu setiap pribadi
peserta didik agar mendapat kesempatan memperoleh prestasi belajar yang
memadai sesuai dengan kemampuannya.
2. Pendidik dan Pengajar
Pada dasarnya guru bertanggug jawab atas keseluruhan proses pendidikan
di sekolah. Hal ini berarti bahwa guru harus bertanggung jawab terhadap
pencapaian tujuan pendidikan melalui pencapaian tujuan institusional, tujuan
kutikuler dan tujuan instruksional. Kenyataan menunjukkan bahwa peserta didik
sebagai individu mempunyai perbedaan-perbedaan.
Perbedaan itu berakibat pula pada keberhasilan murid dalam belajar.
Terhadap murid yang belum berhasil, seorang guru bertanggung jawab untuk
membantu. Supaya bantuan yang diberikan kepada murid dapat berhasil guna,
maka harus melalui suatu proses diagnosis dan diakhiri dengan pengajaran
remedial. Berhasil tidaknya seorang guru, dapat dilihat dalam kemampuannya
melaksanakan proses belajar mengajar yang sebaik-baiknya, sehingga semua
murid dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Dalam melaksanakan tugas, peranan seorang guru bukan hanya sekedar
penyampai pengetahuan kepada murid tetapi juga mempunyai peranan sebagai
pembimbing yang harus dapat membantu murid memahami dirinya dan mampu
mengatasi hambatan-hambatan di dalam dirinya. Dalam kaitan inilah pengajaran
remedial merupakan salah satu upaya yang dapat dilaksanakan oleh seorang guru
dalam memberikan peluang besar bagi setiap murid untuk dapat mencapai
prestasi belajar secara optimal dan maksimal.
3. Proses Belajar
Ditinjau dari segi pengertian proses belajar mengajar, pengajaran remedial
diperlukan dalam melaksanakan proses belajar mengajar yang sebenarnya. Pada
dasarnya belajar yang sesungguhnya dapat diartikan sebagai sesuatu proses
perubahan tingkah laku secara keseluruhan. Adanya gejala kesulitan belajar
merupakan indikasi belum adanya perubahan tingkah laku secara keseluruhan,
oleh karena itu masih diperlukan proses belajar mengajar khusus yang dapat
membantu pencapaian keseluruhan perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa pengajaran remedial mempunyai
peranan yang penting terhadap keberhasilan proses belajar mengajar secara
keseluruhan.
4. Pelayanan Bimbingan
Pada dasarnya pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling
merupakan kelengkapan dari keseluruhan proses pendidikan. Melalui pelayanan
ini diharapkan setiap murid dapat memahami dirinya, memahami kelebihan dan
kelemahannya serta harus mampu mengarahkan dirinya untuk mencapai
perkembangan yang optimal.
Untuk melaksanakan pelayanan bimbingan dan konseling yang sebaik-
baiknya, pengajaran remedial merupakan salah satu bentuk pelayanan bimbingan
dan konseling melalui interaksi belajar mengajar. Dengan demikian pengajaran
remedial menunjang pelaksanaan bimbingan dan konseling dan sebaliknya
pelaksanaan bimbingan dan konseling dapat menunjang pelaksanaan pengajaran
remedial.

TUJUAN DAN FUNGSI PENGAJARAN REMEDIAL


1. Tujuan Pengajaran Remedial
Tujuan pengajaran remedial sebenarnya tidak berbeda dengan tujuan
pangajaran pada umumya, yaitu agar murid dapat mencapai prestasi belajar
sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Secara khusus pengajaran remedial
bertujuan agar murid yang mengalami kesulitan belajar dapat mencapai prestasi
belajar yang diharapkan melalui proses penyembuhan atau perbaikan, baik segi
proses belajar mengajar maupun kepribadian murid.
Tujuan pengajaran remedial secara terinci adalah agar murid dapat:
1. Memahami dirinya, khususnya yang menyangkut prestasi belajar meliputi
segi kekuatan, kelemahan, jenis dan sifatnya.
2. Memperbaiki cara-cara belajar kearah yang lebih baik sesuai dengan
kesulitan yang dihadapi.
3. Memilih materi dan fasilitas belajar secara tepat untuk mengatasi kesulitan
belajarnya.
4. Mengembangkan sikap-sikap dan kebiasaan baru yang dapat mendorong
tercapainya hasil belajar yang lebih baik.
5. Mengatasi hambatan-hambatan belajar yang lebih baik.
6. Melaksanakan tugas-tugas belajar yang diberikan
2. Fungsi Pengajaran Remedial
Berdasarkan pengertian sebagaimana telah dikemukakan di atas, jelas
bahwa pengajaran remedial mempunyai fungsi yang amat penting dalam
keseluruhan proses belajar mengajar. Adapun beberapa fungsi pengajaran
remedial adalah sebagai berikut:
a. Fungsi korektif
Pengajaran remedial mempunyai fungsi korektif, artinya melalui pengajaran
remedial dapat diadakan pembentukan atau perbaikan terhadap sesuatu yang
dianggap masih belum mencapai apa yang diharapakan dalam keseluruhan
proses belajar mengajar.Hal-hal yang diperbaiki atau dibetulkan melalui
pengajaran remedial anatara lain meliputi perumusan tujuan
1. Penggunaan metode mengajar
2. Cara-cara belajar
3. Materi dana alat pelajaran
4. Evaluasi
5. Segi-segi pribadi murid
Dalam perbaikan terhadap hal-hal tersebut di atas, maka prestasi belajar
murid beserta factor-faktor yang mempengaruhi dapat diperbaiki.
b. Fungsi penyesuaian
Yang dimaksud penyesuaian adalah agar dapat membantu murid untuk
menyesuaikan dirinya terhadap tuntutan kegiatan belajar. Murid dapat belajar
sesuai dengan keadaan dan kemampuan pribadinya sehingga mempunyai
peluang besar untuk memperoleh prestasi belajar yang lebih baik. Tuntuan belajar
yang diberikan murid telah disesuaikan denan sifat jenis dan latar belakang
kesulitannya sehingga murid diharapkan lebih terdorong untuk belajar.
c. Fungsi pemahaman
Fungsi pemahaman adalah agar pengajaran remedial memunkinkan guru, murid
dan pihak lain dapat memeperoleh pemahaman yang lebih memahami dirinya dan
segala aspeknya. Begitu pula guru dan pihak-pihak lainnya dapat lebih memahami
akan keadaan pribadi murid.
d. Fungsi pengayaan
Fungsi pengayaan dimaksud agar pengajaran remedial dapat memperkaya
proses belajar mengajar. Bahan pelajaran yang tidak disampaikan dalam
pengajaran regular, dapat iperoleh melalui pengajaran remedial. Pengayaan lain
adalah dalam segi metode dan alat yang dipergunakan dalam pengajara remedial.
Dengan demikian, diharapkan hasil yang diperoleh murid dapat lebih banyak, lebih
luas dan lebih dalam sehingga hasil belajarnya lebih kaya.
e. Fungsi terapeutik
Dengan pengajaran remedial secara langsung atau tidak langsung dapat
menyembuhkan atau memperbaiki kondisi kepribadian dapat menunjang
pencapaian prestasi belajar, demikian pula sebaliknya.
f. Fungsi akselerasi
Fungsi akselerasi adalah agar pengajaran remedial dapat mempercepat
proses belajar baik dalam arti waktu maupun materi. Misalnya murid yang
tergolong lambat dalam belajar, dapat dibantu lebih cepat proses belajarnya
melalui pengajaran remedial.

MACAM-MACAM METODE PENGAJARAN REMEDIAL


Metode mengajar dapat diartikan sebagai suatu cara yang harus dilalui
untuk menyajikan bahan pengajaran agar tercapai tujuan pengajaran. Hakekat
tujuan adalah merupakan petunjuk bagi guru untuk memilih satu atau serangkaian
metode yang efektif. Dengan demikian maka metode mengajar adalah:
 merupakan salah satu komponen dari proses belajar mengajar
 merupakan alat mencapai tujuan, yang didukung oleh alat-alat bantu
mengajar
 merupakan kebutuhan dalam suatu sistem pendidikan.
Adapun faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan dan
penggunaan metode mengajar secara efektif adalah:
1. Tujuan pengajaran
Kegiatan belajar mengajar merupakan kegiatan bertujuan, yang terikat dan
terarah pada tujuan serta dilaksanakan untuk mencapai suatu tujuan. Dalam
memilih metode hendaknya disesuaikan dengan tujuan yang hendak dicapai
dengan metode tersebut.
2. Bahan pengajaran
Bahan pengajaran merupakan materi yang perlu diberikan atau dipelajari
siswa agar tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai. Bahan pengajaran
dapat berupa pengertian, bidang pengatahuan, bidang sosial, negara,
lingkungan hidup, dan sebagainya sesuai dengan jenis sekolah dan
kematangan perkembangan pribadi serta potensi dan bakat anak.
3. Guru/pendidik
Tugas guru paling utama adalah mengajar dan mendidik. Sebagai pengajar
guru merupakan medium atau perantara aktif antara murid dan ilmu
pengetahuan. Sedangkan sebagai pendidik guru merupakan medium aktif
antara murid dan filsafat negara dan kehidupan masyarakat dalam segala
seginya dan dalam mengembangkan kepribadian siswa serta mendekatkan
mereka dengan pengaruh-pengaruh dari luar yang baik dan menjauhkan
mereka dari pengaruh-pengaruh yang buruk.
Dalam melaksanakan tugasnya, guru harus mampu memilih dan
menggunakan metode yang tepat, maka guru perlu mempertimbangkan
kemampuannya dalam hal penguasaan terhadap berbagai metode mengajar.
4. Anak didik
Anak didik dalam proses belajar mengaja dapat sebagai obyek dan subyek
dalam proses pengajaran. Dikatakan sebagai obyek karena siswa adalah
menjadi sasaran dalam proses mengajar oleh guru, sedangkan sebagai
subyek karena siswa dalam belajar adalah pelaku dalam proses belajar
membelajarkan diri agar terjadi perubahan pada dirinya baik menyangkut
ranah kognitif, afektif maupun psikomotorik. Dalam memilih metode mengajar
hendaknya guru mempertimbangkan faktor anak didik, yaitu tingkat
pengetahuan, kemampuan dan kematangan anak didik.
5. Situasi mengajar
Maksudnya situasi atau sekitar di mana siswa sedang melaksanakan kegiatan
belajar, juga menuntut metode yang berlainan sesuai dengan yang diperlukan.
Metode pengajaran remedial merupakan metode yang dilaksanakan dalam
keseluruhan kegiatan bimbingan kesulitan belajar mulai dari langkah-langkah
identifikasi kasus sampai dengan langkah tindak lanjut. Beberapa metode yang
dapat dilaksanakan dalam pengajaran remedial yaitu:
Metode yang digunakan dalam pengajaran perbaikan adalah metode yang
dilaksanakan dalm keseluruhan kegiatan bimbingan belajar, mulai dari
identifikasi kasus sampai dengan tindak lanjut. Metode yang digunakan dalam
pengajaran perbaikan adalah : Abu Ahmadi, Widodo Supriyono, 2004 :182)
1. Tanya jawab
Metode ini digunakan dalam rangka pengenalan kasus untuk mengetahui
jenis dan sifat kesulitannya sehingga mempermudah kegiatan bimbingan belajar.
Tanya jawab bisa dilakukan secara individual maupun secara kelompok.
Kebaikan metode ini dalam rangka pengajaran perbaikan adalah :
 Memahami dirinya .
 Mengetahui kelebihan dan kekurangannya.
 Memperbaiki cara belajarnya.
 Memungkinkan terbinanya hubungan guru dan siswa.
 Meningkatkan motivasi belajar.
 Merupakan kondisi yang menunjang pelaksanaan penyuluhan.
 Menumbuhkan rasa harga diri.
2. Diskusi
Metode ini digunakan dengan memanfaatkan interaksi antar individu dalam
kelompok untuk memprbaiki kesulitan dalam belajar yang dialami oleh kelompok
siswa.
Kebaikan metode ini dalam rangka pengajaran perbaikan adalah :
 Setiap individu dalam kelompok dapat mengenal diri dan kesulitannya serta
menemukan jalan pemecahannya.
 Interaksi dalam kelompok menumbuhkan sikap saling mempercayai dalam
kelompok diskusi.
 Membangun kerjasama antar individu dalam kelompok diskusi.
 Menumbuhkan rasa kepercayaan diri.
 Menumbuhkan rasa tanggung jawab.
3. Tugas
Metode ini dapat digunakan dalam rangka mengenal kasus dan pemberian
bantuan, dengan pemberian tugas-tugas tertentu baik secara individual maupun
kelompok. Dengan begitu siswa yang mengalami kesulitan dapat tertolong.
Tujuan digunakannya metode ini adalah :
 Siswa lebih memahami dirinya.
 Siswa dapat memperluas atau memperdalam materi yang dipelajari.
 Siswa dapat memperbaiki cara-caara belajar yang pernah dialami.
4. Kerja kelompok
Metode ini hamper bersamaan dengan metode pemberian tugas dan
metode diskusi, yang penting adalah interaksi diantara anggota kelompok dengan
harapan terjadi perbaikan pada diri siswa yang mengalami kesulitan belajar.
Kebaikan metode ini dalam rangka pengajaran perbaikan adalah :
 Adanya pengaruh anggota kelompok yang cakap dan berpengalaman.
 Kehidupan kelompok dapat meningkatkan minat belajar.
 Kehidupan kelompok dapat memupuk tanggung jawab dan saling memahami
diri
5. Tutor sebaya
Tutor adalah siswa sebaya yang ditunjuk/ditugaskan untuk mrmbantu
temannya yang mengalami kesulitan belajar karena hubungan antar teman
umumnya lebih dekat dibandingkan dengan gurunya. Dengan petunjuk-petunjuk
dari guru, tutor dapat membantu teman-temannya yang sedang mengalami
kesulitan. Tutor berperan sebagai pemimpin dalam kegiatan kelompok sebagai
pengganti guru. Pemilihan tutor ini didasarkan atas prestasi, punya hubungan
sosial yang baik dan cukup disenangi oleh teman-temannya.
Kebaikan metode ini dalam rangka pengajaran perbaikan adalah :
 Adanya hubungan yang lebih dekat dan akrab.
 Tutor sendiri kegiatannya merupakan pengayaan dan menambah motivasi
belajar.
 Dapat meningkatkan rasa tanggung jawab.
6. Pengajaran individual
Pengajaran individual adalah interaksi antara guru dengan siswa secara
individual dalam proses belajar mengajar. Pendekatan metode ini bersifat
individual sesuai dengan kesulitan yang dihadapi oleh siswa. Materi yang diberikan
mungkin pengulangan, mungkin materi baru dan mungkin pengayaan apa yang
telah dimiliki oleh siswa.
Pengajaran individual ini bersifat teraputik artinya mempunyai sifat
penyembuhan dengan cara memoerbaiki cara-cara belajar siswa. Untuk
melaksanakan pengajaran individual ini, guru dituntut memiliki kemampuan
membimbing dan bersikap sabar, ulet, rela, bertanggung jawab, menerima, dan
memahami dan sebagainya.
Hasil yang diharapkan dalam pengajaran ini di samping adanya perubahan
prestasi belajar juga adanya perubahan dalam permasalahan dalam diri siswa.

Strategi Dan Pendekatan Remedial


Sasaran akhir pengajaran remedial adalah sama dengan pengajaran pada
umumnya, yaitu membantu murid dalam batas-batas normalitas tertentu agar
dapat mengembangkan diri seoptimal mungkin sehingga dapat mencapai tingkat
penguasaan tertentu, sekurang-kurangnya sesuai dengan batas criteria
keberhasilan yang dapat diterima (minimum acceptable, performance). Mengingat
secara empiric sasaran strategis itu tidak selamanya dapat dicapai dengan
pendekatan system pengajaran konvensional, maka perlu dicari juga pendekatan
strategi lainnya.
Dalam konteks konsep dasar diagnose dan pengajaran remedial, Ross dan
Stanley (1956: 332-345) menjelaskan tindakan strategis itu seyogyanya dilakukan
secara kuratif dan preventif, dan oleh Dinkmeyar dan Caldwell (dalam bukunya
developmental counseling, 1970) ditambahkan bahwa hal itu dapat pula dilakukan
dengan upaya yang bersifat pengembangan.
Strategi dan pendekatan pengajaran remedial diklasifikasikan menjadi tiga
yaitu:
1. Strategi dan pendekatan pengajaran remedial yang bersifat kuratif
Pengajaran remedial dapat dikatakan bersifat kuratif apabila dilakukan
setelah berlangsungnya program belajar mengajar sesuai dengan kriteria
keberhasilan yang ditetapkan. Program proses belajar mengajar tersebut meliputi
program untuk tiap pertemuan, untuk satuan (unit) Bahan Pelajaran atau satuan
waktu tertentu (mingguan, bulanan,semester dan sebagainya). Strategi dan
pendekatan teknik ini diberikan kepada murid secara empirik yang menunjukkan
kesulitan belajar tertentu (prestasi lemah, kurang mampu melaksanakan
penyesuaian) yang diprediksikan atau diduga akan mengalami kesulitan dalam
menyelesaikan suatu program studi tertentu yang akan ditempuhnya. Pendekatan
kuratif tindakan remedial berpangkap dari hasil post test diagnostic berdasarkan
data-data hasil tes sumatif.
Adapun yang menjadi sasaran pokok pengajaran remedial yang bersifat kuratif
adalah : (Abu Ahmadi, Widodo Supriyono, 2004 :179)
 Murid yang prestasinya jauh dibaah kriteria keberhasilan, diusahakan pada
suatu saat tertentu dapat mencapai kriteria keberhasilan minimal tersebut
 Murid yang masih kurang sedikit dari keberhasilan minimal diupayakan
suatu saat dapat disempurnakan
Untuk mencpaai sasaran-sasaran pokok tersebut para ahli psikologi
pendidikan telah mengembangkan beberapa teknik pendekatan yaitu pendekatan
pengulangan (repeatition), pengayaan (enrichment) serta
kecepatan (accelleration) yang secara visual dalam bagan berikut :

a. Pendekatan Pengulangan (repeatition)


Sejalan dengan diagnosisnya, pengulangan terdiri dari beberapa tingkatan :
 Pada setiap akhir jam pertemuan tertentu
 Pada setiap akhir unit (satuan bahan) pelajaran tertentu
 Pada akhir setiap satuan program studi (triulan /semester)
Pengajaran remedial dapat diberikan dan diorganisasi secara individual
maupun secara kelompok. Secara individual apabila ternyata murid mempunyai
jenis/lokasi/sifat kesulitan belajar yang sama. Ada beberapa kemungkinan waktu
dan cara pelaksanaan pengajaran remedial yaitu :
 Dilaksanakan pada pertemuankelas biasa, jika memang sebagian besar
anggota kelas mengalami kesulitan yang serupa, di mana : 1)bahan
pelajaran dipresentasikan kembali; 2) diadakan latihan/penugasan soal
kembali yang bentuknya sejenis dengan soal terdahulu; 3) diadakan
pengukuran dan penilaian kembali untuk mendeteksi hasil peningkatannya
ke arah keberhasilan yang diharapkan.
 Dilakukan di luar jam pertemuan biasa, jika yang mengalami kesulitan
belajar itu hanya seorang murid atau sejumlah murid tertentu.
 Dilaksanakan pada kelas remedial (khusus bagi murid), yang mengalami
kesulitan belajar tertentu, dimana : 1) murid lain belajar dalam kelas biasa,
sednagkan murid tertentu belajar dengan mendapatkan bimbingan khusus
dari guru yang sama atau guru mata pelajaran sampai yang bersangkutan
mencapai tingkat penguasaan tertentu untuk kemudian bersama-sama lagi
dengan teman-temannya dikelas biasa; 2) dilakukan pengulangan secara
total, jika ternyata murid yang bersangkutan prestasinya sangat jauh dari
batas kriteria keberhasilan minimal yang kita kenal sebagai tinggal kelas
b. Pengayaan dan Pengukuhan (enrichment and reinforcement)
Layanan pengayaan diberikan kepada murid yang mempunyai kelemahan
ringan, dengan materi program pengayaan bersifat :
 Ekuivalen (horizontal) dengan program proses belajar mengajar utamanya
sehingga nilai bobot kredit dapat perhitungkan bagi murid yang
bersangkutan
 Sekedar suplementer terhadap program proses belajar utama tanpa
menambah bobot kredit tertentu yang penting dapat meningkatkan
penguasaan pengetahuan, keterampilanbagi murid yang relatif lemahdan
memberikan kesibukan kepada murid yang cepat belajar untuk mengisi
kelebihan aktunya dibandignkan teman-teman sekelasnya
Adapun teknik pelaksanaannya adalah : guru memberikan tugas/soal
pekerjaan ruah kepada murid-murid yang relatif lemah, sedangkan kepada murid-
murid yang cepat belajarnya tugas yang diberikan guru harus dikerjakan di kelas
itu juga, sementara murid-murid lain mengerjakan proses belajar mengajar
utamanya. Sebaliknya guru memeriksa dan memperhitungkan dengan
pemahaman bobot kredit apabila memberikan pekerjaan rumah atau tugas
tambahan
c. Kecepatan (acceleration)
Pelayanan akselerasi diberikan kepada murid berbakat yang menunjukkan
kesulitan psikososial yaitu dengan jalan mengadakan akselarasi atau promosi
kepada program utama berikutnya yang lebih tinggi dengan dua kemungkinana
cara pelaksanaannya :
 Promosi penuh status akademisnya ke tingkat yang lebih tinggi sebatas
kemungkinannya menunjukkan keunggulan yang menyeluruh dari program
studi yang ditempuhnya dengan luar biasa. Dalam hal ini dapat dilakukan
dengan cara “placement test” dari tingkat yang akan dimasuki.
 Maju berkelanjutan (continous progress) pada beberapa bidang studi
tertentu dimana kasus sangat menonjol dapat diberikan layanan dengan
program pelajaran yang lebih tinggi sebatas kemampuannya dan status
akademisnya tetap bersama-sama teman seagkatannya.
Ketiga teknik pendekatan yang bersifat kuratif tersebut diadministrasikan
secara efektif guna keperluan peningkatan prestasi akademis maupun
kemampuan penyesuaiannya mungkin berangsur-angsur dapat dikurangi dalam
lingkungan dan sistem persekolahan.
2. Strategi dan pendekatan pengajaran remedial yang bersifat preventif
Sasaran pokok dari pendekatan preventif adalah berupaya sedapat
mungkin agar hambatan-hambatan dapat mencapai prestasi dapat diatasi dan
mengembangkan kemampuan sesuai dengan kriteria keberhasilan yang
diterapkan, pendekatan revensit bertolak dari hasil pretest atau test of entering
behaviors. Pendekatan preventif merupakan tindak lanjut dari pre teaching
diagnostic. Berdasarkan hasil pre test teaching diagnostic ini maka secara garis
besar murid dapat diidentifikasikan kedalam tiga kategori, yaitu ;
 Mereka yang diperkirakan akan mampu menyelesaikan program proses
belajar mengajar utama sesuai dengan waktu yang telah disediakan kategori
normal rata-rata)
 Mereka yang diperkirakan akan sanggup menyelesaiakn program lebih cepat
dari waktu yang telah ditetapkan (murid yang cepat)
 Mereka yang diperkirakan akan terlambat atau tidak akan menyelesaikan
program sesuai dengan batas waktu yang telah ditetapkan
Atas dasar perkiraan di atas, maka ada tiga alternatif kemungkinan teknik
layanan pengajaran yang bersifat remedial :
a. Layanan Kepada Kelompok Belajar Homogen
Langkah pelayanan kelompok kepada kelompok belajar homogen dapat
dijelaskan dalam bagan sebagai berikut :
Dari bagan diatas nampak bahwa setelah diadakan penilaian terhadap
murid dikelompokkan ke dalam kelompok A (murid yang cepat), kelompok B
(kemampuan murid rata-rata) dan kelompok C (kemampuan murid
lambat) program kepada ketiga kelompok dengan ruang lingkup ekuivalen, tetapi
diorganisasikan secara relatif berbeda. Perbedaan tersebut terletak dalam cara
menerangkan, taraf kesukaran dalam memberikan tugas/soal, dan sebagainya.
Misal murid yang termasuk kelompok A sudah tentu diberikan tugas/soal dengan
taraf kesukaran dan jumlah relatif lebih banyak dari kelompok lainnya.
b. Layanan Pengajaran Individual
Konsep dasar teknik layanan pengajaran individual sama dengan teknik
layanan kepada kelompok belajar homogen yaitu peyesuaian layanan pengajaran
yang disesusaikan dengan kondisi obyektif murid. Namun pada teknik layanan
pengajaran individual secara fundamental diberikan kepada murid secara
individual.
Langkah-langkah pengajaran individual secara visual digambarkan sebagai
berikut :
Pada teknik pengajaran individual ini, setiap murid mempunyai waktu
tersendiri. Ia mempunyai kebebasan melakukan konsultasi dengan guru atau pihak
lain yang diperlukan degan tidak terikat keharusan mengikuti pelajaran seperti
biasa di kelas. Namun ia terikat oleh batas waktu akhir periode belajara yang telah
ditetapkan.
Walaupun kegiatan belajar murid secara individual, tetapi masing-masing
dari murid dituntut menempuh post test atau tes sumatif tertentu diorganisasikan
secara baku. Keperluan, program pengajaran individual, biasanya telah
diorganisasikan dalam bentuk modul diman pada prinsipnya setiap murid
mendapat layanan secara individual.
c. Layanan Pengajaran Secara Kelompok Dilengkapi Kelas Khusus
Remedial dan Pengayaan
Teknik layanan ini dapat digambarkan dalam bagan sebagai berikut :
Pada teknik pertama (layanan kelompok belajar homogen) sejak awal
sampai post test ataumasing-maisng murid mengikuti porgram A, B,atau C dan
tidak terjadi perpindahan selama program berlangsung, tetapi pada teknik kegiatan
ini pada prinsipnya murid berada dalam satu kelas yang samadengan mengikuti
proses belajar mengajar utama yang sama pula. namun di samping itu kepada
murid yang cepat belajarnya telah disediakan paket program pengayaan khusus,
begitu pula kepada murid yang ternyata mempunai kesulitan-kesulitan tertentu
telahdisediakan tepat/waktu dan program layanan remedial.
Setelah murid-murid selesai dengan program pengayaan atau program
remedial, mereka kembali lagi ke dalam kelompok dan program belajar utama
bersama-sama dengan teman sekelasnya. Pada akhirnya mereka juga harus
menempuh post test secara bersama-sama pula. teknik pelayanannya dapat sama
dengan teknik pertama yaitu dilakukan oleh beberapa guru dalam satu waktu yang
bersamaan tau berada dan dapat pula dilakukan oleh guru yang sama pada saat
yang berbeda asal program dan fasilitas teknisnya sudah dipersiapkan

3. Strategi dan pendekatan pengajaran remedial yang bersifat pengembangan


(developmental).
Pendekatan pengembangan merupakan tindak lanjut dari during teaching
diagnostic atau berupaya diagnosis yang dilakukan guru selama berlangsung
program proses belajar mengajar. Sasaran pokok dari strategi pendekatan
pengembangan ini adalah agar murid mampu mengatasi kesulitan atau hambatan-
hambatan yang mungkin dialami selama melaksanakan kegiatan proses belajar
mengajar. Bantuan segera (intermediate treatment) dari saat ke saat selama
berlangsungnya proses belajar mengajar. Pada akhirnya murid diharapkan akan
dapat menyelesaiakan program secara tuntas sesuai dengan kriteria keberhasilan
yang ditetapkan.
Pelaksanaan strategi pendektan pengembangan ini diperlukan adanya
pengorganisasian program proses belajar mengajar yang sistematis seperti dalam
bentuk sistem pengajaran berprogram, sistem pengajaran modul, self instrctional
audiotutorial system dan sebagainya. Dengan demikian proses layanan diagnosis
dan remedial itu dapat secara sekuensial dari unit ke unit secara teratur. Secara
visual pendekatan pengembangan ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Dari bagan tersebut di atas menunjukkan bahwa ada rangkaian
perkembangan diagnosis dan remedial yang berlangsung selama proses belajar
mengajar, dari modul ke modul atau unit ke unit. Dalam hal ini guru harus
mengadakan observasi atau memonitor selama proses belajar berlangsung
kemudian tiap selesai tes formatif hendaknya diadministrasikan.
Informasi dari kedua aktivitas itu merupakan feed back (umpan balik) dari
guru untuk segera mengadakan evaluasi diagnosis. Tindakan selanjutnya adalah
guru segera melakukan bantuan remedial baik kepada murid secara kelompok
maupun secara individual, tergantung pada pola proses belajar mengajar mana
yang digunakan. Kegiatan proses belajar mengajar baru dilanjutkan kepada tingkat
berikutnya (modul/ unit tertentu) apabila murid betul-betul telah menyelesaikan
program terdahulu secara tuntas (sesuai kriteria keberhasilan yang ditetapkan)
Sudah barang tentu kalau program ini disajikan dalam bentuk modul, murid
yang sudah dipandang memenuhi tidak perlu saling menunggu temannya.
Dengan perkataan lain bahwamurid yang bersangkutan sebaiknya diperkenankan
maju ke tingkat program yang lebih tinggi. Kegiatan seperti dilakukan sepanjang
satuan program yang lebih besar diselesaikan (tahunan, semester). Pada akhirnya
selayaknya diadakan suatu tes yang menyeluruh (sumatif test)
Pengajaran merupakan salah satu tahapan kegiatan utama dalam
keseluruhan kerangka pola layanan bimbingan, dan merupakan rangkaian
kegiatan lanjutan logis dan usaha diagnosa kesulitan belajar.
Menurut Abin Syamsudin, setidaknya dapat dikembangkan 4 alternatif
prosedur sesuai dengan kebutuhannya sbb:
 Prosedur I : mencakup langkah 1-2-3-4-5-6
 Prosedur II : mencakup langkah 1-2-(3)-4-5-6
 Prosedur III : mencakup langkah 1-2-3-4-5-6-(7)
 Prosedur IV : mencakup langkah 1-2-(3)-4-5-6-(7)
Untuk lebih jelasnya, setiap langkah dapat disisipkan fungsi, tujuan/ sasaran
dan kegiatannya sebagaiu berikut:
1. Penelaahan kembali kasus dengan permasalahannya
Dalam pengajaran remedial, langkah ini merupakan tahapan paling
fundamental karena merupakan landasan pangkal tolak langkah- langkah
berikutnya. Sasaran pokok langkah ini adalah untuk memperoleh gambaran yang
lebih jelas (definit) mengenai karakteristik kasus berikut permasalahannya untuk
memperoleh gambaran yang lebih definitfasilitas alternatif tindakan remedial yang
direomendasikan, sesuai dengan sasaran pokok tersebut maka kegiatan di dalam
langkah ini difokuskan kepada suatu analisis rasional atas hasil diagnosis yang
telah dilakukan atau rekomendasi dari pihak lain (guru, petugas BP dan
sebagainya). Analisis ini merupakan kegiatan pengecekan kembali terhadap:
 Kebenaran dan kelengkapan data/ informasi yang mendukung pernyataan
atau penjelasan tentang karakteristik kasus serta permasalahannya.
 Relevansi antara tafsiran dan kesimpulan yang dibuat dengan data
pendukungnya serta konsistensinya antara berbagai data satu sama lain.
 Ketepatan prakiraan berdasarkan hasil diagnosis yang didukung oleh data
yang relevan.
 Visibilitas dari setiap alternatif pengajaran remedial yang direkomendasikan.
2. Menentukan alternatif pilihan
Langkah ini merupakan lanjutan dari hasil pengkajian yang dilakukan pada
langkah pertama itu akan diperoleh kesimpulan mengenai dua hal pokok penting
yaitu:
1. Karakteristik khusus yang akan ditangani secara umum, dapat dikategorikan
pada salah satu dari tiga kemungkinan, yaitu :
 Kasus yang bersangkutan dapat disimpulkan hanya memiliki kesulitan
dalam menemukan dan mengembangkan pola strategi / metode / teknik
belajar yang sesuai, efektif, dan efisien.
 Kasus yang bersangkutan dapat disimpulkan disamping memiliki kesulitan
dalam mengembangkan dalam menemukan dan mengembangkan pola
strategi / metode / teknik belajar yang sesuai, efektif, dan efisien itu, juga
dihadapkan pada hambatan potensial psokologis (ego-emosional, potensial-
fungsional, sosial-psikologis) dalam penyesuaian dengan dirinya dan
lingkungan.
 Kasus yang bersangkutan dapat disimpulkan telah memiliki kecenderungan
ke arah kemampuan menemukan dan mengembangkan pola-pola strategi /
metode / teknik belajar yang sesuai, efektif, dan efisien, namun terhambat
oleh kondisi ego-emosional, potensial-fungsional, sosial-psikologis, dan
faktor instrumental-environmental lainnya.
2. Alternatif pemecahannya lebih strategis jika:
 Langsung ke langkah keempat (pelaksanaan pengajaran remedial). Misalnya:
jika kasusnya termasuk kategori pertama atau.
 Harus menempuh dahulu langkah ketiga (layanan konseling/ psikoterapi)
sebelum lanjut ke langkah keempat (pelaksanaan pengajaran remedial)
apabila misalnya kasus termasuk kateegori kedua (pilihan alternatif tindakan)
atau ketiga.
Jadi, sasaran pokok kegiatan yang dilakukan dalam tahapan ini adalah
membuat suatu keputusan pilihan alternatif mana yang harus ditempuh
berdasarkan pertimbangan rasional yang cermat. Dalam proses pengambilan
keputusan ini ada beberapa prinsip- prinsip sebagai berikut:
1. Efektifitas, dalam artian lebih mampu untuk mencapai tujuan pengajaran
remedial yang diharapkan.
2. Efisiensi, dalam arti lebih memerlukan usaha dan pengorbanan serta
fasilitas seminimal mungkin dengan hasil yang diharapkan semaksimal
mungkin.
3. Keserasian, dalam arti keseuaian dengan :
 Jenis karakteristik, intensitas, dan latar belakang permasalannya,
 Jumlah, jenis, dan sifat kepribadian khusus,
 Tingkat penguasaaan teori, kemahiran praktek, dan sifat kepribadian
guru yang akan menanganinya,
 Kesediaan daya dukung fasilitas teknik yang diperlukan,
 Kesediaan daya dukung sarana penunjang / lingkungan yagn
diperlukan,
 Waktu dan kesempatan yang tersedia pada pihak-pihak yang
bersangkutan.
3. Layanan Bimbinagn dan Konseling/ Psikoterapi
Ditinjau dari kerangka keseluruhan prosedur pengajaran remedial, langkah
ini lebih bersifat pilihan bersyarat. Kasus tipe kedua dan ketiga kecil kemungkinan
untuk langsung kepada langkah keempat tanpa lebih dahulu menempuh langkah
ketiga ini yang merupakan prakondisinya. Sasaran pokok yang hendak dicapai
dalam layanan ini adalah terciptanya kesehatan mental kasus, dalam arti ia
terbebas dari hambatan dan ketegangan batin, untuk kemudian siap sedia kembali
melakukan kegiatan belajar secara wajar dan realistis.
Pada batas- batas tertentu langkah- langkah ini dapat ditangani oleh guru,
namun mungkin diperlukan bantuan dan kerjasama dengan pihak- pihak lain yang
lebih ahli (petugas BK, wali kelas, psikolog, dokter, dll.). Diantara sekian banyak
masalah yang msaih dapat ditangani oleh guru pada umumnya antara lain:
1. Kasus kesulitan belajar dengan latar belakang kurangnya minat dan motivasi
belajar, cara untuk mengatasinya menurut Woodworth dan Marquis,
1957:331-338, antara lain :
a. Ciptakan situasi kompetitif sesama siswa yang sehat,
b. Hindari saran dan pernyataan negatif yang dapat mlemahkan motivasi
belajar siswa,
c. Berikan dorongan pada siswa dengan memberikan informasi yang telah
dicapainya dari waktu ke waktu,
d. Berikan kesempatan pada siswa untuk mendiskusikan aspirasinya secara
rasional,
e. Berikan pujian pada siswa agar dia bersemangat,
f. Berikan sanksi atau hukuman atas kelalaian dengan bijak dan adil,
g. Tunjukkan manfaat dari pelajaran bagi siswa baik untuk satt ini maupun
nanti.
2. Kasus kesulitan belajar dengan latar belakang sikap negatif terhadap guru,
pelajaran, dan situasi belajar. Cara untuk mengatasinya antara lain :
a. Kembangkan keakraban dan kehangatan hubungan antara guru dengan
murid dan murid dengan murid
b. Ciptakan iklim sosial yang sehat dalam kelas,
Berikan kesempatan untuk memperoleh pengalaman yang memuaskan dan
menyenangkan bagi siswa dalam belajar, meskipun dengan prestasi yang
minim.
3. Kasus kesulitan belajar dengan latar belakang kebiasaan belajar yang salah,
cara untuk mengatasinya antara lain :
a. Tunjukkan akibat dari kebiasaan buruknya terhadap prestasi belajar dan
kehidupan sosial
b. Berikan kesempatan masa transisi untuk berlatih dengan pola kebiasaan
baru dan meninggalkan kebiasaan lama yang salah.
4. Kasus kesulitan belajar dengan latar belakang ketidakserasian antara kondisi
objectif instrumental input dengan lingkungan, cara untuk mengatasinya antara
lain :
a. Bimbingan informasi dalam program / bidang studi, bahan / sumber,
strategi / metode / teknik belajar rasional,
b. Diskusi atau kerja kelompok,
c. Proyek kegiatan bersama di kelas, karyawisata, dsb.
Sebagai indikator atas keberhasilan layanan bantuan sementara ini,
maka Robinson 1950:96, menyatakan :
1. menunjukkan minat untuk mencari pemecahan masalah yang dihadapinya,
2. bersedia untuk bekerja sama dengan pihak lain (guru, BK, dsb.) untuk
membantu memecahkan masalahnya,
3. mulai bersikap terbuka,
4. mulai tampak kemampuan menyadari masalahnya secara realitas,
5. mulai tampak kemampuan untuk memilah, menimbang, mengembangkan,
dan memilih alternatif pemecahan masalahnya,
6. menunjukkan kesediaan dan kesanggupan untuk melakukan alternatif
tindakan lebih lanjut yang dipilihnya.
Melaksanakan Pengajaran Remedial, Setelah langkah ketiga ditempuh, maka
langkah jeempat dianggap tepat yaitu pelaksanaan pengajaran remedial. Seperti
yang telah dijelaskan, sasaran pokok dari setiap pengajaran remedial ini adalah
tercapainya prestasi dan kemampuan penyesuain diri sesuai dengan kriteria
keberhasilan yang ditetapkan. Sedangkan strategi dan teknik pelaksaan
pengajaran remedial seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
Mengadakan Pengukuran Prestasi Belajar Kembali, Setelah pengajaran
remedial dilakukan, seharusnya dilihat ada tidaknya perubahan pada diri siswa.
Oleh karena itu perlu dilakukan pengukuran kembali, hasil pengukuran ini
diharapkan memberikan informasi terhadap perkembangan siswa, baik kuantitif
maupun kulaitatif. Adapun cara yang digunakan sebaiknya sama dengan post-
test atau tes sumatif dari proses belajar mengajar.
Mengadakan Re-Evaluasi dan Re-Diagnostik, Hasil dari pengukuran
tersebut hendaknya perlu dipertimbangkan lagi dengan menggunakan cara dan
kriteria untuk proses belajar mengajar utama. Hasil dari pertimbangan ini akan
melahirkan tiga simpulan, yaitu :
1. Kasus menunjukkan peningkatan prestasi dan penyesuaian diri dalam
mencapai keberhasilan yang diharapkan.
2. Kasus menunjukkan peningkatan prestasi dan penyesuaian diri, namun belum
sepenuhnya mencapai keberhasilan yang diharapkan.
3. Kasus belum menunjukkan perubahan yang berarti.
Rekomendasi yang seharusnya dikemukakan sebagai tindak lanjut hasil
kesimpulan di atas sudah tentu hendaknya menunjukkan tiga kemungkinan pula,
yaitu:
1. Kasus (a) dapat dinyatakan terminal dan diperbolehkan melanjutkan
program proses belajar mengajar utama tahap berikutnya
2. Kasus (b) seyogianya diberikan program khusus yang ditujukan pada
pengayaan dan peningkatan prestasinya
3. Kasus (c) sebaiknya dilakukan rediagnosis, sehingga diketemukan letak
kelemahannya pengajaran remedial tersebut
Remedial Pengayaan dan atau Pengukuhan (Tambahan), Langkah ini
bersifat kondisional, sasaran pokok langkah ini adalah agar hasil remedial itu lebih
sempurna dengan diadakan pengayaan (enrichment) dan pengukuhan
(reinforcement). Berbagai bentuk cara dan instrument dapat digunakan, misalnya :
dengan penguasaan untuk pemecahan soal tertentu, pengajaran proyek kecil
tertentu, dsb. Hasilnya harus dilaporkan kembali pada guru untuk dinilai
seperlunya sebelum selesai atau diperkenankan melanjutkan ke program proses
belajar mengajar selanjutnya.

D. AKTIVITAS PEMBELAJARAN
1. Berpikir reflektif tentang materi modul 11
2. Mengerjakan lembaran kerja, materi modul 11 dalam gambar secara
kelompok
3. Menempelkan hasil kerja kelompok
4. Melakukan windows shopping

E. EVALUASI
1. Jelaskan Pengertian Diagnostik Kesulitan Belajar
2. Sebutkan Jenis-Jenis Kesulitan Belajar
3. Jelaskan dan sebutkan Faktor-Faktor Penyebab Kesulitan Belajar Peserta
Didik
4. Apa saja Ciri-Ciri Peserta Didik Yang Mengalami Kesulitan Belajar
5. Jelaskan Pengertian Pengajaran Remedial
6. Jelakan dan sebutkan Tujuan dan Fungsi Pengajaran Remedial
7. Mengapa diperlukan Metode dalam Pengajaran Remedial
8. Apa sajakah Strategi dan Teknik dalam Pendekatan Pengajaran Remedial
9. Jelaskan dan sebutkan Langkah-Langkah Melaksanakan Pengajaran
Remedial

DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Mulyono, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, Jakarta:
RINEKA CIPTA, 2003.
Syah, Muhibbin, Psikologi Belajar, Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2006.
Bahri Djamarah, Syaiful, Psikologi Belajar, Jakara: Rineka Cipta, 2002.
Mudzakir, Ahmad, Psikologi Pendidikan, Bandung: Pusaka Setia, 1997.
Learning Assistance Program for Islamic Scools Pendidikan Guru Madrasah
Ibtidaiyah, Psikologi Belajar, 2009.
Abu Ahmadi, Widodo Supriyono, Psikologi Belajar.(Jakarta: PT Rineka Cipta,2004)
hlm. 182

Anda mungkin juga menyukai