Anda di halaman 1dari 3

Dermatitis Kontak Iritan

No. Dokumen : SOP/C/VII/BP/26


SOP No. Revisi : 00
Tanggal Terbit :
UPTD KESEHATAN
PUSKESMAS KANDANGAN Muhammad Pauzi, SKM
KABUPATEN HULU NIP. 19750119 199703 1 004
SUNGAI SELATAN

1. Pengertian Dermatitis Kontak adalah reaksi peradangan kulit non imunologik.


Kerusakan kulit terjadi secara langsung tanpa didahului oleh proses
sensitisasi. Penyebabnya adalah bahan yang bersifat iritan, misalnya bahan
pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam, alkali, dan serbuk kayu yang
biasanya berhubungan dengan pekerjaan.
2. Tujuan Sebagai acuan dalam penatalaksanaan Dermatitis Kontak Iritan di Puskesmas
Kandangan.
3. Kebijakan
4. Referensi 1. Undang-undang No. 36/2009 tentang Kesehatan
2. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 001 Tahun 2012 tentang Sistem
Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2012 Nomor 122);
3. Permenkes No. 5 tahun 2014 tentang Panduan Praktik Klinik bagi Dokter
di Fasyankes Primer;
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2013 tentang Pelayanan
Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan Nasional;
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2015
tentang Pusat Kesehatan Masyarakat;
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 46 tahun 2015
tentang Akreditasi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama;
7. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:
828/MENKES/SK/IX/2008 tentang Petunjuk Teknis Standar Pelayanan
Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota;
8. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
296/Menkes/SK/III/2008 tentang Pedoman Pengobatan Dasar di
Puskesmas;

1 dari 3
9. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:
HK.02.02/MENKES/514/2015 tentang Panduan Praktik Klinis Bagi
Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama;
5. Alat dan bahan 1. Senter
2. Tensi
3. Stetoskop
4. Tensimeter
5. Timbangan berat badan
6. Prosedur/Langkah- A. Keluhan:
langkah Iritan kuat memberikan gejala akut, sementara iritan lemah memberikan
gejala kronis.
B. Gejala Klinis
Perasaan gatal dan timbulnya bercak kemerahan pada daerah yang
terkena kontak bahan iritan. Kadang-kadang diikuti oleh rasa pedih,
panas dan terbakar.
C. Pemeriksaan fisik:
1) DKI akut : bahan iritan kuat (ex: asam sulfat), lesi berupa eritema,
edema, bula kadang disertai nekrosis. Kelaianan kulit berbatas tegas dan
pada umumnyaasimetris.
2) DKI akut lambat: gejala baru muncul 8-24 jam, bahan iritan seperti:
podofilin, antralin, etilen oksida. Penderita baru merasa pedih keesokan
harinya. Pada awalnya terlihat eritema, dan pada sore harinya sudah
menjadi vesikel atau bahkan nekrosis.
3) DKI kronis: penyebabnya adalah kontak langsung berulang-ulang
dengan iritan lemah. Kelainan baru muncul setelah kontak berminggu-
minggu atau berbulan-bulan. Kulit dapat retak seperti luka iris. Ada
kalanya kelainan hanya berupa kulit kering atau skuama tanpa eritema
sehingga diabaikan oleh penderita.
D. Pelaksanaan
1. Petugas menanyakan keluhan dan gejala yang dirasakan oleh pasien
2. Petugas mencatat hasil anamnesa di kartu status pasien
3. Lakukan pemeriksaan fisik pada pasien :
Apakah terdapat makula, bula atau vesikula di tempat terpapr bahan

2 dari 3
irritan?
Apakah terdapat retakan kulit dan terasa pedih di lokasi tempat
terpapar bahan iritan?
4. Penegakan diagnosis Dermatitis kontak iritan
5. Penatalaksanaan:
a. Pengobatan sistemik:
Loratadine 1x10 mg/ hari selama maksimal 2 minggu
b. Pengobatan Topikal : Krim Hidrokortison 3x oles atau Betamethason
3x oles/ hari. Pada kasus infeksi sekunder, perlu dipertimbangkan
pemberian antibiotik topikal.
6. Konseling dan edukasi:
a. Konseling untuk menghindari bahan iritan di rumah saat mengerjakan
pekerjaan rumah tangga
b. Edukasi menggunakan alat pelindung diri seperti sarung tangan, dan
sepatu boot.
c. Memodifikasi lingkungan tempat bekerja
7. Kriteria rujukan
a. Apabila dibutuhkan patch test
b. Apabila kelaianan tidak membaik dalam 4 minggu pengobatan standar
dan sudah menghindari kontak.
A. Unit Terkait 1. Loket
2. Bp. Umum
B. Dokumen Terkait 1. Kartu rekam medik
2. Buku register BP umum
3. Buku rujukan pasien
4. Form rujukan eksternal BPJS/Umum
5. Buku register obat

3 dari 3

Anda mungkin juga menyukai