Anda di halaman 1dari 6

BAB 2

PRINSIP DAN PENYIMPANGAN GERAKAN ISLAM


BENTUK-BENTUK PENYIMPANGAN DAKWAH BANYAK
Bentuk penyimpangan dari prinsip dakwah. Ada yang jelas, ada juga yang tersembunyi dan
samar-samar. Penyimpangan dapat berbentuk, penyimpang tujuan (ghoyah), sasaran (ahdaf),
sekitar jama'ah dan Ultizam, (komitmen) pemahanan (fahm), sarana (wasilah), langkah
(khiththah) dan lain-lainnya
1. PENYIMPANGAN TUJUAN
Penyimpangan tujuan termasuk salah satu penyelewengan paling berbahaya Yang harus di
hindari. Tujuan dakwah, semata-mata karena Allah. Dakwah Yang bertujuannya selain Allah
atau menyertai tujuan-tujuan lain, seperti tujuan dalan bentuk kepentingan pribadi selain tujuan
kepada Allah, adalah suatu penyimpangan.
Setiap penyimpangan tujuan, meskipun ringan atau kecil, tetap akan menyebabkan amal tersebut
tertolak. Allah tidak menghendaki sekutu dan tidak menerima amal kecuali yang ikhlas karena-
Nya. Karena itu, mengikhlaskan niat karena Allah dan membersihkan dari segala noda, menjadi
persoalan mendasar dalam ya an dakwah ini. Dakwah memerlukan pelurusan niat dan
pemantapan yang terus menerus. Jiwa manusia sering dipengaruhi hawa nafsu. Syaithan dapat
menyusup ke aliran darah manusia, berusaha merusak ibadah, jihad, juga membatalkan amal dan
pahala seseorang.
Bahaya Penyakit Hati
Riya' ghurur (lupa diri), sombong, ego-centris dan gila popularitas, sebenarnya justru
meruntuhkan popularitasnya sendiri. Memburu tujuan duniawi: seperti Jabatan, kehormatan,
kekayaan atau kekuasaan serta hal-hal duniawi lainnya yang tidak berharga. Kesemuanya
merupakan contoh penyakit hati yang menyebabkan manusia menyimpang dari tujuan.
Penyakit hati merupakan penyakit paling berbahaya. Lebih berbahaya ketimbang penyakit
jasmani yang pengaruhnya hanya terhadap jasad, yang fana sebatas kehidupan dunia. Ia
(penyakit hati) dapat merusak niat serta membatalkan amal.
Setiap manusia mengidap penyakit hati. tetapi orang yang beriman selalu melawan dan
menundukkan dengan kekuatan iman, taqwa dan muroqobah akan Rabb -Nya.
Antara muyahudah (perlawanan) terhadap nafsu dalam rangka membersihkan din dan
mendekatkannya kepada Allah dengan tarikan dunla yang bersifat nafsu jasmaniyah dan
kemewahan dunia, Allah berfirman:
"Sungguh telah menang orang yang membersihkan nafsunya, dan celakalah orang yang
mengotorinya,” (As Syams: 9-10)
“Dan orang orang yang bersungguh-sungguh di Jalan Kami, Pasti Kami akan menunjukkan
kepada mereka berbayal jalan Kami, dan sesungguhnya Allah beserta orang orang yang berbuat
kebaikan.” (Al Ankabut: 69)
Penyimpangan tujuan tidak harus berarti mengarahkan secara total kepada tujuan tujuan duniawi,
berpaling secara total dari Allah, sedikit saja di dalam hati, itu sudah termasuk penyimpangan,
Akibatnya, membatalkan amal dan mengeluarkannya dari batasan ikhlas karena Allah.
Penyimpangan tujuan sangat berbahaya. Karena niat berada di hati, sehingga sulit diketahui,
walaupun, sudah terjadi, Kecuali, sesudah ekses penyimpangan yang tidak dapat ditutupi lagi.
Kemudian merusak jama'ah, atau paling tidak berpengaruh buruk. Terutama, jika yang
bersangkutan mempunyai posisi menentukan, Akhirnya, mereka harus dikeluarkan dari barisan
(shaf). Kecuali jika mereka taubat dengan membersihkan hati dan mengikhlaskan diri kepada
Allah.
Barangsiapa berniat baik, Allah menyadikannya sebagai pengembang dakwah. Barangsiapa
menyimpan kebusukan di hatinya, Allah tidak akan menyerahkan dakwah ini kepadanya. Untuk
membedakan antara hag dan bathil guna menyusun shaf yang bersih, menjadi sunnatullah
diperlukan ujian dan cobaan, sebagaimana firman Allah:
“Alif Laam Miim. Apakah manusia menyangka bahwa setelah mereka mengucapkan, 'Kami
telah beriman', mereka akan dibiarkan tanpa diuji? Sungguh Kami telah menguji orang orang
yang sebelum mereka, agar Allah membuktikan siapa yang benar dan siapa yang berdusta”
(AlAnkabut: 1-3)
Urgensi Keikhlasan
Karena keikhlasan dan segala akibatnya merupakan masalah mendasar, maka ayat-ayat Al-
Gur'an dan hadits-hadits Nabi banyak membicarakannya, misalnya: “Katakanlah, sesungguhnya
aku diperintahkan untuk menyembah Allah dengan mengikhlaskan ibadah kepada-Nya dan aku
diperintah agar menjadi orang pertama yang menyerahkan diri”, (Az Zumar: 11-12)
“Katakanlah, hanya kepada Allah aku menyembah dengan mengikhlaskan ibadahku kepada-
Nya”. YAz Zumar: 14)
Menurut Hasan Al-Banna pengertian ikhlas adalah menunjukkan semua ucapan amal dan jihad
nya hanya kepada Allah semata. Karna mencari ridho dan kebaikan pahala-Nya, tapi
mengharapkan keuntungan dan popularitas, kehormatan, reputasi, kemjuan dan
keterbelakangan. Dengan keikhlasan ini seseorang akan menjadi pengawal fikrah dan akidah
bukan pengawal kepentingan dan keberuntungan. sebagaimana Allah berfirman (Al-An'am :
162-163) dan juga disurah (Al--Ahzab: 23-24)
Macam-macam Penyimpangan
Jika kehidupan Rasulullah diukur dengan materi, maka beliau benar-benar orang yang sangat
berkekurangan. Tidak sulit bagi beliau kalau mau menjadi orang yang paling mewah sekalipun.
Beliau tidak suka hal itu. Rasulullah saw lebih suka memberikan teladan kepada kita dalam
zuhud dan enggan dengan kemewahan dunia, serta keutamaan yang ada di sisi Allah. Dunia,
bukan negeri abadi dan bukan tempat kenikmatan. Apalagi kemewahan itu sering kali membawa
kesengsaraan dan kehinaan.
Mari, Rasulullah kita jadikan sebagai pemimpin dan panutan dalam mengemban amanah dakwah
ini. Meneladaninya, serta lebih berhati-hati terhadap fitnah dunia.
Kisah para tukang sihir di dalam Al-Gur'an, yang imannya dapat mengubah dan meluruskan
neraca dirinya, dapat kita ambil sebagai pelajaran. Di siang hari mereka datang bertujuan
menjilat Fir'aun untuk memperoleh harta dan kedudukan. Namun, tiba-tiba mereka menjadi
beriman (kepada Allah). Sehingga, intimidasi berupa penyiksaan sadis dari Fir'aun, mereka
hadapi dengan tidak gentar.
Dan sebagaimana dengan Firman Allah (Thaha: 72-73) Dan juga Allah telah menyebutkan
tentang penyakit hati pada ( Al-Qashas :78)
2. PENYIMPANGAN DARI SASARAN UTAMA (AHDAF)
Penyimpangan dari sasaran utama kepada sasaran yang sifatnya juz’iyah(sektoral), atau kepada
tujuan-tujuan yang sama sekali menyimpang dari sasaran utama, akibatnya hanya mengabiskan
usaha dan potensi yang tidak sedikit dengan sia-sia. Imam Syahid Hasan al-Banna menjelaskan
kepada kita bahwa sasaran yang hendak dituju ialah menegakkan agama Allah di bumi dengan
mendirikan Daulah Islamiyah dan mengembalikan Kilafah; termasuk menyampaikan Islam
kepada manusia. Dalam risalahnya yang berjudul “antara Kemarin dan Hari Ini”, al-Banna
mengatakan, “Ingatlah! Kalian mempunyai dua sasaran pokok;
Pertama, membebaskan bumi Islam dari semua dominasi asing. Kemerdekaan adalah hak
asasi manusia. Tidak ada yang mengingkarinya kecuali orang zalim, durhaka dan penindas yang
kejam.
Kedua, menegakkan Daulah Islam merdeka di Negara yang merdeka. Bebas
melaksanakan hukum-hukum Islam, menerapkan system sosialnya, memproklamirkan dasar-
dasarnya yang lurus, dan menyampaikan dakwah dengan hikmah.
Dalam risalah Ikhwanul Muslimin “Di Bawah Bendera Al-Quran” dijelaskan tugas dan tujuan
kita (Al-Ikhwan): Tugas global kita, membendung arus kebudayaan materi. Menghancurkan
budaya konsumerisme dan peradaban bejat yang menghancurkan umat Islam. Budaya materi itu
menjauhkan kita dari kepemimpinan Nabi Muhammad SAW dan petunjuk Al-Qur’an.
Menghalangi dunia dari pancaran hidayah-Nya, dan menunda kemajuan Islam ratusan tahun.
Seluruh peradaban dan kebudayaan tersebut harus dilenyapkan dari muka bumi kita. Sehingga,
umat Islam selamat dari fitnahnya. Kita tidak akan berhenti sampai di sini, kita akan terus
mengejar sampai ke tempat asalnya. Terus menyerbu ke kandangnya (Barat). Sehingga, seluruh
dunia menyambut seruan Nabi Muhammad SAW dan dunia terlindung dengan ajaran-ajaran Al-
Qur’an serta Islam yang teduh menaungi seisi bumu. Pada saat itulah tujaun kaum muslimin
tercapai.
“sehingga tidak ada lagi fitnah, dan agama seluruhnya milih Allah”. (Al-Anfal:39)
Hasan al-Banna, dalam beberapa risalahnya menjelaskan bahwa tujuan-tujuan ini diwajibkan
Islam; karena itu merupakan kewajiban setiap muslim dan muslimah. Dijelaskan juga tentang
generasi muslim pertama terlah memberikan perhatian besar terhadap kewajiban mengangkat
Imam atau Khalifah.
Al-Banna juga menjelaskan bahwa pemerintahan merupakan salah satu rukun Islam.
Sebagaimana Rasulullah SAW menjadikannya sebagai salah satu ikatan Islam. Beliau
menyebutkan, masalah pemerintahan ini di dalam kitab-kitab fiqh dikategorikan dalam masalah
‘aqidah dab ushul’. Bukan masalah fiqhiyah dan furu’iyah.
Al-Banna menyatakan bahwa “ Merupakan kenyataan yang dapat kita saksikan; undang-undang
Islam berada di suatu lembah, sedang realitas amaliyah berada di lembah yang lain. Karena itu,
keengganan para pembaru muslim untuk melaksanakan tuntutan diberlakukannya hukum Islam,
merupakan suatu tindakan criminal. Menurut Islam tidak dapat diampuni dosanya kecuali oleh
kebangkitan dan pembebasan system pemerintahan dari tangan pemerintah yang tidak
memberlakukan hukum-hukum Islam secara murni.”
1. Meremehkan amal jama’i
Meremehkan jama’ah dan amal jama’I (gerakan bersama) serta menganggap cukup
dengan amal fardhi (gerakan individual). Sayangnya, suara-suara bernada anti jama’ah
dan gerakan bersama justru sering terdengar dari kalangan aktivis sendiri. Apakah demi
kepentingan musush-musuh Allah. yang takut melihat terhimpunnya aktivis gerakan
Islam dan kesatuannya. Ataukah mengutamakan keselamatan diri, karena system
pemerintahan zhalim selalu menyiksa dan memerangi kelompok-keleompok islam ?
2. Banyaknya Jama’ah dan Pemimpin
Banyaknya kelompok lebel dan kepemimpinan dapat melemahkan dan memecah belah
potensi serta membingungkan generasi muda, bila mereka mau memilih jalan perjuangan
islamnya. Berikut ini adalah sifat-sifat dasar untuk memilih jama’ah.
a. Metode perjuangannya dalam menegakkan Daulah Islam Internasional.
Kemudian, gerak langkahnya yang tidak membatasi pada beberapa segi
ajaran islam. Komitmennya terhadap pemahaman yang benar, menyeluruh
dan murni tentang islam. Terhindar dari semua kesalahan dan penimpangan,
serta dari bid’ah, khurafat dan noda-noda.
b. Gerakannya beriltizam penuh dengan cara Rasulullah saw; berdakwah untuk
menegakkan Daulah Islamiyah melalui persiapan kekuatan aqidah dan iman,
serta kekuatan wahdah (persatuan) dan kesatuan, sebelm kekuatan militer dan
senjata
c. Sasaran perjuangannya tidak terbatas sasaran lokal. Tetapi harus totalitas
dalam rangka mempersiapkan fondasi Daulah Islamiyah Alamiyah
Selain itu, para pemudah juga harus memilih jama’ah yang memiliki pengalaman dan
tidak hanya menyuarakan slogan-slogan hebat serta pribadi yang menarik.

3. Friksi-Friksi dalam Jama’ah

Friksi-Friksi dalam Jama’ah berarti blok-blok dalam Jama’ah. Baik berupa pribadi, ide
(fikrah) atau pola pikir. Membentuk semacam jama’ah tandingan atau tanzhim (penataan)
tersendiri yang berotonomi penuh di dalam tanzhim umum jama’ah. Berupaya melakukan
tekanan kepada pemimpin untuk melahirkan komitmen tertentu, kalau tidak berhasil ia
akan mengancam mengeluarkan , akibatnya akan mnimbulkan perselisihan dan contoh
lainnya. Sebagai seorang pemimpin, harus mengambil sikap tegas terhadap
penyimpangan-penyimpangan seperti ini, sesuai dengan undang-undang dan aturan,
secara obyektif tanpa belas kasih dan basa-basi (mujamalah).

4. Bergantung Kepada Individu Lebih Kuat

Lebih banyak bergantung kepada pribadi tertentu ketimbang kepada jam’ah dan pimpinan
merupakan penyimpangan yang dapat menimbulkan penyimpangan-penyimpangan,
selanjutnya akan menyebabkan diri larut dengan kepribadian orang yang bergantung
kepadanya, yang menyebabkan tidak ada kemandirian dan efektivitas kerja dalam shaf
berjama’ah.

5. Menimbulkan Perselisihan

Menimbulkan perselisihan dan perpecahan di dlam shaf, dapat memberikan peluang


kepada syaithan dapat menimbulkan saling cerca dan cela sesama saudara, hal ini bisa
menimbulkan perpecahan. Setiap anggota jama’ah hendaknya menjaga dan melindungi
persatuan staf. Menghindari setiap kata atau tindakan yang dapat menimbulkan
perpecahanatau tindakan yang dapat menimbulkan perpecahan dan pertikaian, seperti
ghibah, mengadu domba, desas-desus, gosip dan semua larangan dalam masalah ini
hendaknya dijauhi.

Keluar dari Jama'ah


Memisahkan diri dan keluar dari jama'ah, atau melanggar kesepakatan jama'ah karena nafsu
pribadi seperti gila pangkat, ingin menang sendiri, karena kesombongan dan lainnya. Bersepakat
atas sesuatu yang kurang baik, jauh lebih baik ketimbang bersengketa karena sesuatu yang lebih
baik, sebab di bawah naungan persatuan kita akan dapat beralih dari yang baik kepada yang lebih
baik. Sebenarnya memisahkan diri atau keluar dari shaf hanya akan merugikan pihak pembelot
saja, bagi jama'ah akan sangat diuntungkan karena shaf jadi bersih dari adanya pembelot mereka.
Dengan pertolongan Allah, jama'ah akan berjalan baik dengan kita ataupun tanpa kita. Kita tidak
perlu bersedih terhadap nasib shaf tetapi kita perlu bersedih terhadap diri kita dan orang yang
kita cintai.
Tidak Memenuhi Arkan Bai'ah.
Imam Hasan Al Banna, ketika menentukan sepuluh rukun bai'at merasa yakin dan mantap akan
urgensi seluruh bai'at tersebut, serta kemampuan menepatinya bagi seluruh individu yang ingin
mengambil satu posisi dalam shaf dan mengemban tanggung jawab. Seseorang yang tidak
memenuhi seluruh rukun bai'at tersebut dianggap kurang sempurna. Kekurangan ini akan
menimbulkan kekurangan-kekurangan lainnya. Sebab, dengan tidak dipenuhinya salah satu saja
dari sepuluh rukun bai'at tersebut merupakan penyimpangan dari khithah semula dan akan
menyeret individu dan jama'ah kepada malapetaka dan bencana.
Pada hakikatnya bai'at ini ada bai'at Allah, maka jangan sekali-kali melanggar dan membatalkan
salah satu rukunnya. Sebagaimana dalam firman Allah dalam Q.S Al Fath ayat 10
Perasaan Lebih Tinggi
Jama'ah Al Ikhwan belum bisa dikatakan jama'atul muslimin. Tetapi, ia dapat dikatakan jama'ah
sebagai umat Islam (Jama'atun Minal Muslim) yang mengajak mereka memperjuangkan Islam
dan menegakkan Daulah Islamiyyah.
Kita tidak ingin mencari permusuhan apapun dengan salah satu jama'ah Islam, juga tidak
bermaksud menciptakan permusuhan atau persengketaan. Al Ikhwan bertekad untuk tidak
menyakiti hati siapapun, pribadi-pribadi dan lembaga-lembaga bahkan berkomitmen dengan
adab Islam dan mencintai semuanya, termasuk orang-orang yang membencinya.
Sehubungan dengan segala persoalan tersebut, Imam syahid Hasan Al Banna mengatakan pada
mu'tamar Ikhwanul muslimin keenam.

Anda mungkin juga menyukai