Disusun oleh:
Nim : 20010010
T/A 2022/2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-
Nya yang telah diberikan kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan tugas dalam rangka
“Asuhan Keperawatan pada pasien Tn Hiras Martuani Siregar Dengan Penyakit TB Paru
Akibat Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif Di Rumah Sakit HKBP Balige pada Tahun 2020”.
Mohon maaf apabila kata yang tidak sempurna, mohon dimaklumi. Akhir kata, semoga
Tugas ini dapat bermanfaat bagi kita semua khususnya bagi pengembangan ilmu pengetahuan
serta kiranya Tuhan selalu memberi rahmat kepada kita semua.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1
1.3 Tujuan...............................................................................................................................2
2.1.1 Pengertian.................................................................................................................4
2.1.2 Etiologi......................................................................................................................4
2.2 Anatomi-fisiologi.............................................................................................................5
2.3 Pathofisiologi....................................................................................................................8
ii
2.7 Konsep Asuhan Keperawatan........................................................................................11
BAB IV PEMBAHASAN.......................................................................................................23
4.1 Pengkajian......................................................................................................................23
BAB V PENUTUP..................................................................................................................26
5.1 Kesimpulan.....................................................................................................................26
5.2 Saran...............................................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................29
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh
infeksi Mycobacterium tuberculosis dan dapat disembuhkan. Pengendalian dari penyaki
tuberkulosis dapat diperburuk dengan meningkatnya penykit yang mampu menurunkan imun
tubuh manusia seperti HIIV dan DM, kurangnya status gizi dan juga meningkatnya penularan
diusia anak-anak hingga usia produktif dan terjadinya resistensi terhadap obat tuberkulosis
(Multi Drugs Resistance). Kemiskinan dan kurangnya pengetahuan mengenai gejala serta
pnularan berbagai macam penyakit juga dianggap faktor penting yang dapat meningkatkan
resiko dari paparan penyakit seperti tuberkulosis (Rathauser et al,2019).
Menurut World Health Association (2019) menyatakan bahwa ada 10.000.000 orang
sudah terkena Tuberkulosis parudi tahun 2018 dan ada 1.500.000 orang diantaranya sudah
dnyatakan meninggal dunia. Indonesia berada diperingkat kedua dari negara dengan kasus
orang menderita tuberkulosis paling banyak sedunia (WHO, 2019). Penyakit tuberkulosis
diperkirakan masih menyerang 9,6 juta orang dan menyebabkan 1,2 juta kematian pada tahun
2014 (WHO, 2015). TB adalah penyebab utama kesembilan kematian di seluruh dunia dan
penyebab utama dari satu agen infeksius, diperkirakan pada tahun 2016 ada sekitar 1,3 juta
kematian akibat tuberculosis (WHO, 2017).Pada tahun 2016 di Indonesia ditemukan jumlah
kasus tuberkulosis sebanyak 351.893 kasus, meningkat bila dibandingkan semua kasus
tuberkulosis yang ditemukan pada tahun 2015 yang sebesar 330.729 kasus (Kemenkes RI,
2016).
1
tindakan batuk efektif, batuk efektif merupakan satu upaya untuk mengeluarkan dahak dan
menjaga paru - paru agar tetap bersih memberikan tindakan nebulizer. Batuk efektif yang
baik dan benar dapat mempercepat pengeluaran dahak pada pasien dengan gangguan saluran
pernafasan (Wibowo, 2016). Diharapkan perawat dapat melatih pasien dengan batuk efektif
sehingga pasien dapat mengerti pentingnya batuk efektif untuk mengeluarkan dahak (Fadilah,
2016).
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
2
1.4 Manfaat penulisan
1.4.1 Secara Teoritis
Menambah wawasan dalam ilmu keperawatan mengenai peran perawat dalam upaya
memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan TB Paru.
1.4.2 Secara Praktis
Sebagai bahan bacaan kepada keluarga tentang penyakit TB Paru. Selain itu agar
keluarga mampu melakukan perawatan terhadap anggota keluarga yang sakit.
Bab II KONSEP DASAR TEORI berisikan Konsep penyakit yang meliputi pengertian,
penyebab, anatomi-fisiologi, patofisiologi, gejala klinis, pemeriksaan penunjang dan
penatalaksanaan medik dan konsep asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa,
intervensi rasional, implementasi dan evaluasi.
Bab III RESUME PEMBAHASAN meliputi identitas pasien, riwayat keperawtan, analisa
data (daftar masalah), rencana tindkan sesuai dengan diagnosa keperwtan yang ditegakkan,
hasil implementasi yang dilakukan.
3
BAB II
2.1.2 Etiologi
Tuberkulosis disebabkan oleh bakteri dinamakan Mycobacterium
Tuberculosis, Jenis bakteri ini berbentuk seperti batang amat kecil panjang ukuran 1-4
/um dan tebalnya 0,3-0,6/um (Guyton & Hall, 2016). Mycobacterium Tuberculosis
termasuk bakteri sifatnya aerob kemudian kuman tersebut menyerang jaringan yang
mempunyai konsentrasi tinggi terhadap oksigen termasuk paru-paru. Tuberkulosis
paru merampak parenkim paru melalui droplet batuk, bersin dan pada saat berbicara
kemudian berterbangan melalui udara dari penderita ke orang lain. Kuman
Mycobacterium Tuberculosis berupa batang, dan bersifat mampu bertahan terhadap
4
pewarnaan atau asam, maka dari itu dinamakan basil tahan asam atau disingkat (BTA)
(Angelina, 2016).
2.2 Anatomi-fisiologi
2.2.1 Anatomi Paru
Paru merupakan salah satu organ vital yang memiliki fungsi utama sebagai
alat respirasi dalam tubuh manusia, paru secara spesifik memiliki peran untuk
terjadinya pertukaran oksigen (O2) dengan karbon dioksida (CO2). Pertukaran ini
terjadi pada alveolus – alveolus di paru melalui sistem kapiler (Wherdhani, 2017).
Paru terdiri atas 3 lobus pada paru sebelah kanan, dan 2 lobus pada paru
sebelah kiri. Pada paru kanan lobus – lobusnya antara lain yakni lobus superior, lobus
medius dan lobus inferior. Sementara pada paru kiri hanya terdapat lobus superior dan
lobus inferior. Namun pada paru kiri terdapat satu bagian di lobus superior paru kiri
yang analog dengan lobus medius paru kanan, yakni disebut sebagai lingula pulmonis.
Di antara lobus – lobus paru kanan terdapat dua fissura, yakni fissura horizontalis dan
fissura obliqua, sementara di antara lobus superior dan lobus inferior paru kiri
terdapat fissura obliqua (Mukty, 2017).
Paru sendiri memiliki kemampuan recoil, yakni kemampuan untuk
mengembang dan mengempis dengan sendirinya. Elastisitas paru untuk mengembang
dan mengempis ini di sebabkan karena adanya surfactan yang dihasilkan oleh sel
alveolar tipe 2. Namun selain itu mengembang dan mengempisnya paru juga sangat
dibantu oleh otot – otot dinding thoraks dan otot pernafasan lainnya, serta tekanan
negatif yang teradapat di dalam cavum pleura.
5
Saluran pernafasan terdiri dari rongga hidung, rongga mulut, faring, laring,
trakea, dan paru. Laring membagi saluran pernafasan menjadi 2 bagian, yakni saluran
pernafasan atas dan saluran pernafasan bawah. Pada pernafasan melalui paru-paru
atau pernafasan external, oksigen di pungut melalui hidung dan mulut. Pada waktu
bernafas, oksigen masuk melalui trakea dan pipa bronchial ke alveoli dan dapat erat
hubungan dengan darah didalam kapiler pulmunaris (John B.West,2015).
Hanya satu lapis membran yaitu membran alveoli, memisahkan oksigen dan
darah oksigen menembus membran ini dan dipungut oleh hemoglobin sel darah merah
dan dibawa ke jantung. Dari sini dipompa didalam arteri.
Gambar 3.1
Anatomi paru-paru
(sumber.crotton,2012)
2.2.2 Fisiologi Paru-paru
Udara bergerak masuk dan keluar paru-paru karena ada selisih tekanan
yangterdapat antara atmosfir dan alveolus akibat kerja mekanik otot-otot. Sepertiyang
telah diketahui, dinding toraks berfungsi sebagai penembus. Selamainspirasi, volume
toraks bertambah besar karena diafragma turun dan igaterangkat akibat kontraksi
beberapa otot yaitu sternokleidomastoideusmengangkat sternum ke atas dan otot
seratus, skalenus dan interkostalis eksternus mengangkat iga-iga (Price,2015).
Selama pernapasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat
elastisitas dinding dada dan paru-paru. Pada waktu otot interkostalis eksternus
relaksasi, dinding dada turun dan lengkung diafragma naik ke atas ke dalam rongga
toraks, menyebabkan volume toraks berkurang. Pengurangan volume toraks ini
meningkatkan tekanan intrapleura maupun tekanan intrapulmonal. Selisih tekanan
antara saluran udara dan atmosfir menjadi terbalik, sehingga udara mengalir keluar
6
dari paru-paru sampai udara dan tekanan atmosfir menjadi sama kembali pada akhir
ekspirasi (Price, 2015). Tahap kedua dari proses pernapasan mencakup proses difusi
gas-gas melintasi membrane alveolus kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari 0,5 μm).
Kekuatan pendorong untuk pemindahan ini adalah selisih tekanan parsial antara darah
dan fase gas. Tekanan parsial oksigen dalam atmosfir pada permukaan laut besarnya
sekitar 149 mmHg. Pada waktu oksigen diinspirasi dan sampai di alveolus maka
tekanan parsial ini akan mengalami penurunan sampai sekiktar 103 mmHg.
Penurunan tekanan parsial ini terjadi berdasarkan fakta bahwa udara inspirasi
tercampur dengan udara dalam ruangan sepi anatomic saluran udara dan dengan uap
air. Perbedaan tekanan karbondioksida antara darah dan alveolus yang jauh lebih
rendah menyebabkan karbondioksida berdifusi kedalam alveolus. Karbondioksida ini
kemudian dikeluarkan ke atmosfir (Price,2015).
Dalam keadaan beristirahat normal, difusi dan keseimbangan oksigen di
kapiler darah paru-paru dan alveolus berlangsung kira-kira 0,25 detik dari total waktu
kontak selama 0,75 detik. Hal ini menimbulkan kesan bahwa paru-paru normal
memiliki cukup cadangan waktu difusi. Pada beberapa penyakit misal; fibosis paru,
udara dapat menebal dan difusi melambat sehingga ekuilibrium mungkin tidak
lengkap, terutama sewaktu berolahraga dimana waktu kontak total berkurang. Jadi,
blok difusi dapat mendukung terjadinya hipoksemia, tetapi tidak diakui sebagai faktor
utama (Rab,2016).
Gambar 3.1.2
Bagian-bagian Pada Paru-paru Manusia
7
2.3 Pathofisiologi
Asal muasal penularan penyakit penderita tuberkulosis paru diuji BTA paru hasilnya
positif. Disaat penderita batukatau bersin, bakteri berterbangan keudara dalam bentuk basil
berasal dari percikan dahak. Penderita tuberkulosis bersin sekaligus batuk mampu
memproduksi berkisar tiga ribu basil percikan doplet dahak. Secara umum penularan TB
dalam ruangan terbuka terjadi dalam waktu panjang. Karena terdapat adanya sirkulasi udara
dapat mengurangi jumlah percikan ludah, sementara panas cahaya matahari mampu
membunuh kuman mycobacterium tuberculosis. (Guyton & Hall, 2016).
Kuman mycobacterium tuberculosis yang keluar melalui percikan ludah hanya
mampu bertahan beberapa jam saja dikeadaan yang gelap dan lembab. Daya penularan
penyakit dapat diperhentikan berdasarkan banyaknya bakteri dari paru. Derajat kepositifan
makin tinggi hasil pemeriksaan dahak, makin menularlah pengidap tersebut. Penyebab orang
terpapar bakteri mycobacterium tuberculosis ditentukan oleh banyaknya jumlah percikan
diudara dan lamanya orang menghirup udara tersebut (Brunner & Suddarth, 2016).
Virus masuk pada jaringan alveolus melalui saluran pernafasan. Basil tersebut dapat
membangkitkan reaksi peradangan secara langsung. Bakteri tidak membunuh dinamakan
Leukosit memfagosit, leukosit tergantikan oleh makrofag setelah hari pertama. Alveolus yang
sudah terinfeksi akan mengalami konsolidasi. Kemudian makrofag mengadakan infiltrasi
dapat menyatu menjadi sel-sel tuberkel epiteloid. Jaringan kemudian mengalami necrose
ceseosa dan jaringan granulasi akan menjadi fibrosa berlebih kemudian terbentuklah jaringan
seperti parutan kolagenosa, respon peradangan lainnya terjadi melepasnya bahan tuberkel ke-
trakeobronkiale kemudian terjadinya penumpukan sekret. TB sekunder ada apabila bakteri
dengan dorman aktif lagi jika imun penderita menurun (Guyton & Hall, 2016).
8
a. Demam Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadangkadang
dapat mencapai 40-41°C. Keluhan ini sangat dipengaruhi berat atau ringannnya
infeksi kuman yang masuk. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, tetapi
kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya sehingga pasien merasa tidak
pernah terbebas dari demam influenza ini.
b. Batuk/Batuk Darah Terjadi karena iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk
membuang produk-produk radang keluar (Bahar,2015). Keterlibatan bronkus pada
tiap penyakit tidaklah sama, maka mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit
berkembang dalam jaringan paru yakni setelah berminggu-minggu atau berbulan-
bulan peradangan bermula. Keadaan yang berupa batuk darah karena terdapat
pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberkulosis terjadi pada
kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus (Price, 2015).
c. Sesak Napas Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak napas.
Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya
sudah meliputi setengah bagian paru-paru.
d. Nyeri Dada Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang
sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua
pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya.
e. Malaise Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering
ditemukan berupa anoreksia (tidak ada nafsu makan), badan makin kurus (berat
badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, dan keringat pada malam hari tanpa
aktivitas. Gejala malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara
tidak teratur.
2. Cek Lab darah rutin untuk mengetahui LED normal atau terjadi peningkatan.
3. Test photo thoraks PA&lateral. Hasil photo thoraks ada gambaran penunjang
designation tuberkulosis, yaitu:
a. Terdapat gambaran lesi yang terletak diarea paru-paru atau bagian apikal lobus
bagian dasar.
9
b. Terdapat gambaran berawan dan berbintik atau bopeng.
f. Setelah melakukan photo kembali sebagian minggu akan datang hasilnya terdapat
gambaran masih tampak menetap.
10
9. Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELIA)
Mampu mendeteksi respon humoral yang memakai antigen atau anti body
yang terjadi. Cara pelaksanaannya cukup rumit dan antibodynya dapat menetap
diwaktu lama sehingga dapat menimbulkan masalah.(Brunner & Suddarth, 2016).
11
D. Nyeri Dada
Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di pleural terkena TB
B. Riwayat Kesehatan
b) Nyeri dada
c) Batuk, dan
d) Sputum
2) Kesehatan Dahulu:
Jenis gangguan kesehatan yang baru saja dialami, cedera dan pembedahan
3) Kesehatan Keluarga
Adakah anggota keluarga yang menderita empisema, asma, alergi dan TB.
C. Pemeriksaan Fisik
2) Breathing
Inspeksi:
a) Bentuk dada dan gerakan pernapasan klien dengan TB Paru
biasanya terlihat kurus sehingga pada bentuk dada terlihat adanya penurunan
proporsi anterior-posterior bading proporsi diameter lateral
12
b) Batuk dan sputum
Batuk produktif disertai adanya peningkatan produksi sekret dan
sekresi sputum yang purulen
Palpasi:
Gerakan dinding thoraks anterior/ekskrusi pernapasan. TB Paru tanpa
komplikasi pada saat dilakukan palpasi, gerakan dada biasanya normal dan
seimbang bagian kiri dan kanan. Adanya penurunan gerakan dinding
pernapasan biasanya ditemukan pada klien TB Paru dengan kerusakan
parenkim paru yang luas.
Perkusi:
Pada klien TB Paru tanpa komplikasi biasanya ditemukan resonan atau
sonor pada seluruh lapang paru. pada klien dengan komplikasi efusi pleura
didapatkan bunyi redup sampai pekak pada sisi yang sakit sesuai dengan
akumulasi cairan
Aukultasi: Pada klien TB Paru bunyi napas tambahan ronki pada sisi
yang sakit.
1) Brain
Kesadaran biasanya komposmentis, ditemukan adanya sianosis perifer
apabila gangguan perfusi jaringan berat. Pengkajian objektif, klien tampak
wajah meringis, menangis, merintih. Pada saat dilakukan pengkajian pada
mata, biasanya didapatkan konjungtiva anemis pada TB Paru yang hemaptu,
dan ikterik pada pasien TB Paru dengan gangguan fungsi hati.
2) Bledder
Pengukuran volume output urin berhubungan dengan intake cairan.
Memonitor adanya oliguria karena hal tersebut merupakan tanda awal syok.
3) Bowel
Klien biasanya mengalami mual, muntah, penurunan nafsu makan dan
penurunan berat badan.
13
4) Bone
Aktivitas sehari-hari berkurang banyak pada klien TB Paru. gejala
yang muncul antara lain kelemahan, kelelahan, insomnia, pola hidup menetap.
2. Pemeriksaan Rambut
Tujuan : Melihat warna, percabangan & tekstur rambut guna
mengidentifikasi kekuatan rambut dan kebersihan
rambut
Inspeksi : Lihat kerataan rambut, kotor dan bercabang atau tidak.
Palpasi : Gampang rontok/tidak, tektur kasar/halus.
3. Pemeriksaan wajah
Tujuan : Mengidentifikasi fungsi dan bentuk kepala, serta
menlihat kelainan dan luka pada kepala
Inspeksi : Mengetahui kesimetrisan bentuk wajah pasien, jika
terjadiperbedaan antara wajah kiri dengan kanan atau
misal lebih condong ke salah satu sisi, itu menandakan
terdapat kelumpusan otot saraf.
Palpasi : Mengidentifikasi adanya luka, respon nyeri dan
kelainan pada bagian kepala berdasarkan keinginan.
4. Pemeriksaan Mata
14
Tujuan : Memahami fungsi &bentuk mata (lapang pandangan,
visus & otot-otot pada mata), serta juga untuk melihat
adanya kelainan penglihatan.
Inspeksi : Untuk mengetahui kelopak mata terdapat
lubang/tidak,reflek kedip mata, sclera dan konjungtiva
merah/konjungtivitis, ikterik atau indikasii
hiperbilirubin atau terjadi kelainan pada hati, pupil:
isokor, miosis/medriasis.
Palpasi : Untuk memahami tekanan intra okuler dengan cara
tekansecara ringan kornea mata, jika terasa keras,
biasanya pasien mengalami glaucoma atau rusaknya
dikus optikus) serta kaji adanya nyeri tekan.
5. Pemeriksaan Hidung
Tujuan : Mengetahui fungsi dan bentuk hidung, serta melihat
adanya sinusitis atau inflamasi
Inspeksi : Melihat bentuk hidung apakah simetris, apa ada
inflamasi, secret, serta pernafasan cuping hidung.
Palpasi : Mengetahui nyeri tekan atau massa.
6. Pemeriksaan Telinga
Tujuan :Mengidentifikasi kedalaman telinga dari luar, saluran
telinga dan gendang telinga.
Inspeksi : Melihat bentuk kedua daun telinga simetris atau tidak,
warna, ukuran, kebersihan serta lesi.
Palpasi : Mengetahui respon nyeri pada telinga, merasakan
lenturnya kartilago
15
(bibir sumbing) warna, apakah simetris, apakah lembab,
ada bengkak, luka, amati bentuk dan jumlah gigi, warna
plak dan lubang serta kecerahan gigi.
Palpasi : Melihat apakah ada massa, tumor, bengkak atau nyeri
dengan cara pegang dan tekan darah pipi
8. Pemeriksaan Leher
Tujuan : Untuk mengetahui struktur, bentuk integritas leher,
bentuk, pembesaran kelenjar limfa dan organ yang
berkaitan
Inspeksi : Melihat bentuk, warna kulit, jejaring parut,
mengamati pembesaran kelenjar tiroid, amati bentuk
leher apakah ada kelainan atau tidak.
Palpasi : Melihat apakah ada pembesaran kelenjar tiroid dengan
cara meraba leher klien, intruksikan pasien menelan dan
merasakan adanya massa atau pembesaran pada kelenjar
tyroid.
9. Pemeriksaan Dada
Tujuan : Mengidentifikasi bentuk dada, frekuensi nafas, irama
nafas,sakit saat ditekan dan massa, serta dengarkan
suara paru.
Inspeksi :Melihat bentuk dada dada kanan & kiri, lihat danya
retraksi interkosta dan lihat gerakan paru.
Palpasi : Mendeteksi rasa sakit saat tekan dan massa pada dada.
Perkusi : Guna memastikan batas normal paru.
Auskultasi : Memahami bunyi nafas, vesikuler, wheezing atau
crekles
16
Inspeksi :Melihat bentuk perut secara umum, warna kulit,
retraksi, massa, apakah bentuk simetris, dan apakah ada
ascites.
Palpasi : Mengidentifikasi massa dan reflek sakit saat ditekan.
Auskultasi :Mendengarkan bising usus pasien, dengan nilai normal
10–12x/menit.
1. PerencanaanKeperawatan
Perencanan keperawatan merupakan proses perawatan dengan melaksanakan
berbagai strategi keperawatan yang telah direncanakan dalam intervensi keperawatan.
17
Dalam tahap ini perawat harus mengetahui berbagai hal diantaranya bahaya-bahaya
fisik dan perlindungan pada klien, teknik komunikasi, kemampuan dalam prosedur
tindakan, pemahaman tentang hak-hak pasien serta memehami tingkat perkembangan
pasien. Dalam pelaksanaan tindakan keperawatan terdapat dua jenis tindakan yaitu
tindakan keperawatan mandiri dan tindakan kolaborasi. Sebagai profesi perawat
mempunyai kewenangan dan tanggung jawab dalam menentukan asuhan keperawatan
(A. Aziz Alimul Hidayat, 2009).
18
cefotaxim 1gr mudah dikeluarkan
e. Antibiotik spectrum
luas,membunuh kuman
TBC
Setelah dilakukan tindakan a. Pantau suhu tubuh a. Sebagai indikator
keperawatan 1x 24 jam untuk mengetahui
maka diharapkan suhu b. Anjurkan untuk status hipetermi
tubuh kembali normal banyak minum air putih
dengan criteria hasil: untuk mencegah b. Dalam kondisi
suhu tubuh dalam rentang dehidrasi demam terjadi
(36oC – 37oC) peningkatan evaporasi
c. Anjurkan istri pasien yang memicu
agar memberikan timbulnya dehidrasi
kompres hangat pada
lipatan ketiak dan femur c. Mengurangi suhu
tubuh dan memberikan
d. Anjurkan pasien untuk kenyamanan pada
memakai pakaian yang pasien dengan faktor
menyerap keringat konduksi
e. Mengurangi panas
dengan farmakologis
Setelah dilakukan tindakan a. Catat status nutrisi a. Berguna dalam
keperawatan 1x 24 jam pasien dari turgor kulit mendefinisikan
maka diharapkan dan berat badan derajat/luasnya
kebutuhan nutrisi pasien masalah dan pilihan
terpenuhi dengan criteria b. Kaji adanya anoreksia, intervensi yang tepat
hasil: mual, muntah, dan catat
Menunjukkan peningkatan kemungkinan hubungan b.Dapat mempengaruhi
19
berat dengan obat pilihan diet dan
badan dan melakukan mengidentifikasi area
perubahan pola makan c. Motivasi pasien untuk pemecahan masalah
makan sedikit tapi sering untuk meningkatkan
pemasukan
d. Dorong pasien untuk
sering beristirahat c. Menurunkan iritasi
gaster dan
e. Kolaborasi: meningkatkan status
Pemberian injeksi nutrisi
ranitidine 50mg, antacid
500mg dan curcuma d.Membantu
50mg menghemat energy
e.Membantu
mengurangi mual
danmembantu nafsu
makan secara
farmakologis
Setelah dilakukan tindakan a. Kaji kemampuan a. Belajar tergantung
keperawatan 1x 24 jam pasien untuk belajar kepada emosi dan
maka diharapkan pasien mengetahui kesiapan fisik
mengetahui informasi masalah,kelemahan,
tentang penyakitnya, lingkungan, media yang b. Dapat menunjukkan
dengan criteria hasil: terbaik bagi pasien kemajuan atau
Pesien memperlihatkan b. Identifikasi gejala pengaktifan ulang
peningkatan pengetahuan yang harus dilaporkan penyakit atau efek obat
mengenai perawatan diri keperawatan,contoh yang memerlukan
hemoptisis, nyeri dada, evaluasi berlanjut
demam, kesulitan
bernapas c. Meningkatkan kerja
sama dalam program
c. Jelaskan dosis obat, pengobatan dan
frekuensi mencegah penghentian
20
pemberian, kerja obat obat sesuai perbaikan
yang diharapkan dan kondisi pasien
alasan pengobatan lama,
kaji potensial interaksi d. Mencegah dan
dengan obat lain menurunkan
ketidaknyamanan
d. Kaji potensial efek sehubungan dengan
samping pengobatan dan terapi dan
pemecahan masalah meningkatkan
kerjasama dalam
e. Dorong pasien atau program
orang terdekat untuk
menyatakan takut atau e.Memberikan
masalah, jawab kesempatan untuk
pertanyaan secara nyata memperbaiki
kesalahan
f. Berikan instruksi dan
informasi tertulis khusus f. Informasi tertulis
pada pasien untuk menurunkan hambatan
rujukan. Contohnya pasien untuk
jadwal obat mengingat sejumlah
besar informasi.
2. Implementasi Keperawatan
21
Implementasi merupakan pelaksanaan dari rancangan intervensi keperawatan
agar bisa menggapai maksud yang jelas. Fase pengimplementasian diawali sesudah
rencana intervensi telah tersusun dan ditujukan pada nursing orders sebagai alat bantu
pasien menggapai maksud yang diinginkan. Maka rencana intervensi spesifik tertera
dijalankan sebagai sarana pemodifikasi faktor-faktor penyebab masalah kesehatan
pasien.
3. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara
melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau
tidak. Dalam melakukan evaluasi, perawat seharusnya memiliki pengetahuan dan
kemampuan dalam memahami respon terhadap intervensi keperawatan, kemampuan
menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang ingin dicapai serta kemampuan
dalam menghubungkan tindakan keperawatan dalam kriteria hasil.
22
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan membahas masalah yang muncul dalam Asuhan
Keperawatan pada Tn Hiras Martuani Siregar dengan diagnosa tuberkulosis paru di rumah
sakit HKBP Balige pada tanggal 24 Januari 2022. Adapun pembahasan yang penulis
pergunakan berdasarkan pendekatan proses keperawatan yang terdiri dari pengkajian,
diagnoa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi.
4.1 Pengkajian
Pengkajian keperawatan adalah tahap awal dari proses Keperawatan, dan merupakan
suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk
mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien. Pengkajian keperawatan
merupakan dasar pemikiran dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan
kebutuhan klien.
Dari pengkajian pada tanggal 27 Januari 2022 didapatkan data dari pengkajian aspek
bio : data subjektif meliputi yang ditemukan, yaitu : klien mengatakan mengeluh batuk
berdahak, sesak napas, dan nyeri di bagian ulu hati. Data objektif : Pasien terlihat lemas dan
tampak meringis kesakitan. Tekanan darah : 110/70 mmHg, Nadi: 90x/menit, Suhu: 37°C,
Respirasi: 24x/menit.
Pemeriksaan fisik adalah mengukur tanda-tanda vital dan pengukuran lainnya.
Pemeriksaan head to toe pada semua bagian tubuh. Pemeriksaan fisik menggunakan teknik
Inspeksi, Palpasi, Perkusi, dana Auskultasi (Potter dan Perry, 2005).
Hasil pengkajian fisik pada klien didapatkan Pemeriksaan dada: inspeksi paru
pengembangan dada kanan-kiri simetris, tidak tampak menggunakan otot bantu penafasan,
palpasi Vocal vremitus normal, . Tanda-tanda vital tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 90 kali
per menit, suhu 37°C, respirasi 24 x/ menit , Rhonky (+), Whezzing (-).
23
adanya penumpukan secret, nyeri kronis berhubungan dengan , gangguan pola tidur
berhubungan dengan hambatan lingkungan.
Berdasarkan data pengkajian yang diperoleh penulis menegakkan 3 diagnosa yang
pertama ketidakefektifan jalan napas berhubungan dengan adanya penumpukan secret.
Penulis menegakkan diagnosa ini karena saat pengkajian didapatkan data subjektif : pasien
mengeluh sesak napas, Batuk Berdahak ± 2 minggu,dahak susah untuk dikeluarkan. Data
objektif : Tn. Hiras tampak lemas dan susah mengeluarkan dahaknya, TTV sebagai berikut
TD: 110/70 mmHg, N: 90x/menit, RR: 24x/menit, S: 37° C.
Diagnosa kedua yang muncul yaitu nyeri dada berhubungan dengan peradangan pada
selaput pleura . Penulis menegakkan diagnosa ini karena saat pengkajian didapatkan data
subjektif: Tn. Hiras mengatakan nyeri di bagian dada. Data Objektif Tn. Hiras tampak
meringis kesakitan, TTV sebagai berikut TD: 110/70 mmHg, N: 90x/menit, RR: 24x/menit,
S: 37° C
Diagnosa ketiga yang muncul yaitu gangguan pola tidur berhubungan dengan
hambatan lingkungan. Penulis menegakkan diagnosa ini karena saat pengkajian didapatkn
Data Subjektif: Pasien mengatakan sulit tidur karena sesak nafas, pasien mengatakan sering
terbangun di malam hari karena batuk-batuk. Data Objektif: Tn. Hiras tampak pucat, lemah
dan tampak gelisah TTV sebagai berikut TD: 110/70 mmHg, N: 90x/menit, RR: 24x/menit,
S: 37°C.
24
Hasil yang diperoleh dari intervensi yang dilakukan adalah masalah yang dirasakan
klien dapat teratasi selama tiga hari dan direkomendasikan untuk perawatan di rumah dengan
mengikuti petunjuk-petunjuk yang sudah diajarkan selama klien dirawat di rumah sakit.
25
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan dari pelaksanaan Asuhan Keperawatan pada Tn. Hiras di rumah sakit
HKBP Balige dengan diagnosa tuberkulosis paru yang dimulai pada hari Kamis s/d Sabtu
tanggal 27 s/d 29 Januari 2022, sehingga dapat diketahui sejauh mana keberhasilan proes
Asuhan Keperawatan yang telah dilaksanakan. Adapun pembahasan yang penulis pergunakan
berdasarkan pendekatan proses keperawatan yang terdiri dari pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi.
Setelah melakukan asuhan keperawatan pada Tn. Hiras selama 3 hari dan melakukan
pengkajian baik secara teoritis maupun secara tinjauan kasus didapat kesimpulan sebagai
berikut :
1. Dari pengkajian didapatkan data aspek bio : data subjektif meliputi yang
ditemukan, yaitu : klien mengatakan mengeluh batuk berdahak, sesak napas, mual,
napsu makan menurun, Berat badan sebelum sakit 50 Kg, Berat badan selama
sakit 45 Kg, bibir kering, suhu tubuh naik turun. Data objektif : Pasien terlihat
lemas, Tekanan darah : 100/80mmHg, Nadi: 90x/menit, Suhu: 39,2OC, Respirasi:
28x/menit.
3. Perencanaan keperaatan pada kasus Tn. Hiras ini sesuai dengan teori yang telah
diuraikan pada bab sebelumnya. Penulis menetapkan perencanaan sesuai dengan
kondisi dan keluhan yang dirasakan oeh klien baik saat pengkajian pertama
26
maupun kelanjutannya. Perencanaan keperawatan merupakan proses perawatan
dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan yang telah direncanakan
dalam intervensi keperawatan.
4. Impementasi keperawatan yang dilakukan pada kasus Tn. Hiras ini mengacu pada
intervensi yang telah disusun oleh penulis pada asuhan keperawatan klien dengan
penderita TB Paru mengacu pada pedoman Buku Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia (SIKI). Implementasi Keperawatan adalah pelaksanaan rencana
keperawatan oleh perawat dan pasien. Perawat bertanggung jawab terhadap
asuhan keperawatan yang berfokus pada pasien dan berorientasi pada tujuan dan
hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dimana tindakan dilakukan dan
diselesaikan, sebagaimana di gambarkan dalam rencana yang sudah dibuat di atas.
5. Akhir dari proses keperawatan adalah evaluasi terhadap asuhan keperawatan yang
diberikan pada evaluasi yang peneliti lakukan selama 3 hari pada pasien dengan
diagnosa keperawatan ketidakefektifan jalan napas berhubungan dengan adanya
penumpukan secret, nyeri dada berhubungan dengan peradangan pada selaput
pleura, gangguan pola tidur berhubungan hambatan lingkungan.
5.2 Saran
Berdasarkan analisa data kesimpulan penelitian maka dalam sub bab ini peneliti akan
menyampaikan beberapa saran diantaranya :
5.2.1 Bagi Pasien
Dapat meningkatkan pengetahuan pasien dan keluarga tentang bagaimana
menangani masalah tuberkulosis paru dengan tindkan yang benar sehingga masalah
Tuberculosis paru teratasi dan kebutuhan kenyamanan pasien terpenuhi.
27
28
DAFTAR PUSTAKA
Erlina. 2020. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan TB Paru Di Puskesmas Siak Hulu I
Kabupaten Kampar Tahun 2020
Alsagaff, Hood dan Mukti, Abdul dalam Aryanti Tri Nugroho. 2014. Dasar-dasar Ilmu
Penyakit Paru. Surabaya : Airlangga University Press.
Rohman. 2019. Penerapan Terapi Batuk Efektif Dalam Asuhan Keperawatan Tn. I Dengan
TB P aru Di Ruangan Rawat Inap Paru RSUD. DR. Achmad Mochtar Bukit Tinggi tahun
2019
Bagaskara. 2019. Asuhan Keperawatan Tuberkulosis Paru Pada Ny. S Dan Ny. M Dengan
Masalah KeperawatanKetidakefektifan Bersihan Jalan Napas Di Ruang Melati Rumah Sakit
Umum Daerah dr. Haryoto Lumajang Tahun 2019
Mamanda K. 2016. Asuhan Keperawatan Pada Tn. E Dengan Prioritas Masalah Gangguan
Rasa Aman Nyaman;Nyeri PadaPasien TB Paru Relaps Di RSUD.Dr.Pirngadi Medan
Hikmawati. 2020. Asuhan Keperawatan Pada Klien Yang Mengalami Tuberkulosis Paru
Dengan Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas Di Ruang Teratai RSUD Bangil Pasuruan
Diagnosa Nanda Nic Noc. 2007-2008. Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi.
Jakarta: EGC
29