Anda di halaman 1dari 5

PENGERTIAN HARTA BESAR BERSAMA, DASAR HUKUM

HARTA BERSAMA, MEKANISME PEMBAGIAN HARTA


BERSAMA
OLEH
MUHAMMAD RIDAN IHSANI

 Evi Djuniarti, HUKUM HARTA BERSAMA DITINJAU DARI PERSPEKTIF


UNDANG-UNDANG PERKAWINAN DAN KUH PERDATA
 Kholil Nawawi, Harta Bersama Menurut Hukum Islam dan Perundang-
undangan di Indonesia
 Mira Henstin, Marwanto, Ni Putu Purwanti, PEMBAGIAN HARTA
BERSAMA BERBENTUK TABUNGAN BANK DALAM PERKARA
GUGATAN HARTA BERSAMA

Rangkuman dari Evi Djuniarti, HUKUM HARTA BERSAMA DITINJAU DARI


PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG PERKAWINAN DAN KUH PERDATA
Harta bersama adalah harta yang diperoleh sepanjang perkawinan berlangsung sejak
perkawinan dilangsungkan hingga perkawinan berakhir atau putusnya perkawinan akibat
perceraian, natian maupun putusan Pengadilan.

Harta bersama meliputi:


a. Harta yang diperoleh sepanjang perkawinan berlangsung;
b. Harta yang diperoleh sebagai hadiah, pemberian atau warisan apabila tidak
ditentukan demikian;
c. Utang-utang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan
harta pribadi masing-masing suamiistri. Menurut Pasal 35 ayat (1) UU Nomor 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan bahwa, harta bersama suami-istri hanyalah meliputi .
ta-harta yang diperoleh suami-istri sepanjang perkawinan, ingga yang termasuk harta
bersama adalah hasil dan pendapatan suami, basil dan pendapatan istri.

Secara umum, hukum adat tentang harta gono-gini hampir sama di seluruh daerah.
Yang dapat dianggap sama adalah perihal atasnya harta kekayaan yang menjadi harta
bersama (harta satuan), sedangkan mengenai hal-hal lainnya, terutama agenai kelanjutan dari
harta kesatuan itu sendiri pada yataanya memang berbeda di masingmasing daerah. Misalnya
Lwa, pembagian harta kekayaan kepada harta bawaan dan harta o-gini setelah terjadi
perceraian antara suami dan istri akan nakna penting sekali.
Hal ini berbeda sekali dengan kondisi dari salah satu keduanya tinggal dunia,
pembagian tersebut tidak begitu penting. entara itu, di Aceh, pembagian harta kekayaan
kepada harta bawaan dan hareuta sauhareukat bermakna sangat penting baik ketika terjadi
perceraian maupun pada saat pembagian warisan jika salah seorang pasangan meninggal
dunia.

Pasal 119 KUH Perdata menentukan bahwa, mulai saat perkawinan dilangsungkan,
secara hukum berlakulah kesatuan bulat antara kekayaan suami-istri, sekadar mengenai itu
dengan perjanjian kawin tidak diadakan dengan ketentuan lain. Persatuan harta kekayaan itu
sepanjang perkawinan dilaksanakan dan tidak boleh ditiadakan atau diubah dengan suatu
persetujuan antara suami dan istri apa pun. Jika bermaksud mengadakan penyimpangan dari
ketentuan itu, suami-istri harus menempuh jalan dengan perjanjian kawin yang diatur dalam
Pasal 139 sampai Pasal 154 KUH Perdata. Pasal 128 sampai dengan Pasal 129 KUH Perdata,
menentukan bahwa apabila putusnya tali perkawinan antara suami-istri, maka harta bersama
itu dibagi dua antara suami-istri tanpa memerhatikan dari pihak mana barang-barang
kekayaan itu sebelumnya diperoleh. Tentang perjanjian kawin itu dibenarkan oleh Peraturan
Perundang-undangan sepanjang tidak menyalahi tata susila dan ketenteraman umum yang
berlaku dalam kehidupan masyarakat.

ANALISIS

Menurut penjelasan diatas, Kedudukan hukum harta benda dalam undang-undag


perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 pasal 134 mengatakan bahwa harta benda bersama merupakan harta
yang dihasilkan dari suami atau istri selama perkawinan. Dengan demikian harta benda punyak hak
masing-masing tidak bisa untuk dimiliki, tidak bisa digabung. Kedudukan harta benda dalam
KUHPerdata sebagaimana dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 499 – 223 KUHPerdata dinyatakan
bahwa semua harta benda yang diperoleh dari pembawaan para pihak sebelum perkawinan dapat
digunakan bersama utnuk kepentingan bersama dalam rumah tangga.

Untuk memberikan perlindungan kepada suami istri sebaiknya perlu dibuat perjanjian pranikah
tentang harta benda yang mereka miliki.
Rangkuman dari Kholil Nawawi, Harta Bersama Menurut Hukum Islam dan
Perundang-undangan di Indonesia

Dari segi bahasa harta artinya adalah, “Barang-barang (uang dsb) yang menjadi
kekayaan.” Sedangkan menurut istilah sesuatu yang dapat dikuasai da diambil manfaatnya
secara lazim. Yang dimaksud harta bersama yaitu “Harta yang dipergunakan (dimanfaatkan)
bersama-sama”, atau “Harta Gono Gini”.4 Pencaharian bersama suami istri atau yang
kemudian disebut harta bersama atau harta gono gini ialah harta kekayaan yang dihasilkan
bersama oleh suami istri selama mereka diikat oleh tali perkawinan, hal itu termuat dalam
pasal 35 UU Perkawinan No.1 Tahun 1974. Sebenarnya istilah harta bersama berasal dari
hukum adat yang pada pokoknya sama diseluruh wilayah Indonesia. “Dikebanyakan daerah
harta yang terdapat selama perkawinan menjadi harta bersama.”

Konsep harta dalam rumah tangga Islam menurut Alquran adalah:

a. Harta adalah tonggak kehidupan rumah tangga, sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-
Qur’an surat An-nisa ayat:5

“Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya,
harta (mereka yang ada dalam kekuasaan-Nya) yang dijadikan Allah sebagai pokok
kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah pada
mereka kata-kata baik”. (Surat An-nisa: 32)

Kewajiban suami berkenaan dengan harta,

1. Memberikan mahar kepada istri, Qs An-Nisa ayat 4 “Berikanlah maskawin (mahar) kepada
wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka
menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah
(ambilah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya”(surat An-Nisa:
4)

2. Memberikan nafkah kepada istri dan anak, Qs Al-Baqarah 233 “Dan kewajiban ayah
memberi makan dan pakaian (nafkah) kepada para ibu dengan cara ma’ruf.”(surat Al-
Baqarah: 233)

ANALISIS
Menurut saya dari penjelasan di atas, Pada dasarnya dalam hukum Islam tidak
disebutkan secara spesifik tentang istilah harta bersama (gono-gini) dalam keluarga, namun
kemudian para pakar hukum Islam di Indonesia menganalogikan harta bersama kepada
syirkah. Jika terjadi sengketa dalam pembagian harta bersama hukum Islam menawarkan
solusi As-shulhu (perdamaian) dan musyawarah kekeluargaan untuk mencari jalan keluar
yang saling menguntungkan dan penuh keridhaan, sedangkan dalam perundang-undangan
yang berlaku di Indonesia, harta bersama dibagi dua antara suami dan istri pasca perceraian.

Rangkuman dari Mira Henstin, Marwanto, Ni Putu Purwanti, PEMBAGIAN HARTA


BERSAMA BERBENTUK TABUNGAN BANK DALAM PERKARA GUGATAN
HARTA BERSAMA
Pasal 37 UU Perkawinan menyebutkan bahwa bila perkawinan putus karena
perceraian, harta benda diatur menurut hukumnya masing-masing. Berdasarkan dengan bunyi
dari pasal 37 UU Perkawinan maka pembagian atas harta bersama diserahkan kembali kepada
para pihak yang bercerai, adapun pembagian harta bersama tersebut dapat menggunakan
hukum agama, hukum adat, ataupun hukum yang lainnya. Jika tidak terdapat kesepakatan,
maka dapat di bawa ke ranah pengadilan. Harta bersama dalam UU Perkawinan bersumber
pada konsep Hukum Adat yang notabene tidak mengenal perjanjian perkawinan.
Indonesia sejauh ini mengakui lima agama, yaitu agama Islam, Hindu, Kristen
Katolik, Kristen Protestan, dan Budha. Masing-masing agama tersebut memiliki hukumnya
sendiri dalam hal pembagian harta bersama dalam hal terjdainya perceraian. Dalam Hukum
Islam, terdapat dasar hukum yang disebut Kompilasi Hukum Islam (selanjutnya di sebut
KHI). Beberapa pasal yang menyangkut hal harta bersama tertuang dalam Pasal 1 huruf (f)
dan BAB XIII tentang Harta Kekayaan Dalam Perkawinan yang terbagi dalam beberapa
Pasal yaitu Pasal 85 sampai dengan Pasal 97. Pasal 97 menyebutkan bahwa janda atau duda
cerai masing-masing berhak seperdua dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain
dalam perjanjian perkawinan. Isi dari Pasal 97 tersebut dengan jelas menyebutkan bahwa
masing-masing pihak mendapatkan seperdua dari keseluruhan jumlah harta bersama yang
telah dikumpulkan selama masa perkawinan.
Agama Hindu tidak membenarkan adanya perceraian, maka dari itu aturan mengenai
pembagian harta bersama tidak tercantum di dalam kitab suci. Agama Kristen diketahui
memiliki pegangan mengenai harta bersama dalam Huwelijks Odornnantie voor Christen
Indoneisers (HOCI) Java, Minahasa en Ambonia. Dalam HOCI tersebut menjelaskan
mengenai harta bersama namun dalam hal terjadi perceraian, pembagian harta bersama
kembali mengacu kepada hukum nasional yaitu UU Perkawinan. Agama Budha memiliki
sumber tersendiri dalam hal terjadi perceraian yaitu dalam HPAB BAB VI Pasal 37
menyebutkan bahwa “apabila perkawinan putus karena perceraian, sepanjang tidak ada
perjanjian perkawinan, maka harta bersama diatur menurut ketentuan sebagai berikut:
a. Demi kelangsungan hidup dan pendidikan anak-anaknya, yang tidak tahu akibat perceraian
orang tuanya, anak-anak mereka janganlah dijadikan korban yang tidak bersalah dengan
adanya perceraian tersebut, bahwa anak-anakpun mempunyai hak atas harta benda bersama
tadi.
b. Harta bersama selama didapat dalam perkawinan dibagi menurut ketentuan 1/3 untuk
suami, 1/3 untuk istri, dan 1/3 untuk anak-anaknya.
c. Selama anak-anak masih di bawah umur dan harta benda milik anak-anaknya itu
diserahkan kepada wali (salah satu dari orang tuanya, ayah atau ibu) yang telah ditunjuk oleh
Dewan Pandita Agama Budha Indonesia (Depabudi) setempat.
d. Cara pengaturan mengenai harta milik anak-anaknya yang masih di bawah umur akan di
atur lebih lanjut pada Bab berikutnya mengenai perwalian
Di Indonesia pembagian harta bersama menurut agama memang memiliki peran yang
mendasar, namun selain itu masyarakat juga mengacu kepada hukum adatnya masingmasing.
ANALISIS
Dari pembahasan yang dipaparkan di atas, dapat di simpulkan bahwa berdasarkan
Undang-Undang Perbankan, rahasia bank yang melekat pada rekening tabungan tidak boleh
di buka oleh sembarang pihak walaupun oleh pihak suami istri yang bersengketa dalam
pembagian harta bersama dalam bentuk rekening tabungan tetapi berdasarkan Putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 64/PUU-X/2012 khusus untuk perkara pembagian harta
bersama maka rahasia bank yang melekat pada rahasia bank dapat dibuka oleh pihak suami
maupun istri.
Pembagian harta bersama dalam bentuk rekening tabungan dapat di bagi dengan dua
cara, yaitu: secara suka rela ataupun secara paksa berdasarkan putusan pengadilan.
Menindaklanjuti Putusan Mahamah Konstitusi Nomor 64/PUUX/2012 tentang
pembukaan rahasia bank dalam pembagian harta bersama, maka hendaknya Bank Indonesia
membentuk suatu peraturan khusus untuk dijadikan landasan atau acuan bagi semua pihak
dalam hal pembukaan rahasia bank dalam perkara pembagian harta bersama. Pihak yang
bersengketa dalam pembagian harta bersama dalam bentuk rekening tabungan sedapat
mungkin agar menyelesaikan permasalahan dengan cara musyawarah mufakat.
Apabila pembagian harta bersama dalam bentuk rekening tabungan akan di lakukan
secara paksa berdasarkan putusan pengadilan maka semua pihak harus mematuhi semua
instruksi dari pengadilan.

Anda mungkin juga menyukai