Anda di halaman 1dari 9

Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja audit dengan pendekatan berbasis risiko (RBA)

terhadap Kualitas Audit di Indonesia


A. Latar Belakang
Terkait dengan adanya kepentingan manajemen dalam melaporkan hasil kegiatan operasional
dan posisi keuangan perusahaannya kepada pihak-pihak yang berkepentingan, maka dibutuhkan
laporan yang berkualitas. Pada dasarnya akan timbul kesenjangan informasi yang disediakan
dikarenakan muncul perbedaan kepentingan antara manajemen dan pemakai laporan. Pada akhirnya
peran pihak ketiga yang kompeten dan independen dibutuhkan untuk melakukan pemeriksaan pada
laporan keuangan (Al-Thuneibat, et al., 2011). Dalam rangka menjamin laporan keuangan yang
dipublikasikan oleh perusahaan dapat dipercaya oleh pengguna, biasanya diperlukan pernyataan dari
seorang auditor dimana auditor merupakan pihak ketiga yang objektif dan tepat yang melakukan
pemeriksaan independen yang memberikan kredibilitas pernyataan laporan keuangan pada pengguna
(Enofe, et al., 2013). Proses audit akan membantu perusahaan mengidentifikasi masalah, risiko, dan
kelemahan sistem yang berpotensi membahayakan aset perusahaan. Berbekal temuan itu, perusahaan
dapat mengambil tindakan preventif maupun perbaikan. Demikian alasan mengapa perusahaan masih
perlu dilakukan audit.
Pemilihan pendekatan audit merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi hasil audit. Jika
auditor menerapkan pendekatan audit yang tidak tepat, kemungkinan kegagalan audit akan meningkat.
Kegagalan ini dapat menyebabkan berkurangnya kredibilitas, litigasi atau pemborosan usaha dan
uang. Pada saat yang sama, penerapan teknik dan prosedur audit yang konsisten dengan pendekatan
audit yang dipilih, dan juga menunjukkan kemampuan dan kualifikasi auditor dalam meningkatkan
kualitas, efisiensi, dan penghematan biaya. Dengan kepentingan ini, pendekatan audit sering
disebutkan dalam dokumen pedoman organisasi profesi audit seperti AICPA (2018), dan ECA (2013).
Terutama, setelah serangkaian skandal keuangan banyak perusahaan besar di dunia (Eron, MCI
Wordcom, Arthur Andersen, AIG), auditor dan asosiasi profesional telah mengakui bahwa
penyesuaian diperlukan dalam audit. Perusahaan audit lebih proaktif dalam mengidentifikasi risiko,
terutama risiko kritis.
Penemuan sebelumnya yang dilakukan oleh Libby et. al, (1985) dalam Mayangsari (2003)
menemukan bahwa auditor yang berpengalaman mempunyai pemahaman yang lebih baik. Mereka
juga lebih mampu memberi penjelasan yang masuk akal atas kesalahan-kesalahan dalam laporan
keuangan dan dapat mengelompokkan kesalahan berdasarkan pada tujuan audit dan struktur dari
sistem akuntansi yang mendasari, sedangkan pengetahuan diukur dari seberapa tinggi pendidikan
seorang auditor karena dengan demikian auditor akan mempunyai semakin banyak pengetahuan
(pandangan) mengenai bidang yang digelutinya sehingga dapat mengetahui berbagai masalah secara
lebih mendalam, selain itu auditor akan lebih mudah dalam mengikuti perkembangan yang semakin
kompleks (Meinhard et.,al, 1987 dalam Harhinto, 2004:35). Harhinto (2004) menemukan bahwa
pengetahuan akan mempengaruhi keahlian audit yang pada gilirannya akan menentukan kualitas
audit.
Melakukan audit berdasarkan RBA dan kualitas audit dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor
seperti lembaga hukum, orang, lingkungan dan kondisi kerja, serta oleh karakteristik klien lainnya.
Selain itu, tingkat pengaruh faktor-faktor ini akan bervariasi dalam lingkungan budaya dan nasional
yang berbeda. Jika faktor lokal tidak dipertimbangkan, ketidakfleksibelan ini akan memaksa audit
mengalami kegagalan (Kutum, Fraser & Hussaney, 2015). Dengan kata lain, pertimbangan faktor-
faktor yang mempengaruhi pelaksanaan RBA dan kualitas audit harus ditempatkan dalam ruang dan
ruang lingkup studi tertentu. Hasil penelitian sebelumnya dari Abdallah et al. (2015), Allaham, Nassar
dan Reesh (2017), Nazmi, Arori dan Ibrahim (2017), dan Sardasht dan Rashedi (2018) dan
ditempatkan dalam lingkup penelitian di Vietnam, maka peneliti mengidentifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi aplikasi RBA dan kualitas independen audit sebagai berikut: Kapasitas auditor:
Banyak penelitian menunjukkan bahwa kapasitas auditor memainkan peran yang sangat penting
dalam mendeteksi kesalahan (Owhoso, Messier & Lynch, 2002), melakukan prosedur analitis
(Danescu & Chira, 2014), menilai komponen audit risiko (Kochetova Kozloski & Messier, 2011;
Moroney & Simnett, 2009), dan mempengaruhi kualitas audit (Boon, McKinnon & Ross, 2008; Do,
2015; Sulanjaku & Shingjergji, 2015).

Penelitian terdahulu (Fogarty et al., 2006) dalam penelitiannya menemukan bahwa melakukan RBA
sebenarnya lebih efektif daripada pendekatan tradisional karena auditor semakin mengevaluasi, dan
meningkatkan desain dan implementasi prosedur audit yang tepat untuk meminimalkan risiko.
(Pham, Duong, Pham & Ho, 2017) dalam penelitian di Vietnam mengidentifikasi bahwa RBA paling
cocok untuk mengaudit laporan keuangan bank umum, perusahaan FDI, dan perusahaan asuransi.
RBA telah mengambil langkah lebih jauh dari metode tradisional. Artinya, tidak hanya berfokus pada
risiko audit belaka tetapi juga memperhitungkan risiko bisnis, memungkinkan penggunaan sumber
daya audit yang langka secara optimal, mencapai konsensus yang lebih tinggi antara auditor dan
tujuan bisnis, sambil meminimalkan potensi risiko.
Peneliti menggunakan Teori Atribusi Menurut Fritz Heider pencetus teori atribusi, teori
atribusi merupakan teori yang menjelaskan tentang perilaku seseorang. Teori atribusi menjelaskan
mengenai proses bagaimana kita menentukan penyebab dan motif tentang perilaku seseorang. Teori
ini mengacu tentang bagaimana seseorang menjelaskan penyebab perilaku orang lain atau dirinya
sendiri yang akan ditentukan apakah dari internal misalnya sifat, karakter, sikap, dan lain-lain
ataupun eksternal misalnya tekanan situasi atau keadaan tertentu yang akan memberikan pengaruh
terhadap perilaku individu (Luthans, 2005) dalam (Hanjani dan Rahardja, 2014). Dalam penelitian
ini, peneliti menggunakan teori atribusi karena peneliti akan melakukan studi empiris untuk
mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi auditor terhadap kualitas hasil audit, khususnya pada
karakteristik personal auditor itu sendiri. Pada dasarnya karakteristik personal seorang auditor
merupakan salah satu penentu terhadap kualitas hasil audit yang akan dilakukan karena merupakan
suatu faktor internal yang mendorong seseorang untuk melakukan suatu aktivitas

Penelitian ini merupakan penelitian empiris dengan menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif.
Dimana Kualitas audit dan aplikasi RBA sebagai variabel dependen, serta variabel independen terdiri
dari kapasitas auditor, tekanan kerja pada auditor, dukungan teknologi informasi, kemampuan
kompetitif perusahaan audit, biaya audit, risiko klien, perikatan Audit, rotasi Audit dan ukuran KAP.
Pentingnya penelitian pengaruh kinerja audit dengan pendekatan berbasis risiko (RBA) terhadap
Kualitas Audit di Indonesia yaitu untuk meriset dan mempertimbangkan karakteristik Pendekatan
Berbasis Resiko (RBA) serta untuk mengidentifikasi Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja audit
laporan keuangan menurut RBA terhapad kualitas Audit di Indonesia. Mengingat beberapa masalah
independens yang muncul karena Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja Audit di Indonesia
membuat kualitas Audit di Indonesia sedikit mengalami penurunan sehinggah penelitian ini baik
untuk bisa meningkatkan kembali kualitas Audit di Indonesia.
Motivasi riset dalam penelitian yang saya lakukan ini, yaitu saya sebagai peneliti mengadopsi
variabel baru yang belum di teliti pada penelitian sebelumnya guna meneliti atau meriset Faktor-
faktor yang mempengaruhi kinerja audit dengan pendekatan berbasis risiko (RBA) terhadap Kualitas
Audit di Indonesia.
Dari setiap konsep dan penemuan-penemuan terdahulu yang telah diuraikan secara abstrak
diatas maka peneliti bisa membuat Components dan Links yang terbagi atas dua variable yaitu
variable dependent yang terdiri dari Kualitas audit dan aplikasi RBA serta variable independent yang
terdiri dari kapasitas auditor, tekanan kerja pada auditor, dukungan teknologi informasi, kemampuan
kompetitif perusahaan audit, biaya audit, risiko klien, perikatan Audit, rotasi Audit dan ukuran KAP.

B. Components and Links

Keterangan:
C. Rumusan Masalah
Apakah Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja Audit dengan pendekatan berbasis risiko (RBA)
berpengaruh terhadap Kualitas Audit di Indonesia?
D. Tujuan Penelitian
Untuk menguji karakteristik Pendekatan Berbasis Resiko (RBA) serta untuk mengidentifikasi Faktor-
faktor yang mempengaruhi kinerja audit laporan keuangan menurut RBA terhadap kualitas Audit di
Indonesia.
E. Kontribusi Penelitian
 Untuk Organisasi Audit Indonesia (OAI) yang adalah forum organisasi Audit di Indonesia
yang merupakan jaringan kerja sama antar KAP guna menjadi landasan untuk
mempertimbangkan RBA dalam penerapannya didalam Audit dan meningkatkan kualitas
Audit di Indonesia
 Untuk Universitas dimana hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai
bahan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan sebagai bahan bacaan untuk menambah
ilmu pengetahuan.

F. Pengembangan Hipotesis
Melakukan audit berdasarkan RBA dan kualitas audit dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor
seperti lembaga hukum, orang, lingkungan dan kondisi kerja, serta oleh karakteristik klien
lainnya. Selain itu, tingkat pengaruh faktor-faktor ini akan bervariasi dalam lingkungan budaya
dan nasional yang berbeda. Jika faktor lokal tidak dipertimbangkan, ketidakfleksibelan ini akan
memaksa audit mengalami kegagalan (Kutum, Fraser & Hussaney, 2015). Dengan kata lain,
pertimbangan faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan RBA dan kualitas audit harus
ditempatkan dalam ruang dan ruang lingkup studi tertentu.
(Moroney & Simnett, 2009). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan profesional
auditor yang tergolong faktor utama berdasarkan audit, memiliki tingkat pengaruh paling tinggi
terhadap risiko deteksi, kemudian bukti audit dan ukuran sampel. Auditor yang berpengalaman
melakukan prosedur audit, mengumpulkan dan memproses bukti audit lebih efektif dibandingkan
dengan auditor yang kurang berpengalaman.
Berdasarkan penelitian sebelumnya, Peneliti berargumen bahwa Untuk melakukan audit yang
sukses, RBA mengharuskan auditor untuk memiliki tingkat pengetahuan dan keterampilan
tambahan yang lebih tinggi karena memiliki pengetahuan yang luas tentang lingkungan klien,
dapat menetapkan dan menilai risiko audit dengan lebih baik, serta membuat keputusan
mengenai proses audit, anggota, dan waktu audit.
H1:Kapasitas auditor memiliki hubungan positif dengan kualitas audit independent dan
penerapan RBA di Indonesia
Tekanan pekerjaan pada auditor: Menurut Margheim, Kelley dan Pat tison (2011), tekanan waktu
dapat menyebabkan perilaku disfungsional dan dapat secara langsung mempengaruhi laporan
audit seperti: mengurangi prosedur audit, menandatangani laporan audit sebelum selesai,
kurangnya penelitian pada standar akuntansi, tinjauan dangkal dokumen klien dan menerima
penjelasan yang lemah. Demikian juga stres (waktu dan kompleksitas kerja) berpengaruh negatif
terhadap psikologi dan perilaku auditor (Umar, Sitorus, Surya, Shauki & Diyanti, 2017).
Akibatnya, mengurangi kemungkinan mendeteksi salah saji material pada laporan keuangan.

Penemuan (Le & Nguyen, 2020; Prin sloo, 2008) mengungkapka bahwa selain meningkatkan
RBA, ada kompleksitas tertentu seputar audit yang harus dipertimbangkan termasuk: gap
ekspektasi; ketidakpastian seputar tanggung jawab auditor; pemberian jaminan yang wajar; dan
penerapan standar secara praktis (Le & Nguyen, 2020; Prin sloo, 2008)
Menurut peneliti, waktu yang diberikan oleh klien merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi kualitas audit. Tekanan waktu dinilai sebagai kendala yang terjadi pada perikatan
audit karena keterbatasan sumber daya berupa waktu yang dialokasikan untuk melaksanakan
seluruh tugas audit. Karena itu dengan adanya tekanan waktu dapat menyebabkan timbulnya
stres akibat tidak seimbangnya tugas dan waktu yang tersedia serta mempengaruhi etika auditor.
H2: Tekanan kerja pada auditor memiliki hubungan negatif dengan kualitas audit
independent dan penerapan RBA di Indonesia
Menurut Septianingrum (2014) sistem informasi Audit merupakan sistem untuk mengolah
sebuah data. Data yang di olah berupa informasi akuntansi yaitu data yang bersifat keuangan
serta data non keuangan. Sehingga informasi yang dihasilkan sistem informasi akuntansi
perusahaan berupa informasi akuntansi keuangan dalam bentuk laporan keuangan dan informasi
akuntansi manajemen yang digunakan untuk pengambilan keputusan.
Studi yang dilakukan oleh Bierstaker, Burnaby dan Thibodeau (2001) menunjukkan bahwa
terdapat pengaruh signifikan infrastruktur terhadap penerapan audit internal berbasis risiko. Oleh
karena itu, infrastruktur tidak dapat diabaikan sejauh menyangkut pelaksanaan audit berbasis
risiko. Nazmi dkk. (2017) melakukan studi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi strategi
audit berdasarkan risiko bisnis dan dampaknya terhadap kualitas audit eksternal di bank umum.
Studi ini menemukan bahwa ada dampak yang tinggi untuk pengembangan teknologi terhadap
audit risiko bisnis
Dari hasil penemuan sebelumnya, peneliti memberikan argument bahwa Teknologi informasi
pada audit di negara berkembang menunjukkan bahwa tingkat penerapan TI dalam audit
bergantung pada keahlian auditor dan pakar TI, bukan pada karakteristik klien atau ukuran
perusahaan. Penggunaan teknologi informasi dalam audit dapat meningkatkan efisiensi audit.
H3: Dukungan TI memiliki hubungan positif dengan kualitas audit independent dan
penerapan RBA di Indonesia
Meningkatkan citra perusahaan, mengurangi biaya, meningkatkan efisiensi bisnis dan komitmen
kualitas layanan menciptakan keunggulan kompetitif untuk menarik dan mempertahankan
pelanggan. Sejalan dengan pandangan, ukuran perusahaan audit yang besar dan sumber daya
keuangan yang lebih besar untuk menjaga kualitas layanan dapat meminimalkan kemungkinan
tuntutan hukum (Lennox, 1999; Shu, 2000). Demikian pula, perusahaan audit skala besar
membangun merek dan melindungi reputasi mereka dengan menyediakan audit berkualitas tinggi
(Alaraji, Al-Dulaimi, Sabri & Ion, 2017; Albrecht, Albrecht, Wareham & Fox, 2006; Francis,
2011; Mawutor, Francis & Obeng , 2019).
Baru-baru ini, berdasarkan teori sumber daya perusahaan, Phua, Lau dan Chris (2011)
membandingkan keunggulan kompetitif dari 8 perusahaan audit di Hong Kong dan
menyimpulkan bahwa bisnis skala besar yang memiliki keunggulan dalam teknologi, kualifikasi
staf, sumber daya keuangan, merek , memiliki kompetisi yang lebih baik. Mereka juga
memperhatikan untuk meminimalkan tuntutan hukum, menjaga citra mereka sehingga
memastikan kualitas audit.

Saat ini, RBA sedang dipraktikkan oleh perusahaan 4 Besar dan diterapkan pada perusahaan
terdaftar pada BEI dan perusahaan asuransi. RBA belum dilakukan atau belum dilakukan secara
menyeluruh oleh perusahaan non-Big 4. Apalagi persaingan berdampak pada kualitas audit,
selain dampak masa kerja audit, dan pergantian personel senior.
H4: Kemampuan kompetitif perusahaan audit memiliki hubungan positif dengan kualitas
audit independent dan penerapan RBA di Indonesia
Menurut Mulyadi (2002) audit fee merupakan fee yang diterima oleh akuntan publik setelah
melaksanakan jasa auditnya, besarnya tergantung dari resiko penugasan, kompleksitas jasa yang
diberikan, tingkat keahlian yang diperlukan untuk melaksanakan jasa tersebut, struktur biaya
KAP yang bersangkutan.
Banyak penelitian menemukan hubungan antara biaya audit dan kualitas audit melalui tanda
biaya abnormal. Salah satunya penelitian yang dilakukan oleh (Choi, Kim & Zang, 2006;
DeAngelo, 1981; Dye, 1993; Mawutor et al., 2019) Namun, ada dua pandangan berbeda dalam
literatur tentang masalah ini. Pandangan pertama adalah bahwa biaya audit memiliki hubungan
negatif dengan kualitas audit Auditor menerima bayaran tinggi yang tidak wajar yang berdampak
buruk pada kualitas audit.
Di Indonesia Pada saat ini, auditor bergantung pada posisi keuangan pelanggan, dan menciptakan
ikatan ekonomi di antara mereka. Biaya audit yang lebih tinggi adalah hasil dari perusahaan audit
yang bekerja lebih lama dan/atau perusahaan audit mengenakan tarif yang lebih tinggi karena
merupakan auditor yang lebih baik. Sebaliknya, jika biaya audit rendah, perusahaan akan
menyesuaikan upaya mereka dan mengurangi prosedur audit, yang membuat kualitas audit
menjadi buruk. Berdasarkan argumentasi tersebut maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H5: Audit fee memiliki hubungan positif dengan kualitas audit independent dan penerapan
RBA di Indonesia
Risiko Audit adalah risiko yang terjadi dalam hal auditor, tanpa disadari, tidak memodifikasi
pendapatnya sebagaimana mestinya, atas suatu laporan keuangan yang mengandung salah saji
material (SA Seksi 312 Risiko Audit dan Materialitas dalam Pelaksanaan Audit). Semakin pasti
auditor dalam menyatakan pendapatnya, akan semakin rendah pula risiko audit yang auditor
bersedia menanggungnya. Begitu juga sebaliknya. Selain itu Risiko Audit adalah risiko yang
timbul bahwa auditor tanpa disadari tidak memodifikasi pendapatnya sebagaimana mestinya atas
suatu laporan keuangan yang mengandung salah saji material (Messier, et, al,. 2006: 88).
Penelitian sebelumnya (Houston, Peters & Pratt, 1999; Mock & Wright, 1999) menunjukkan
bahwa auditor menyesuaikan tingkat pengujian tergantung pada risiko klien dan menemukan
bahwa adanya faktor risiko meningkatkan permintaan untuk bukti audit tambahan. Penilaian
risiko tergantung secara signifikan pada jumlah faktor risiko yang diidentifikasi di setiap area
atau di klien dengan risiko bisnis yang tinggi (Johnstone, Bedard & Ettredge, 2004). Selanjutnya,
risiko bawaan yang tinggi dan risiko pengendalian yang tinggi secara bersama-sama
meningkatkan jumlah jam audit yang direncanakan secara signifikan dibandingkan dengan saat
kedua risiko tersebut rendah. Risiko pelanggan, terutama risiko sistem informasi mempengaruhi
identifikasi risiko dan perencanaan audit (Bedard, Graham & Jackson, 2005). Demikian juga,
adanya risiko bisnis memerlukan lebih banyak pekerjaan audit (Sandra & Patrick, 1996)
Berdasarkan landasan teori diatas, resiko klien sangat berpegaruh terhadap kualitas audit, salah
satu contoh resiko klien dengan ukuran usaha klien dimana semakin besar kegiatan operasional
klien, maka semakin banyak pula pihak yang menggunakan laporan keuangan klien. Ukuran
usaha yang diukur dengan total aktiva pendapatan akan memberikan pengaruh pada risiko audit.
H6: Risiko klien memiliki hubungan positif dengan kualitas audit independen dan
penerapan RBA di Indonesia
“Audit internal berbasis risiko (RBIA) sebagai metodologi yang menghubungkan audit internal
ke suatu keseluruhan kerangka manajemen risiko organisasi. RBIA memungkinkan audit internal
untuk memberikan jaminan kepada dewan bahwa proses manajemen risiko mengelola risiko
secara efektif, dalam kaitanya dengan risiko nafsu makan” Sedangkan menurut Choirul Anwar
dalam Jabbar Mohammad (2015:832)
Sejumlah penelitian berkomentar bahwa melakukan audit sesuai dengan RBA lebih efektif dan
efektif daripada pendekatan tradisional. Namun, ada sudut pandang bahwa RBA dirancang untuk
perusahaan audit besar dan negara maju. Ini tidak benar-benar cocok untuk perusahaan audit
kecil dan negara berkembang (Andersen, 2006; Khalifa, Sharma, Humphrey & Robson, 2007).
Oleh karena itu, kualitas audit independen juga harus diperhatikan dalam kaitannya dengan
implementasi RBA
Penerapan RBA ini Lebih kepada memberikan kepastian bahwa risiko yang diidentifikasi telah
dikurangi ke tingkat yang dapat diterima, selain itu RBA masih tetap mengutamaan teknik
pengujian yang sama dengan Audit tradisional, tetapi lebih memastikan bahwa pengendalian
utama berfungsi dengan baik untuk mengurangi risiko. Berdasarkan argumentasi tersebut maka
dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H7: RBA memiliki pengaruh positif terhadap kualitas audit independent
Masa perikatan adalah masa perikatan (keterlibatan) antara Kantor Akuntan Publik (KAP) dan
klien terkait jasa audit yang disepakati atau dapat juga diartikan sebagai jangka waktu hubungan
auditor dan klien (Sinaga, 2012). Masa perikatan sering dikaitkan dengan independensi. Menurut
Al-Thuneibat et al. (2011), hubungan yang panjang antara KAP dan klien berpotensi untuk
menimbulkan kedekatan antara mereka, hal tersebut dapat menghalangi independensi auditor dan
mengurangi kualitas audit.
Al-Thuneibat et al. (2011) dalam penelitiannya menemukan bahwa panjang hubungan antara
auditor dan klien secara negatif berpengaruh terhadap kualitas audit sesuai dengan perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Jordania. Siregar, et al. (2012) dalam penelitiannya menemukan
bukti bahwa masa perikatan audit (audit tenure) yang lama dapat mempengaruhi rendahnya
kualitas audit sebelum rotasi mandatory auditor diterapkan, sebaliknya setelah rotasi mandatory
auditor diterapkan masa perikatan audit yang lama meningkatkan kualitas audit.
Masa perikatan audit masih belum jelas berapa lama waktu yang dibutuhkan agar kualitas audit
yang optimal dapat dicapai. Asumsinya adalah bahwa untuk mencapai kualitas audit yang
optimal, diperlukan masa perikatan audit yang tidak pendek dan juga tidak panjang, dengan kata
lain “sedang”. Akan tetapi, belum ada kesepakatan yang jelas berapa lama “sedang” yang
dimaksud. Studi ini berasumsi bahwa masa perikatan audit akan berpengaruh positif terhadap
kualitas audit.
H8: Masa perikatan audit berpengaruh positif terhadap kualitas audit dan penerapan
RBA di Indonesia
Rotasi audit bertujuan untuk meningkatkan independensi KAP baik secara tampilan maupun
fakta. Proses audit yang berkualitas sangatlah penting untuk menghasilkan informasi akuntansi
yang berkualitas yang sangat relevan bagi para pengguna laporan keuangan. Menurut
Christiawan (2002) mengatakan kualitas audit ditentukan oleh dua hal yaitu, kompetensi dan
independensi. Rotasi audit akan membuka pintu bagi auditor baru untuk menyelidiki klien
dengan pengawasan yang lebih baik dan hati-hati (Al-Thuneibat at el., 2011).
Dalam penelitiannya menggunakan proxy opini going concern mendapatkan hasil yang
signifikan ketika terjadi rotasi terhadap kualitas audit, yakni rotasi positif. Sedangkan Siregar et
al. (2012) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa rotasi auditor sebelum peraturan (rotasi
sukarela) meningkatkan kualitas audit sedangkan rotasi mandat tidak memiliki pengaruh yang
positif terhadap kualitas audit.
Berdasarkan penelitian sebelumnya dapat disimpulakn bahwa hal ini mungkin dapat terjadi
karena masih lemahnya penegakkan hukum di Indonesia dan adanya celah dalam peraturan rotasi
yang memungkinkan firma KAP melakukan rotasi kuasi. Berdasarkan argumentasi tersebut maka
dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H9: Rotasi audit berpengaruh positif terhadap kualitas audit dan penerapan RBA di
Indonesia
DeAngelo (1981) menyatakan bahwa KAP yang memiliki jumlah klien yang lebih banyak
memiliki insentif yang lebih besar terhadap kualitas audit. Dari segi ketergantungan ekonomi,
KAP besar yang memiliki level kerja yang mendalam dengan para pelanggannya kurang
bergantung pada klien tertentu (Choi, et al., 2010). Portofolio yang banyak dari klien yang
mereka dapatkan memberikan mereka kemampuan untuk menolak atau menahan tekanan dari
klien (DeAngelo, 1981).
Untuk mengukur besar atau kecilnya sebuah KAP, Adityasih (2010) mengelompokan KAP
Indonesia berdasarkan jumlah auditornya yaitu KAP BIG 4, KAP Menengah, dan KAP Kecil,
yaitu:
a. KAP Big 4 (KAP First Tier)
Kelompok ini adalah KAP yang mempunyai jumlah professional staff diatas 400 orang
yang terdiri dari PricewaterhouseCooper (PwC), Deloitte, Ernst & Young dan KPMG.
KAP tersebut adalah KAP asing yang berkerjasama dengan KAP Indonesia berupa
network maupun asosiasi.
b. KAP Menengah (KAP Second Tier)
Kelompok ini adalah KAP yang mempunyai jumlah professional staff antara 100-400
orang.
c. KAP Kecil (KAP Third Tier)
Kelompok ini adalah KAP yang mempunyai jumlah professional staff dibawah 100
orang.
Francis & Yu. (2009) dalam penelitiannya membuktikan bahwa KAP Big 4 yang berukuran
besar mampu menghasilkan kualitas audit yang lebih baik dibandingkan KAP Non-Big 4 yang
berukuran kecil. Mereka berargumen bahwa hanya KAP Big 4 yang akan menghasilkan kualitas
audit yang tinggi dengan menunjukkan kemampuannya dalam membatasi perilaku manajemen
laba dan menerbitkan laporan audit going concern. Penelitian Choi et al. (2010) juga
membuktikan bahwa ukuran KAP merupakan faktor yang mempengaruhi kualitas audit karena
secara ekonomi mereka kurang bergantung pada klien dan KAP besar mampu membatasi
tekanan klien dalam pelaporan yang tidak memenuhi standar atau yang menyimpang.
Berdasarkan penelitian sebelumnya diatas, peneliti beragumen bahwa ukuran KAP merupakan
faktor yang mempengaruhi kualitas audit karena secara ekonomi mereka kurang bergantung pada
klien dan KAP besar mampu membatasi tekanan klien dalam pelaporan yang tidak memenuhi
standar atau yang menyimpang.
H10: Ukuran KAP berpengaruh positif terhadap kualitas Audit dan penerapan RBA di
Indonesia

Anda mungkin juga menyukai