Home ▼
Home ▼
Wednesday, January 30, 2013
Dalam PP nomor 19 tahun 2005 Pasal 20, diisyaratkan bahwa guru diharapkan
mengembangkan materi pembelajaran sendiri, yang kemudian dipertegas malalui
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) nomor 41 tahun 2007 tentang
Standar Proses, yang antara lain mengatur tentang perencanaan proses pembelajaran yang
mensyaratkan bagi pendidik pada satuan pendidikan untuk mengembangkan rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP). Salah satu elemen dalam RPP adalah sumber belajar.
Dengan demikian, guru diharapkan untuk mengembangkan bahan pembelajaran sebagai
salah satu sumber belajar.
Bahan ajar merupakan bagian dari sumber belajar. Menurut pengertian sumber belajar
dari AECT dan Banks dalam Komalasari (2010:108) dinyatakan bahwa salah satu komponen
sumber belajar adalah bahan. Bahan merupakan perangkat lunak (software) yang
mengandung pesan-pesan belajar, yang biasanya disajikan menggunakan peralatan
tertentu. Contoh bahan ajar tersebut misalnya buku teks, modul, film, transparansi (OHT),
program kaset audio, dan program video. Bahan ajar disamakan dengan materi ajar
sebagaimana berdasar pada makna harfiah bahan dan materi dalam bahasa Inggris. Bahan
dalam bahasa Inggris berarti material. Begitu pula materi dalam bahasa Inggris juga
berarti material. Sebagaimana dikutip dari Kim bahwa bahan ajar atau materi
pembelajaran (instructional materials) secara garis besar terdiri dari pengetahuan,
keterampilan, dan sikap, yang harus dipelajari siswa dalam rangka mencapai standar
kompetensi yang telah ditentukan. Sedangkan dalam permendiknas no. 41 tahun 2007
dinyatakan materi ajar memuat fakta, konsep, prinsip, dan pro¬sedur yang relevan, dan
ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator pencapaian kompe¬tensi.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa bahan ajar atau materi ajar merupakan bagian dari sumber
belajar dimana terdiri dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap atau perangkat lunak
yang mengandung pesan pembelajaran yang disajikan menggunakan peralatan tertentu.
Bahan ajar berdasarkan kecanggihan teknologi yang digunakan dibagi menjadi 4 jenis.
Bahan ajar tersebut meliputi: bahan ajar cetak, audio, audio visual, multimedia interaktif,
dan bahan ajar berbasis web. Bahan ajar cetak meliputi bahan ajar yang dicetak pada
lembaran seperti buku teks/ buku ajar, modul, handout, LKS, brosur, leaflet, dll. bahan
ajar audio berupa kaset, radio, piringan hitam, dan compact disk audio. Bahan ajar audio
visual meliputi video compact disk, film. Bahan ajar multimedia interaktif meliputi CAI
(Computer Assisted Instruction), compact disk (CD), multimedia pembelajaran interaktif,
dan bahan ajar berbasis web (web based learning materials).
Berdasarkan jenis bahan ajar di atas, buku teks atau buku ajar merupakan bagian dari
bahan ajar berbentuk cetak atau tertulis. Sugiarto (2011) menyatakan buku ajar adalah
buku yang disusun untuk kepentingan proses pembelajaran baik yang bersumber dari hasil-
hasil penelitian atau hasil dari sebuah pemikiran tentang sesuatu atau kajian bidang
tertentu yang kemudian dirumuskan menjadi bahan pembelajaran. Tarigan (1986:13)
menyatakan buku teks sebagai buku pelajaran dalam bidang studi tertentu yang disusun
oleh para pakar dalam bidang tersebut yang digunakan untuk menunjang pembelajaran.
Akbar (2010:183) menyatakan buku ajar adalah buku teks yang digunakan sebagai rujukan
standar pada materi pelajaran tertentu.
Komalasari (2010:43) menyatakan buku teks merupakan buku pelajaran dalam bidang studi
tertentu yang merupakan buku standar, yang disusun oleh para pakar dalam bidang itu
dengan maksud dan tujuan instruksional, dilengkapi dengan sarana-sarana pembelajaran
yang serasi dan mudah dipahami oleh para pemakainya di sekolah-sekolah dan pergururan
tinggi sehingga dapat menunjang suatu program pembelajaran.
Bahan Pembelajaran merupakan komponen isi pesan dalam kurikulum yang harus
disampaikan kepada siswa. Komponen ini memiliki bentuk pesan yang beragam, ada yang
berbentuk fakta, konsep, prisnsip/kaidah, prosedur, problema, dan sebagainya. Komponen
ini berperan sebagai isi atau materi yang harus dikuasai oleh siswa dalam kegiatan
pembelajaran. Ruang lingkup materi pembelajaran telah tersusun secara sistematis dalam
struktur organisasi kurikulum dalam hal ini adalah standar isi.
Sifat materi yang tersusun dalam standar isi hanya bersifat pokok-pokok materi, maka
untuk kelancaran dalam pelaksanaan pembelajaran, materi pembelajaran perlu
dikembangkan terlebih dahulu dengan cara melengkapinya dalam bentuk bahan
pembelajaran yang utuh. Pada saat pembelajaran akan dilaksanakan, hendaknya seorang
tenaga pendidik yang profesional harus memahami karakteristik ini pesan pembelajaran
yang akan disampaikan, agar tidak salah dalam memilih bahan pembelajaran yang akan
digunakan.
PEMBAHASAN
A. Pengertian Model Pengembangan
Model pengembangan diartikan sebagai proses desain konseptual dalam upaya peningkatan
fungsi dari model yang telah ada sebelumnya, melalui penambahan komponen
pembelajaran yang dianggap dapat meningkatkan kualitas pencapaian tujuan (Sugiarta,
2007:11). Pengembangan model dapat diartikan sebagai upaya memperluas untuk
membawa suatu keadaan atau situasi secara berjenjang kepada situasi yang lebih
sempurna atau lebih lengkap maupun keadaan yang lebih baik.
Pengembangan disini artinya diarahkan pada suatu program yang telah atau sedang
dilaksanakan menjadi program yang lebih baik. Hal ini seiring dengan pendapat yang
dikemukakan oleh Adimiharja dan Hikmat, 2001:12 (dalam Sugiarta A.N, 2007:24) bahwa
“pengembangan meliputi kegiatan mengaktifkan sumber, memperluas kesempatan,
mengakui keberhasilan, dan mengintergrasikan kemajuan”.
Pengembangan model baru disusun berdasarkan pengalaman pelaksanaan program yang
baru dilaksanakan, kebutuhan individu atau kelompok, dan disesuaiakan dengan
perkembangan dan perubahan lingkungan belajar warga belajar.
2) Planning (melakukan perencanaan)
Melakukan perencanaan, yang meliputi: identifikasi dan definisi keterampilan, penetapan tujuan,
penentuan urutan, dan uji coba pada skala kecil.
Melakukan uji coba tahap awal, dilakukan pada 1-3 sekolah menggunakan 6-12 subjek ahli.
Pengumpulan informasi/data dengan menggunakan observasi, wawancara, kuesioner, dan
dilanjutkan dengan analisis data.
Melakukan revisi terhadap produk utama, berdasarkan masukan dan saran dari hasil uji coba
lapangan awal.
Melakukan uji coba lapangan utama, dilakukan terhadap 5-15 sekolah, dengan 30-300 subjek.
Tes/penilaian tentang prestasi belajar pebelajar dilakukan sebelum dan sesudah proses
pembelajaran.
Melakukan revisi terhadap produk operasional, berdasarkan saran dan masukan hasil uji coba
lapangan utama.
Melakukan uji coba lapangan operasional, dilakukan sampai 10-30 sekolah, melibatkan 40-200
subjek, dan data dikumpulkan melalui wawancara, observasi, kuesioner, dan analisis data.
Revisi ini dilakukan berdasarkan hasil dari uji lapangan. Hasil uji yang diperoleh dapat
dijadikan umpan balik untuk perbaikan dan penyempurnaan produk yang dikembangkan
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada setiap tahap pengembangan dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1. Define (Pendefinisian)
Kegiatan pada tahap ini dilakukan untuk menetapkan dan mendefinisikan syarat-syarat
pengembangan. Dalam model lain, tahap ini sering dinamakan analisis kebutuhan. Tiap-tiap produk
tentu membutuhkan analisis yang berbeda-beda. Secara umum, dalam pendefinisian ini dilakukan
kegiatan analisis kebutuhan pengembangan, syarat-syarat pengembangan produk yang sesuai
dengan kebutuhan pengguna serta model penelitian dan pengembangan (model R & D) yang cocok
digunakan untuk mengembangkan produk. Analisis bisa dilakukan melalui studi literature atau
penelitian pendahuluan. Thiagarajan (Online), menganalisis 5 kegiatan yang dilakukan pada tahap
define yaitu: analisis ujung depan (front-end analysis), analisis siswa (learner analysis), analisis
tugas (task analysis), analisis konsep (concept analysis) dan perumusan tujuan
pembelajaran (specifying instructional objectives).
Pada tahap ini, guru melakukan diagnosis awal untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas
pembelajaran.
2) Learner analysis
Pada tahap ini dipelajari karakteristik peserta didik, misalnya: kemampuan, motivasi belajar, latar
belakang pengalaman, dsb.
3) Task analysis
Guru menganalisis tugas-tugas pokok yang harus dikuasai peserta didik agar peserta didik dapat
mencapai kompetensi minimal.
4) Concept analysis
Menganalisis konsep yang akan diajarkan, menyusun langkah-langkah yang akan dilakukan secara
rasional.
Menulis tujuan pembelajaran, perubahan perilaku yang diharapkan setelah belajar dengan kata
kerja operasional.
Menurut Mulyatiningsih (Online) dalam konteks pengembangan bahan ajar (modul, buku, LKS),
tahap pendefinisian dilakukan dengan cara: 1) Analisis kurikulum, 2) Analisis karakteristik peserta
didik, 3) Analisis materi.
1) Analisis kurikulum
Pada tahap awal, peneliti perlu mengkaji kurikulum yang berlaku pada saat itu. Dalam
kurikulum terdapat kompetensi yang ingin dicapai. Analisis kurikulum berguna untuk menetapkan
pada kompetensi yang mana bahan ajar tersebut akan dikembangkan. Hal ini dilakukan karena ada
kemungkinan tidak semua kompetensi yang ada dalam kurikulum dapat disediakan bahan ajarnya
Seperti layaknya seorang guru akan mengajar, guru harus mengenali karakteristik peserta didik
yang akan menggunakan bahan ajar. Hal ini penting karena semua proses pembelajaran harus
disesuaikan dengan karakteristik peserta didik. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan untuk
mengetahui karakteristik peserta didik antara lain: kemampuan akademik individu, karakteristik fisik,
kemampuan kerja kelompok, motivasi belajar, latar belakang ekonomi dan sosial, pengalaman
belajar sebelumnya, dsb. Dalam kaitannya dengan pengembangan bahan ajar, karakteristik peserta
didik perlu diketahui untuk menyusun bahan ajar yang sesuai dengan kemampuan akademiknya,
misalnya: apabila tingkat pendidikan peserta didik masih rendah, maka penulisan bahan ajar harus
menggunakan bahasa dan kata-kata sederhana yang mudah dipahami. Apabila minat baca peserta
didik masih rendah maka bahan ajar perlu ditambah dengan ilustasi gambar yang menarik supaya
peserta didik termotivasi untuk membacanya.
Analisis materi dilakukan dengan cara mengidentifikasi materi utama yang perlu diajarkan,
mengumpulkan dan memilih materi yang relevan, dan menyusunnya kembali secara sistematis
2. Design (Perancangan)
Menurut Thiagarajan, dkk (1974), penyusunan tes acuan patokan merupakan langkah
yang menghubungkan antara tahap pendefinisian (define) dengan tahap
perancangan (design). Tes acuan patokan disusunberdasarkan spesifikasi tujuan
pembelajaran dan analisis siswa, kemudian selanjutnya disusun kisi-kisi tes hasil belajar.
Tes yang dikembangkan disesuaikan dengan jenjang kemampuan kognitif. Penskoran hasil
tes menggunakan panduan evaluasi yang memuat kunci dan pedoman penskoran setiap
butir soal.
Dalam tahap perancangan, peneliti sudah membuat produk awal (prototype) atau rancangan
produk. Pada konteks pengembangan bahan ajar, tahap ini dilakukan untuk membuat modul atau
buku ajar sesuai dengan kerangka isi hasil analisis kurikulum dan materi. Dalam konteks
pengembangan model pembelajaran, tahap ini diisi dengan kegiatan menyiapkan kerangka
konseptual model dan perangkat pembelajaran (materi, media, alat evaluasi) dan mensimulasikan
penggunaan model dan perangkat pembelajaran tersebut dalam lingkup kecil. Sebelum rancangan
(design) produk dilanjutkan ke tahap berikutnya, maka rancangan produk (model, buku ajar, dsb)
tersebut perlu divalidasi. Validasi rancangan produk dilakukan oleh teman sejawat seperti dosen
atau guru dari bidang studi/bidang keahlian yang sama. Berdasarkan hasil validasi teman sejawat
tersebut, ada kemungkinan rancangan produk masih perlu diperbaiki sesuai dengan saran validator.
3. Develop (Pengembangan)
Dalam konteks pengembangan bahan ajar (buku atau modul), tahap pengembangan dilakukan
dengan cara menguji isi dan keterbacaan modul atau buku ajar tersebut kepada pakar yang terlibat
pada saat validasi rancangan dan peserta didik yang akan menggunakan modul atau buku ajar
tersebut. Hasil pengujian kemudian digunakan untuk revisi sehingga modul atau buku ajar tersebut
benar-benar telah memenuhi kebutuhan pengguna. Untuk mengetahui efektivitas modul atau buku
ajar tersebut dalam meningkatkan hasil belajar, kegiatan dilanjutkan dengan memberi soal-soal
latihan yang materinya diambil dari modul atau buku ajar yang dikembangkan.
1) Validasi model oleh ahli/pakar. Hal-hal yang divalidasi meliputi panduan penggunaan model dan
perangkat model pembelajaran. Tim ahli yang dilibatkan dalam proses validasi terdiri dari: pakar
teknologi pembelajaran, pakar bidang studi pada mata pelajaran yang sama, pakar evaluasi hasil
belajar.
2) Revisi model berdasarkan masukan dari para pakar pada saat validasi
3) Uji coba terbatas dalam pembelajaran di kelas, sesuai situasi nyata yang akan dihadapi.
5) Implementasi model pada wilayah yang lebih luas. Selama proses implementasi tersebut, diuji
efektivitas model dan perangkat model yang dikembangkan. Pengujian efektivitas dapat dilakukan
dengan eksperimen atau Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Cara pengujian melalui eksperimen
dilakukan dengan membandingkan hasil belajar pada kelompok pengguna model dan kelompok yang
tidak menggunakan model. Apabila hasil belajar kelompok pengguna model lebih bagus dari
kelompok yang tidak menggunakan model maka dapat dinyatakan model tersebut efektif. Cara
pengujian efektivitas pembelajaran melalui PTK dapat dilakukan dengan cara mengukur kompetensi
sebelum dan sesudah pembelajaran. Apabila kompetensi sesudah pembelajaran lebih baik dari
sebelumnya, maka model pembelajaran yang dikembangkan juga dinyatakan efektif.
4. Disseminate (Penyebarluasan)
Pada konteks pengembangan bahan ajar, tahap dissemination dilakukan dengan cara sosialisasi
bahan ajar melalui pendistribusian dalam jumlah terbatas kepada guru dan peserta didik.
Pendistribusian ini dimaksudkan untuk memperoleh respons, umpan balik terhadap bahan ajar yang
telah dikembangkan. Apabila respon sasaran pengguna bahan ajar sudah baik maka baru dilakukan
pencetakan dalam jumlah banyak dan pemasaran supaya bahan ajar itu digunakan oleh sasaran yang
lebih luas.
PENUTUP
1. Kesimpulan
Dalam desain pembelajaran dikenal beberapa model yang dikemukakan oleh para ahli.
Secara umum, model desain pembelajaran dapat diklasifikasikan ke dalam model
berorientasi kelas, model berorientasi sistem, model berorientasi produk, model
prosedural dan model melingkar.
Model berorientasi kelas biasanya ditujukan untuk mendesain pembelajaran level mikro
(kelas) yang hanya dilakukan setiap dua jam pelajaran atau lebih. Contohnya adalah model
ASSURE. Model berorientasi produk adalah model desain pembelajaran untuk
menghasilkann suatu produk, biasanya media pembelajaran, misalnya video pembelajaran,
multimedia pembelajaran, atau modul. Contoh modelnya adalah model hannafin and
peck. Satu lagi adalah model beroreintasi sistem yaitu model desain pembelajaran untuk
menghasilkan suatu sistem pembelajaran yang cakupannya luas, seperti desain sistem
suatu pelatihan, kurikulum sekiolah, dll. contohnya adalah model ADDIE. Selain itu ada
pula yang biasa kita sebut sebagai model prosedural dan model melingkar. Contoh dari
model prosedural adalah model Dick and Carrey sementara contoh model melingkar adalah
model Kemp.
Adanya variasi model yang ada ini sebenarnya juga dapat menguntungkan kita, beberapa
keuntungan itu antara lain adalah kita dapat memilih dan menerapkan salah satu model
desain pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik yang kita hadapi di lapangan, selain
itu juga, kita dapat mengembangkan dan membuat model turunan dari model-model yang
telah ada, ataupun kita juga dapat meneliti dan mengembangkan desain yang telah ada
untuk dicobakan dan diperbaiki.
2. Saran
Model-model pengembangan memiliki karakteristik dan keunggulan masing-masing. Untuk
itu kita bisa memanfaatkan langkah-langkah teoritis model-model tersebut atau
memodifikasi langkah-langkah yang terdapat pada model tersebut yang disesuaikan dengan
kebutuhan kita untuk mengembangkan bahan ajar kita sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Borg, W.R and Gall, M.D. 2003. Educational Research: An Introduction 4th Edition. London: Longman
Inc
Sugiarto. 2011. Landasan Pengembangan Bahan Ajar. Materi Workshop Penyusunan Buku
Ajar Bagi Dosen Politeknik Kesehatan Kemenkes Semarang.
Unknown at 5:42 AM
‹
›
Home