Anda di halaman 1dari 27

Case Report Session

Pneumonia

Oleh :

Mega Utari

(1610070100005)

Preseptor :
dr. Rivani Kurniawan Sp. Rad

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BAITURRAHMAH


KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN RADIOLOGI
RSI SITI RAHMAH PADANG
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan case report session yang
berjudul “Pneumonia” Penulisan case report session ini dilakukan dalam rangka
memenuhi salah satu syarat lulus di bagian RADIOLOGI.
Penulis menyadari sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan case
report session ini tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak yang terkait.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu menyelesaikan case report session ini. Terima kasih kepada dr.Rivani
Kurniawan Sp.Rad selaku dosen pembimbing dalam menyelesaikan case report
session ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini masih jauh dari
sempurna. Namun penulis berharap semoga nantinya tulisan ini dapat bermanfaat
bagi semua pihak.
Penulis mengakui bahwa penulis adalah manusia yang mempunyai
keterbatasan dalam berbagai hal. Oleh karena itu tidak ada hal yang dapat
diselesaikan dengan sempurna. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun demi kesempurnaan case report session ini. Penulis berharap
case report session ini bermanfaat bagi yang membacanya.

Padang, 03 Maret 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Depan.............................................................................................. i
Kata Pengantar............................................................................................... ii
Daftar Isi.......................................................................................................... iii
Daftar Gambar................................................................................................ iv

BAB I. PENDAHULUAN.............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1
1.2 Tujuan...................................................................................................... 1
1.2.1 Tujuan Umum................................................................................ 1
1.2.2 Tujuan Khusus............................................................................... 1
1.3 Manfaat.................................................................................................... 2
1.3.1 Bagi Penulis .................................................................................. 2
1.3.2 Bagi Instusi.................................................................................... 2

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA................................................................... 3


2.1 Anatomi Paru........................................................................................... 3
2.2 Pneumonia............................................................................................... 4
2.2.1 Definisi Pneumonia..................................................................... 4
2.2.2 Epidemiologi................................................................................ 4
2.2.3 Etiologi........................................................................................ 4
2.2.4 Patofisiologi................................................................................. 5
2.2.5 Klasifikasi.................................................................................... 7
2.2.6 Gambaran Klinis.......................................................................... 9
2.2.7 Pemeriksaan fisik......................................................................... 9
2.2.8 Pemeriksaan Penunjang............................................................... 9
2.2.9 Penatalaksanaan........................................................................... 13
2.2.10 Komplikasi................................................................................... 15
2.2.11 Prognosis...................................................................................... 15

BAB III. LAPORAN KASUS........................................................................ 16

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................

iii
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Anatomi Paru.............................................................................


Gambar 2.2 Gambaran gabungan konsolidasi berdensitas tinggi pada satu
segmen/lobus (lobus kanan bawah PA maupun lateral) atau
bercak yang mengikutsertakan alveoli yang tersebar.................
Gambar 2.3 CT Scan resolusi tinggi menunjukkan gambaran hiperdens di
lobus atas kiri sampai ke perifer.................................................
Gambar 2.4 Tampak bercak konsolidasi tidak homogen dilobus atas kiri
dan lobus bawah kiri..................................................................
Gambar 2.5 Tampak gambaran opak/hiperdens pada lobus tengah kanan,
namun tidak menjalar sampai keperifer.....................................
Gambae 2.6 Radiologis berupa bayangan udara pada alveolus masih
terlihat, diliputi oleh perselubungan yang tidak merata.............
Gambar 3.1 Rontgen Thorak..........................................................................

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Infeksi saluran napas bawah akut (ISNBA) masih terus menjadi masalah
kesehatan yang utama meskipun kemajuan dalam identifikasi baik agen-agen
penyebab baru ataupun lama sangat pesat, dan kemampuan obat-obat antimikroba
telah banyak ditingkatkan. Selain itu masih banyak terdapat kontroversi berkenaan
dengan pendekatan diagnostic dan pilihan pengobatan.1
ISNBA dapat dijumpai dalam berbagai bentuk, tersering adalah dalam
bentuk pneumonia. Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan
paru-paru (alveoli). Juga bisa didefinisikan peradangan yang mengenai parenkim
paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius,
dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan
pertukaran gas setempat. Dan menimbulkan angka kesakitan yang tinggi, dengan
gejala-gejala batuk, demam, dan sesak nafas.1,2
Secara klinis pneumonia dapat diklasifikasikan sebagai suatu peradangan
paru yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit, dan
lain-lain). Secara anatomis pneumonia dapat diklasifikasikan sebagai pneumonia
lobaris, pneumonia segmentalis, dan pneumonia lobularis yang dikenal sebagai
bronkopneumonia dan biasanya mengenai paru bagian bawah. Selain itu
pneumonia dapat juga dibedakan berdasarkan tempat dapatannya, yaitu
pneumonia komunitas dan pneumonia rumah sakit.2,3

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Penulisan laporan kasus ini bertujuan untuk melengkapi syarat Kepaniteraan
Klinik Senior (KKS) bagian radiologi di RSI Siti Rahmah Padang
1.2.2 Tujuan Khusus
Mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan Pneumonia mulai dari definisi
hingga penatalaksanaan dan pemeriksaan radiologi.

1
1.3 Manfaat
1.3.1 Bagi Penulis
Sebagai bahan acuan dalam mempelajari, memahami dan mengembangkan
teori Pneumonia.
1.3.2 Bagi Instusi
Dapat dijadikan sumber referensi atau bahan perbandingan bagi kegiatan
yang ada kaitannya dengan pelayanan kesehatan, khususnya yang berkaitan
dengan Pneumonia.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Paru


Paru-paru manusia terletak pada rongga dada, bentuk dari paru- paru adalah
berbentuk kerucut yang ujungnya berada di atas tulang iga pertama dan dasarnya
berada pada diafragma. Paru terbagi menjadi dua yaitu bagian yaitu, paru kanan
dan paru kiri. Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus sedangkan paru-paru kiri
mempunyai dua lobus. Setiap paru- paru terbagi lagi menjadi beberapa sub-
bagian, terdapat sekitar sepuluh unit terkecil yang disebut bronchopulmonary
segments. Paru-paru bagian kanan dan bagian kiri dipisahkan oleh sebuah ruang
yang disebut mediastinum.4,5

Gambar 2.1 Anatomi Paru


Paru-paru manusia dibungkus oleh selaput tipis yang bernama pleura.
Pleura terbagi menjadi pleura viseralis dan pleura pariental. Pleura viseralis yaitu
selaput tipis yang langsung membungkus paru, sedangkan pleura parietal yaitu
selaput yang menempel pada rongga dada. Diantara kedua pleura terdapat rongga
yang disebut cavum pleura.4
Otot-otot pernafasan dibagi menjadi dua yaitu :
a. Otot inspirasi yang terdiri atas, otot interkostalis eksterna,
sternokleidomastoideus, skalenus dan diafragma.
b. Otot-otot ekspirasi adalah rektus abdominis dan interkostalis internus.5

3
2.2 Pneumonia
2.2.1 Definisi Pneumonia
Pneunomia adalah peradangan alat parenkim paru, distal dari bronkiolus
terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, yang disebabkan
oleh mikroorganisme (bakteri.virus,jamur,protozoa).2

2.2.2 Epidemiologi
Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi saluran napas yang
terbanyak di dapatkan dan sering merupakan penyebab kematian hampir di
seluruh dunia. Di Inggris pneumonia menyebabkan kematian 10 kali lebih banyak
dari pada penyakit infeksi lain, sedangkan di AS merupakan penyebab kematian
urutan ke 15.6
Di Indonesia berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun
2007, menunjukkan; prevalensi nasional ISPA: 25,5% (16 provinsi di atas angka
nasional), angka kesakitan (morbiditas) pneumonia pada Bayi: 2.2 %, Balita: 3%,
angka kematian (mortalitas) pada bayi 23,8%, dan Balita 15,5%.7
Pneumonia dapat terjadi pada orang tanpa kelainan imunitas yang jelas.
Namun pada kebanyakan pasien dewasa yang menderita pneumonia didapati
adanya satu atau lebih penyakit dasar yang mengganggu daya tahan tubuh.
Frekuensi relative terhadap mikroorganisme petogen paru bervariasi menurut
lingkungan ketika infeksi tersebut didapat. Misalnya lingkungan masyarakat, panti
perawatan, ataupun rumah sakit. Selain itu factor iklim dan letak geografik
mempengaruhi peningkatan frekuensi infeksi penyakit ini.8

2.2.3 Etiologi
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme yaitu
bakteri, virus, jamur, protozoa, yang sebagian besar disebabkan oleh bakteri.
Penyebab tersering pneumonia bakterialis adalah bakteri positif-gram,
Streptococcus pneumonia yang menyebabkan pneumonia streptokokus. Bakteri
staphylococcus aureus dan streptococcus aeruginosa. Pneumonia lainnya
disebabkan oleh virus, misalnya influenza.2,3

4
Pneumonia lobaris adalah peradangan jaringan akut yang berat yang
disebabkan oleh pneumococcus. Nama ini menunjukkan bahwa hanya satu lobus
paru yang terkena. Ada bermacam-macam pneumonia yang disebabkan oleh
bakteri lain, misalnya bronkopneumonia yang penyebabnya sering haemophylus
influenza dan pneumococcus.4

2.2.4 Patofisiologi
Pneumonia yang dipicu oleh bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi
sampai usia lanjut. Pecandu alcohol, pasien pasca operasi, orang-orang dengan
gangguan penyakit pernapasan, sedang terinfeksi virus atau menurun kekebalan
tubuhnya , adalah yang paling berisiko.8
Sebenarnya bakteri pneumonia itu ada dan hidup normal pada tenggorokan
yang sehat. Pada saat pertahanan tubuh menurun, misalnya karena penyakit, usia
lanjut, dan malnutrisi, bakteri pneumonia akan dengan cepat berkembang biak dan
merusak organ paru-paru.8,9
Kerusakan jaringan paru setelah kolonisasi suatu mikroorganisme paru
banyak disebabkan oleh reaksi imun dan peradangan yang dilakukan oleh pejamu.
Selain itu, toksin-toksin yang dikeluarkan oleh bakteri pada pneumonia bakterialis

5
dapat secara langsung merusak sel-sel system pernapasan bawah. Ada beberapa
cara mikroorganisme mencapai permukaan:9
1. Inokulasi langsung
2. Penyebaran melalui pembuluh darah
3. Inhalasi bahan aerosol
4. Kolonisasi dipermukaan mukosa9
Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah cara Kolonisasi.
Secara inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria
atau jamur. Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5 – 2,0 nm melalui udara dapat
mencapai bronkus terminal atau alveoli dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila
terjadi kolonisasi pada saluran napas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi
aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini
merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru. Aspirasi dari
sebagian kecil sekret orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur (50%) juga
pada keadaan penurunan kesadaran, peminum alkohol dan pemakai obat (drug
abuse).10
Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan
reaksi radang berupa edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN
dan diapedesis eritrosit sehingga terjadi permulaan fagositosis sebelum
terbentuknya antibodi.10
Pneumonia bakterialis menimbulkan respon imun dan peradangan yang
paling mencolok. Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-paru,
ataupun seluruh lobus, bahkan sebagian besar dari lima lobus paru-paru (tiga di
paru-paru kanan, dan dua di paru-paru kiri) menjadi terisi cairan. Dari jaringan
paru-paru, infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh melalui peredaran
darah. Bakteri pneumokokus adalah kuman yang paling umum sebagai penyebab
pneumonia.11
Terdapat empat stadium anatomic dari pneumonia terbagi atas:12
1. Stadium kongesti (4 – 12 jam pertama)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang
berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan
peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia

6
ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah
pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup
histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur
komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk
melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru.
Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstitium
sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus.
Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus
ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah
paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen
hemoglobin.12
2. Stadium hepatisasi merah (48 jam selanjutnya)
Terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang
dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang
terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan
cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada
stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan
bertambah sesak. Stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.12
3. Stadium hepatisasi kelabu (konsolidasi)
Terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang
terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang
cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli
mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna
merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.12
4. Stadium akhir (resolusi)
Eksudat yang mengalami konsolidasi di antara rongga alveoli dicerna secara
enzimatis yang diserap kembali atau dibersihkan dengan batuk. Parenkim paru
kembali menjadi penuh dengan cairan dan basah sampai pulih mencapai keadaan
normal.12

2.2.5 Klasifikasi13
A. Berdasarkan klinis dan epidemiologi
1. Pneumonia komuniti (Community-acquired pneumonia= CAP)

7
2. Penumonia nosokomial (Hospital-acquired Pneumonia= HAP)
3. Pneumonia pada penderita immunocompromised Host
4. Pneumonia aspirasi

B. Berdasarkan lokasi infeksi


1. Pneumonia lobaris
Sering disebabkan aspirasi benda asing atau oleh infeksi bakteri
(Staphylococcus), jarang pada bayi dan orang tua. Pneumonia yang terjadi
pada satu lobus atau segmen kemungkinan sekunder disebabkan oleh
obstruksi bronkus misalnya pada aspirasi benda asing atau proses
keganasan. Pada gambaran radiologis, terlihat gambaran gabungan
konsolidasi berdensitas tinggi pada satu segmen/lobus atau bercak yang
mengikutsertakan alveoli yang tersebar. Air bronchogram adalah udara
yang terdapat pada percabangan bronchus, yang dikelilingi oleh bayangan
opak rongga udara. Ketika terlihat adanya bronchogram, hal ini bersifat
diagnostik untuk pneumonia lobaris.13
2. Bronko pneumonia (Pneumonia lobularis)
 Inflamasi paru-paru biasanya dimulai di bronkiolus terminalis. Bronkiolus
terminalis menjadi tersumbat dengan eksudat mukopurulen membentuk
bercak-bercak konsolidasi di lobulus yang bersebelahan. Penyakit ini
seringnya bersifat sekunder, mengikuti infeksi dari saluran nafas atas,
demam pada infeksi spesifik dan penyakit yang melemahkan sistem
pertahanan tubuh. Pada bayi dan orang-orang yang lemah, Pneumonia
dapat muncul sebagai infeksi primer.13
3. Pneumonia interstisial
Terutama pada jaringan penyangga, yaitu interstitial dinding bronkus dan
peribronkil. Peradangan dapat ditemumkan pada infeksi virus dan
mycoplasma. Terjadi edema dinding bronkioli dan juga edema jaringan
interstisial prebronkial. Radiologis berupa bayangan udara pada alveolus
masih terlihat, diliputi perselubungan yang tidak merata.13

8
2.2.6 Gambaran Klinis
Gejala-gejala pneumonia serupa untuk semua jenis pneumonia. Gejala-gejala
meliputi:4
1. Demam dan menggigil akibat proses peradangan
2. Batuk yang sering produktif dan purulen
3. Sputum berwarna merah karat atau kehijauan dengan bau khas
4. Rasa lelah akibat reaksi peradangan dan hipoksia apabila infeksinya serius.

Gambaran klinis biasanya didahului oleh infeksi saluran napas akut bagian
atas selama beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, menggigil, suhu
tubuh kadang-kadang melebihi 40º C, sakit tenggorokan, nyeri otot dan sendi.
Juga disertai batuk, dengan sputum mukoid atau purulen, kadang-kadang
berdarah.4

2.2.7 Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik dada terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu

bernafas, pada palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada

auskultasi terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronchial yang

kadangkadang melemah. Mungkin disertai ronkhi halus, yang kemudian menjadi

ronkhi basah kasar pada stadium resolusi. Akan tetapi pada neonatus dan bayi

kecil, gejala dan tanda pnuemonia lebih beragam dan tidak selalu terlihat jelas.

Pada perkusi dan auskultasi paru umumnya tidak ditemukan kelainan.9

2.2.7 Pemeriksaan Penunjang


Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit,
biasanya >10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada hitungan jenis
leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk
menentukan diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan
serologi. Kultur darah dapat positif pada 20-25% penderita yang tidak diobati. An

9
alisa gas darah menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia, pada stadium lanjut
dapat terjadi asidosis respiratorik.4

1. Pemeriksaan radiologi10,12
a. Foto Thoraks
Gambaran Radiologis pada foto thorax pada penyakit pneumonia antara lain:
 Perselubungan homogen atau inhomogen sesuai dengan lobus atau segment
paru secara anantomis.
 Batasnya tegas, walaupun pada mulanya kurang jelas.
 Volume paru tidak berubah, tidak seperti atelektasis dimana paru mengecil.
Tidak tampak deviasi trachea/septum/fissure/ seperti pada atelektasis.
 Silhouette sign (+) : bermanfaat untuk menentukan letak lesi paru ; batas lesi
dengan jantung hilang, berarti lesi tersebut berdampingan dengan jantung
atau di lobus medius kanan.
 Seringkali terjadi komplikasi efusi pleura.
 Bila terjadinya pada lobus inferior, maka sinus phrenicocostalis yang paling
akhir terkena.
 Pada permulaan sering masih terlihat vaskuler.
 Pada masa resolusi sering tampak Air Bronchogram Sign (terperangkapnya
udara pada bronkus karena tiadanya pertukaran udara pada alveolus).
Foto thorax saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab
pneumonia, hanya merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi, misalnya
penyebab pneumonia lobaris tersering disebabkan oleh Streptococcus
pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa sering memperlihatkan infiltrat bilateral
atau gambaran bronkopneumonia sedangkan Klebsiela pneumonia sering
menunjukan konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun dapat
mengenai beberapa lobus.10

10
1.Pneumonia Lobaris
Foto Thorax

Gambar 2.2 Tampak gambaran gabungan konsolidasi berdensitas tinggi


pada satu segmen/lobus (lobus kanan bawah PA maupun lateral)) atau
bercak yang mengikutsertakan alveoli yang tersebar.8

CT Scan

Gambar 2.3 Hasil CT Scan resolusi tinggi menunjukkan gambaran


hiperdens di lobus atas kiri sampai ke perifer.12

11
1. Bronchopneumonia (Pneumonia Lobularis)
Foto Thorax

Gambar 2.4 tampak bercak konsolidasi tidak homogen di lobus atas kiri dan
lobus bawah kiri.8

CT Scan

12
Gambar 2.5 Tampak gambaran opak/hiperdens pada lobus tengah kanan,
namun tidak menjalar sampai perifer.12
2. Pneumonia Interstisial
Foto Thorax

Gambar 2.6 Radiologis berupa bayangan udara pada alveolus masih terlihat,
diliputi oleh perselubungan yang tidak merata.8

2.2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat diberikan antara lain:
A. Non farmakologis
1. Menjaga Kelancaran Pernapasan
2. Terapi O2 untuk mencapai saturasi 95-96%
3. Nebulizer untuk pengenceran dahak yang kental, dapat disertai
bronchodilator bila disertai bronkospasme
4. Fisioterapi dada untuk pengeluaran dahak
5. Kebutuhan Istirahat Pasien ini sering hiperpireksia maka pasien perlu
cukup istirahat, semua kebutuhan pasien harus ditolong ditempat tidur

13
6. Kebutuhan Nutrisi dan Cairan Pasien pneumonia hampir selalu mengalami
masukan makanan yang kurang. Suhu tubuh yang tinggi selama beberapa
hari dan masukan cairan yang kurang dapat menyebabkan dehidrasi.
Untuk mencegah dehidrasi dan kekurangan kalori dipasang infus dengan
cairan glukosa 5% dan NaCl 0,9%
7. Mengontrol Suhu Tubuh.3

B. Farmakologis
Antibiotik
Pilihan empiris antibiotik untuk pasien pneumonia yang tidak
memerlukan perawatan intensive biasanya berespon terhadap beta laktam
generasi ke tiga (seperti Ceftriakson atau Cefotaxim) dengan atau tanpa
Macrolid (Claritromisin atau Azitromicin dianjurkan jika ada kecurigaan
infeksi H. influenza) atau Fluoroquinolon (dengan peningkatan kemampuan
membunuh S. pneumoniae). Antibiotic alternative antara lain Cefuraxime
dengan atau tanpa Macrolid atau Azitromicin saja. Pilihan antibiotic dapat
tunggal atau kombinasi. Antibiotic tunggal yang paling cocok diberikan yang
gambaran klinisnya sugestif disebabkan oleh tipe kuman yang sensitif.
Kombinasi antibiotik diberikan dengan maksud untuk mencakup spectrum
kuman-kuman yang dicurigai, untuk meningkatkan aktivitas spectrum dan
pada infeksi jamak. Bila telah didapatkan hasil kultur dan tes sensitivitas maka
hasil ini dapat dijadikan untuk memberikan antibiotik tunggal.8
Pneumonia ringan8
 Amoksisilin 25 mg/kgBB dibagi dalam 2 dosis sehari selama 3
hari. Diwilayah resistensi penisilin yang tinggi dosis dapat
dinaikan sampai 80-90 mg/kgBB.
 Kotrimoksazol (trimetoprim 4 mg/kgBB – sulfametoksazol 20
mg/kgBB) dibagi dalam 2 dosis sehari selama 5 hari
Pneumonia berat 8
 Kloramfenikol 25 mg/kgBB setiap 8 jam
 Seftriakson 50 mg/kgBB i.v setiap 12 jam
 Ampisilin 50 mg/kgBB i.m sehari empat kali, dan gentamisin 7,5

14
mg/kgBB sehari sekali
 Benzilpenisilin 50.000 U/kgBB setiap 6 jam, dan gentamisin 7,5
mg/kgBB sehari sekali.
2.2.9 Komplikasi
Komplikasi dari pneumonia adalah :4
1. Atelektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna atau kolaps paru
yang merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau reflek batuk hilang.
2. Empiema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga
spleura yang terdapat disatu tempat atau seluruh rongga pleura.
3. Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang
4. Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial
5. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.

2.2.10 Prognosis
 Quo ad vitam : dubia ad bonam
 Quo ad functionam : dubia ad bonam
 Quo ad sanactionam : dubia ad bonam

15
BAB III
LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien
Nama : Tn. M
Umur : 32 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
MR : 2022-16-08-82
Tanggal masuk : 21 februari 2022

II. Anamnesa
 Keluhan utama : seorang pasien laki-laki usia 37 tahun dibawa oleh
keluarganya ke IGD RSI Siti Rahmah dengan keluhan sesak nafas yang
bertambah berat sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit
 Riwayat penyakit sekarang
- Pasien mengeluhkan sesak nafas sejak 1 minggu sebelum masuk rumah
sakit dan sesak bertambah berat sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit
- Pasien mengeluhkan batuk berdahak sejak 1 minggu sebelum masuk
rumah sakit, dahak berwarna putih, dan tidak disertai dengan adanya
keluar darah
- Pasien mengalami demam sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit,
demam dirasakan hilang timbul, demam tidak disertai dengan menggigil,
keringat malam, dan demam menurun apabila dibeikan paracetamol
- Pasien mengalami penurunan nafsu makan sejak 2 hari sebelum masuk
rumah sakit
- Pasien mengalami mual muntah, dengan frekuensi 2 kali, muntah berisi
cairan yang dimakan pasien sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit
- Tidak ada nyeri tenggorokan
- Tidak ada anosmia
- BAK dan BAB dalam batas normal
 Riwayat penyakit dahulu
- Riwayat penyakit sebelumnya disangkal

16
- Riwayat TB paru (-)
- Riwayat Asma (-)
- Riwayat Hipertensi (-)
- Riwayat DM (-)
 Riwayat penyakit keluarga
- Riwayat penyakit yang sama disangkal
- Riwayat TB paru (-)
- Riwayat asma (-)
- Riwayat Hipertensi (-)
- Riwayat DM (-)
 Riwayat kebiasaan dan sosial
- Pekerjaan : Pedagang
- Kebiasaan :
o Merokok : ada, sehari 1 bungkus
o Alkohol : Tidak ada
o Narkoba : Tidak ada

III. Pemeriksaan fisik


Kesadaran : E4M6V5 CMC
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Tekananan darah : 130/97 mmHg
Nadi : 99x/menit
Suhu : 37,5 C
Pernafasan : 24x/menit

STATUS GENERALISTA
 Kepala : dalam batas normal
o Mata
 konjungtiva : anemis (-/-)
 sklera : ikterik (-/-)
o Mulut : sianosis (-), pursed-lips breathing (-)

17
o Leher
 JVP : 5-2 cmH2O
 KGB : tidak ada pembesaran KGB
o Thorax
 Paru
- Inspeksi
Statis : Asimetris Hemithoraks lebih cembung dibanding kanan
Dinamis : pergerakan hemithoraks kiri tertinggal dibanding kanan
- Palpasi : tidak dilakukan
- Perkusi : tidak dilakukan
- Auskultasi : tidak dilakukan
 Jantung
- Ispeksi : tidak dilakukan
- Palpasi : tidak dilakukan
- Perkusi : tidak dilakukan
- Auskultasi : tidak dilakukan
o Abdomen
- Inspeksi : tidak dilakukan
- Palpasi : tidak dilakukan
- Perkusi : tidak dilakukan
- Auskultasi : tidak dilakukan
o Ekstermitas superior dan inferior
- Edema (-/-)
- Sianosis (-/-)
- Akral hangat (+/+)
- CRT < 2 detik

18
IV. Pemeriksaan Penunjang
Rongten thorak

Gambar 3.1 Rontgen Thorak


Expertise :
- Proyeksi AP
- Foto : Asimetris
- Trakea ditengah
- Inspirasi cukup
- Jantung kesan tidak membesar
- Aorta dan mediastinum superior tidak melebar
- Hilus kanan baik, hilus kiri tidak dapat dinilai
- Terdapat konsolidasi di perihiler dan parakardial kiri
- Sinuscostofrenikus lancip kiri dan kanan
- Sinus cardiofrenikus lancip

19
- Diafragma licin
Kesan : Pneumonia

V. Diagnose kerja
Suspect COVID 19 + Pneumonia
VI. Pemeriksaan anjuran
- Rontgen Thoraks
- Labor Klinik
VII. Tatalaksana
 Farmakologi
- O2 3L/I
- IVFD RL 8 Jam/Kolf
- Inj. Ceftriaxone 1x2 gram
- Inj. Omenprazole 1x1 gram
- Inj. Paracetamol 3x500 mg
- Acetil sistein 3x200 mg

20
BAB IV

KESIMPULAN

Pneunomia adalah peradangan alat parenkim paru, distal dari bronkiolus


terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, yang disebabkan
oleh mikroorganisme (bakteri.virus,jamur,protozoa)
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme yaitu
bakteri, virus, jamur, protozoa, yang sebagian besar disebabkan oleh bakteri.
Penyebab tersering pneumonia bakterialis adalah bakteri positif-gram,
Streptococcus pneumonia yang menyebabkan pneumonia streptokokus. Bakteri
staphylococcus aureus dan streptococcus aeruginosa. Pneumonia lainnya
disebabkan oleh virus, misalnya influenza.
Pemeriksaan radiologi, dalam hal ini foto thorax konvensional dan CT
Scan menjadi pemeriksaan yang sangat penting pada pneumonia. Terutama
apabila dari pemeriksaan fisik memang menunjukan kelainan di paru dan
membutuhkan pemeriksaan peunjang berupa foto thorax. Koordinasi antara
pemeriksaan klinis, laboratorium dan radiologi akan dapat menunjang penegakan
diagnosis yang tepat.
Gambaran khas pada pneumonia adalah adanya perselubungan dengan
adanya gambaran air bronchogram. Namun tidak semua pneumonia memberikan
gambaran khas tersebut. Untuk menentukan etiologi pneumonia tidak dapat hanya
semata-mata menggunakan foto thorax, melainkan harus dilihat dari riwayat
penyakit, dan juga pemeriksaan laboratorium.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Aru W, Bambang, Idrus A, Marcellus, Siti S, ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid II. Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD RSCM;
2007.
2. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan
penatalaksanaan Pneumonia Komuniti.2003
3. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) 2013. Lap Nas 2013. 2013;1–384.
4. Bennet NJ, Steele RW. Pediatric pneumonia [internet]. USA: Medscape
LLC.; 2014 [Disitasi 2014 Sep 17]. Tersedia dari: http://emed
5. Mason RJ, Broaddus VC, Martin T, King TE, Schraugnagel D, Murray JF, et
al. Murray and Nadel’s text book of respiratology medicine volume 1. Edisi
ke-1. Netherland: Elseiver Saunders; 2005.
6. Bradley JS, Byington CL, Shah SS, Alverson B, Carter ER, Harrison C. 2011.
Executive summary: The management of community-acquired pneumonia in
infants and children older than 3 months of age: Clinical practice guidelines
by the Pediatric Infectious Diseases Society and the Infectious Diseases
Society of America. Clin Inf Dis. 53(7):617-630
7. Rahajoe, Nastini N. Buku ajar respirologi anak. Edisi ke1. Jakarta: Badan
Penerbit IDAI; 2010.
8. Muller NL, Franquet T, Lee KS. Imaging of Pulmonary Infections. Canada:
Lippincott Williams & Wilkins; 2007.
9. American thoracic society. Guidelines for management of adults with
community-acquired pneumonia. Diagnosis, assessment of severity,
antimicrobial therapy, and prevention. Am J Respir Crit.Care Med 2001; 163:
1730-54.
10. Correa Armando.G, Starke Jeffrey R. Kendig’s Disorder of the Respiratory
Tract in Children: “Bacterial Pneumoniasi”, Sixth Edition. WB. Saunders
Company Philadelphia, London, Toronto, Montreal, Sydney, Tokyo. 199
11. American thoracic society. Guidelines for management of adults with
Guidelines for the Management of Adults with Hospital-acquired, Ventilator-
associated, and Healthcare-associated Pneumonia. Am J Respir Crit.Care
Med 2005; 171: 388-416.
12. Barlett JG, Dowell SF, Mondell LA, File TM, Mushor DM, Fine MJ. Practice
guidelines for management community-acquiredd pneumonia in adults. Clin
infect Dis 2000; 31: 347-82
13. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan

22
penatalaksanaan Pneumonia Nosokomial.2003.

23

Anda mungkin juga menyukai