Anda di halaman 1dari 4

Nama : Depi Wawei Karuehni

NIM : 141180031

Fakultas : EKONOMI DAN BISNIS

Prodi : MANAJEMEN

Universitas Pembangunan Nasional “VETERAN” YOGYAKARTA


Argumen Ontologis
Salah satu argumen yang digunakan untuk menjelaskan eksistensi Tuhan adalah argumen ontologis.
Kata ontologi berasal dari kata Latin ontos yang berarti sesuatu yang berwujud[4] dan logos yang
berarti pengetahuan. Maka ontologi adalah ilmu pengetahuan tentang yang ada.
•Menurut Plato (428-348 S.M.)
Menurut Plato, semua yang ada di alam ini mempunyai ideanya masing-masing. Idea yang
dimaksud yakni definisi atau konsep universal dari tiap sesuatu yang merupakan hakikat dan menjadi
dasar keberadaan dari sesuatu tersebut. Idea-idea sifatnya transenden dan kekal, tempatnya berada
di luar alam ini yang disebut alam idea.
Dalam pandangan Plato, semua benda yang ada di alam nyata dan selalu berubah hanyalah
bayangan dari alam idea. Benda-benda tersebut hanyalah ilusi. Idea dari benda-benda tersebut, yang
hakikat dan yang tidak berubah terdapat di alam idea. Idea-idea adalah tujuan dan sebab dari wujud
benda-benda.
Berbagai macam idea-idea yang terdapat di alam idea tersebut terkoneksi pada satu idea yang
menaunginya, idea ini adalah yang tertinggi dan menjadi sumber, tujuan dan sebab dari segala yang
ada, Ia adalah Tuhan atau dalam bahasa Plato disebut The Absolute Good. Melalui teori idea ini
Plato hendak membuktikan bahwa alam ini berasal dari sesuatu yang gaib dan menjadi sumber dari
segala yang ada – The Absolute Good.
•St. Augustine (354-430 M.).
St. Augustine berpandangan bahwa melalui pengalamannya sehari-hari manusia dapat
mengetahui di alam ini terdapat kebenaran. Dalam memperoleh kebenaran tersebut adakalanya
akal manusia merasa begitu yakin tapi pada saat-saat tertentu terkadang merasa ragu-ragu akan apa
yang dinilainya sebagai kebenaran.
Dengan demikian akal manusia mampu menyadari bahwa di luar yang diketahuinya terdapat sesuatu
kebenaran tetap yang tak berubah-ubah. Kebenaran inilah yang menjadi sumber cahaya bagi akal
manusia dalam mengetahui yang mana benar dan yang mana salah. Kebenaran tetap dan kekal itu
merupakan Kebenaran Mutlak dan inilah – Kebenaran Mutlak – yang disebut Tuhan.[5]
•St. Anselm (1033-1109 M.)
Seorang Uskup Agung asal Canterbury. Anselm berpendapat bahwa manusia mampu berpikir
tentang sesuatu atau zat yang tidak ada satupun dari yang ada dapat melebihi dan mengatasi
kebesarannya. Zat yang demikian harus mempunyai wujud dalam hakikat tidak cukup hanya
mempunyai wujud dalam pikiran. Sebab bila hanya mempunyai wujud dalam pikiran, zat tersebut
tidak lebih besar dan tidak lebih sempurna dari yang lain. Berwujud dalam alam hakikat lebih besar
dan lebih sempurna daripada hanya berwujud dalam alam pikiran.
Zat yang Mahabesar dan Mahasempurna tersebut tak lain adalah Tuhan dan karena sesuatu yang
terbesar dan tersempurna tidak boleh tidak harus mempunyai wujud (dalam hakikat), maka Tuhan
mesti ada.
4.Argumen Kosmologis
Argumen kosmologis, bisa juga disebut sebagai argumen sebab – akibat. Sesuatu yang terjadi di
alam ini, pasti ada sebabnya. Sebab itulah yang menjadikan adanya atau terjadinya sesuatu itu.
Sebab alam lebih wajib dan ada daripada alam itu sendiri. Sesuatu yang menyebabkan terjadinya
alam ini, bisa dipastikan Yang Kuasa, Maha Besar atau disebut juga to aperion. Yang Kuasa (Sebab
Utama) ini tidak disebabkan oleh sebab yang lain. Dia bersifat (berdiri sendiri).
Menurut Aristoteles (384-322 S.M.)
Dalam pandangan Aristoteles, setiap benda yang dapat dicerap oleh pancaindera pasti mempunyai
materi dan bentuk. Bentuk dapat ditemui pada tiap-tiap benda dan bentuk pulalah yang membuat
materi mempunyai bangunan atau rupa. Bentuk tidak dapat berdiri sendiri tanpa materi begitupula
sebaliknya, materi tidak akan ada tanpa bentuk. Bentuk dan materi selamanya menyatu, hanya
dalam pikiran keduanya dapat dipisahkan.
Bentuk adalah hakikat atau konsep universal dari sesuatu oleh karenanya kekal dan tidak berubah-
ubah. Akan tetapi dalam pancaindera terjadi perubahan, maka menurut Aristoteles materilah yang
mengalami perubahan dan bentuk tetap kekal. Bentuklah yang membuat materi berubah untuk
mendapatkan bentuk tertentu lainnya. Dengan mendapatkan bentuk tertentu inilah materi tersebut
berubah menjadi sebuah benda. Sebelum bentuk melekat, materi hanya sebatas sesuatu yang
bersifat potensial baru setelah menyatu dengan bentuk, sifat potensial yang terkandung di dalam
materi tersebut menjelma menjadi aktual.
Terdapat suatu gerak dalam proses perpindahan dari satu bentuk-materi ke bentuk-materi lainnya,
dari materi potensial ke materi aktual. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa hubungan antara materi
dan bentuk sifatnya abadi, maka gerak yang terjadi diantara keduanya pun demikian, abadi. Suatu
gerak terjadi dari proses menggerakkan terhadap yang digerakkan, yang menggerakkan digerakkan
pula oleh sesuatu penggerak yang lain. Rentetan ini akan terus berjalan membentuk lingkaran yang
tak ada ujungnya. Maka harus ada penggerak yang tidak digerakkan atau tidak bergerak untuk
memutus lingkaran tersebut. Penggerak yang tidak bergerak ini harus dan wajib mempunyai wujud
(Necessary Being) dan inilah yang disebut penggerak pertama. Penggerak pertama ini harus
mempunyai sifat bentuk tanpa materi. Karena apabila ia mempunyai sifat materi, maka akan terjadi
perubahan atau gerak mengingat materi yang sifatnya potensial. Sebaliknya penggerak pertama
merupakan sesuatu yang bersifat aktual maka kekal dan hanya satu. Penggerak pertama ini disebut
juga Akal yang aktivitasnya hanya pikiran. Karena penggerak pertama atau akal ini sempurna dan
tidak membutuhkan pada yang lain, objek pemikirannya hanyalah dirinya sendiri. Akal dalam bentuk
ini adalah Akal yang suci (divine). Akal inilah Tuhan itu sendiri yang hubungannya dengan alam hanya
merupakan hubungan penggerak pertama dengan yang digerakkan. Aristoteles mengatakan bahwa
Tuhan menggerakkan karena dicintai (He produces motion as being love).

3. Argumentasi Teleologis
Argumentasi teleologis bermula dari pengamatan bahwa alam semesta adalah ruwet. Sebagai salah
seorang pendukung argumentasi yang asli,
William Paley
mencatat, ketika kita menemukan sesuatu serupa jam, memeriksanya dan mengetahui semua
bagiannya bekerja dengan harmonis dan dalam cara yang tertib, kita berpikir bahwa seorang mesti
telah mendesainnya dan membuat jam itu. Kita tidak berpikir bahwa objek seperti itu meloncat ke
dalam eksistensi atau tumbuh di pohon. Jika kita berpikir demikian ketika kita memperhatikan
sesuatu yang begitu sederhana seperti jam kantong, tentu saja ketika kita melihat sesuatu begitu
luas dan ruwet seperti alam semesta, masuk akal menganggap bahwa seseorang desainer dan
pembuat yang cerdas telah menciptakannya. Satu-satunya yang bisa kita pahami yang datang
mendekati deskripsi pencipta seperti itu adalah Tuhan, karena satu-satunya sesuatu yang
mahakuasa dan mahatahu yang memiliki intelek dan akal untuk mendesain alam semesta seperti itu.
Argumentasi teleologis ini sebenarnya sudah ada dalam kepustakaan filsafat sejak karya Plato,
Timaeus dan seterusnya. Argumentasi kelima dari Aquinas pun merupakan argumentasi teleologis.
Secara singkat dapat dikemukakan argumentasi teleologis demikian: Oleh karena di dalam seluruh
kosmos ada suatu tata tertib, suatu harmoni, suatu tujuan, maka harus ada suatu zat yang sadar,
yang menentukan tujuan itu terlebih dahulu. Bahwa musim datang pada waktunya, tiap makhluk
mendapat pemeliharaan masing-masing dan sebagainya, menunjukkan bahwa ada Allah yang
menjadikan dan mengatur semuanya itu.
Kalau kita teliti secara sungguh-sungguh, maka argumentasi teleologis (telos artinya tujuan)
sebenarnya juga bukan suatu pembuktian yang logis dan konklusif. Tetap terdapat suatu loncatan
argumentasi. Seandainya memang ada yang menjadikan dan mengatur semua yang terjadi di
sekeliling kita, diseluruh kosmos ini, tidak dapat secara logis menyimpulkan bahwa yang menjadikan
dan mengatur itu semua adalah Tuhan. David Hume dalam bukunya Dialogues Concering Natural
Religion (Bagian VIII) menguraikan kritik terhadap pembuktian teleogis ini.

4. Argumentasi Moral
Diantara argumen-argumen tentang adanya Tuhan, argument morallah yang terpenting dan
terkuat. Argumen moral ini dipelopori oleh Immanuel Kant (1724-1804).
Menurut Immanuel Kant,
argumen-argumen ontologism, kosmologis dan teleologis semuanya mempunyai kelemahan dan
tidak dapat membawa kepada keyakinan tentang adanya Tuhan. Bahkan, beberapa filosof
berpendapat bahwa argument-argumen yang terdahulu adalah variasi saja dari argument
ontologism. Sedangkan yang lain mengatakan variasi dari argument kosmologis. Karena itu argumen
moral, demikian Kant lebih jelas dan benar-benar membawa kepada keyakinan. Kant berpendapat
bahwa manusia mempunyai perasaan moral yang tertanam dalam jiwa dan hati sanubarinya. Orang
merasa bahwa ia mempunyai kewajiban untuk menjauhi perbuatan-perbuatan buruk dan
menjalankan perbuatan-perbuatan yang baik.
Ada dua macam macam bentuk argumentasi moral. Yang pertama, setiap orang itu
mempunyai kesadaran akan kesusilaan, kesadaran apa yang baik dan apa yang jahat, tentulah ada
yang memberikan kesadaran itulah Tuhan Allah. Yang kedua, mengemukakan argumentasi, bahwa
karena ada hukum-hukum moral secara obyektif tentu ada Pemberian Hukum yang Ilahi (Devine Law
Giver), dan karena ada kesadaran moral maka tentu ada Tuhan yang merupaka “Suara” kesadaran
itu, atau sumber kesadaran itu. Kedua argumentasi moral tersebut tidak dapat kita terima sebagai
pembuktian adanya Tuhan, karena sekali lagi ada suatu loncatan argumentasi.

Anda mungkin juga menyukai