NIM : 141180031
Prodi : MANAJEMEN
3. Argumentasi Teleologis
Argumentasi teleologis bermula dari pengamatan bahwa alam semesta adalah ruwet. Sebagai salah
seorang pendukung argumentasi yang asli,
William Paley
mencatat, ketika kita menemukan sesuatu serupa jam, memeriksanya dan mengetahui semua
bagiannya bekerja dengan harmonis dan dalam cara yang tertib, kita berpikir bahwa seorang mesti
telah mendesainnya dan membuat jam itu. Kita tidak berpikir bahwa objek seperti itu meloncat ke
dalam eksistensi atau tumbuh di pohon. Jika kita berpikir demikian ketika kita memperhatikan
sesuatu yang begitu sederhana seperti jam kantong, tentu saja ketika kita melihat sesuatu begitu
luas dan ruwet seperti alam semesta, masuk akal menganggap bahwa seseorang desainer dan
pembuat yang cerdas telah menciptakannya. Satu-satunya yang bisa kita pahami yang datang
mendekati deskripsi pencipta seperti itu adalah Tuhan, karena satu-satunya sesuatu yang
mahakuasa dan mahatahu yang memiliki intelek dan akal untuk mendesain alam semesta seperti itu.
Argumentasi teleologis ini sebenarnya sudah ada dalam kepustakaan filsafat sejak karya Plato,
Timaeus dan seterusnya. Argumentasi kelima dari Aquinas pun merupakan argumentasi teleologis.
Secara singkat dapat dikemukakan argumentasi teleologis demikian: Oleh karena di dalam seluruh
kosmos ada suatu tata tertib, suatu harmoni, suatu tujuan, maka harus ada suatu zat yang sadar,
yang menentukan tujuan itu terlebih dahulu. Bahwa musim datang pada waktunya, tiap makhluk
mendapat pemeliharaan masing-masing dan sebagainya, menunjukkan bahwa ada Allah yang
menjadikan dan mengatur semuanya itu.
Kalau kita teliti secara sungguh-sungguh, maka argumentasi teleologis (telos artinya tujuan)
sebenarnya juga bukan suatu pembuktian yang logis dan konklusif. Tetap terdapat suatu loncatan
argumentasi. Seandainya memang ada yang menjadikan dan mengatur semua yang terjadi di
sekeliling kita, diseluruh kosmos ini, tidak dapat secara logis menyimpulkan bahwa yang menjadikan
dan mengatur itu semua adalah Tuhan. David Hume dalam bukunya Dialogues Concering Natural
Religion (Bagian VIII) menguraikan kritik terhadap pembuktian teleogis ini.
4. Argumentasi Moral
Diantara argumen-argumen tentang adanya Tuhan, argument morallah yang terpenting dan
terkuat. Argumen moral ini dipelopori oleh Immanuel Kant (1724-1804).
Menurut Immanuel Kant,
argumen-argumen ontologism, kosmologis dan teleologis semuanya mempunyai kelemahan dan
tidak dapat membawa kepada keyakinan tentang adanya Tuhan. Bahkan, beberapa filosof
berpendapat bahwa argument-argumen yang terdahulu adalah variasi saja dari argument
ontologism. Sedangkan yang lain mengatakan variasi dari argument kosmologis. Karena itu argumen
moral, demikian Kant lebih jelas dan benar-benar membawa kepada keyakinan. Kant berpendapat
bahwa manusia mempunyai perasaan moral yang tertanam dalam jiwa dan hati sanubarinya. Orang
merasa bahwa ia mempunyai kewajiban untuk menjauhi perbuatan-perbuatan buruk dan
menjalankan perbuatan-perbuatan yang baik.
Ada dua macam macam bentuk argumentasi moral. Yang pertama, setiap orang itu
mempunyai kesadaran akan kesusilaan, kesadaran apa yang baik dan apa yang jahat, tentulah ada
yang memberikan kesadaran itulah Tuhan Allah. Yang kedua, mengemukakan argumentasi, bahwa
karena ada hukum-hukum moral secara obyektif tentu ada Pemberian Hukum yang Ilahi (Devine Law
Giver), dan karena ada kesadaran moral maka tentu ada Tuhan yang merupaka “Suara” kesadaran
itu, atau sumber kesadaran itu. Kedua argumentasi moral tersebut tidak dapat kita terima sebagai
pembuktian adanya Tuhan, karena sekali lagi ada suatu loncatan argumentasi.