Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

ATRIAL FIBRILASI PADA “NY.S”


DI PUSKESMAS BATUA RAYA

Disusun oleh:
NAMA : NUR FADHILAH HAS
NIM : P0713201191182

CI LAHAN CI INSTITUSI

Hj. Nuraini Jalil, SKM, M.Kes

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN


JURUSAN KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES MAKASSAR
2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASKEP SECARA TEORI
ATRIAL FIBRILASI

A. Definisi
Atrial fibrilasi (AF) adalah aritmia jantung menetap yang paling
umum didapatkan. Ditandai dengan ketidakteraturan irama dan peningkatan
frekuensi atrium sebesar 350-650 x/menit sehingga atrium menghantarkan implus
terus menerus ke nodus AV.10Konduksi ke ventrikel dibatasi oleh periode
refrakter dari nodus AV dan terjadi tanpa diduga sehingga menimbulkan respon
ventrikel yang sangat ireguler Atrial fibrilasi dapat terjadi secara episodic
maupun permanen. Jika terjadi secara permanen, kasus tersebut sulit untuk
dikontrol.

Ciri-ciri FA pada gambaran EKG umumnya sebagai berikut: 1. EKG


permukaan menunjukkan pola interval RR yang ireguler 2. Tidak dijumpainya
gelombang P yang jelas pada EKG permukaan.Kadang-kadang dapat terlihat aktivitas
atrium yang ireguler pada beberapa sadapan EKG, paling sering pada sadapan V1. 3.
Interval antara dua gelombang aktivasi atrium tersebut biasanya bervariasi, umumnya
kecepatannya melebihi 450x/ menit.Atrial fibrilasi terjadi ketika atrium mengalami
depolarisasi secara spontan dengan kecepatan yang tidak beraturan
(350-600kali/menit) sehingga atrium  menghantarkan implus terus menerus ke nodus
AV. Konduksi ke ventrikel dibatasi oleh refrakter dari nodus AV dan terjadi tanpa
diduga sehingga menimbulkan respon ventrikel yang sangat ireguler (Patrick, 2002).
 Atrial fibrilasi terjadi karena meningkatnya kecepatan dan
tidakterorganisirnya sinyal-sinyal listrik di atrium, sehingga menyebabkankontraksi
yang sangat cepat dan tidak teratur (fibrilasi).Sebagaiakibatnya, darah terkumpul di
atrium dan tidak benar-benar dipompake ventrikel.Ini ditandai dengan heart rate yang
sangat cepat sehinggagelombang P di dalam EKG tidak dapat dilihat.Ketika ini
terjadi,atrium dan ventrikel tidak bekerja sama sebagaimana mestinya. Gambaran
elektrokardiogram atrial fibrilasi adalah irama umumnya tidak teratur dengan
frekuensi laju jantung bervariasi (bias normal/lambat/cepat). Jika laju jantung kurang
dari 60 kali permenit disebut atrial fibrilasi slow ventricular respons (SVR), jika laju
jantung 60-100 kali permenit disebut atrial fibrilasi normo ventricular respon (NVR)
sedangkan jika laju jantung lebih dari 100 kali permenit disebut  atrial fibrilasi rapid
ventricular respon (RVR). Kecepatan QRS biasanya normal atau cepat dengan
gelombang P tidak ada atau jikapun ada menunjukkan depolarisasi cepat dan kecil
sehingga bentuknya tidak dapat didefinisikan (Chuchum, 2010).

Gambar 1. Contoh gambaran irama jantung normal dan atrial fibrilasi


Pada dasarnya, jantung dapat melakukan kontraksi karenaterdapat adanya
sistem konduksi sinyal elektrik yang berasal darinodus sino-atrial (SA).Pada atrial
fibriasi, nodus SA tidak mampumelakukan fungsinya secara normal, hal ini
menyebabkan tidakteraturnya konduksi sinyal elektrik dari atrium ke ventrikel.
Akibatnya,detak jantung menjadi tidak teratur dan terjadi peningkatan denyutjantung.
Keadaan ini dapat terjadi dan berlangsung dalam menit keminggu bahkan dapat
terjadi bertahun-tahun. Kecenderungan dariatrial fibrilasi sendiri adalah
kecenderungan untuk menjadi kronis danmenyebabkan komplikasi lain.
Pada manifestasi klinik, atrial fibrilasi dapat simptomatik dandapat pula
asimptomatik.Gejala-gejala atrial fibrilasi sangat bervariasitergantung dari kecepatan
laju irama ventrikel, lamanya atrial fibrilasi,dan penyakit yang mendasarinya.Gejala-
gejala yang dialami terutamasaat beraktivitas, sesak nafas, cepat lelah, sinkop atau
gejalatromboemboli.Atrial fibrilasi dapat mencetuskan gejala iskemikdengan dasar
penyakit jantung koroner.Fungsi kontraksi atrial yangsangat berkurang pada atrial
fibrilasi akan menurunkan curah jantungdan dapat menyebabkan gagal jantung
kongestif pada pasien dengandisfungsi ventrikel kiri.
Walaupun atrial fibrilasi seringkali tanpa disertai adanya gejala,tetapi
terkadang atrial fibriasi dapat menyebabkan palpitasi, penurunankesadaran, nyeri dada
dan gagal jantung kongestif.Pasien dengan AFbiasanya memiliki peningkatan resiko
stroke yang signifikan (hingga>7 kali populasi umum).Pada atrial fibrilasi, resiko
stroke meningkattinggi, hal ini dikarenakan adanya pembentukan gumpalan di
atriumsehingga menurunkan kemampuan kontraksi jantung khususnya padaatrium
kiri jantung.Di samping itu, peningkatan resiko stroketergantung juga pada jumlah
faktor resiko tambahan.Tetapi, banyakorang dengan atrial fibrilasi memang memiliki
faktor resiko tambahanlain dan juga merupakan penyebab utama dari stroke.
Atrial fibrilasi juga dapat timbul sehubungan dengan penyakitsistemik non-
kardiak.Misalnya pada hipertensi sistemik ditemukan45% dan diabetes militus 10%
dari pasien atrial fibrilasi. Demikianpula pada beberapa keadaan lain seperti penyakit
paru obstruktifkronik dan emboli paru akut. Tetapi pada sekitar 3% pasien
atrialfibrilasi tidak dapat ditemukan penyebabnya, atau disebut dengan loneAF.Lone
AF ini dikatakan tidak berhubungan dengan resikotromboemboli yang tinggi pada
kelompok usia muda, tetapi bila terjadipada kelompok usia lanjut resiko ini tetap akan
meningkat.

B. Etiologi
Penyebab paling sering adalah hipertensi, cardiomyopathy, kelainan katup mitral dan
trikuspid, hyperthyroidism, kebiasaan konsumsi alkohol (holiday heart). Penyebab
yang jarang meliputi pulmonary embolism, atrial septal defect (ASD), dan penyakit
jantung defect kongenital lainnya, myocarditis, dan pericarditis.
Penyebab dari abnormalitas irama jantung biasanya satu atau gabungan dari kelainan
berikut ini dalam sistem irama-konduksi jantung :
1. Irama abnormal dari pacu jantung.
2. Pergeseran pacu jantung dari nodus sinus ke bagian lain dari jantung.
3. Blok pada tempat-tempat yang berbeda sewktu menghantarkan impuls melalui
jantung.
4. Jalur hantaran impuls yang abnormal melalui jantung.
5. Pembentukan yang spontan dari impuls abnormal pada hampir semua bagian
jantung.
Beberapa kondisi atau penyakit yang dapat menyebabkan abnormalitas irama jantung
adalah :
1. Peradangan jantung, misalnya demam reumatik, peradangan miokard (miokarditis
karena infeksi).
2. Gangguan sirkulasi koroner (aterosklerosis koroner atau spasme arteri koroner),
misalnya iskemia miokard, infark miokard.
3. Karena obat (intoksikasi) antara lain oleh digitalis, quinidin, dan obat-obat anti
aritmia lainnya.
4. Gangguan keseimbangan elektrolit (hiperkalemia, hipokalemia).
5. Gangguan pada pengaturan susunan saraf autonom yang mempengaruhi kerja dan
irama jantung.
6. Gangguan psikoneurotik dan susunan saraf pusat.
7. Gangguan metabolic (asidosis, alkalosis).
8. Gangguan endokrin (hipertiroidisme, hipotiroidisme).
9. Gangguan irama jantung akibat gagal jantung.
10. Gangguan irama jantung karena karmiopati atau tumor jantung.
11. Gangguan irama jantung karena penyakit degenerasi (fibrosis sistem konduksi
jantung).

C. Patofisiologi
Pada dasarnya mekanisme atrial fibriasi terdiri dari 2 proses, yaitu proses
aktivasi fokal dan multiple wavelet reentry. Pada proses aktivasi fokal bisa melibatkan
proses depolarisasi tunggal atau depolarisasi berulang. Pada proses aktivasi fokal,
fokus ektopik yang dominan adalah berasal dari vena pulmonalis superior. Selain itu,
fokus ektopik bisa juga berasal dari atrium kanan, vena cava superior dan sinus
coronarius. Fokus ektopik ini menimbulkan sinyal elektrik yang dapat mempengaruhi
potensial aksi pada atrium dan menggangu potensial aksi yang dicetuskan oleh nodus
sino-atrial (SA).
Sedangkan multiple wavelet reentry, merupakan proses potensial aksi yang
berulang dan melibatkan sirkuit atau jalur depolarisasi. Mekanisme multipie waveler
reentry tidak tergantung pada adanya fokus ektopik seperti pada proses aktivasi fokal,
tetapi lebih tergantung pada sedikit banyaknya sinyal elektrik yang mempengaruhi
depolarisasi. Timbulnya gelombang yang menetap dari depolarisasi atrial atau wavelet
yang dipicu oleh depolarisasi atrial prematur atau aktivas aritmogenik dari fokus yang
tercetus secara cepat. Pada multiple wavelet reentry, sedikit banyaknya sinyal elektrik
dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu periode refractory, besamya ruang atrium dan
kecepatan konduksi. Hal ini bisa dianalogikan, bahwa pada pembesuran atrium
biasanya akan disertai dengan pemendekan periode refractory dan terjadi penurunan
kecepatan konduksi. Ketiga faktor tersebut yang akan meningkatkan sinyal elektrik
dan menimbulkan peningkatan depolarisasi serta mencetuskan terjadinya atrial
fibrilasi.
Mekanisme fibrilasi atrium identik dengan mekanisme fibrilasi ventrikel
kecuali bila prosesnya temyatu hanya di massa otot atrium dan bukan di massa otot
ventrikel. Penyebab yang sering menimbulkan fibrilasi atrium adalah pembesaran
atrium akibat lesi katup jantung yang mencegah atrium mengosongkan isinya secara
adekuat ke dalam ventrikel, atau akibat kegagalan ventrikel dengan pembendungan
darah yang banyak di dalam atrium. Dinding atrium yang berdilatasi akan
menyediakan kondisi yang tepat untuk sebuah jalur konduksi yang panjang demikian
juga konduksi lambat, yang keduanya merupakan faktor predisposisi bagi fibrilasi
atrium.

D. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang terlihat pada penderita fibrilasi atrium adalah :
1. Palpitasi (perasaan yang kuat dari detak jantung yang cepat atau “berdebar” dalam
dada)
2. Sesak napas
3. Kelemahan atau kesulitan berolahraga
4. Nyeri dada
5. Pusing atau pingsan
6. Kelelahan (kelelahan)
7. Kebingungan
Fibrilasi atrium
a. Frekwensi : frekwensi atrium antara 350 sampai 600 denyut permenit; respons
ventrikuler biasanya 120 sampai 200 denyut per menit.
b. Gelombang P : tidak terdapat gelombang P yang jelas; tampak indulasi yang
iereguler, dinamakan gelombang fibrilasi atau gelombang F, interval PR tidak dapat
diukur.
c. Kompleks QRS : Biasanya normal .
d. Hantaran : Biasanya normal melalui ventrikel. Ditandai oleh respons ventrikuler
ireguler, karena nodus AV tidak berespon terhadap frekwensi atrium yang cepat,
maka impuls yang dihantarkan menyebabkan ventrikel berespon ireguler.
e. Irama : ireguler dan biasanya cepat, kecuali bila terkontrol. Ireguleritas irama
diakibatkan oleh perbedaan hantaran pada nodus AV

D. Pathway
E. Komplikasi
Dampak penyakit ini, selain berdebar-debar dan mudah sesak bila naik tangga atau
berjalan cepat, juga dapat menyebabkan emboli, bekuan darah yang lepas, yang bisa
menyumbat pembuluh darah di otak, menyebabkan stroke atau bekuan darah di
bagian tubuh yang lain.
Kelainan irama jantung (disritmia) jenis atrial fibrilasi seringkali menimbulkan
masalah tambahan bagi yang mengidapnya, yaitu serangan gangguan sirkulasi otak
(stroke). Ini terjadi karena atrium jantung yang berkontraksi tidak teratur
menyebabkan banyak darah yang tertinggal dalam atrium akibat tak bisa masuk ke
dalam ventrikel jantung dengan lancar. Hal ini memudahkan timbulnya gumpalan
atau bekuan darah (trombi) akibat stagnasi dan turbulensi darah yang terjadi. Atrium
dapat berdenyut lebih dari 300 kali per menit padahal biasanya tak lebih dari 100.
Makin tinggi frekuensi denyut dan makin besar volume atrium, makin besar peluang
terbentuknya gumpalan darah. Sebagian dari gumpalan inilah yang seringkali
melanjutkan perjalanannya memasuki sirkulasi otak dan sewaktu-waktu menyumbat
sehingga terjadi stroke. Pada penyakit katup jantung, terutama bila katup yang
menghubungkan antara atrium dan ventrikel tak dapat membuka dengan sempurna,
maka volume atrium akan bertambah, dindingnya akan membesar dan memudahkan
timbulnya rangsang yang tidak teratur.
Sekitar 20 persen kematian penderita katup jantung seperti ini disebabkan oleh
sumbatan gumpalan darah dalam sirkulasi otak.AF mengakibatkan pembentukan
trombus (gumpalan) pada aurikel (ventrikel jantung atas) yang dapat lepas ke dalam
sirkulasi dan menghambat arteri pada sistem saraf pusat (CNS), sehingga
menyebabkan stroke, atau, bila terjadi di luar CNS, mengakibatkan embolisme
sistemik non CNS.
Fibrilasi atrium (kontraksi otot atrium yang tidak terorganisasi dan tidak
terkoordinasi) biasanya berhubungan dengan penyakit jantung aterosklerotik, penyakit
katup jantung, gagal jantung kongestif, tirotoksikosis, cor pulmonale, atau penyakit
jantung kongenital.

F. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan Fisik :
 Tanda vital : denyut nadi berupa kecepatan dengan regularitasnya, tekanan darah
 Tekanan vena jugularis
 Ronki pada paru menunjukkan kemungkinan terdapat gagal jantung kongesti
 Irama gallop S3 pada auskultasi jantung menunjukan kemungkinan terdapat gaga
 jantung kongestif, terdapat bising pada auskultasi kemungkinan adanya penyakit
katupjantung
 Hepatomegali : kemungkinan terdapat gagal jantung kanan
 Edema perifer : kemungkinan terdapat gagal jantung kongestif
 Laboratorium : hematokrit ( anemia ), TSH ( penyakit gondok ), enzim jantung bila
dicurigai terdapat iskemia jantung
 Pemeriksaan EKG : dapat diketahui antara lain irama (verifikasi AF), hipertrofi
ventrikel kiri. Pre-eksitasi ventrikel kiri, sindroma pre-eksitasi (sindroma WPW),
identifikasi adanya iskemia.
 Foto Rontgen Toraks : Gambaran emboli paru, pneumonia, PPOK, kor pulmonal.
 Ekokardiografi untuk melihat antara lain kelainan katup, ukuran dari atrium dan
ventrikel, hipertrofi ventrikel kiri, fungsi ventrikel kiri, obstruksi outflow dan TEE
(Trans Esophago Echocardiography) untuk melihat trombus di atrium kiri.
 Pemeriksaan Fungsi Tiroid. Tirotoksikosis. Pada AF episode pertama bila laju irama
ventrikel sulit dikontrol.
 Uji latih : identifikasi iskemia jantung, menentukan adekuasi dari kontrol laju irama
jantung.
 Pemeriksaan lain yang mungkin diperlukan adalah holter monitoring studi
elektrofisiolagi.

G. Penatalaksanaan Medis
Tujuan yang ingin dicapai dalam penatalaksanaan AF adalah mengembalikan ke
irama sinus, mengontrol laju irama ventrikel dan pencegahan komplikasi
tromboemboli. Dalam penatalaksanaan AF perlu diperhatikan apakah pada pasien
tersebut dapat dilakukan konversi ke irama sinus atau cukup dengan pengontrolan laju
irama ventrikel. Pada pasien yang masih dapat dikembalikan ke irama sinus perlu
segera dilakukan konversi, sedangkan pada AF permanen sedikit sekali kemungkinan
atau tidak mungkin dikembalikan ke irama sinus, alternatif pengobatan dengan
menurunkan laju irama ventrikel harus dipertimbangkan.
a. Terapi Medis
Obat-obatan yang biasa digunakan adalah b-blockers, kalsium channel
antagonis nondihydropyridine dan digitalis.terapi kombinasi mungkin diperlukan.
Dronedarone mungking juga efektif untuk menurunkan denyut jantung selama
terjadinya AF.Amiodarone mungkin untuk beberapa pasien dinyatakan dengan
refrakter terhadap kontrol rate.Kombinasi antara bblocker dan digitalis mungkin
bermanfaat untuk pasien dengan gagal jantung. Obat-obatan untuk kontrol laju irama
termasuk :
- b-Blockers berguna jika adanya tonus adrenergic yang tinggi atau iskemia
miocard yang simtomatis terjadi yang berkaitan dengan AF. Selama pengobatan b-
blockers yang lama menunjukkan keefektifan dan keamanannya pada beberapa studi
dibandingkan dengan placebo dan digoxin.
- Antagonis kalsium channel Non-dihydropyridine (verapamil and diltiazem)
efektif untuk control laju irama pada saat akut maupun kronis. Obat-obat ini harus
dihindari pada pasien-pasien dengan gagal jantung sistolik karena efek inotropik
negative - Digoxin and digitoxin efektif untuk mengontrol denyut jantung pada saat
istirahat, tetapi tidak pada saat berolahraga.Kombinasi dengan b-blocker mungkin
efektif pada pasien dengan atau tanpa gagal jantung.
- Dronedarone efektif sebagai obat pengontrol laju irama untuk pengobatan
yang lama, menurunkan denyut jantung pada saat istirahat dan berolahraga secara
signifikan. Juga berhasil menurunkan denyut jantung selama AF relaps tetapi tidak
untuk permanen AF.
- Amiodarone merupakan obat pengontrol laju irama yang efektif. Intravenous
amiodarone efektif dan ditoleransi dengan baik oleh hemodinamik pasien.Obat ini
dapat menyebabkan efek samping ekstracardiac yang parah termasuk disfungsi tiroid
dan bradikardia.

Dosis intravena
Beta bloker
Atenolol - 25 – 100 mg QD

Propanolol - 10 – 40 mg TID

Bisoprolol - 5 - 10 mg QD

Carvedilol - 3.125 – 25 mg BID

Penghambat Kanal Kalsium Golongan Non-dihydropyridine

Verapamil 0,075-0,15 mg/kgBB iv 40 mg BID sampai 240 mg


dalam 2 menit QD (ER)
Diltiazem

Diltiazem 0,25 mg/kgBB bolus iv 30 mg TID sampai 120 mg


dalam 10 menit, QD (ER)
dilanjutkan 0,35 mg/kgBB iv

Lainnya
Digoxin 0,5 – 1 mg iv 0,125 – 0,5 mg QD

b.Terapi Mekanis
1. Kardioversi
Mencakup pemakaian arus listrik untuk menghentikan disritmia yang
memilikikompleks GRS, biasanya merupakan prosedur elektif.
2. Defibrilasi : kardioversi asinkronis yang digunakan pada keadaan gawat
darurat.
3. Defibrilator Kardioverter Implantabel : suatu alat untuk mendeteksi dan
mengakhiri episode takikardi ventrikel yang mengancam jiwa atau pada pasien
yang resiko mengalami fibrilasi ventrikel.
4. Terapi Pacemaker : Alat listrik yang mampu menghasilkan stimulus listrik
berulang ke otot jantung untuk mengontrol frekuensi jantung

H. Faktor Risiko Atrial Fibrilasi :


Faktor usia berpengaruh terhadap atrial fibrilasi karena dengan bertambahnya umur maka
semakin tinggi resiko terjadinya atrial fibrilasi. Usia merupakan salah satu faktor
terkuat dalam kejadian atrial fibrilasi. Sebuah studi di Framingham menyebutkan
bahwa meningkatnya kejadian atrial fibrilasi pada beberapa kondisi yaitu usia di atas 50
tahun.Selain itu, untuk mengetahui faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian
atrial fibrilasi tersebut harus dicari kondisi yang berhubungan dengan kelainan
jantung maupun kelainan di luar jantung. Kondisi kondisi yang berhubungan dengan
atrial fibrilasi dibagi berdasarkan: Kelainan Jantung yang berhubungan dengan AF :
1. Penyakit Jantung Koroner Kardiomiopati Dilatasi
2. Kardiomiopati Hipertrofit
3. Penyakit Katup Jantung : reumatik maupun no reumatik
4. Aritmia Jantung : takikardia atrial, fluter atrial, AVNRT, sindrom WPW, sick
sinus syndrome
5. Perikarditis

Kelainan di luar Jantung yang berhubungan dengan AF :


1. Diabetes militus
2. Hipertiroidisme
3. Penyakit paru : penyakit paru obstruktif kronik, hipertensi pulmonal
4. primer, emboli paru akut.
5. Neurogenik : sistem saraf autonom dapat mencetuskan AF pada pasien
6. sensitif melalui peninggian tonus vagal atau adrenergik.

I. Klasifikasi Atrial Fibriasi

Banyak tipe atau klasifikasi atrial fibrilasi yang umum dibahas.Beberapa hal antaranya
berdasarkan waktu timbulnya dan keberhasilanintervensi, berdasarkan ada tidaknya penyakit
lain yang mendasari, dan terakhir berdasarkan bentuk gelombang P.21Beberapa
keperpustakaan tertulis ada beberapa sistemklasifikasi atrial fibrilasi yang telah
dikemukanakan, seperti2 :
1. Berdasarkan laju respon ventrikel, atrial fibrilasi dibagi menjadi :
 AF respon cepat (rapid response) dimana laju ventrikel lebih dari 100 kali permenit
 AF respon lambat (slow response) dimana laju ventrikel lebih kurang dari 60 kali
permenit
 Af respon normal (normo response) dimana laju ventrikel antara 60-100 kali
permenit.
2. Berdasarkan keadaan Hemodinamik saat AF muncul, maka dapat diklasifikasikan
menjadi :
 AF dengan hemodinamik tidak stabil (gagal jantung, angina atau infark miokard
akut)
 AF dengan hemodinamik stabil 12
3. Klasifikasi menurut American Heart Assoiation (AHA), atrial fibriasi (AF) dibedakan
menjadi 4 jenis, yaitu22 :
 AF deteksi pertama yaitu tahap dimana belum pernah terdeteksi AF sebelumnya dan
baru pertama kali terdeteksi.
 AF paroksimal bila atrial fibrilasi berlangsung kurang dari 7 hari. Lebih kurang 50%
atrial fibrilasi paroksimal akan kembali ke irama sinus secara spontan dalam waktu 24
jam. Atrium fibrilasi yang episode pertamanya kurang dari 48 jam juga disebut AF
Paroksimal.
 AF persisten bila atrial fibrilasi menetap lebih dari 48 jam tetapi kurang
Dari 7 hari. Pada AF persisten diperlukan kardioversi untuk mengembalikan ke irama
sinus.
 AF kronik atau permanen bila atrial fibrilasi berlangsung lebih dari 7 hari. Biasanya
dengan kardioversi pun sulit untuk mengembalikan ke irama sinus (resisten).
Asuhan Keperawatan

I. Pengkajian

1. Identitas

Nama, umur (lebih sering terjadi pada pasien umur 45 tahun keatas), jenis kelamin
(sering terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan), tanggal masuk, agama,
pendidikan, kultur, alamat, tanggal pengkajian, tanggal masuk Rumah Sakit, nomor
register medik, diagnosa medik, Dx medik.

2. Keluhan Utama

Pasien merasakan nyeri pada daerah kepala dan tengkuk, pada kasus hipertensi berat
pasien dapat merasakan nyeri pada tungkai serta dispnea.

3. Riwayat kesehatan

a. Riwayat kesehatan sekarang

Pasien biasanya mengatakan sakit pada daerah kepala, pusing, mata berkunang-
kunang nafsu makan berkurang, pada sebagian kasus hipertensi berat pasien
merasakan dyspnea dan adanya penggunaan otot bantu pernafasan.

b. Riwayat kesehatan masa lalu

Pasien biasanya memiliki kebiasaan merokok, dan sering mengkonsumsi makanan


yang banyak mengandung garam dan kolestrol, pasien memiliki riwayat obesitas
dengan kurangnya pola aktivitas sehari-hari, pada sebagian kasus hipertensi sekunder
pasien memiliki riwayat penyakit lain yang menyertai penyakit hipertensi seperti
penyakit ginjal dan DM serta penyakit jantung.

c. Riwayat kesehatan keluarga

Biasanya pada pasien dengan hipertensi, memiliki riwayat kesehatan keluarga yang
terkena hipertensi dan adanya penyakit keturunan yang dapat menyebabkan seseorang
menderita hipertensi sekunder.
4. Riwayat Psikososial

Riwayat psikososial pasien terdiri dari :

Pada pasien dengan hipertensi ringan pasien hampir tidak mengalami gangguan
psikososial, berbeda pada pasien dengan hipertensi berat yang lebih memberikan efek
pada kondisi psikososial pasien yang berupa adanya perubahan kepribadian pada pasien
berupa pasien menjadi ansietas, depresi, euphoria dan marah kronis. Dalam hal ini,
hipertensi berat juga dapat memberikan dampak kepada keluarga dimana secara langsung
pasien tidak dapat bekerja dan berakivitas mandiri serta pasien perlu mendapatkan
perawatan dirumah sakit yang dapat membebani keuangan keluarga.

5.Riwayat spiritual
Nilai keagamaan pada pasien dengan hipertensi ringan biasanya dalam keadaan baik
dikarenakan pada pasien ini seluruh sistem organ masih berfungsi dengan baik, dalam
beberapa kasus seperti hipertensi sekunder dan hipertensi berat, kebanyakan pasien
menjadi depresi dan mengalami gangguan spiritual.

6. ADL

 Nutrisi

Makanan yang biasa dikonsumsi mencakup makanan tinggi natrium sperti makanan
awitan, tinggi lemak, tinggi kolestrol, mual, muntah, perubahan berat badan
(meningkatkan/menurun) riwayat pengguna diuretik.

 Eliminasi

Biasanya pada pasieen dengn hipertensi tidak mengalami gangguan pada pola
eliminasi kecuali hipertensi yang diderita sudah menyerang target organ seperti ginjal
dan akan mengakibatkan gangguan pada proses eliminasi urin.

 Personal hygine

Pada pasien dengan hipertensi ringan tidak mengalami gangguan pada proses personal
hyginenya, dalam beberapa kasus pada pasien dengan hipertensi berat dengn
komplikasi mengakibatkan pasien mengalami gangguan dalam pemenuhan personal
hyginenya, contihnya pada pasien dengan stoke yang menyerang organ otak
mengaakibatkan pasien mengalami kelumpuhan sehingga pasien tidak dapat
melakukan pola aktivitas personal hygine dengan mandiri.

 Istirahat tidur

Aktivitas istirahat pada hipertensi ringan, aktivitas pasien dalam keadaan baik, pada
kasus hipertensi berat terjadinya kelelahan fisik, letih, nafas pendek, gaya hidup
monoton dengan frekuensi jantung meningkat, perubahan trauma jantung dan
takipnea.

7. Pemeriksaan fisik umum


Pada pasien dengan hipertensi biasanya memiliki berat badan yang normal atau
melebihi indek masa tubuh, berat badan normal, tekanan darah >140/100 mmhg, nadi
>100 x/menit, frekuensi nafas 16-20 x/menit pada hipertensi berat terjadi pernafasan
takipnea, ortopnea, dyspnea nocturnal paroksimal, suhu tubuh 36,2-37 C pada
hipertensi berat suhu tubuh dapat menurun dan mengakibatkan pasien hipotermi,
Keadaan umum pasien compos mentis pada kasus hipertensi berat dengan komplikasi
dapat mengakibatkan pasien mengalami gangguan kesadaran dan sampai pada koma,
contohnya stroke hemoragik
a) Sistem penglihatan
Pada pasien dengan hipertensi memiliki sistem pengelihatan yang baik, pada
kasus hipertensi berat pasien mengalami pengelihatan kabur dan dapat terjadinya
anemis pada konjungtiva.
b) Sistem pendengaran
Pada kasus hipertensi, pasien tidak mengalami gangguan pada fungsi
pendengaran dan fungsi keseimbangan.
c) Sistem bicara
Pasien dengan hipertensi ringan tidak mengalami gangguan pada sistem bicara.
Pada kasus hipertensi berat terjadinya gangguan pola/isi bicara dan orientasi
bicara.
d) Sistem pernafasan
Secara umum baik dengan frekuensi nafas 16-20x/menit dengan irama
teratur,pada kasus hipertensi tertentu seperti hipertensi berat pasien
mengalamigangguan sistem pernafasan seperti takipne, dyspnea dan ortopnea,
adanya distress pernafasan/ penggunaan otot otot pernafasan pada hipertensi berat,
frekuensi pernafasan > 20x/menit Dengan irama pernafasan tidak teratur,
kedalaman nafas cepat dan dangkal, adanya batuk dan terdapat sputum pada
batuk pasien sehingga mengakibatkan sumbatan jalan nafas dan terdapat bunyi
mengi.
e) Sistem kardiovaskuler
Pada kasus hipertensi ringan, sirkulasi jantung dalam keadaan normal dengan
kecepatan denyut jantung apikal teratur dan terdapat bunyi jantung tambahan (S3),
adanya nyeri dada pada kasus hipertensi sekunder dengan komplikasi kelainan
jantung.
f) Sistem hematologi
Pasien mengalami gangguan hematologi pada hiperensi berat yang ditandai
dengan keadaan umum pucat, perdarahan yang mengakibatkan stroke dikarenakan
obstruksi dan pecahnya pembuluh darah.
g) Sistem syaraf pusat
Pada hipertensi ringan adanya rasa nyeri pada daerah kepala dan tengkuk,
kesadaran compos mentis, pada hipertensi berat kesadaran dapat dapat menurun
menjadi koma, refleks fisiologi meliputi refleks biceps fleksi dan triceps ekstensi,
serta refleks patologis negative.
h) Sistem pencernaan
Sistem pencernaan pada pasien hipertensi dalam keadaan baik, pada kasus
hipertensi berat dengan komplikasi menyerang organ pada abdomen
mengakibatkan pasien mengalami nyeri pada daerah abdomen.
i) Sistem Endokrin
Pada pasien dengan hipertensi tidak mengalami gangguan pada sistem endokrin.
j) Sistem urogenital
Terjadinya perubahan pola kemih pada hipertensi sekunder yang menyerang organ
ginjal sehingga menyebabkan terjadinya gangguan pola berkemih yang sering
terjadi pada malam hari.
k) Sistem integument
Turgor kulit buruk pada hipertensi berat dan adanya udema pada hipertensi
sekunder di daerah ekstremitas.
l) Sistem muskulo skeletal
Pada hipertensi ringan pasien tidak mengalami gangguan [ada sistem
musculoskeletal, tetapi pada hipertensi berat pasien mengalami Kesulitan dalam
bergerak dan kelemahan otot.
m) Aktivitas
1) Gejala : kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton.
2) Tanda :Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung,
takipnea.
n) Sirkulasi
1) Gejala : Riwayat Hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung
koroner/katup dan penyakit cebrovaskuler, episode palpitasi.
2) Tanda : Kenaikan TD, Nadi denyutan jelas dari karotis, jugularis,
radialis, tikikardi, murmur stenosis valvular, distensi vena jugularis,
kulit pucat, sianosis, suhu dingin (vasokontriksi perifer) pengisian
kapiler mungkin lambat/ tertunda.
o) Integritas Ego
1) Gejala : Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, factor stress
multiple (hubungan,keuangan, yang berkaitan dengan pekerjaan.
2) Tanda : Letupan suasana hat, gelisah, penyempitan continue perhatian,
tangisan meledak,otot muka tegang, pernafasan menghela, peningkatan
pola bicara.
p) Eliminasi
1) Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau (seperti obstruksi atau
riwayatpenyakit ginjal padamasa yang lalu).
q) Makanan/cairan
2) Gejala: Makanan yang disukai yang mencakup makanan tinggi garam,
lemak sertakolesterol, mual, muntah dan perubahan BB akhir akhir ini
(meningkat/turun), Riwayatpenggunaan diuretic
3) Tanda: Berat badan normal atau obesitas, adanya edema, glikosuria.
r) Neurosensori
1) Gejala: Keluhan pening pening/pusing, berdenyut, sakit kepala,
suboksipital (terjadi saatbangun dan menghilangkan secara
spontansetelah beberapa jam), Gangguan penglihatan (diplobia,
penglihatan kabur,epistakis).
2) Tanda: Status mental, perubahan keterjagaan, orientasi, pola/isi
bicara,efek, proses piker,penurunan keuatan genggaman tangan.
s) Nyeri/ ketidaknyaman
1) Gejala: Angina (penyakit arteri koroner/ keterlibatan jantung),
sakitkepala.
t) Pernafasan
1) Gejala: Dispnea yang berkaitan dari kativitas/kerja
takipnea,ortopnea,dispnea, batuk dengan/tanpa pembentukan sputum,
riwayat merokok.
2) Tanda: Distress pernafasan/penggunaan otot aksesori pernafasan
bunyinafas tambahan(krakties/mengi), sianosis.
u) Keamanan
1) Gejala: Gangguan koordinasi/cara berjalan, hipotensi postural.

II. Diagnosa Keperawatan


1) Penurunan curah jantung berhubungan dengan Gangguan kontraktilitas
2) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler-
alveolar.
3) Nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan
4) Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum

III.Intervensi
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan kontraktilitas
Tujuan
Klien akan : Menunjukkan tanda vital dalam batas yang dapat diterima (disritmia
terkontrol atau hilang) dan bebas gejala gagal jantung , Melaporkan penurunan epiode
dispnea, angina, Ikut serta dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja jantung.
No Intervensi Rasional
.
a.    Auskultasi nadi apical ; kaji Biasnya terjadi takikardi (meskipun pada saat
frekuensi, irama jantung. istirahat) untuk mengkompensasi penurunan
kontraktilitas ventrikel.

b.      Catat bunyi jantung. S1 dan S2 mungkin lemah karena


menurunnya kerja pompa. Irama Gallop
umum (S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran
darah kesermbi yang disteni. Murmur dapat
menunjukkan Inkompetensi/stenosis katup.

c.      Palpasi nadi perifer Penurunan curah jantung dapat menunjukkan


menurunnya nadi radial, popliteal, dorsalis,
pedis dan posttibial. Nadi mungkin cepat
hilang atau tidak teratur untuk dipalpasi dan
pulse alternan.

d.      Pantau TD Pada GJK dini, sedang atau kronis tekanan


drah dapat meningkat. Pada HCF lanjut tubuh
tidak mampu lagi mengkompensasi
danhipotensi tidak dapat norml lagi.
e.
Kaji kulit terhadp pucat dan Pucat menunjukkan menurunnya perfusi
sianosis perifer ekunder terhadap tidak dekutnya curh
jantung; vasokontriksi dan anemia. Sianosis
dapt terjadi sebagai refrakstori GJK. Area
yang sakit sering berwarna biru atu belang
karena peningkatan kongesti vena.
Meningkatkn sediaan oksigen untuk
kebutuhan miokard untuk melawan efek
f.    Berikan oksigen tambahan hipoksia/iskemia. Banyak obat dapat
dengan kanula nasal/masker dan digunakan untuk meningkatkan volume
obat sesuai indikasi (kolaborasi) sekuncup, memperbaiki kontraktilitas dan
menurunkan kongesti.

b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler-alveolus.


Tujuan
Klien akan : Mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenisasi dekuat pada jaringan
ditunjukkan oleh oksimetri dalam rentang normal dan bebas gejala distress
pernapasan., Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam btas
kemampuan/situasi.
No Intervensi Rasional
.
a.    Pantau bunyi nafas, catat menyatakan adnya kongesti paru/pengumpulan
krekles secret menunjukkan kebutuhan untuk intervensi
lanjut.

b.   Ajarkan/anjurkan klien batuk membersihkan jalan nafas dan memudahkan


efektif, nafas dalam. aliran oksigen.

c.    Dorong perubahan posisi. Membantu mencegah atelektasis dan pneumonia.

Kolaborasi dalam Hipoksemia dapat terjadi berat selama edema


Pantau/gambarkan seri GDA, paru.
nadi oksimetri.

e.    Berikan obat/oksigen Membantu dalam mengurangi edema dan


tambahan sesuai indikasi memudah jalan nafas.
c. Nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan
No Intervensi Rasional
.
a.   Selidiki keluhan nyeri dada, Nyeri secara khas terletak subternal dan
perhatikan awitan dan factor dapat menyebar keleher dan punggung.
pemberat dan penurun.Perhatikan Namun ini berbeda dari iskemia infark
petunjuk nonverbal ketidak miokard. Pada nyeri ini dapat memburuk
nyamanan pada inspirasi dalam, gerakan atau berbaring
dan hilang dengan duduk
tegak/membungkuk

b.   lingkungan yang tenang dan untuk menurunkan ketidaknyamanan fisik


tindakan kenyamanan mis: dan emosional pasien.
perubahan posisi, masasage
punggung,kompres hangat dingin,
dukungan emosional

c.   Berikan aktivitas hiburan yang mengarahkan perhatian, memberikan


tepat. distraksi dalam tingkat aktivitas individu.

d.   Berikan obat-obatan sesuai indikasi untuk menghilangkan nyeri dan respon


nyeri. inflamasi.

d. Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan/kelelahan


Tujuan
Klien akan : Berpartisipasi pad ktivitas yang diinginkan, memenuhi perawatan diri
sendiri, Mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan oelh
menurunnya kelemahan dan kelelahan.

No Intervensi Rasional
.
a.    Periksa tanda vital sebelum Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan
dan segera setelah aktivitas, aktivitas karena efek obat (vasodilasi),
khususnya bila klien perpindahan cairan (diuretic) atau pengaruh
menggunakan fungsi jantung
vasodilator,diuretic dan
penyekat beta.

b.    Catat respons kardiopulmonal Penurunan/ketidakmampuan miokardium untuk


terhadap aktivitas, catat meningkatkan volume sekuncup selama aktivitas
takikardi, diritmia, dispnea dpat menyebabkan peningkatan segera frekuensi
berkeringat dan pucat. jantung dan kebutuhan oksigen juga peningkatan
kelelahan dan kelemahan.

c.   Evaluasi peningkatan intoleran Dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi


aktivitas. jantung daripada kelebihan aktivitas.

d.   Implementasi program Peningkatan bertahap pada aktivitas


rehabilitasi jantung/aktivitas menghindari kerja jantung/konsumsi oksigen
(kolaborasi) berlebihan. Penguatan dan perbaikan fungsi
jantung dibawah stress, bila fungsi jantung tidak
dapat membaik kembali,
DAFTAR PUSTAKA

http://hariskumpulanaskep.blogspot.co.id/2011/09/askep-atrial-fibrilasi-af.html

http://eprints.undip.ac.id/44522/3/BAB_II.pdf

Pedoman Tata Laksana Fibrilasi Atrium Perhimpunan Dokter Spesialis


Kardiovaskular Indonesia 2014

http://villymea.blogspot.co.id/2013/06/makalah-atrium-fibrilasi.html

http://www.situsobat.com/2015/03/fargoxin-tablet.html

Anda mungkin juga menyukai