PEMBAHASAN
Anemia
Kelelahan
Anemia dan kelelahan setelah melahirkan juga dapat meningkatkan risiko seorang ibu
mengalami depresi postpartum.Komplikasi yang paling serius dari atonia uteri adalah
terjadinya syok akibat perdarahan yang hebat. Kondisi ini bahkan dapat mengancam
nyawa ibu.
6. Solusio plasenta
Solusio plasenta dapat menyebabkan masalah yang berakibat fatal bagi ibu dan bayi.
Bagi ibu, solusio plasenta dapat menyebabkan komplikasi berikut:
Gagal ginjal atau organ lainnya akibat kehilangan darah yang signifikan.
Lahir prematur.
7. Retensio plasenta
Retensi plasenta menyebabkan pembuluh darah yang melekat pada plasenta terus
terbuka dan mengeluarkan darah. Kondisi ini menyebabkan perdarahan
pascamelahirkan yang dapat mengancam nyawa pasien.
Komplikasi lain yang dapat terjadi adalah:
Infeksi rahim atau endometritis
Subinvolusi uteri, yaitu kondisi ketika rahim tidak kembali ke ukuran normal
setelah melahirkan
Polip plasenta atau tumbuhnya jaringan tidak normal pada plasenta
8. Ruptur uteri
Komplikasi yang paling menakutkan dan dapat mengancam hidup ibu dan janin
adalah ruptura uteri. Ruptura uteri pada jaringan parut dapat dijumpai secara jelas atau
tersembunyi. Secara anatomis, ruptura uteri dibagi menjadi ruptura uteri
komplit(symptomatic rupture) dan dehisens (asymptomatic rupture). Pada ruptura
uteri komplit,terjadi diskontinuitas dinding uterus berupa robekan hingga lapisan
serosa uterus dan membran khorioamnion. Sedangkan disebut dehisens bila terjadi
robekan jaringan parut uterus tanpa robekan lapisan serosa uterus, dan tidak terjadi
perdarahan.Ketika ruptura uteri terjadi, histerektomi, transfusi darah masif, asfiksia
neonatus, kematian ibu dan janin dapat terjadi. Tanda ruptura uteri yang paling sering
terjadi adalah pola denyut jantung janin yang tidak menjamin, dengan deselerasi
memanjang. Deselerasi lambat, variabel, bradikardi, atau denyut jantung hilang sama
sekali juga dapat terjadi. Gejala dan tanda lain termasuk nyeri uterus atau perut,
hilangnya stasion bagian terbawah janin, perdarahan pervaginam, hipotensi.
9. Preeklampsia dan eklampsia
1. Komplikasi pada Ibu
a) Jantung
Perubahan pada jantung disebabkan oleh peningkatan cardiac afterload akibat
hipertensi dan aktivasi endotel sehingga terjadi ekstravasasi cairan intravaskular
ke ekstraselular terutama paru. Terjadi penurunan cardiac preload akibat
hipovolemia
b) Mata
Pada preeklampsia tampak edema retina, spasmus menyeluruh pada satu atau
beberapa arteri, jarang terjadi perdarahan atau eksudat. Spasmus arteri retina
yang nyata dapat menunjukkan adanya preeklampsia yang berat, tetapi bukan
berarti spasmus yang ringan adalah preeklampsia yang ringan6 . Skotoma,
diplopia dan ambliopia pada penderita preeklampsia merupakan gejala yang
menunjukan akan terjadinya eklampsia. Keadaan ini disebabkan oleh perubahan
aliran darah pada pusat penglihatan di korteks serebri maupun didalam retina
c) Paru Edema paru biasanya terjadi pada pasien preeklampsia berat yang
mengalami kelainan pulmonal maupun non-pulmonal setelah proses persalinan.
Hal ini terjadi karena peningkatan cairan yang sangat banyak, penurunan
tekanan onkotik koloid plasma akibat proteinuria, penggunaan kristaloid sebagai
pengganti darah yang hilang, dan penurunan albumin yang diproduksi oleh hati
d) Hati Dasar perubahan pada hepar ialah vasoospasme,iskemia, dan perdarahan.
Bila terjadi perdarahan pada sel periportal lobus perifer, akan terjadi nekrosis sel
hepar dan peningkatan enzim hepar. Perdarahan ini dapat meluas hingga di
bawah kapsula hepar dan disebut subkapsular hematoma
e) Ginjal
Lesi khas pada ginjal pasien preeklampsia terutama glomeruloendoteliosis, yaitu
pembengkakan dari kapiler endotel glomerular yang menyebabkan penurunan
perfusi dan laju filtrasi ginjal. Konsentrasi asam urat plasma biasanya
meningkat terutama pada preeklampsia berat. Pada sebagian besar wanita hamil
dengan preeklampsia, penurunan ringan sampai sedang laju filtrasi glomerulus
tampaknya terjadi akibat berkurangnya volume plasma sehingga kadar kreatinin
plasma hampir dua kali lipat dibandingkan dengan kadar normal selama hamil
(sekitar 0,5 ml/dl). Namun pada beberapa kasus preeklampsia berat, kreatinin
plasma meningkat beberapa kali lipat dari nilai normal ibu tidak hamil atau
berkisar hingga 2-3 mg/dl. Hal ini disebabkan perubahan intrinsik ginjal akibat
vasospasme yang hebat1,9 . Kelainan pada ginjal biasanya dijumpai proteinuria
akibat retensi garam dan air. Retensi garam dan air terjadi karena penurunan laju
filtrasi natrium di glomerulus akibat spasme arteriol ginjal. Pada pasien
preeklampsia terjadi penurunan ekskresi kalsium melalui urin karena
meningkatnya reabsorpsi di tubulus. Kelainan ginjal yang dapat dijumpai berupa
glomerulopati, terjadi karena peningkatan permeabilitas terhadap sebagian besar
protein dengan berat molekul tinggi, misalnya: hemoglobin, globulin, dan
transferin. Protein – protein molekul ini tidak dapat difiltrasi oleh glomerulus6 .
f) Darah
Kebanyakan pasien preeklampsia mengalami koagulasi intravaskular (DIC) dan
destruksi pada eritrosit. Trombositopenia merupakan kelainan yang sangat
sering, biasanya jumlahnya kurang dari 150.000/µl ditemukan pada 15 – 20 %
pasien. Level fibrinogen meningkat pada pasien preeklampsia dibandingkan
dengan ibu hamil dengan tekanan darah normal. Jika ditemukan level fibrinogen
yang rendah pada pasien preeklampsia, biasanya berhubungan dengan
terlepasnya plasenta sebelum waktunya (placental abruption). Pada 10 % pasien
dengan preeklampsia dapat terjadi HELLP syndrome yang ditandai dengan
adanya anemia hemolitik, peningkatan enzim hati dan jumlah platelet rendah
g) Sistem Endokrin dan Metabolisme Air dan Elektrolit
Pada preeklampsia, sekresi renin oleh aparatus jukstaglomerulus berkurang,
proses sekresi aldosteron pun terhambat sehingga menurunkan kadar aldosteron
didalam darah. Pada ibu hamil dengan preeklampsia kadar peptida natriuretik
atrium juga meningkat. Hal ini terjadi akibat ekspansi volume yang
menyebabkan peningkatan curah jantung dan penurunan resistensi vaskular
perifer6 . Pada pasien preeklampsia terjadi pergeseran cairan dari intravaskuler
ke interstisial yang disertai peningkatan hematokrit, protein serum, viskositas
darah dan penurunan volume plasma. Hal ini mengakibatkan aliran darah ke
jaringan berkurang dan terjadi hipoksia6 .
2. Komplikasi Pada Janin
Dampak preeklampsia pada janin, antara lain: Intrauterine growth restriction
(IUGR) atau pertumbuhan janin terhambat, oligohidramnion, prematur, bayi lahir
rendah, dan solusio plasenta. Studi jangka panjang telah menunjukkan bahwa bayi
yang IUGR lebih rentang untuk menderita hipertensi, penyakit arteri koroner, dan
diabetes dalam kehidupan dewasanya.
G. Penatalaksanaan
1. Evakuasi
a) Perbaiki keadaan umum
b) Bila mola sudah keluar spontan dilakukan kuret atau kuret isap. Bila kanalis
sevikalis belum terbuka dipasang laminaria dan 12 jam kemudian dilakukan kuret
c) Memberikan obat – obatan antibuotik, uterotonika dan perbaiki keadaan umum
penderita.
d) 7 – 10 hari setelah kerokan pertama dilakukan kerokan kedua untuk
membersihkan sisa jaringan
e) Histerektomi total dilakukan pada mola resiko tinggi usia lebih dari 30 tahun.
Paritas 4 atau lebih dan uterus yang sangat besar yaitu setinggi pusat atau lebih
2. Pengawasan lanjutan
a) Ibu dianjurkan untuk tidak hamil dan dianjurkan memakai kontrasepsi oral pill
b) Mematuhi jadwal periksa ulang selama 2 – 3 tahun, yaitu setiap minggu pada
triwulan pertama, setiap 2 minggu pada triwulan kedua, setiap bulan pada 6 bulan
berikutnya.
c) Setiap pemeriksaan ulang perlu diperhatikan : gejala klinis, keadaan umum dan
perdarahan
H. Pemeriksaan penunjang
1. USG
2. CT Scan
3. Pemeriksaan laboratorium
4. Pemeriksaan ultrasonografi
5. Pemeriksaan histologis