Anda di halaman 1dari 16

PEREKONOMIAN INDONESIA

MAKALAH PEMBANGUNAN DAERAH

OLEH
KELOMPOK 12

1. NURUL MUTIAH HUSNAINI (A1A017103)


2. RAFANURI BAYU RAMDANI (A1A017105)
3. RAHMA SARI ELVIANI (A1A017107)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS MATARAM
T.A 2019/2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-NYA sehingga makalah
yang berjudul “PEMBANGUNAN DAERAH” ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa
kami juga mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
para pembaca. Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman, kami yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan saran dan kritik
yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Mataram 10 November 2019

Kelompok 12
BAB I

PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Untuk menjadi daerah yang maju dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan juga
kualitas hidup yang tinggi maka pembangunan daerah yang baik harus dilakukan. Pembangunan
daerah yang baik adalah pembangunan yang melibatkan semua unsur termasuk masyarakat di
dalamnya untuk sama-sama menciptakan kebijakan dan juga memberikan arahan dalam
pembangunan. Dalam rangka mendukung pembangunan daerah maka daya saing daerah harus
ditingkatkan pula dengan mengidentifikasi keunggulan daerah yang ada. Setelah identifikasi
keunggulan daerah maka kita dapat memaksimalkan potensi yang ada untuk mendukung
pembangunan daerah.
Sejatinya tujuan pembangunan daerah adalah untuk menaikkan taraf hidup masyarakat
miskin sehingga ia dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dan optimalisasi segala potensi yang
ada di daerah. Melalui peningkatan daya saing daerah secara kontinyu maka diharapkan
pembangunan daerah yang inklusif dan berkelanjutan akan dapat tercapai.
Untuk menjawab asal usul dilakukannya pembangunan daerah, apa itu daya saing daerah dan
bagaimana daya saing daerah Nusa Tenggara Barat maka makalah yang berjudul “Pembangunan
Daerah” ini hadir agar kiranya dapat menjadi bahan acuan dalam kajian tentang pembangunan
daerah.
1.2. RUMUSAN MASALAH
1. Apa definisi dan latar belakang otonomi daerah?
2. Bagaimana pentingnya pembangunan daerah?
3. Bagaimana pentingnya daya saing daerah?
4. Bagaimana daya saing provinsi NTB?
1.3. TUJUAN
1. Untuk mengetahui definisi dan latar belakang otonomi daerah
2. Untuk mengetahui pentingnya pembangunan daerah
3. Untuk mengetahui pentingnya daya saing daerah
4. Untuk mengetahui daya saing provinsi NTB
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. OTONOMI DAERAH
2.1.1 DEFINISI OTONOMI DAERAH
Otonomi Daerah dapat diartikan sebagai hak, wewenang, dan kewajiban yang diberikan
kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat menurut aspirasi masyarakat untuk meningkatkan daya guna
dan hasill guna penyelenggaraan pemerintahaan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat
dan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan yang
dimaksud Otonomi Daerah adalah wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangga
daerah, yang melekat pada Negara kesatuan maupun pada Negara federasi.
Pelaksanaan Otonomi Daerah selain berlandaskan pada acuan hokum, juga sebagai
implementasi tuntutan globalisasi yang harus diberdayakan dengan cara memberikan daerah
kewenangan yang lebih luas, lebih nyata dan bertanggung jawab, terutama dalam mengatur,
memanfaatkan dan menggali sumber-sumber potensi yang ada di daerahnya masing-masing.
Sedangkan yang dimaksud Otonomi Daerah adalah wewenang untuk mengatur dan mengurus
rumah tangga daerah, yang melekat pada Negara kesatuan maupun pada Negara federasi. Di
Negara kesatuan otonomi daerah lebih terbatas dari pada di Negara yang berbentuk federasi.
Kewenangan mengantar dan mengurus rumah tnagga daerah di Negara kesatuan meliputi
segenap kewenangan pemerintah kecuali beberapa urusan yang dipegang oleh Pemerintah Pusat
seperti :
1. Hubungan luar negeri
2. Pengadilan
3. Moneter dan keuangan
4. Pertahanan dan keamanan
Pelaksanaan otonomi daerah selain berlandaskan pada acuan hukum, juga sebagai
implementasi tuntutan globalisasi yang harus diberdayakan dengan cara memberikan daerah
kewenangan yang lebih luas, lebih nyata, dan lebih bertanggungjawab, terutama dalam
mengatur, memanfaatkan dan menggali sumber-sumber potensi yang ada di daerahnya masing-
masing
2.1.2 LATAR BELAKANG OTONOMI DAERAH
Negara Indonesia, merupakan Negara Kesatuan yang menganut asas desentralisasi.
Desentralisasi itu sendiri sebenarnya mengandung dua pengertian utama yaitu, desentralisasi
merupakan pembentukan daerah otonom dan penyerahan wewenang tertentu kepadanya oleh
pemerintah pusat. Desentralisasi dapat pula berarti penyerahan wewenang tertentu kepada daerah
otonom yang telah dibentuk oleh pemerintah pusat.
Sistem sentralisasi yang pernah diterapkan, dimana semua urusan Negara menjadi urusan
pusat, pusat dalam hal ini pemerintah yang dipusatkan pada pemerintah pusat, pusat memegang
semua kendali atas semua wilayah atau daerah di Indonesia., dan daerah harus melaksanakan apa
yang menjadi kebijakan pemerintah pusat.
Dalam penjelasan tersebut, daerah dapat diartikan bahwa daerah Indonesia dibagi dalam
daerah provinsi, daerah provinsi dibagi dengan daerah yang lebih kecil.Dengan penerapan
system terpusat disegala bidang kehidupan ternyata tidak dapat menciptakan kemakmuran rakyat
yang merata di seluruh daerah, karena jauhnya jangkauan dari pusat, sehingga kebanyakan
daerah yang jauh dari pemerintah pusat kurang mendapatkan perhatian, dan tujuan pembangunan
Good Governence belum dapat terwujud. Berakhirnya rezim orde baru, berganti dengan era
reformasi, mengubah cara pandang untuk mewujudkan Good Governence, salah satunya dengan
adanya otonomi daerah, karena Otonomi Daerah dapat mengembangkan hubungan daerah antara
pemerintah pusat dan daerah.
Pembangunan ekonomi saat ini di Negara kita (Indonesia) selama pemerintahaan orde baru
lebih mementingkan atau memusatkan pada pertumbuhan ekonomi, ternyata tidak membuat
daerah tanah air dapat berkembang dengan baik. Sebagai hasil pembangunan selama ini lebih
dikonsentrasikan di Pusat Jawa atau di Ibu kota, hal ini merupakan sebagai proses pembangunan
dan peningkatan kemakmuran. Pada tingkat nasional memang laju pertumbuhan ekonomi rata-
rata per tahun cukup tinggi dan tingkat pendapatan perkapita naik terus setiap tahun hangga
krisis terjadi. Namun dilihat pada tingkat regional, kesenjangan pembangunan ekonomi antar
provinsi makin membesar.
Pada waktu terjadi krisis ekonomi kemudian dengan lengsernya Soeharto, timbulnya krisis
politik dan sosial, hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, dan makin parahnya
hak asasi manusia (HAM), semua ini seakan-akan memberi suatu kesempatan besar bagi
masyarakat di daerah yang selama pemerintahaan orde baru sangat tertekan. Disintegrasi pun
segera dituntut oleh daerah yang merasa tidak mendapat keadilan. Menurut Sondakh 1999 dalam
Tulis TH. Tabunan ada tiga factor yang memicu bangkitnya tuntutan tersebut yaitu senmen
regional, ketimpangan dan ketidak berdayaan ekonomi dan pelanggaran hak asasi manusia
(HAM) dan penyebab utama adalah ketimpangan ekonomi.
Gerakan disintegras tersebut akhirnya memunculkan dua Undang-Undang yang memberikan
keluasan kepada daerah dalam wujud daerah otonomi yang luas dan bertanggungjawab untuk
mengatur dan mengurus kepentingannya sendiri tanpa ada intervensi dari pusat. Untuk
memperkuat pelaksanaan otonomi daerah maka lahirlah UU No. 22 Tahun 1999 tentang
pemerintah daerah dan UU No. 25 Tahun 1999 tentang pertimbangan Keuangan antara
pemerintah pusat dan daerah.

2.2 PENTINGNYA PEMBANGUNAN DAERAH

Menurut Arsyad pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah
daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya-sumber daya yang ada dan membentuk suatu
pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu
lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut.

Masalah pokok dalam pembangunan daerah aalah terletak pada penekanan terhadap
kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan
(endegeneous development) dengan mengggunakan potensi SDM, kelembagaan, dan sumber
daya fisik secara local (daerah). Orientasi ini mengarahkan kita kepada pengambilan inisiatif-
inisiatif yang berasal dari daerah tersebut dalam proses pembangunan untuk menciptakan
kesempatan kerja baru dan merangsang peningkatan kegiatan ekonomi.

Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses yang mencakup pembentukan institusi-
institusi baru. Pembangunan industri alternatif, perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada untuk
menghasilkan produk dan jasa yang lebih baik, identifikasi pasar-pasar baru alih ilmu
pengetahuan, dan pengembangan perusahaan-perusahaan baru.

Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan
jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah yang pada akhirnya mampu
meingkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Dalam upaya untuk mencapai tujuan tersebut,
pemerintah daerah dan masyarakatnya harus secara bersama-sama mengambil inisiatif
pembangunan daerah. Oleh karena itu, pemerintah daerah beserata partisipasi masyarakatnya dan
dengan menggunankan sumber daya-sumber daya yang ada harus mampu menaksir potensi
sumber daya-sumber daya yang diperlukan untuk merancang dan membnagun perekonomian
daerah.
2.3 PENTINGNYA DAYA SAING DAERAH
2.3.1 DEFINISI DAYA SAING DAERAH

Menurut Bank Indonesia daya saing daerah didefinisikan sebagai kemampuan


perekonomian daerah dalam mencapai tingat kesejahteraan yang tinggi dan berkelanjutan
dengan tetap terbuka pada persaingan domestic dan internasional. Konsep dan definisi daya
saing daerah tersebut didasarkan pada dua pertimbangan,yaitu : perkembangan perekonomian
daerah ditinjau dari aspek ekonomi regional dan perkembangan konsep dan definisi daya saing
daerah dari penelitian-penelitian terdahulu.

World Economic Forum (WEF) mendefinisikan daya saing nasional sebagai kemampuan
perekonomian nasional untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan.

Institute for Management Development (IMD) mendefinisikan daya saing nasional


sebagai kemampuan suatu Negara dalam menciptakan nilai tambah dalam rangka menambah
kekayaan nasional dengan cara mengelola asset dan proses, daya tarik dan agresivitas, globality
dan proximity, serta model ekonomi dan social.

European Commission mendefinisikan daya saing sebagai kemampuan untuk


memproduksi barang dan jasa sesuai dengan kebutuhan pasar internasional, diiringi dengan
kemampuan mempertahankan pendapat yang tinggi dan berkelanjutan, lebih umumnya adalah
kemampuan (regions) untuk menciptakan pendapatan dan kesempatan kerja yang relative tinggi
sementara ter ekspos pada daya saing eksternal.

Berdasarkan konsep diatas maka dapat diketahui bahwa daya saing daerah sangat penting
karena dengan memiliki daya saing, setiap daerah akan lebih mudah untuk mencapai tujuan
pembangunannya yaitu kesejahteraan.
Konsep daya saing umumnya dikaitkan dengan konsep comparative advantage, yakni
dimilikinya unsure-unsur penunjang proses produksi yang memungkinkan suatu Negara menarik
investor untuk melakukan investasi ke negaranya, tidak ke Negara yang lain. Konotasi advantage
disini adalah situasi yang memungkinkan pemodal menuai keuntungan semaksimal mungkin.
Misalnya dengan menyediakan lahan murah, upah buruh murah, dan suplai bahan mentah
produksi yang terjamin kontiyuitasnya dengan harga yang lebih murah dari pada harga yang
ditawarkan oleh Negara lain. Artinya, kekuatan modal dan keunggulan teknologi menjadi kunci
penentu peningkatan daya saing (penjualan produk) suatu Negara.

Dari konsep dan definisi mengenai daya saing diatas, dapat dimaknai bahwa daya saing
daerah dihasilkan oleh interaksi yang kompleks antara faktor input, output, dan outcome yang
ada di daerah masing-masing, dengan factor input sebagai factor utama pembentuk daya saing
daerah yaitu kemampuan daerah, yang selanjutnya akan menentukan kinerja output yang
merupakan inti dari kinerja perekonomian. Inti dari kinerja perekonomian adalah upaya
meningkatkan daya saing dari suatu perekonomian yaitu meningkatkan kesejahteraan dari
masyarakat yang berada didalam perekonomian tersebut. Ukuran kesejahteraan memiliki makna
yang sangat luas, indikatornya dapat berupa produktivitas tenaga kerja, PDRB per kapita atau
tingkat kesempatan kerja.

2.3.2 FAKTOR PEMBENTUK DAYA SAING DAERAH

Menurut Bank Indonesia dalam penelitiannya menetapkan factor-faktor pembentuk daya


saingdaerah yaitu:
1. Perekonomian daerah
2. Keterbukaan
3. Sistem keuangan
4. Infrastruktur dan sumber daya alam
5. Ilmu pengetahuan dan teknologi
6. Sumber daya manusia
7. Institusi, tata pemerintahan dan kebijakan pemerintahan
8. Manajemen ekonomi mikro
Sedangkan WEF menyebutkan ada beberapa faktor penting yang membentuk daya saing
nasional antara lain: (1) Institusi; (2) Infrastruktur; (3) Kondisi Makroekonomi; (4) Pendidikan
dasar dan kesehatan; (5) Pendidikan tinggi dan pelatihan; (6) Efisiensi pasar barang; (7) Efisiensi
pasar tenaga kerja; (8) Pembangunan pasar keuangan; (9) Ketersediaan teknologi; (10) Luas
pasar; (11) Kemudahan berusaha; (12) Inovasi.
Sementara itu, Institute for Management Development menilai kemampuan daya saing
negara didasarkan pada 4 faktor utama, yaitu: (1) Kinerja perekonomian, terdiri dari 83 kriteria
yang mencakup ekonomi domestik, perdagangan internasional, investasi internasional, tenaga
kerja dan harga.; (2) Efisiensi pemerintah, terdiri dari 70 kriteria yang mencakup keuangan
publik, kebijakan fiskal, kerangka kerja institusional, peraturan perundangan dunia usaha dan
kerangka kerja masyarakat. ; (3) Efisiensi dunia usaha, terdiri dari 71 kriteria yang mencakup
produktivitas dan efisiensi, pasar tenaga kerja, keuangan, praktek manajemen, perilaku dannilai-
nilai. ; dan (4) Infrastruktur, terdiri dari 114 kriteria yang mencakup infrastruktur dasar,
infrastruktur teknologi, infrastruktur ilmu pengetahuan, kesehatan, lingkungan dan pendidikan.
Dan European Commission memberikan penilaian daya saing daerah yang dirangkum
dalam Regional Competitiveness Index (RCI) didasarkan pada 11 pilar, yaitu: (1) Institusi; (2)
Stabilitas makroekonomi; (3) Infrastruktur; (4) Kesehatan; (5) Pendidikan dasar; (6) Pendidikan
tinggi dan pendidikan seumur hidup; (7) Efisiensi pasar tenaga kerja; (8) Luas pasar; (9)
Ketersediaan teknologi; (10) Kemudahan usaha; dan (11) Inovasi.

2.3.3 FAKTOR PENGUAT DAYA SAING DAERAH

Tingginya daya saing daerah di Indonesia secara keseluruhan menjadi ujung tombak daya
saing nasional, yang akan menjadi faktor terpenting untuk Indonesia dalam bersaing di tingkat
global. Berdasarkan penilaian World Economic Forum (WEF), selama periode 2012 – 2014,
peringkat Indonesia dalam Global Competitiveness Index (GCI) terus mengalami peningkatan,
meskipun posisi Indonesia masih berada di bawah posisi negara tetangga, sebagaimana
digambarkan pada tabel di bawah ini:

Tabel 2.2 Peringkat Indonesia dalam Global Competitiveness Index (GCI)


Peringkat Dunia
No Negara 2012 2013 2014
(144 negara) (148 negara) (144 negara)
1 Singapura 2 2 2
2 Malaysia 25 24 20
3 Brunei Darussalam 28 26 Tidak
Dilakukan
Peniliaian
4 Thailand 38 37 31
5 Indonesia 50 38 34
6 Vietnam 75 70 68

Menurut World Economic Index, terpuruknya daya saing disebabkan oleh beberapa
faktor penting yang menonjol di antaranya:
a. Tidak kondusifnya kondisi ekonomi makro.
b. Buruknya kualitas kelembagaan publik dalam menjalankan fungsinya sebagai fasilitator
dan pusat pelayanan.
c. Lemahnya kebijakan pengembangan teknologi dalam memfasilitasi kebutuhan
peningkatan produktivitas.
d. Rendahnya efisiensi usaha pada tingkat operasional perusahaan.
e. Lemahnya iklim persaingan usaha.

Sementera itu, Institute for Management Development (IMD) juga menempatkan


Indonesia jauh di bawah Singapura dan Malaysia dalam The World Competitiveness Yearbook
yang diterbitkannya, sebagaimana terlihat pada tabel berikut ini:

Tabel 2.3 Peringkat Indonesia dalam The World Competitiveness Yearbook


Peringkat Dunia
No Negara 2012 2013 2014
(59 negara) (60 negara) (60 negara)
1 Singapura 4 5 3
2 Malaysia 14 15 12
3 Indonesia 42 39 37

Menurut catatan Institute for Management Development (IMD) bahwa rendahnya kondisi
daya saing Indonesia, disebabkan oleh buruknya kinerja perekonomian nasional dalam empat
hal pokok, yaitu:
a. Buruknya kinerja perekonomian nasional yang tercermin dalam kinerjanya di
perdagangan internasional, investasi, ketenagakerjaan dan stabilitas harga.
b. Buruknya efisiensi kelembagaan pemerintahan dalam mengembangkan kebijakan
pengelolaan keuangan negara dan kebijakan fiskal, pengembangan berbagai peraturan dan
perundangan untuk iklim usaha kondusif, lemahnya kordinasi akibat kerangka institusi publik
yang masih banyak tumpang tindih dan kompleksitas struktur sosialnya.
c. Lemahnya efisiensi usaha dalam mendorong peningkatan produksi dan inovasi secara
bertanggungjawab yang tercermin dari tingkat produktivitas yang rendah, pasar tenaga kerja
yang belum optimal, akses ke sumberdaya keuangan yang masih rendah serta praktik dan nilai
manajerial yang relatif belum profesional.
d. Keterbatasan di dalam infrastruktur, baik infrastruktur fisik, teknologi dan infrastruktur
dasar yang berkaitan dengan kebutuhan masyarakat akan pendidikan dan kesehatan.
Dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2013, peningkatan daya saing
daerahmerupakan salah satu komponen penting di dalam penguatan ekonomi domestik.
Peningkatan perekonomian domestik, baik oleh daerah dan nasional akan menjadi modal utama
untukmenjaga momentum pembangunan dan melakukan percepatan dan perluasan pembangunan
ekonomi untuk menuju ke arah transformasi ekonomi menjadi negara maju dan berdaya saing.
Oleh sebab itu, peran daerah untuk meningkatkan daya saing daerahnya akan sangat bergantung
kepada kemampuan daerah untuk melakukan identifikasi faktor penentu daya saing dan strategi
untuk meningkatkan daya saingnya.

2.4 DAYA SAING PROVINSI NTB


Pembangunan ekonoomi di Negara kita (Indonesia) selama pemerintahan orde baru yang
lebih mementingkan atau memusatkan pada pertumbuhan ekonomi, ternyata tidak membuat
wilayah tanah air dapat berkembang dengan baik. Hasil pembangunan selama ini lebih
dikonsentrasikan di Pusat Jawa atau Ibu Kota. Pada tingkat nasional memang laju pertumbuhan
ekonomi rata-rata per tahun cukup tinggi dan tingkat pendapatan per kapita terus meningkat
setiap tahun hingga krisis terjadi. Namun dilihat pada tingkat regional, kesenjangan
pembangunan ekonomi antar provinsi semakin membesar.
Sekarang diera otonomi daerah dan desentralisasi, sebagian besar kewenangan pemerintah
dilimpahkan kepada daerah. Pelimpahan kewenangan yang besar ini disertai dengan tanggung
jawab yang besar pula. Dari pemahaman tersebut, maka untuk menghadapai berbagai persoalan
seperti kemiskinan, pemerintah daerah tidak bisa lagi menggantungkan penanggulangannya
kepada pemerintah pusat sebagaimana yang selama ini berlangsung. Di dalam kewenangan
otonomi yang dimiliki daerah, melekat pula tanggung jawab untuk secara aktif dan secara
langsung berusaha mengentaskan kemiskinan di daerah bersangkutan. Dengan kata lain,
pemerintah daerah dituntut untuk memiliki inisiatif kebijakan operasional yang besifat pro
masyarakat miskin.
Hubungan antara otonomi daerah dengan desentralisasi, demokrasi, dan tata pemerintahan
yang baik memang masih merupakan diskursus. Banyak pengamat mendukung bahwa dengan
dilaksanakannya otonomi daerah maka akan mampu menciptakan demokrasi atau pun tata
pemerintah yang baik di daerah. Keterlibatan masyarakat akan mengeliminasi beberapa faktor
yang tidak diinginkan, yaitu:
1. Keterlibatan masyarakat akan memperkecil faktor resistensi masyarakat terhadap
kebijakan daerah yang telah diputuskan. Ini dapat terjadi karena sejak proses inisiasi,
adopsi, hingga pengambilan keputusan, masyarakat dilibatkan secara intensif.
2. Keterlibatan masyarakat akan meringankan beban pemerintah daerah (dalam artian
pertanggungjawaban kepada publik) dalam mengimplementasikan kebijakan
daerahnya. Ini disebabkan karena masyarakat merasa sebagai bagian dalam
menentukan keputusan tersebut. Dengan begitu, masyarakat tidak serta merta
menyalahkan pemerintah daerah bila suatu saat ada beberapa hal yang dipandang
salah.
3. Keterlibatan masyarakat akan mencegah proses yang tidak fair dalam implementasi
kebijakan daerah, khususnya berkaitan dengan upaya menciptakan tata pemerintahan
daerah yang baik.
Perubahan-perubahan yang berkaitan dengan pelaksanaan otonomi daerah ini sangat
boleh jadi menimbulkan “cultural shock”, dan belum menemukan bentuk/format pelaksanaan
otonomi seperti yang diharapkan. Hal ini berkaitan pula dengan tanggung jawab dan kewajiban
daerah yang dinyatakan dalam penjelasan UU No.22/1999, yaitu untuk meningkatkan pelayanan
dan kesejahteraa masyarakat, pengembangan kehidupan, demokrasi, keadilan, dan pemerataan.
Berkaitan dengan kewenangan dan tanggungjawab dalam pelaksanaan otonomi daerah,
maka pemerintah daerah berupaya dengan membuat dan melaksanakan berbagai kebijakan dan
regulasi yang berkenaan dengan hal tersebut. Namun dengan belum adanya bentuk yang jelas
dalam operasionalisasi otonomi daerah tersebut, maka sering terdapat bias dalam hasil yang
didapat. Pelimpahan kewenangan dalam otonomi cenderung dianggap sebagai pelimpahan
kedaulatan. Pada kondisi ini, otonomi lebih dipahami sebagai bentuk redistribusi sumber
ekonomi/keuangan dari pusat ke daerah. Hal ini terutama bagi daerah-daerah yang kaya akan
sumber ekonomi. Dengan begitu, konsep otonomi yang seharusnya bermuara pada pelayanan
publik yang lebih baik, justru menjadi tidak atau belum terpikirkan. Kemandirian daerah sering
diukur dari kemampuan daerah dalam meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD).

Daya Saing Daerah NTB

Mataram, 20/8/2019, bertempat di Ruang Rapat Samota, Bappeda Provinsi NTB


berkesempatan menjadi fasilitator pertemuan antara Tim Peneliti Asia Competitiveness Institute,
Lee Kuan Yew School of Public Policy, National University Of Singapore (ACI-LKYSPP-NUS)
dengan OPD dan NGO lingkup Provinsi NTB. Acara ini dilaksanakan dalam rangka survey
tentang Daya Saing Provinsi-provinsi di Indonesia 2019 dengan agenda paparan draft hasil
Penyusunan Profil Daya Saing Provinsi Nusa Tenggara Barat.

Tampak hadir Perwakilan Dinas Kesehatan Provinsi NTB, Dinas Lingkungan Hidup dan
Kehutanan Provinsi NTB, Dinas Pariwisata Provinsi NTB, Dinas Perhubungan Provinsi NTB,
Dinas Perdagangan Provinsi NTB, Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi NTB, Dinas
Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi NTB, Perwakilan Bank Indonesia, Bidang Ekonomi
Bappeda Provinsi NTB dan Bidang Litbang Bappeda Provinsi NTB.
Peneliti ACI NUS yang berkunjung berjumlah 2 (dua) orang – S Shalini Sivakrishnan dan
Dewi Jelina. Asia Competitives Institute (ACI) sendiri merupakan sebuah institusi riset yang
berada di bawah naungan Lee Kuan Yew School of Public Policy, National University of
Singapore (LKYSPP,NUS). Tim Peneliti ACI sejak tahun 2013 telah bekerja sama dengan
Kementerian Koordinasi Bidang Perekonomian untuk melakukan penelitian terkait ranking dan
daya saing usaha provinsi-provinsi di Indonesia.
Sampling dilakukan dengan system respons elektronik dimana setiap partisipan memasukkan
jawaban menggunakan keypad atau clicker dengan skala pengukuran 1-9. Angka 1-3 untuk
jawaban sangat tidak setuju, angka 4-6 untuk jawaban netral dan angka 7-9 untuk jawaban sangat
setuju.
Tujuan diadakannya penelitian ini yaitu untuk mengikuti kondisi daya saing diseluruh
Provinsi Indonesia dalam membantu merumuskan strategi pembangunan yang tepat,
menyebarluaskan hasil penelitian kepada komunitas internasional dan nasional, serta
meningkatkan kolaborasi dengan mitra strategis untuk meningkatkan daya saing Indonesia dan
menggairahkan suasana persaingan yang sehat antar wilayah dan provinsi Asia, khususnya
Indonesia.
Penelitian ini menggunakan metodologi Purposive sampling dengan pihak yang dianggap
memahami permasalahan sebagai responden. Data yang digunakan meliputi kualitas lingkungan
hidup dan pembangunan infrastruktur, stabilitas ekonomi makro, kondisi finansial, bisnis dan
tenaga kerja serta pemerintah & institusi publik. Adapun indikator yang digunakan mencakup
105 indikator yaitu kualitas lingkungan hidup, pendidikan dan stabilitas sosial, infrastruktur
teknologi, infrastruktur fisik, kinerja produktivitas, fleksibiltas pasar dan tenaga kerja dll.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa daya saing provinsi NTB tahun ini tergolong gemilang,
karena berhasil menaikkan ranking dari ranking 22 ditahun lalu menjadi ranking 19 ditahun
2019 ini. Namun secara item indikator, angka Stabilitas Ekonomi Makro Provinsi NTB menurun
dari ranking 14 menjadi ranking 16 di tahun ini. Nilai skor untuk indikator ini, berada pada
angka -0,241 poin, cukup mencengangkan jika DKI Jakarta yang mampu mencapai skor teringgi
hingga 4,008 poin.
Meski mengalami penurunan pada angka Stabilitas Ekonomi Makro, beberapa indikator yang
lain seperti Pemerintah dan Institusi Publik naik dari ranking 19 ke ranking 6. Selain itu, kondisi
finansial, bisnis dan tenaga kerja juga naik dari ranking 25 ke 23 serta Kualitas Hidup
Pembangunan Infrastruktur naik dari ranking 23 ke ranking 19 di tahun ini.
Pemerintah Provinsi NTB disarankan agar perlu melakukan perencanaan kebijakan yang
menunjang produktivitas industri guna meningkatkan PDRB serta meningkatkan kualitas
infrastruktur umum untuk menunjang kesejahteraan rakyat.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Majunya suatu daerah dikarenakan pembangunan daerah yang dilakukan sesuai dengan
kondisi dan kebutuhan daerah yang bersangkutan. Dalam rangka mencapai tujuan pembangunan
daerah maka peningkatan daya saing daerah harus dilakukan melalui peningkatan kualitas
kesehatan, pendidikan dan pendapatan masyarakat.
Provinsi Nusa Tenggara Barat menunjukkan perkembangan daya saing daerah yang
bagus dimana daya saing daerah pada tahun ini bisa diakatakan gemilang dan hasilnya harus
ditingkatkan untuk tahun-tahun yang mendatang.
3.2 Saran
Dalam makalah ini data yang digunakan untuk daya saing daerah bisa dikatakan baru
namun bukan yang terbaru. Oleh karena itu, untuk mendapatkan gamabaran yang lebih baik
tentang daya saing daerah dan indicator lainnya maka diharapkan untuk menggunakan data yang
terbaru.
DAFTAR PUSTAKA
Admara, Rama.2019. “Daya Saing NTB Menggeliat”.bappeda.ntbprov.go.id
(diakses 10 November 2019 pukul 20.00 Wita)
Kemenkeu RI Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan. “Kajian Atas Kebijakan
Daya Saing Daerah Dalam Rangka Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat”.
(diakses 10 November 2019 pukul 20.30 Wita)

Anda mungkin juga menyukai