Anda di halaman 1dari 14

TUGAS MATA KULIAH TAFSIR AYAT-AYAT SOSIAL

“Musyawarah Dalam Al-Qur’an”


Dosen Pengampu : Drs. H. Zulyadain, MA

Disusun Oleh Kelompok 5:


Ida Yuliana (180601061)
M. Juaini (180601063)

MAHASISWA SEMESTER III C


JURUSAN ILMU QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MATARAM

2019
MUSYAWARAH DALAM AL-QUR’AN

(DALAM QS. Al-Baqarah/2:223, QS. Ali Imran/3;159, QS. Al-Shura/42;38)

1. QS. AL-BAQARAH/2:30-34
Musyawarah Dalam Penciptaan Adam Sebagai Khalifah.

ٓ
ُ‫ك ٱل> ِّد َمٓا َء َون َۡحن‬ ُ ِ‫ض َخلِيفَ ٗۖة قَالُ ٓوْ>ا َأت َۡج َع> ُل فِيهَ>>ا َمن ي ُۡف ِس> ُد فِيهَ>>ا َويَ ۡس>ف‬ ِ ‫ل فِي ٱَأۡل ۡر‬ٞ ‫اع‬ ِ ‫ال َربُّكَ لِ ۡل َم ٰلَِئ َك ِة ِإنِّي َج‬
َ َ‫َوِإ ۡذ ق‬
‫ض>هُمۡ َعلَى‬ َ ‫ َوعَلَّ َم َءا َد َم ٱَأۡل ۡس> َمٓا َء ُكلَّهَ>ا ثُ َّم ع ََر‬٣٠ َ‫ك قَ>ا َل ِإنِّ ٓي َأ ۡعلَ ُم َم>ا اَل ت َۡعلَ ُم>ون‬ َ ۖ >َ‫نُ َس>بِّ ُح بِ َحمۡ> ِدكَ َونُقَ>دِّسُ ل‬
ٓ
َ‫ك َأنت‬ َ َّ‫ك اَل ِع ۡل َم لَنَ>>ٓا ِإاَّل َم>>ا َعلَّمۡ تَنَ> ۖ>ٓا ِإن‬
َ َ‫وا ُس> ۡب ٰ َحن‬ ْ ُ‫ قَ>>ال‬٣١ َ‫ص> ِدقِين‬ َ ٰ ۡ‫ۡٱل َم ٰلَِئ َك ِة فَقَا َل َأ ۢن‍بُِٔونِي بَِأ ۡس َمٓا ِء ٰهَٓ>ُؤٓاَل ِء ِإن ُكنتُم‬
ِ ‫ٱلس > ٰ َم ٰ َو‬
‫ت‬ َّ ‫ب‬ َ ‫ال َألَمۡ َأقُ>>ل لَّ ُكمۡ ِإنِّ ٓي َأ ۡعلَ ُم غ َۡي‬ َ َ‫ال ٰيَٓـَٔا َد ُم َأ ۢنبِ ۡئهُم بَِأ ۡس َمٓاِئ ِهمۡۖ> فَلَ َّمٓا َأ ۢنبََأهُم بَِأ ۡس َمٓاِئ ِهمۡ ق‬
َ َ‫ ق‬٣٢ ‫ۡٱل َعلِي ُم ۡٱل َح ِكي ُم‬
‫يس َأبَ ٰى‬ َ ِ‫ُوا أِل ٓ َد َم فَ َس> َجد ُٓو ْا ِإٓاَّل ِإ ۡبل‬ >ْ ‫ٱس> ُجد‬ ۡ ‫ َوِإ ۡذ قُ ۡلنَ>>ا لِ ۡل َم ٰلَِٓئ َك> ِة‬٣٣ َ‫ض َوَأ ۡعلَ ُم َم>>ا تُ ۡب> ُدونَ َو َم>>ا ُكنتُمۡ ت َۡكتُ ُم>>ون‬ ِ ‫َوٱَأۡل ۡر‬
٣٤ َ‫ٱست َۡكبَ َر َو َكانَ ِمنَ ۡٱل ٰ َكفِ ِرين‬ ۡ ‫َو‬

Artinya :
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, ‘’sesungguhnya Aku akan
menjadikan khalifah di muka bumi ’’.mereka berkata “mergapa engkau hendak
menjadikan khalifah yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan
darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan
Engkau?” Tuhan berfirman : sesungguhnya aku mengetahui apa yang kamu tidak
ketahui. Dan Dia mengajarkan kepada Adam as nama-nama benda-benda
seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman
“sebutkanlah kepada-Ku nama-nama benda-benda itu jika kau memang orang-orang
yang benar!” mereka menjawab : “maha suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui
melainkan apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami: sesungguhnya engkaulah
yang maha mengetahui lagi maha bijaksana.” Allah berfirman hai Adam,
beritahukan kepada ereka nama-nama benda ini, maka setelah diberitahukannya
kepada mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman : bukankah sudah Ku Katakan
kepadamu bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan
mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?, dan ingatlah

1
ketika Kami berfirman kepada malaikat sujudlah kamu kepada Adam, maka sujudlah
mereka kecuali Iblis, ia enggan dan takabur dan ia termasuk orang-orang yang kafir.

Ayat ini mengisahkan tentang dialog yang berlangsung antara Allah dengan para
malaikat sebelum pengangkatan Adam sebagai khalifah di bumi. Dalam dialog
tersebut para malaikat meramalkan Adam beserta anak cucunya akan membuat
kerusakan di bumi dan saling menumpahkan darah. Namun, ramalan tersebut di tepis
oleh Allah bahwa tidak semua manusia yang memiliki watak dan sifat yang buruk
seperti dugaan malaikat. Dari dialog tersebut dapat di pahami secara kontekstual
terjadinya musyawarah antara Allah dan para malaikat. Sesungguhnya, meski tanpa
musyawarah, Allah dapat saja langsung mengangkat Adam sebagai khalifah, sebab
Allah adalah Tuhan yang maha kuasa, maha mengetahui dan maha bijaksana. Namun
dialog yang terkandung dalam surah Al-Baqarah tersebut merupakan petunjuk bagi
manusia agar mengembangkan tradisi musyawarah dalam setiap urusan penting yang
akan di laksanakan.

Semangat dar kisah dalam ayat-ayat ini, di satu sisi dapat menjadi pegangan dan
penyemangat bagi Rasulullah saw. Dalam menjalankan misi dakwah, terutama ketika
berhadapan dengan mereka yang meola dan menentang. Dalam kisah ini disebutkan
bahwa Allah swt. Sebagai penguasa mutlak alam semesta, masih melekukan
musyawarah dalam dialog dengan malaikat, ketika akan di nobatkan khalifah di bumi.
Semangat musyawarah dan dialog ini adalah prinsip yang diajarkan oleh Allah swt.
Kepada Rasulullah saw. Dalam dakwah beliau, menyampaikan risalah agung-Nya.

Disisi lain, dengan melihat bahwa malaikat sebagai makhluk Allah yang paling taat
dan patuh kepada-Nya masih protes dengan ketidak tahuan mereka, dan membutuhkan
informasi penjelasan dari Allah swt. Agar bisa menerima keputusan dan ketetapan Allah
swt. Demikian juga manusia-manusia yang menjadi sasaran dakwah Rasulullah saw.
Tidak mungkin akan langsung menerima, dan pasti akan ada yang menolak dan protes.
Penolakan tersebut adalh karena ketidaktahuan mereka. Sehingga perlu diberikan
penjelasan dan bukti agar bisa menerima risalah yang beliau dakwahkan tersebut.
Sangat wajar jika mereka menentang, menolak dan bahkan protes tugas beliau adalah
menyampaikan dan menjelaskan kepada mereka agar mereka bisa menerimanya dan
yakin terhadap kebenarannya.

2
Kisah dalam ayat ini dimulai dari kata “idz” yang artinya adalah “ketika”. Secara
kebahasaan kata tersebut adalah kata keterangan waktu (zharf li az-zaman) dan selalu
masuk kedalam kata kerja yang memiliki dimensi waktu. Sebagai kata keterangan, untuk
kesempurnaan maknanya , sebeleum kata “idz” dan setelah kata “wa” itu para ulama’
menafsirkan dengan menambahkan kalimat lain yang mengatakan “udzkur” sehingga
susunannya mmenjadi “wa idzkur idz” yang artinya dan ingatlah ketika..

Para ulama’ tafsir, setiapk kali mengemukakan kata jenis ini, “idz” muncul dalam al-
Qur’an. Mereka selalu menafsirkan dengan menambahkan kata “udzkur” ingatlah... ini
karena kata keterangan tersebut fungsinya adalah untuk memberikan penegasan dan
penguatan bagi pembaca mengenai pentingnya apa yang disbutkan setelah kata “idz” ini.
Segala yang disebutkan setelah kata keterangan ini selalu merupakan hal yang sanagat
penting dan membutuhkan penekanan lebih. Jika ayat tersebut berisi kisah seperti dalam
ayat ini, maka tujuannya adalah agar manusia ingat dan mengambil pelajaran baginya.

Setelah mengingatkan mengenai moment ketika Allah swt berfirman kepada malaikat,
Dia lalu menyebutkan firman-Nya tersebut kepada malaikat : Aku akan menjadikan
khalifah di muka bumi ini, dalam ayat inikata yang digunakan adalah: “inni jaa’ilun fi
al-ardhi khalifah” kata “jaa’ilun” menurut para ulama’, berbeda dengan kata “khaliqun”
. kata “jaa’ilun” mengandung arti menjadikan dari sesuatu yang ada kepada bentu yang
lain. Sedangkan kata khaliqun berarti menjadikan sesuatu dari tidak ada menjadi ada.
Terjemah yang tepat dari dua kata ini adalah bahwa jaa’ilun artinya “menjadikan”
sedangkan khaliqun mengandung arti “menciptakan”.

Adapun kata “khalifar”, secara kebahasaan artinya adalah orang yang menjadi
pengganti, atau wakil bagi orang lain dalam suatu perbuatan, jika khalifa berarti wakil
atau pengganti, maka mesti ada yang diwakilkan ata yang digantikan. Pendapat lainnya
dalam kata “khalifah” ini adalah sebagai pengganti atau wakil dari Allah. Yang
ditugaskan untuk mengurus dan membangun bumi. Dari pemahaman seperti inilah
kemudian muncul istilah yang sangat populer diantara umat islam yaitu bahwa manusia
adalah “khalifatullah fi al-ardhi” wakil Allah dibumi. Dengan demikian bahwa dalam
kata khalifah ini, terkandung makna penguasaan, dimana seorang khalifah memiliki
makna kekuasaan dari yang ia wakila atau yang ia ganti. Inilah terkadang mengapa
khalifah diartikan sebagai penguasa.

3
Pada ayat 30 ini, Allah swt menggambarkan mengenai tiga tahapan dialog antara
Allah dengan malaikat, sedangkan Adam masih menjadi hal yang masih dibicarakan.

 Tahap pertama, ketika Allah memberikan informasi kepada malaikat mengenai


Rencana-Nya. Allah berfirman kepada malaikat : “Aku akan menjadikan khalifah di
bumi”

 Tahap kedua, ketika malaikat merespon rencana Allah dengan mengatakan: “apakah
Engkau akan menjadikan khalifah yang hanya akan melakukan kerusakan dan
pertumpaha darah di dalamnya, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji-
MU?”

 Tahap ketiga, ketika Allah meyakinkan malaikat mengenai kebijaksanaan-Nya,


dengan menjawab kekhawatiran malaikat ini dengan firman : “Aku lebih mengetahui
apa yang kalian tidak ketahui”. Ayat ini menggambarkan ada dialog antara malaikat
denganAllah swt. Penggambara mengenai dialog ini mengandung beberapa hikmah
antara lain:

Pertama, Allah swt dalam keagungan-Nya, mengizinkan hamba-hambanya untuk


bertanya kepada-Nya mengenai hikmah penciptaannya dan latar belakang kebijakan-
Nya. Memoertanyakan mengenai rahasi a yang tersembunyi pada ciptaan-Nya,
terutama sekali ketika mereka bingung dan bimbang.

Kedua, jika rahasia-rahasia dan hikmah hikmah Allah tersembunyi, tidak mungkin
manusia bisa mengetahui semua rahasia ciptaan Alah , namun kita harus menyadari
bahwa pengetahuan kita sangan relatif dan terbatas.

Ketiga, sebagai motifasi atau penguatan psikologis bagi Rasulullah saw, atas
pendustaan orang-orang kafir dan atas celaan mereka terhadap Rasulullah terhadap
kerasulan belia tanpa ada bukti atas pengingkaran mereka. Disini seakan-akan Allah
swt. Sebagai penguasa mutlak ingin menegaskan kepada Rasuullah saw bahwa Dia
saja masih menghadapi protes, apalagi nabi kita yang hanya manusia biasa juga lebih
pantas menerima itu.

Pada ayat selanjutnya, Dia berfirman: yang artinya, “dan Dia mengajarkan kepada
adam nama-nama benda seluruhnya, lalu dia menunjukkan kepada malaikat benda –

4
banda tersebut lalu berfirman,; informasikan kepada-Ku nama-nama benda-benda itu
jika kalian memang benar!”

Pada ayat ini, dosebutkan bagaimana Allah ketika menyakinkan malaikat tidak
cukup hanya dengan retorika, dan kata-kata akan tetapi dengan berbuat langsung,
yaitu dengan mengajarkan Adam nama-nama segala sesuatu. Allah menyebutkan
bahwa Dia mengajarkan nama-nama karena nama-nama merupakan unsur yang
paling pokok dalam bahasa. Nama adalah media identifikasi yang merupakan
tahapan pertama dalam pengetahuan. Dalam ayat selanjutnya ketika malaikat
mengetahui kelebihan Adam yang akan di nobatkan menjadi khalaifah, maka mereka
berkata: maha suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari yang Engkau
ajarkan kepada kami sesungguhnya Engkau maha mengetahui dan maha bijaksana..,
inilah pengakuan dari malaikat karena mereka menyadari behwa mereka tidak
mempunyai potensi dan kempampuan untuk memenuhi perintah Allah kepada
mereka. Setelah itu, Allah ingin menunjukkan kepada malaikat mengenai kelebihan,
kemampuan dan keistimewaan adam , “informasikan kepada mereka mengena nama-
nama dari benda tersebut..” segera setelah mendapat perintah, Adam menjelaskan
mengenai nama-nama tersebut kepada para malaikat. “bukankah Aku telah
mengetahui apa yang tidak nampak dilangit dan di bumi dan mengetahui apa yang
kalian nampakkan dan apa yang kalian sembunyikan..”

Dalam kisah ini, Dia mengajarkan kepada kita mengenai nilai dari diri kita, apa yang
dititipkan dalam fitrah kita , dan apa yang membedakan kita dari makhluk lainnya.
Oleh sebab itu kiat seharusnya selalau menyempurnakan diri kita dengan ilmu yang
kita diciptakan dengan potensi yang tidak ada pada mekhluk lain termasuk malaikat,
guna menampakkan hikmah Allah pada diri kita. Akan tetapi dalam buku “esensi A-
Qur’an” karangan Dra. Imas Rosyanti menjelaskan bahwa, Esensi peristiwa itu
barangkali tidak dapat di kategorikan sebaga musyawarah, karena Allah swt sama
sekali tidak membutuhkan masukan dari para malaikat. Lebih tepat jika peristiwa itu
disebut sebagai pemberitahuan. Akan tetapi secara teknis peristiwa itu
menggambarkan musyawarah. Pertama-tama Allah swt mengemukakan suatu
progran, lalu malaikat mengoreksi program tersebut dengan argumentasi yang
mereka kuasai. Ternyata program Allah swt tidak seperti yang mereka bayangkan,
dan Adam as yang mereka perkirakan jahat ternyata memiliki kelebihan, kemudian
malaikatpun menerima kekalahannya.

5
2. QS. Ali Imran/3:159
‫ٱس>ت َۡغفِ ۡر‬
ۡ ‫>ٱعفُ ع َۡنهُمۡ َو‬ ۖ >ِ‫وا ِم ۡن َح ۡول‬
ۡ >َ‫>كَ ف‬ ْ ُّ‫ب ٱَلنفَض‬ ِ ‫فَبِ َما َر ۡح َم ٖة ِّمنَ ٱهَّلل ِ لِنتَ لَهُمۡۖ َولَ ۡو ُكنتَ فَظًّا َغلِيظَ ۡٱلقَ ۡل‬
١٥٩ َ‫او ۡرهۡ>ُم فِي ٱَأۡلمۡ ۖ ِر فَِإ َذا َع َزمۡ تَ فَت ََو َّك ۡل َعلَى ٱهَّلل ۚ ِ ِإ َّن ٱهَّلل َ ي ُِحبُّ ۡٱل ُمت ََو ِّكلِين‬
ِ ‫لَهُمۡ َو َش‬

Artinya:
“maka disebabkan rahmat dari Allah lah kamu berlaku lemah lembiut
sekiranya kamu bersikap keras agi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri
dari sekelilingahmu. Karena itu maafkan mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka,
dan bermusyawarah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah
membulatkan tekad, maka bertakwakallah kepada Allah sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang bertawakala kepadaNya. ”

Penafsiran kata-kata sulit :

Fabimaa naqhdihim misaqahum ; maka disebabkan mereka melanggar


perjanjian itu.
Dapat pula di hubungkan dengan isim nakirah, seperti yang terdapat dalam firman-
Nya Q.S al-Mukminun; 40 sebagai berikut :
‘Amma qaliilin : dalam sedikit waktu
Al-lainu fil mu’amalati : bersikap lemah lembut dalam mua’amalah.
Al-fazzu ; kasar dan keras tabiat dalam bergaul, baik perkataan maupun sikap.
Al- galiz : keras hati dan tidak bisa di pengaruhi apapun.
In fadhal qaumu : mereka bubar.
Al-musyawarah berasal dari kata Syurutul ‘asala, yaitu apabila engkau
memetik madu dan mengeluarkannya dari tempatnya.
Yang dimaksud dengan al-amru disini adalah mengatur kehidupan berpolitik
umat dalam urusan perang. Damai, kritis, dan lain sebagainya yang berkaitan dengan
kepentingan-kepentingan duniawi.
At-tawaqqul : menempatkan kelemahan dan berpegang (bergantung) kepada
selain dirimu, serta mengandalkan dalam mengerjakan yang engkau perlukan.

6
Pengertian secara umum dalam kelompok ayat-ayat terdahulu, Allah swt
memberikan bimbingan, kepada hamba-hamba-Nya yang mukmin tentang hal-hal
yang bermanfaat bagi kehidupan dan bekal akhirat mereka.
Juga di ambil kesimpulan bahwa Allah swt memberikan ampunan bagi
mereka. Kemudian dalam kelompok ayat berikutnya Allah menambahkan
kemurahan dan kebaikan-Nya kepada mereka kaum mukminin dengan pujian kepada
Rasul-Nya atas ampunan yang di berikan kepada mereka dan tidak berlaku keras
terhadap mereka.

Asbabun Nuzul surah Ali- Imran ayat 159


Ayat-ayat ini diturunkan seusai perang uhud. Ketika itu ada sahabat yang
melanggar perintah Nabi saw. Akibat pelanggaran itu akhirnya menyeret kaum
Muslimin kedalam kegagalan sehingga kaum Musyrikin dapat mengalahkan mereka.
Rasulullah saw. Mengalami luka-luka, namun nabi saw. Tetap bersabar, tahan uji,
dan bersikap lemah lembut, tidak mencelah kesalahan para sahabatnya. Sikap itu
adalah menuruti kitabullah, sebab dalam peristiwa itu banyak sekali ayat-ayat yang
diturunkan.
Disitu dibahas mengenai kelemahan kaum Muslimin, dan pelanggaran
mereka terhadap perintah, serta kesembronoan yang mereka lakukan. Bahkan
disebut pula mengenai prasangka-prasangka dan bisikan-bisikan hati yang jelek.
Tetapi celaan yang Dia tuturkan itu disertai penuturan tentang ampunan dan janji
pertolongan disamping keluhuran kalimah-Nya.
Didalam ayat ini bertemulah pujian yang tinggi dari Tuhan terhadap Rasul-
Nya, karena sikapnya yang lemah lembut, tidak lekjas marah kepada umatnya yang
tengah di tuntun dan dididiknya iman mereka lebih sempurna.
Dalam ayat ini Tuhan menegaskan, sebagai pujian terhadap Rasul
bahwasanya sikap lemah lembut itu, ialah karena didalamnya telah dimasukkan oleh
Tuhan Rahmat-Nya, rasa rahmat, belas kasih, cinta kasih itu telah ditanamkan ke
dalam diri beliau sehingga rahmat itu pulalah yang memengaruhi sikap beliau dalam
meminpin.
Adapun beberapa tafsir dari ayat tersebut yakni :
a. Tafsir Quraish shihab

7
Sebagai wujud kasih sayang Allah kepada kamu dan mereka, kamu
bersikp lemah lembut dan tidak berkata kasar karena kesalahan mereka. Dan
seandainya kamu bersikap kasar dan keras, mereka pasti akan bercerai berai
meninggalkanmu. Oleh sebab itu, lupakanlah kesalahan mereka. Mintakan
ampunan kepada mreka. Dan ajaklah mereka bermusyawarah untuk
mengetahui pendapat mereka dalam berbagai persoalan yang tidak disebut
dalam wahyu. Apabila kamu telah bertekad utnuk mengambil suatu langkah
setelah terlebih dahulu melkakun musyawarah laksanakanlah langkah itu dan
bertawakal kepada Allah, karena Allah benar-benar mencintai orang-orang
yang menyerahkan urusan kepadaNya Allah. musyawarah atau syura adalah
salah satu pokok ajaran yang snagat penting dalam islam. Dalam adagium
arab-islam dikonfirmasi, “orang beristikharah tak akan gagal adakalanya pula
syuara antara presidensial dan parlementer lebih cocok untuk negara lain
seperti Mesir.

Dengan demikian setiap negara dan kelompok model syura’ yang


mereka anggap sesuai dengan dimensi ruang dan waktu masing-masing.
Yang penting, perinsif syura harus terwujud untuk menghindari dominasi dan
kesewenang-wenangan induividu. Demikianlah al qur’an telah
mencantumkan perinsip musyawarah sejak 14 thn yang lalu.

b. Tafsir Jalalain

Maka berkat (rahmat dari Allah kamu menjadi lemah lembut) hai
muhammad bagi mereka sehingga kamu hadapi mengetasi mereka terhadap
permintaanmu itu dengan sikap bebas dan sekiranya kamu mau kerja keras
artinya akhlakmu tidak terpuji sampai kamu mengambil tindakan keras
terhadap mereka (tentulah mereka akan menjauh dari sekelilingmu, maka
maafkanlah mereka) atas kesalahan yang mereka perbuat (dan mintakan
ampunan bagi mereka ) atas kesalahan-kesalahan itu untuk Kuampuni(juga
berlindunglah kepada mereka ) pikiran mereka tentang urusan itu yaitu
urusan peperangan dan lain-lain demi mengambil hati mereka , dan agar
umat mempercayai sunnah dan jejak langkahmu, maka Rasulullah saw
banyak bermusyawarah denganmereka. Setelah menyetujui kamu telah
bertetapan hati untuk melaksanakan apa yang kamu kehendaki setelah

8
bermusyawarah itu (maka bertaqwalah kepada Allah)artinya percaya kepada-
Nya. Sesungguhnya Allah meminta orang-oarng bertawakkal kepada-Nya.

Adapun maksud dari ayat tersebut adalah memerintahkan agar Rasulullah saw
bermusyawarah. Hukum asal perintah itu adalah wajib, oleh karena itu bila suatu
perkara tidak akan terpecahkan tanpa melalui musyawarah, hukum musyawarah
menjadi wajib. Bila perkaranya sudah sangat jelas dan dapat di selesaikan dengan
musyawarah, musyawarah tidak lagi wajib, elainkan sunnah atau mubah karena
mengenai perkara ini sebenarnya cukup hanya diberitahukan.

Dalam surah lain Allah swt juga berfirman tentang musyawarah seperti:

3. QS. Asy-Shura :38

٣٨ َ‫زَق ٰنَهُمۡ يُنفِقُون‬


ۡ ‫ور ٰى بَ ۡينَهُمۡ َو ِم َّما َر‬
َ ‫صلَ ٰوةَ َوَأمۡ ُرهۡ>ُم ُش‬ >ْ ‫ُوا لِ َربِّ ِهمۡ َوَأقَا ُم‬
َّ ‫وا ٱل‬ >ْ ‫ٱستَ َجاب‬
ۡ َ‫َوٱلَّ ِذين‬

Artinya :

“dan bagi yang mematuhi seruan Tuhannaya dan mendirikan shalat, sedang urusan
mereka diputuskan dengan musyawarah diantara mereka, dan m ereka menafkahkan
sebagian dari rizki yang Kami berikan kepada mereka.”

Arti kosa kata:

‫ شورى‬: musyawarah

‫ بينهم‬: diantara mereka

‫ ومما‬: dan dari apa

‫ رزقنا هم‬: yang kami berikan kepada mereka

‫ ينفقون‬: mereka menafkahkan

‫ والذين‬: dan orang –orang yang

‫ استجابوا‬: mematuhi seruan

9
‫ لربهم‬: Tuhan mereka

‫ واقاموا الصالة‬: dan mereka mendirikan shalat

‫ وامرهم‬: dan urusan mereka

Asbabun Nuzul surah As- Syuara ayat 38

Ayat ini diturunkan sebagai pujian kepada kelompok Muslimin Madinah


(Anshar), yang bersedia membela Nabi Muhammad saw. Dan menyepakati hal
tersebut melalui musyawarah yang mereka laksanakan dirumah Abu Ayyub Al-
Anshari. Namun demikian ayat ini berlaku umum, mencangkup semua kelompok
yang melakukan musyawarah.

Kata (amruhum) atau urusan mereka menunjukkan bahwa yang mereka


musyawarahkan adalah hal-hal yang berkaitan dengan mereka serta berada dalam
wewenang mereka. Karena itu masalah ibadah mahdhah, atau murni yang
sepenuhnya berada dalam wewenang Allah tidaklah termasuk hal-hal yang di
musyawarahkan.

Disisi lain, mereka yang tidak berwewenang dalam urusan yang dimaksud,
tidaklah perlu terlibat dalam musyawarah itu, kecuali yang diajak oleh orang yang
berwewenang, karena boleh jadi yang mereka musyawarahkan adalah persoalan
rahasia antar mereka. Al-Maraghi mengatakan apabila mereka berkumpul mereka
mengadakan musyawarah untuk memeranginya dan membersihkan sehingga tidak
ada lagi peperangan dan sebagainya.

Al-Qur’an tidak menjelaskan bagaimana bentuk musyawarah yang di


anjurkan. Ini memberikan kepada setiap masyarakat menyusun musyawarah yang
mereka inginkan sesuai dengan perkembangan dan ciri masyarakat masing-masing.
Perlu di ingat bahwa ayat ini pada periode dimana belum terbentuk masyarakat
Islam, yang memiliki kekuasaan politik, atau dengan kata lain sebelum terbentuknya
Rasul saw. Turunnya ayat ini yang menguraikan musyawarah adalah anjuran al-
Qur’an dalam segala waktu dan berbagai persoalan yang belum di temukan petunjuk
Allah di dalamnya.

10
Adapun penafsiran ayat tersebut dari beberapa tafsir ialah:

a) Tafsir Quraish Shihab

Juga orang-orang yang memenuhi seruan sang Pencipta dan


Pemelihara mereka, selalu mengerjakan shalat, selalu menyelesaikan
kesepakatan mereka dengan jalan musyawarah demi mengangkatnya
di tengah masyarakatdan melepaskan otoritas pribadi atau kelompok,
dan membelanjakan uang harta yang didapat tunaikan oleh Allah
dijalan yang baik.

b) Tafsir Jalalain

Dan bgi orang yang menerima seruan Rabbnya, yaitu mentauhidkan-


Nya dan Menyembah-Nya. (Dan menggabungkan shalat)
memeliharanya (berhubungan dengan mereka) yang berkenaan
dengan diri mereka (mereka putuskan diantara mereka dengan
musyawarah dan tidak tergesa-gesa dalam memutuskannya). Dan
sebagian dari apa yang Kami rizkikan kepada mereka atau sebagian
dari apa yang kami berikan kepada mereka (mereka menafkahkan-
Nya) untuk jalan ketaatan kepada Allah.

Penjelasan ayat, orang-orang yang dipuji Allah swt dalam ayat ini
adalah: kelompok muslim madinah (Anshar) yang bersedia membela
Nabi saw. Dengan kesepakatan yang mereka capai melalui
musyawarah yang mereka laksanakan dirumah Abu Ayyub al-
Anshari. Dengan demikian musyawarah adalah bagian dari ajaran
agama Islam, dan kegiatan rutin Rasulullah saw. Ini artinya bahwa
dalam masalah –masalah dunia, seperti setrategi perang dan teknik
pemilihan peminpin, Islam mengajarkan demokrasi meskipun prinsip
ajaran Islam adalah wahyu dari Allah swt.

11
Refrensi:

Abdillah, Abi Muhammad ibn Jarir al-Thabari, Jami’ al-Bayan ‘an Ta’wil al-Qur’an juz 1
1968

12
https;/tafsirQ.com

Imas Rosyanti, Esensi Al-Qur’an, Pustaka setia: Bandung, 2002

Syihab, Quraish Syihab, Pesan Kesan dan Keserasian AL-Qur’an. Jakarta; Lentera
Hati,2002

Umay M. Dja’far Shieddieq, Pembuka Gerbang Al-Qur’an,Taushia: Jakarta Pusat 2008

Permana, Adham ‘’ Musyawarah Untuk Mufakat’’ Bogor, PT. Fahrisindo

Musyawarah dalam Persfektif Al-Qur’an, http,;//brandaintlektual.blogspot.com//29


November 2013)

Hamka, Tafsir al-Azhar, juz IV, (Pustaka Panjimas, Jakarta, 1983)

Abul Fida, Al-Imam ; Tafsir Ibnu Katsir, Juz 4 cet.3, (Bandung ; Sinar Baru, Al-Gesind,
2006)

13

Anda mungkin juga menyukai