Vaksin yang terdiri dari berbagai produk biologi dan bagian dari virus yang sudah dilemahkan
yang disuntikkan ke dalam manusia, akan merangsang timbulnya imun atau daya tahan tubuh
seseorang.
Ia juga menambahkan, vaksin Sinovac yang akan digunakan tidak akan tertera ‘for clinical trial
only’ atau hanya untuk uji klinis, seperti yang dikhawatirkan oleh masyarakat. “Vaksin Covid-19
yang sudah ada di Bio Farma dan akan digunakan untuk program vaksinasi akan menggunakan
vaksin yang sudah mendapat izin dari BPOM. Sehingga kemasannya berbeda dengan vaksin
yang digunakan untuk uji klinis.”
Sejauh ini, vaksin yang dikembangkan oleh perusahaan asal Tiongkok tersebut masih dalam
proses kajian aspek kehalalannya oleh Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-Obatan, dan
Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) untuk mendapatkan fatwa Ulama Indonesia
dan sertifikasi dari Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH).
Cara Kerja Vaksin Sinovac
Setelah mengetahui kandungan dalam vaksin Sinovac, berikut penjelasan mengenai cara kerja
vaksin Sinovac. Setelah disuntikkan ke dalam tubuh, virus yang sudah dimatikan itu akan
memicu sel imunitas yang disebut Antigen-presenting cell (APC). Sel tersebut kemudian
menghancurkan badan virus Corona yang sudah mati dengan dibantu oleh sel T yang berfungsi
sebagai pendeteksi fragmen virus. Jika terjadi kecocokan, sel T akan menjadi aktif dan
membantu merekrut sel kekebalan lainnya, salah satunya sel B yang berfungsi untuk melawan
virus. Sel B bekerja dengan cara menempelkan proteinnya pada fragmen virus Corona. Setelah
protein menempel, maka sel B akan mengaktifkan antibodi. Antibodi tersebut berfungsi untuk
mencegah virus Corona agar tidak menginfeksi tubuh penerima. Selain itu, sel B juga berfungsi
untuk mengingatkan virus vaksin agar mengantisipasi jika tubuh terinfeksi virus yang sama di
kemudian hari.
Seseorang yang telah divaksinasi Covid-19 lengkap tidak perlu mendapatkan suntikan vaksin
tambahan atau booster dalam waktu berdekatan. Efektivitas vaksin Covid-19 mampu bertahan
hingga delapan bulan. Hal itu tercatat dalam studi berjudul “Differential Kinetics of Immune
Responses Elicited by Covid-19 Vaccines” yang dipublikasikan pada 15 Oktober 2021 lalu. Studi
tersebut memeriksa tiga merek vaksin yakni Pfizer, Moderna, dan Johnson & Johnson.
Angka efikasi diperoleh dari uji klinik. Dalam uji klinik, biasanya subjek yang diuji dibagi menjadi
dua kelompok. Ada kelompok yang mendapat vaksin dan kelompok yang tidak mendapat
vaksin. Hasil yang didapat dari dua kelompok itu kemudian dibandingkan. Sementara efektivitas
vaksin merupakan kinerja vaksin dalam situasi riil. Karena itu, angka efikasi dan efektivitas tidak
akan sama.
Amin Soebandrio memberi penjelasan yang mudah dipahami. Misalnya, jika efikasi disebut 65
persen. Tidak berarti kalau ada 100 orang disuntik, yang terlindung hanya 65 orang. Yang
dimaksud 65 persen itu artinya orang yang divaksin menurun risikonya sebesar 65 persen.
Sederhananya, orang yang tidak divaksin risikonya 3 kali lipat dibandingkan orang yang divaksin.
Namun, jika memang tidak tersedia dosis kedua dengan jenis vaksin yang sama, sebaiknya tetap
menerima vaksin yang tersedia. Ini lebih baik dibandingkan tidak mendapatkan booster vaksin
sama sekali. Selama pemberiannya dilakukan dalam pengawasan dokter, maka pemberian
vaksin dengan jenis berbeda masih tergolong aman.
Namun, jika memang tidak tersedia dosis kedua dengan jenis vaksin yang sama, sebaiknya tetap
menerima vaksin yang tersedia. Ini lebih baik dibandingkan tidak mendapatkan booster vaksin
sama sekali. Selama pemberiannya dilakukan dalam pengawasan dokter, maka pemberian
vaksin dengan jenis berbeda masih tergolong aman.
regulasi terhadap tindakan pemalsuan dokumen setidaknya telah diatur dalam UU No 11 Tahun
2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah diubah oleh UU No 19
Tahun 2016 Tentang Perubahan atas UU No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik (“UU ITE”).