EKONOMI PERTANIAN
TENTANG BIAYA DAN PENERIMAAN DALAM USAHATANI
NPM : 71210713076
PRODI : AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
MEDAN
2022
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lahan pertanian dewasa ini menghadapi tantangan dan tekanan yang semakin kuat
terutama oleh persaingan peruntukan bagi pengembangan industri dan
pemukiman, yang semua itu mengancam eksistensi sektor pertanian dalam hal
ketahanan pangan nasional. Masalah penguasaan lahan telah banyak dikaji,
terutama di negara-negara berkembang, yang berkaitan dengan proses
transformasi perekonomian suatu negara. Transformasi ekonomi mempengaruhi
laju transaksi lahan, tetapi dampaknya terhadap struktur dan distribusi penguasaan
lahan berikut implikasinya sangat beragam. Di tengah berlangsungnya
pembangunan ekonomi yang tidak lagi menempatkan sektor pertanian pangan
sebagai fondasi ekonomi nasional, berbagai persoalan mendasar masih dihadapi
penduduk pedesaan yang mayoritas bekerja di sektor pertanian. Produktivitas
usahati yang rendah sempitnya lahan garapan, terjadinya alih fungsi lahan,
meningkatnya penganguran, dan lainnya menyebabkan kesejahteraan penduduk
pedesaan tidak kurung membaik. Minimnya kemampuan penguasaan lahan ini
juga menjadikan para petani sebagai petani gurem dan hampir semua petani di
Indonesia ini adalah petani gurem. Diantara kelompok petani, yang paling perlu
mendapat perhatian dilihat dari tingkat kesejahteraan dan kaitannya dengan luasan
lahan yang dikuasai adalah petani tanaman pangan, khususnya padi. Padi atau
beras secara nasional merupakan komoditas strategis dengan jumlah rumah tangga
petani padi paling dominan diantara komoditas pangan lain. Oleh karena itu
makalah ini akan membahas persoalan mengenai skala usaha dan produktivitas
faktor produksi petani gurem terkhusus petani padi di Indonesia.
B. Rumusan Masalah Pembahasan yang akan dikupas oleh penulis yaitu meliputi:
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengaruh Penyempitan
Lahan terhadap Skala Usahatani Padi Terdapat dua faktor penyebab terjadinya
penyempitan lahan pertanian berdasarkan daerah hasil penelitian. Pertama, adanya
fragmentasi atau penyusutan kepemilikan lahan pertanian karena pola pewarisan.
Akibatnya, sebagian dari lahan tersebut dijual oleh ahli waris karena dianggap
tidak mencukupi untuk diusahakan secara optimal. Hasil penjualannya
direncanakan untuk modal usaha di luar sektor pertanian. Akan tetapi hanya
beberapa petani yang beruntung dari hasil penjualan lahan tersebut, sehingga
akhirnya sebagian menjadi petani penggarap atau buruh tani di lahannya sendiri.
Kedua, alih fungsi lahan melalui transaksi penjualan kepada perorangan atau
pengusaha dari luar desa yang notabene kurang mengerti atau tidak menghiraukan
eksistensi lahan pertanian di lokasi setempat. Biasanya, sebelum dialihfungsikan
ke penggunaan nonpertanian, lahan pertanian tersebut boleh diusahakan oleh
petani penggarap sampai batas waktu yang tidak ditentukan. Namun para petani
penggarap diliputi rasa kekhawatiran mengingat alih fungsi penggunaan lahan
yang dimaksud sewaktu-waktu bisa terjadi dan dapat mengakibatkan mereka
kehilangan pekerjaan. Dari permasalahan yang telah disebutkan diawal tadi
seperti penyusutan kepemilikan lahan dan juga alihfungsi sehingga menyebabkan
fenomena “guremisasi” cukup gencar terjadi di lokasi penelitian. Dengan kata
lain, skala pemilikan lahan petani menjadi semakin sempit atau bahkan ada petani
yang tidak memiliki lahan lagi (tuna lahan). Fenomena tersebut berlangsung
seiring perjalanan waktu dan menimbulkan dampak sosial. Di Indonesia, definisi
petani kecil lebih sering mengacu pada luas lahan usahatani. Sayogyo (1977)
dalam Susilowati dan Maulana (2012) mengelompokkan petani ke dalam tiga
kategori yaitu petani skala kecil 4 dengan luas lahan usahatani < 0,5 ha, petani
skala menengah dengan luas lahan usahatani 0,5 – 1 ha, dan petani skala besar
dengan luas lahan usahatani > 1 ha. Petani gurem merupakan petani yang hanya
memiliki luasan lahan usahatani < 0,5 ha. Jadi fenomena guremisasi ini terkait
dengan sempitnya lahan pertanian yang kurang dari 0,5 ha. B. Penguasaan Lahan
Petani Gurem Padi Terdapat beberapa fenomena terkait dengan penguasaan lahan
pertanian di lokasi penelitian yaitu:
a. Penentuan pola penguasaan lahan tergantung pada kesepakatan awal antara
pemilik dengan penggarap. Biasanya penerapan pola penguasaan lahan tersebut
dilakukan sejak transaksi jual beli.
b. Tidak semua pemilik lahan menguasakan lahan kepada penggarap dengan pola
yang sama. Umumnya pemilik lahan menguasakan lahannya untuk digarap secara
temporer oleh petani penggarap, namun dalam batas waktu yang tidak ditentukan.
Dengan kata lain, kapanpun lahan tersebut dapat digunakan oleh pemilik.
Konsekuensinya, petani yang menggarap lahan tersebut harus menyerahkan
sepenuhnya kepada pemilik (tanpa syarat). Biasanya setelah tidak digarap, lahan
pertanian yang dimaksud dialihfungsikan ke lahan non-pertanian (pabrik atau
gudang).
KESIMPULAN
KESIMPULAN
3. Pola usahatani gurem padi dilakukan pada musim kemarau dan musim
penghujan. Keberadaan faktor produksi berupa pompa air sangat diperlukan
ketika musim kemarau guna mencapai produktivitasnya.
6. Terjadi hubungan antara permodalan dan luas lahan yang dimiliki. Biasanya
semakin luas lahan kecil maka pendapatan akan semakin kecil. Lemahnya
kelembagaan dan sulitnya akses petani terhadap kelembagaan dan peminjaman
modal menyebabkan adanya permasalahan dalam usaha tani.
7. Bantuan pemerintah berupa faktor produksi seperti alat dan mesin pertanian,
benih, dan pupuk mampu meningkatkan produktivitas usahatani dan pendapatan
petani padi pada lahan sempit.
DAFTAR PUSTAKA
Adi P, Sutoyo. 2017. Produktivitas dan pendapatan usahatani padi sawah dampak
program bantuan alat mesin pertanian, benih dan pupuk di Kabupaten Malang
Provinsi Jawa Timur. J Ilmu-ilmu Pertanian 24(1): 1-9. Gina R, Nur S. 2018.
Tingkat efisiensi teknis usahatani padi sawah di Desa Tambakjati, Kecamatan
Patokbeusi, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat. J Pemikiran Masyarakat
Ilmiah Berwawasan Agribisnis 4(2):169- 183. Maher S, Erika DA, Abdul M.
2019. Persepsi petani terhadap program billing system di Kecamatan Metro Barat
Kota Metro. J Pemikiran Masyarakat Ilmiah Berwawasan Agribisnis 5(1):114-
123. Marianne RM, Ferdinan S. 2016. Pengaruh luas lahan terhadap penerimaan,
biaya produksi dan pendapatan usahatani padi sawah di Desa Toinasa Kecamatan
Pamona Barat. J Envira 1(2). Nainggiloan S, Fitri Y, Kurniasih S. 2019. Kajian
efisiensi teknis dan preferensi resiko produksi petani dalam rangka peningkatan
produktivitas usahatani padi sawah di Kabupaten Bungo Provinsi Jambi-
Indonesia. J of Agribusiness and Local Wisdom 2(1): 13-24. Rika IKA, A
Mantiri, Debby CR, Sri M. 2019. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi
produksi padi sawah di Kecamatan Dumoga. J Pembangunan dan Keuangan
Daerah. Yonas HS. 2018. Eksistensi dan transformasi petani gurem : kasus
pertanian wilayah pinggiran Kota Bandung. J SEPA 14(2): 146-158.