Anda di halaman 1dari 41

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ruptur Perineum


2.1.1. Pengetian Ruptur Perineum

Perineum adalah jaringan antara vestibulum vulva dan anus dan panjang kira-kira 4

cm (Maimunah, 2015). Sedangkan menurut kamus Dorland perineum adalah daerah antara

kedua belah paha, antara vulva dan anus. Perineum terletak antara vulva dan anus,

panjangnya ratarata 4 cm (Saifuddin, 2014). Ruptur perineum adalah robekan yang terjadi

pada saat bayi lahir baik secara spontan maupun dengan menggunakan alat atau tindakan.

Robekan terjadi hampir pada semua primipara dan tidak jarang pada persalinan berikutnya

(Prawirohardjo, 2015). Pada dasarnya, robekan perineum dapat dikurangi dengan menjaga

jangan sampai dasar panggul dilalui kepala janin terlalu cepat (Wiknjosastri, 2015).

2.1.2. Pembagian Ruptur Perineum

Menurut (Sulistyawati,2012) derajat laserasi jalan lahir adalah sebagai berikut :

1. Derajat I laserasi mengenai mukosa vagina, komisura posterior, kulit

perineum.Tidak perlu dijahit jika tidak ada perdarhan dan posisi luka baik.

2. Derajat II laserasi mengenai mukosa vagina, komisura posterior, kulit

perineum, otot perineum.Jahit menggunakan teknik yang sesuai kondisi

pasien.

3. Derajat III laserasi mengenai mukosa vagina, komisura posterior, kulit

perineum, otot perineum,otot spingter ani.

4. Derajat IV laserasi mengenai mukosa vagina, komisura posterior, kulit

perineum, otot perineum,otot spingter ani,rectum.


2.1.3. Resiko Ruptur Perineum

Risiko yang ditimbulkan karena robekan jalan lahir adalah perdarahan yang dapat

menjalar ke segmen bawah uterus . Risiko lain yang dapat terjadi karena robekan jalan lahir

dan perdarahan yang hebat adalah ibu tidak berdaya, lemah, tekanan darah turun, anemia

dan berat badan turun. Keluarnya bayi melalui jalan lahir umumnya menyebabkan robekan

pada vagina dan perineum.Meski tidak tertutup kemungkinan robekan itu memang sengaja

dilakukan untuk memperlebar jalan lahir. Petugas kesehatan atau bidan akan segera menjahit

robekan tersebut dengan tujuan untuk menghentikan perdarahan sekaligus penyembuhan.

Penjahitan juga bertujuan merapikan kembali vagina ibu menyerupai bentuk semula

(Manuaba, 2012).

2.1.4. Penanganan Ruptur Perineum

Penanganan rupture perineum adalah sebagai berikut :

1. Untuk mencegah luka yang robek dan pinggir luka yang tidak rata dan

kurang bersih pada beberapa keadaan dilakukan episiotomi.

2. Bila dijumpai robekan perineum dilakukan penjahitan luka dengan baik lapis

demi lapis, dengan memperhatikan jangan ada robekan yang terbuka ke arah

vagina yang biasanya dapat dimasuki oleh bekuan darah yang akan

menyebabkan luka lama sembuh.

3. Dengan memberikan antibiotik yang cukup (Muchtar, 2019)

Tujuan penjahitan robekan perineum adalah untuk menyatukan kembali jaringan

tubuh dan mencegah kehilangan darah yang tidak perlu. Penjahitan dilakukan dengan cara

jelujur menggunakan benang catgut kromik. Dengan memberikan anastesi lokal pada ibu

saat penjahitan laserasi, dan mengulangi pemberian anestesi jika masih terasa sakit.

Penjahitan dimulai satu cm dari puncak luka. Jahit sebelah dalam ke arah luar, dari atas

hingga mencapai bawah laserasi. Pastikan jarak setiap jahitan sama dan otot yang terluka
telah dijahit. Ikat benang dengan membuat simpul dalam vagina. Potong ujung benang dan

sisakan 1,5 cm. Melakukan pemeriksaan ulang pada vagina dan jari paling kecil ke dalam

anus untuk mengetahui terabanya jahitan pada rektum karena bisa menyebabkan fistula dan

bahkan infeksi (Basri, 2018).

Ruptur perineum derajat empat atau robekan yang lengkap memerlukan langkah-

langkah yang teliti. Apeks robekan dalam mukosa, rectum harus diperhatikan dan tepi

mukosa rectum dibalikkan ke dalam lumen usus dengan jahitan berulang. Jahitan ini

diperkuat lagi dengan jahitan terputus sekeliling fasia endopelvis. Ujung robekan sfingterani

cenderung mengalami retraksi ke lateral dan posterior. Setelah diidentifikasi dan dijepit

dengan forcep, ujung robekan didekatkan dengan dua atau tiga jahitan (George, 2012).

2.1.5. Pengobatan Ruptur Perineum

Pengobatan yang dapat dilakukan untuk robekan jalan lahir adalah


dengan memberikan uterotonika setelah lahirnya plasenta, obat ini tidak boleh
diberikan sebelum bayi lahir. Manfaat dari pemberian obat ini adalah untuk
mengurangi terjadinya perdarahan pada kala III dan mempercepat lahirnya
plasenta. Perawatan luka perineum pada ibu setelah melahirkan berguna untuk
mengurangi rasa ketidaknyamanan, menjaga kebersihan, mencegah infeksi dan
mempercepat penyembuhan luka. Perawatan perineumumumnya bersamaan
dengan perawatan vulva. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah:
1) Mencegah kontaminasi dengan rectum
2) Menangani dengan lembut jaringan luka
3) Membersihkan darah yang menjadi sumber infeksi dan bau
(Saifuddin,2012).
2.1.6. Komplikasi

Risiko komplikasi yang mungkin terjadi jika rupture perineum

tidak segera diatasi, yaitu :


1) Perdarahan
Seorang wanita dapat meninggal karena perdarahan pasca persalinan
dalam waktu satu jam setelah melahirkan. Penilaian dan penataksanaan
yang cermat selama kala satu dan kala empat persalinan sangat penting.
Menilai kehilangan darah yaitu dengan cara memantau tanda vital,
mengevaluasi asal perdarahan, serta memperkirakan jumlah perdarahan
lanjutan dan menilai tonus otot (Kemenkes, 2014). Perdarahan adalah
kehilangan darah melebihi 500 ml yang terjadi setelah bayi lahir,
perdarahan primer terjadi dalam 24 jam pertama, sedangkan perdarahan
sekunder terjadi setelah itu (Mansjoer, 2012).
2) Fistula
Fistula dapat terjadi tanda diketahui penyebabnya karena perlukaan pada
vagina menembus kandung kencing atau rectum. Jika kandung kencing
luka, maka air kencing akan segera keluar melalui vagina. Fistula dapat
menekan kandung kencing atau rektum yang lama antara janin dan
panggul,sehingga terjadi iskemia (Kemenkes, 2014).
3) Hematoma
Hematoma dapat terjadi akibat trauma partus pada persalinan karena
adanya penekanan kepala janin serta tindakan persalinan yang ditandai
dengan rasa nyeri pada perineum dan vulva berwarna biru dan merah.
Hematoma dibagian pelvis bisa terjadi dalam vulva perineum dan fosa
iskiorektalis. Biasanya karena trauma perineum tetapi bisa juga dengan
varikositasvulva yang timbul bersamaan dengan gejala peningkatan nyeri.
Kesalahan yang menyebabkan diagnosis tidak diketahui dan
memungkinkan banyak darah yang hilang. Dalamwaktu yang singkat,
adanya pembengkakan biru yang tegang pada salah satu sisi introitus di
daerah ruptur perineum (Martius, 2015).
4) Infeksi
Infeksi pada masa nifas adalah peradangan yang terjadi pada organ
reproduksi yang disebabkan masuknya mikroorganisme atau virus ke
dalam organ reproduksi tersebut selama proses persalinan dan masa nifas
(Martius, 2012).

2.2. Persalinan
2.2.1. Pengertian Persalinan
Persalinan adalah serangkaian kejadian yang berakhir dengan pengeluaran bayi yang
cukup bulan atau hampir cukup bulan disusul dengan pengeluaran plasenta dan selaput janin
dari ibu (JNPK-KR, 2014). Penolong pesalinan merupakan salah satu bagian dari pelayanan
antenatal care. Manuaba (2012) menytakan bahwa peningkatan pelayanan antenatal,
penerimaan gerakan keluarga berenana, melaksanakan persalinan bersih dan aman dan
meningkatan pelayanan obstetric esensial dan darurat yang merupakan pelayanan kesehatan
primer. Persalinan yang aman memastikan bahwa semua penolong persalinan mempunyai
ketrampilan dan alat untuk memberikan pertolongan yang aman dan bersih (Saifuddin,
2012).

2.2.2. Tahap persalinan menurut Prawirohardjo (2012) antara lain :


1) Kala I (kala pembukaan)
Kala I persalinan adalah permulaan kontraksi persalinan sejati, yang ditandai oleh
perubahan serviks yang progresif yang diakhiri dengan pembukaan lengkap (10
cm) pada primigravida kala I berlangsung kira-kira 13 jam, sedangkan pada
multigravida kira-kira 7 jam. Terdapat 2 fase pada kala satu, yaitu :
a) Fase laten
Merupakan periode waktu dari awal persalinan pembukaan mulai berjalan
secara progresif, yang umumnya dimulai sejak kontraksi mulai muncul
hingga pembukaan 3-4 cm atau permulaan fase aktif berlangsung dalam 7-
8 jam. Selama fase ini presentasi mengalami penurunan sedikit hingga
tidak sama sekali.

b) Fase Aktif
Merupakan periode waktu dari awal kemajuan aktif pembukaan menjadi
komplit dan mencakup fase transisi, pembukaan pada umumnya dimulai
dari 3-4 cm hingga 10 cm dan berlangsung selama 6 jam. Penurunan
bagian presentasi janin yang progresif terjadi selama akhir fase aktif dan
selama kala dua persalinan. Fase aktif dibagi dalam 3 fase, yaitu :
(1) Fase Akselerasi, yaitu dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm
menjadi 4 cm.
(2) Fase Dilatasi, yaitu dalam waktu 2 jam pembukaan sangat cepat,
dari 4 cm menjadi 9 cm.
(3) Fase Deselerasi, yaitu pembukaan menjadi lamban kembali dalam
waktu 2 jam pembukaan 9 cm menjadi lengkap
2) Kala II (kala pengeluaran janin)
Menurut Prawirohardjo (2012), beberapa tanda dan gejala persalinan kala II yaitu
:

a) Ibu merasakan ingin mengejan bersamaan terjadinya kontraksi

b) Ibu merasakan peningkatan tekanan pada rectum atau vaginanya

c) Perineum terlihat menonjol

d) Vulva vagina dan sfingter ani terlihat membuka

e) Peningkatan pengeluaran lendir darah.


Pada kala II his terkoordinir, kuat, cepat dan lama, kira- kira 2-3 menit sekali.
Kepala janin telah turun masuk ruang panggul sehingga terjadi tekanan pada otot-
otot dasar panggul yang secara reflek timbul rasa mengedan. Karena tekanan pada
rectum, ibu seperti ingin buang air besar dengan tanda anus terbuka. Pada waktu
his kepala janin mulai terlihat, vulva membuka dan perineum meregang. Dengan
his mengedan yang terpimpin akan lahir kepala dengan diikuti seluruh badan janin.
Kala II pada primi: 1 ½ - 2 jam, pada multi ½ - 1 jam (Mochtar, 2012). Pada kala
II persalinan, nyeri tambahan disebabkan oleh regangan dan robekan jaringan
misalnya pada perineum dan tekanan pada otot skelet perineum. Nyeri diakibatkan
oleh rangsangan struktur somatik superfisial dan digambarkan sebagai nyeri yang
tajam dan terlokalisasi, terutama pada daerah yang disuplai oleh saraf pudendus
(Mander, 2012).
3) Kala III (kala pengeluaran plasenta)
Menurut Prawirohardjo (2012) tanda-tanda lepasnya plasenta mencakup
beberapa atau semua hal dibawah ini :
a) Perubahan bentuk dan tinggi fundus.
Sebelum bayi lahir dan miometrium mulai berkontraksi, uterus
berbentuk bulat penuh (discoit) dan tinggi fundus biasanya turun
sampai dibawah pusat. Setelah uterus berkontraksi dan uterus
terdorong ke bawah, uterus menjadi bulat dan fundus berada di atas
pusat (sering kali mengarah ke sisi kanan).

b) Tali pusat memanjang


Tali pusat terlihat keluar memanjang atau terjulur melalui
vulva dan vagina (tanda Ahfeld).

c) Semburan darah tiba-tiba


Darah yang terkumpul di belakang plasenta akan membantu
mendorong plasenta keluar dan dibantu oleh gaya gravitasi.
Semburan darah yang secara tiba-tiba menandakan darah yang
terkumpul diantara melekatnya plasenta dan permukaan maternal
plasenta (maternal portion) keluar dari tepi plasenta yang terlepas.

Setelah bayi lahir kontraksi rahim istirahat sebentar. Uterus teraba


keras dengan fundus uterus setinggi pusat, dan berisi plasenta yang
menjadi tebal 2x sebelumnya. Beberapa saat kemudian timbul his
pelepasan dan pengeluaran plasenta. Dalam waktu 5-10 menit
plasenta terlepas, terdorong ke dalam vagina akan lahir spontan atau
sedikit dorongan dari atas simfisis atau fundus uteri. Seluruh proses
biasanya berlangsung 5-30 menit setelah bayi lahir. Pengeluaran
plasenta disertai dengan pengeluaran darah kira-kira 100-200 cc
(Mochtar, 2012).
4) Kala IV
Kala pengawasan selama 2 jam setelah plasenta lahir untuk mengamati keadaan
ibu terutama bahaya perdarahan postpartum. Perdarahan dianggap masih normal
jika jumlahnya tidak melebihi 400 cc sampai 500 cc. Observasi yang harus
dilakukan pada kala IV antara lain :
a) Intensitas kesadaran penderita
b) Pemeriksaan tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi dan
pernafasan
c) Kontraksi uterus
d) Terjadinya perdarahan
2.2.3. Sebab – sebab yang menimbulkan persalinan
1) Teori penurunan hormone
Menurut Mochtar (2012) sebab-sebab yang menimbulkan persalinan adalah
Pada saat 1-2 minggu sebelum partus, mulai terjadi penurunan kadar hormon
esterogen dan progesteron. Progesteron bekerja sebagai penenang otot-otot
polos rahim. Karena itu, akan terjadi kekejangan pembuluh darah yang
menimbulkan his jika kadar progesteron turun.
2) Teori plasenta menjadi tua
Penuan plasenta akan menyebabkan turunnya kadar estrogen dan progesteron
sehingga terjadi kekejangan pembuluh darah. Hal tersebut akan menimbulkan
kontraksi rahim.
3) Teori distensi rahim
Rahim yang menjadi besar dan meregang menyebabkan iskemia

otot-otot rahim sehingga mengganggu sirkulasi uteroplasenta.

2.2.4. Tanda-tanda permulaan persalinan


Tanda-tanda Persalinan Yang merupakan tanda pasti dari persalinan adalah
(Kurniarum, 2016):
1. Timbulnya kontraksi uterus biasa juga disebut dengan his persalinan yaitu his
pembukaan yang mempunyai sifat sebagai berikut:
a) Nyeri melingkar dari punggung memancar ke perut bagian depan
b) Pinggang terasa sakit dan menjalar kedepan
c) Sifatnya teratur, inerval makin lama makin pendek dan kekuatannya
makin besar
d) Mempunyai pengaruh pada pendataran dan atau pembukaan cervix
e) Makin beraktifitas ibu akan menambah kekuatan kontraksi. Kontraksi
uterus yang mengakibatkan perubahan pada servix (frekuensi minimal 2
kali dalam 10 menit). Kontraksi yang terjadi dapat menyebabkan
pendataran, penipisan dan pembukaan serviks
2. Penipisan dan pembukaan serviks
Penipisan dan pembukaan servix ditandai dengan adanya pengeluaran lendir
dan darah sebagai tanda pemula.
3. Bloody Show (lendir disertai darah dari jalan lahir)
Dengan pendataran dan pembukaan, lendir dari canalis cervicalis keluar
disertai dengan sedikit darah. Perdarahan yang sedikit ini disebabkan karena
lepasnya selaput janin pada bagian bawah segmen bawah rahim hingga
beberapa capillair darah terputus.

2.2.5. Tanda-tanda inpartu


1. Terjadinya his persalinan
His adalah kontraksi rahim yang dapat diraba menimbulkan rasa nyeri diperut
serta dapat menimbulkan pembukaan serviks. Kontraksi rahim dimulai pada 2
face maker yang letaknya didekat cornu uteri. His yang menimbulkan
perubahan serviks dengan kecepatan tertentu disebut his efektif. His efektif
mempunyai sifat adanya dominan kontraksi uterus pada fundus uteri, kondisi
berlangsung secara syncron dan harmonis, adanya intensitas kontraksi yang
maksimal 37 diantara dua kontraksi, irama teratur dan frekuensi yang kian
sering, lama his berkisar 45-60 detik. His persalinan memiliki ciri-ciri sebagai
berikut :
a) Pinggangnya terasa sakit dan menjalar ke depan
b) Sifat his teratur, interval semakin pendek, dan kekuatan semakin besar
c) Terjadi perubahan pada serviks
d) Jika pasien menambah aktivitasnya, misalnya dengan berjalan, maka
kekuatan hisnya akan bertambah.
2. Keluarnya lendir bercampur darah pervaginam (blood show)
Lendir berasal dari pembukaan, lepasnya lendir disebabkan oleh kanalis
servikalis. Sedangkan pengeluaran darah disebabkan robeknya pembuluh darah
waktu serviks membuka.
3. Kadang-kadang ketuban pecah dengan sendirinya
Jika ketuban sudah pecah, maka ditargetkan persalinan dapat berlangsung
dalam 24 jam. Namun apabila tidak tercapai, maka persalinan harus diakhiri
dengan tindakan tertentu, misalnya ekstraksi vakum atau sectio caesaria.
4. Dilatasi dan effacement
Dilatasi adalah terbukanya kanalis servikalis secara berangsur-angsur akibat
pengaruh his. Effacement adalah pendataran atau pemendekan kanalis servikalis
yang semula panjang 1-2 cm menjadi hilang sama sekali, sehingga hanya
ostium yang tipis seperti kertas (Marmi,2012).
2.2.6. Faktor penting dalam persalinan (Marmi, 2012)
1. Power
2. Pasanger
3. Passage
2.2.7. Faktor yang berhubugan dengan ruptur perineum pada ibu bersalin
1. Faktor maternal
a) Partus presipitatus
Partus presipitatus merupakan persalinan yang berlangsung sangat
cepat, berlangsung kurang dari 3 jam, dapat disebabkan oleh
abnormalitas, kontraksi uterus dan rahim yang terlalu kuat, atau pada
keadaan yang sangat jarang dijumpai, tidak adanya rasa nyeri pada
saat his sehingga ibu tidak menyadari adanya proses persalinan yang
sangat kuat (Maryunani, 2016). His yang terlalu kuat atau juga
disebut hypertonic uterine contraction. Partus presipitatus ditandai
dengan adanya sifat his normal, tonus otot di luar his juga biasa,
kelainannya terletak pada kekuatan his. Bahaya partus presipitatus
bagi ibu adalah terjadinya perlukaan jalan lahir, khususnya serviks
uteri, vagina dan perineum, sedangkan bahaya untuk bayi adalah
mengalami perdarahan dalam tengkorak karena bagian tersebut
mengalami tekanan kuat dalam waktu yang singkat. Pada partus
presipitatus keadaan diawasi dengan cermat, dan episiotomi dilakukan
pada waktu yang tepat untuk menghindarkan terjadi ruptur perineum
tingkat ketiga.

b) Edema dan kerapuhan pada perineum


Pada proses persalinan jika terjadi oedem pada perineum maka perlu
dihindarkan persalinan pervaginam karena dapat dipastikan akan
terjadi laserasi perineum (Manuaba, 2012).

c) Paritas

Daerah perineum bersifat elastis, tetapi dapat juga perineum yang


kaku terutama pada nullipara yang baru mengalami kehamilan
pertama (Primigravida) (Suririnah, 2014). Paritas mempengaruhi
durasi persalinan dan insiden komplikasi. Pada multipara dominasi
fundus uteri lebih besar dengan kontraksi uterus lebih besar dengan
kontraksi lebih kuat dan dasar panggul yang lebih rileks sehingga bayi
lebih mudah melalui jalan lahir dan mengurangi lama persalinan.
Namun pada grandemultipara, semakin banyak jumlah janin,
persalinan secara progresif lebih lama. Hal ini diduga akibat keletihan
pada otot-otot uterus Semakin tinggi paritas insiden plasenta previa,
perdarahan, mortalitas ibu dan mortalitas perinatal juga meningkat
(Varney, 2015). Paritas yang ideal adalah 2-3, dengan jarak persalinan
3-4 tahun. Bila gravida lebih dari 5 dan umur ibu lebih dari 35 tahun
maka disebut grandemultigravida, yang memerlukan perhatian khusus
(Siswosudarmo, 2014). Paritas adalah jumlah anak yang dilahirkan
oleh seorang ibu baik hidup maupun mati. Paritas mempunyai
pengaruh terhadap kejadian robekan perineum. Pada ibu dengan
paritas satu atau ibu primipara memiliki resiko lebih besar untuk
mengalami robekan perineum daripada ibu dengan paritas lebih dari
satu. Hal ini dikarenakan jalan lahir yang belum pernah dilalui oleh
kepala bayi sehingga otot-otot perineum belum meregang (Saifuddin,
2012). Seorang Primipara adalah seorang wanita yang telah pernah
melahirkan satu kali dengan janin yang telah mencapai batas
viabilitas, tanpa mengingat janinnya hidup atau mati pada waktu lahir
(Harry&William, 2012). Pada primipara perineum utuh dan elastis,
sedang pada multipara tidak utuh, longgar dan lembek. Untuk
menentukannya dilakukan dengan menggerakkan jari dalam vagina ke
bawa dan samping vagina. Dengan cara ini dapat diketahui pula otot
levator ani. Pada keadaan normal akan teraba elastis seperti kalau kita
meraba tali pusat (Saifuddin, 2012). Pada saat akan melahirkan kepala
janin perineum harus ditahan, bila tidak ditahan perineum akan robek
terutama pada primigravida. Dianjurkan untuk melakukan episiotomi
pada primigravida atau pada perineum yang kaku (Saifuddin, 2012).
Dengan perineumyang masih utuh pada primi akan mudah terjadi
robekan perineum (Mochtar, 2014). Laserasi perineum terjadi pada
hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang pada persalinan
berikutnya (Saifuddin, 2012). Robekan perineum dapat terjadi karena
adanya ruptur spontan maupun episiotomi. Paritas ibu dapat
mempengaruhi persalinan dan laserasi perineum. Paritas ibu dapat
menimbulkan penyulit dalam persalinan yaitu partus macet karena
panggul sempit dan perdarahan postpartum. Paritas yang tinggi juga
dapat menimbulkan penyulit dalam persalinan diantaranya adalah
plasenta previa, perdarahan, mortalitas ibu dan mortalitas perinatal
meningkat. Pada multipara dominasi fundus uteri lebih besar dengan
kontraksi uterus lebih besar dengan kontraksi lebih kuat dan dasar
panggul yang lebih rileks sehingga bayi lebih mudah melalui jalan
lahir dan mengurangi lama persalinan. Namun pada grandemultipara,
semakin banyak jumlah janin, persalinan secara progresif lebih lama.
Pada seorang primipara atau orang yang baru pertama kali melahirkan
ketika terjadi peristiwa "kepala keluar pintu". Pada saat ini seorang
primipara biasanya tidak dapat tegangan yang kuat ini sehingga robek
pada pinggir depannya. Luka-luka biasanya ringan tetapi kadang-
kadang terjadi juga luka yang luas dan berbahaya. Sebagai akibat
persalinan terutama pada seorang primipara, biasa timbul luka pada
vulva di sekitar introitus vagina yang biasanya tidak dalam akan tetapi
kadang-kadang bisa timbul perdarahan banyak (Saifuddin, 2012).
d) Umur ibu
Umur adalah jumlah hari, bulan, tahun yang telah dilalui sejak lahir sampai
dengan waktu tertentu. Pada usia reproduktif (20-30 tahun) terjadi
kesiapan respon maksimal baik dalam hal mempelajari sesuatu atau
dalam menyesuaikan hal-hal tertentu dan setelah itu sedikit demi
sedikit menurun seiring dengan bertambahnya umur. Selain itu pada
usia reproduktif lebih terbuka terhadap orang lain dan biasanya
mereka akan saling bertukar pengalaman tentang hal yang sama yang
pernah mereka alami (Hurlock, 2012). Dalam kurun reproduksi sehat
dikenal bahwa usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-
30 tahun. Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada
usia di bawah 20 tahun ternyata 2-5 kali lebih tinggi dari pada
kematian maternal yang terjadi pada usia 20-29 tahun. Kematain
maternal meningkat kembali sesudah usia 30-35 tahun (Saifuddin,
2012). Di bawah 16 tahun atau diatas 35 tahun mempredisposisi
wanita terhadap sejumlah komplikasi. Usia dibawah 16 tahun insiden
preeklampsia sedangkan usia diatas 35 tahun meningkatkan insiden
hipertensi 14 kronis dan persalinan yang lama pada nulipara (Varney,
2015). Wanita melahirkan anak pada usia 35 tahun merupakan faktor
risiko terjadinya perdarahan pasca persalinan yang dapat
mengakibatkan kematian maternal. Hal ini dikarenakan pada usia di
bawah 20 tahun, fungsi reproduksi seorang wanita belumberkembang
dengan sempurna. Pada usia >35 tahun fungsi reproduksi seorang
wanita sudah mengalami penurunan dibandingkan fungsi reproduksi
normal sehingga kemungkinan untuk terjadinya komplikasi pasca
persalinan terutama perdarahan akan lebih besar (Siswosudarmo,
2014).

e) Kesempitan panggul dan CPD (chepalo pelvic disproportional)

Merupakan disproporsi antara ukuran janin dengan ukuran panggul,


dimana bentuk panggul tidak cukup lebar untuk mengakomodasi
keluarnya janin pada kelahiran pervaginam (Varney, 2015). Jika tidak
ada disproporsi (ketidaksesuaian) antara pelvis dan janin normal serta
letak anak tidak patologis, maka persalinan dapat ditunggu spontan.
Apabila dipaksakan mungkin janin dapat lahir namun akan terjadi
trauma persalinan salah satunya adalah laserasi perineum (Mochtar,
2014).

f) Jaringan parut pada perineum dan vagina


Pemeriksaan pada daerah perineum bertujuan untuk menemukan
adanya jaringan parut akibat laserasi yang pernah terjadi sebelumnya
atau bekas episiotomi, juga periksa adanya penipisan, fistula, massa,
lesi, dan peradangan. Kadang- kadang setelah mengalami suatu
persalinan traumatik disertai laserasi yang mengenai sfingter anus,
otot belum benar-benar pulih (Bobak, dkk, 2012). Jaringan parut pada
jalan lahir akan menghalangi atau menghambat kemajuan persalinan,
20 sehingga episiotomi pada kasus ini dapat dipertimbangkan (JNPK-
KR, 2014).

g) Persalinan dengan tindakan (ekstraksi vakum, ekstraksi forcep, versi


ekstraksi, dan embriotomi)
Persalinan dengan tindakan menggunakan forcep menambah
peningkatan cedera perineum ibu, trauma yang paling besar dengan
menggunakan forsep rotasional (Errol Norwitz&John Schorge, 2015).
Persalinan dengan tindakan embriotomi harus mempertimbangkan
keuntungan dan risiko komplikasi yang mungkin terjadi yaitu:
perlukaan jalan lahir, cedera saluran kemih/cerna, ruptura uteri, atonia
uteri dan infeksi (Saifuddin, 2012).

h) Jarak kelahiran
Jarak kelahiran merupakan interval antara dua kelahiran yang
berurutan dari seorang wanita. Jarak kelahiran yang cenderung
singkat dapat menimbulkan beberapa efek negatif baik pada
kesehatan wanita tersebut maupun kesehatan bayi yang
dikandungnya.Setelah melahirkan, wanita memerlukan waktu yang
cukup untuk memulihkan dan mempersiapkan diri untuk kehamilan
serta persalinan selanjutnya (Sawitri dkk, dalam Rifdiani, 2017).
Adapun pembagian jarak kelahiran menurut Depkes, 2012 adalah
1. Kurang dari 2 tahun
2. Lebih dari 2 tahun

Sejumlah sumber mengatakan bahwa jarak ideal kehamilan sekurang-


kurangnya 2 tahun. Proporsi kematian terbanyak terjadi pada ibu
dengan prioritas 1-3 anak dan jika dilihat menurut jarak kehamilan
ternyata jarak kurang dari 2 tahun menunjukan proporsi kematian
maternal lebih banyak. Jarak kehamilan yang terlalu dekat
menyebabkan ibu mempunyai waktu yang singkat untuk memulihkan
kondisi rahimnya agar bisa ke kondisi sebelumnya.

i) Kelenturan jalan lahir


Perineum yang lunak dan elastis serta cukup lebar, umumnya tidak
memberikan kesukaran dalam kelahiran kepala janin. Jika terjadi
robekan hanya sampai ruptura perineum tingkat I atau II. Perineum
yang kaku dan tidak elastis akan menghambat persalinan kala II dan
dapat meningkatkan risiko terhadap janin. Juga dapat menyebabkan
robekan perineum yang luas sampai tingkat III. Hal ini sering ditemui
pada primitua yaitu primigravida berumur diatas 35 tahun. Untuk
mencegahnya dilakukan episiotomi. Perineum yang sempit akan akan
mudah terjadi robekan-robekan jalan lahir (Mochtar, 2014).
Kelenturan jalan lahir merupakan perineum yang lunak dan elastis
serta cukup lebar, umumnya tidak memberikan kesukaran dalam
kelahiran kepala janin (Mochtar, 2014). Alat genital perempuan
mempunyai sifat yang lentur. Jalan lahir akan lentur pada perempuan
yang rajin berolahraga atau rajin bersenggama. Olahraga renang
dianjurkan karena dapat melenturkan jalan lahir dan otot-otot di
sekitarnya. Jalan lahir yang lentur dapat melahirkan kepala bayi
dengan lingkar kepala >35 cm, padahal diameter awal vagina adalah 4
cm. Kelenturan jalan lahir berkurang bila calon ibu yang kurang
olahraga, atau genitalnya sering terkena infeksi. Infeksi akan
mempengaruhi jaringan ikat dan otot di bagian bawah dan membuat
kelenturannya hilang (karena infeksi dapat membuat jalan lahir
menjadi kaku). Bayi yang mempunyai lingkar kepala maksimal tidak
akan dapat melewatinya (Sinsin, 2014).
2. Faktor janin
a) Lingkar kepala janin

Kepala janin merupakan bagian yang paling besar dan keras dari pada
bagian-bagian lain yang akan dilahirkan. Janin dapat mempengaruhi
jalannya persalinan dengan besarnya dan posisi kepala tersebut
(Saifuddin, 2012). Kepala janin besar dan janin besar dapat
menyebabkan laserasi perineum. Kepala janin merupakan bagian
yang terpenting dalam persalinan yang berpengaruh terhadap
peregangan perineum pada saat kepala di dasar panggul dan membuka
jalan lahir dengan diameter 5-6 cm akan terjadi penipisan perineum,
sehingga pada perineum yang kaku dapat terjadi laserasi perineum
(Manuaba, 2012) Pengendalian kecepatan dan pengaturan diameter
kepala saat melalui introitus vagina dan perineum dapat mengurangi
kemungkinan terjadinya robekan (JNPK-KR, 2014).
b) Berat badan bayi

Berat badan lahir adalah berat badan bayi yang ditimbang 24 jam
pertama kelahiran. Semakin besar berat bayi yang dilahirkan
meningkatkan risiko terjadinya laserasi perineum. Bayi besar adalah
bayi yang begitu lahir memiliki bobot lebih dari 4000 gram. Robekan
perineum terjadi pada kelahiran dengan berat badan bayi yang besar.
Hal ini terjadi karena semakin besar berat badan bayi yang dilahirkan
akan meningkatkan risiko terjadinya laserasi perineum karena
perineum tidak cukup kuat menahan regangan kepala bayi dengan
berat badan bayi yang besar, sehingga pada proses kelahiran bayi
dengan berat badan bayi lahir yang besar sering terjadi laserasi
perineum. Kelebihan berat badan dapat disebabkan oleh beberapa hal
diantaranya ibu menderita Diabetes Melitus, ibu yang memiliki
riwayat melahirkan bayi besar, faktor genetik, pengaruh kecukupan
gizi. Berat bayi lahir normal adalah sekitar 2500 sampai 4000 gram
(Saifuddin, 2012). Berat badan janin dapat mempengaruhi proses
persalinan kala II. Berat neonatus pada umumnya >4000 gram dan
jarang melebihi 5000 gram (Wiknjosastro, 2007). Kriteria janin yang
cukup bulan yang lama kandungannya 40 pekan mempunyai panjang
48-50 cm dan berat badan 2750-3000 gram (Saifuddin, 2012). Pada
janin yang mempunyai berat yang lebih dari 4000 gram memiliki
kesukaran yang di timbulkan dalam persalinan adalah karena
besarnya kepala atau besarnya bahu. Bagian paling keras dan besar
dari janin adalah kepala, sehingga besarnya kepala janin
mempengaruhi berat badan janin. Oleh karena itu sebagian ukuran
kepala digunakan Berat Badan (BB) janin. Kepala janin besar dan
janin besar dapat menyebabkan laserasi perineum (Mochtar, 2013).
Proses persalinan dengan berat badan janin yang besar dapat
menimbulkan adanya kerusakan jaringan dan robekan jalan lahir
karena proses kelahiran merupakan kombinasi dari kompresi,
kontraksi, torsi dan traksi (Amir, 2014).

c) Presentasi defleksi

Presentasi defleksi dibagi menjadi 3 yaitu defleksi ringan (presentasi


puncak kepala), defleksi sedang (presentasi dahi), dan defleksi
maksimal (presentasi muka). Pada sikap defleksi sedang, janin dengan
ukuran normal tidak mungkin dapat dilahirkan secara pervaginam
(Risanto, 2014). Pada awal persalinan, defleksi ringan yang terjadi.
Akan tetapi, dengan turunnya kepala, defleksi bertambah hingga dagu
menjadi bagian yang terendah. Hal ini disebabkan jarak dari foramen
magnum ke belakang kepala lebih besar dari pada jarak dari foramen
magnum ke dagu. Diameter submento-bregmantika (9 1/2 cm) melalui
jalan lahir. Karena dagu merupakan bagian yang terendah, dagulah
yang paling dulu mengalami rintangan dari otot-otot dasar panggul
hingga memutar ke depan kearah simfisis (Martaadisoebrata, dkk,
2015). Putaran paksi luar terjadi di dasar panggul. Dalam vulva, mulut
tampak lebih dahulu. Kepala lahir dengan gerakan fleksi dan tulang
lidah (hiloid) menjadi hipomoklion, berturut-turut lahirlah hidung,
mata, dahi, ubun-ubun besar, dan akhirnya tulang belakang kepala.
Kaput suksedaneum terbentuk di daerah mulut hingga muka anak
moncong (Martaadisoebrata, dkk, 2015). Presentasi muka dapat lahir
spontan bila dagu di depan. Pada umumnya, partus lebih lama, yang
menyebabkan angka kematian janin. Kemungkinan rupture perineum
lebih besar. Pada letak dahi presentasi yang paling buruk diantara
letak kepala. Pada letak dahi yang bersifat sementara, anak dapat lahir
spontan sebagai letak belakang kepala atau letak muka. Jika letak dahi
menetap, prognosis buruk, kecuali jika anak kecil. Persalinan pada
letak dahi sebaiknya dengan seksio sesarea, mengingat bahayabahaya
untuk ibu dan anak (Martaadisoebrata, dkk, 2015).

d) Letak sungsang dengan after coming head

Apabila terjadi kesukaran melahirkan kepala janindengan cara


mauriceau, dapat digunakan cunam piper. Ekstraksi cunam adalah
tindakan obstetrik yang bertujuan untuk mempercepat kala
pengeluaran dengan jalan menarik bagian terbawah janin (kepala)
dengan alat cunam. Komplikasi dapat timbul pada janin dan ibu,
komplikasi pada janin adalah hematom pada kepala, perdarahan
dalam tengkorak (intracranial hemorrhage), fraktur cranium, luka-
luka lecet pada kepala. Sedangkan komplikasi yang terjadi pada ibu
adalah rupture uteri, robekan pada portio uteri, vagina dan
peritoneum, syok serta perdarahan postpartum (Saifuddin, 2012).
e) Distosia bahu
Distosia bahu merupakan penyulit yang berat karena sering kali baru
diketahui saat kepala sudah lahir dan tali pusat sudah terjepit antara
panggul dan badan anak. Angka kejadian pada bayi dengan berat
badan >2500 gram adalah 0,15%, sedangkan pada bayi dengan berat
badan >4000 gram 1,7%. Distosia bahu umumnya terjadi pada
makrosomia, yakni suatu keadaan yang ditandai oleh ukuran badan
bayi yang relatif lebih besar dari ukuran kepalanya bukan sematamata
berat badan lebih >4000 gram. Kemungkinan makrosomia perlu
dipikirkan bila dalam kehamilan terdapat penyulit-penyulit obesitas,
diabetes melitus, kehamilan lewat waktu, atau bila dalam persalinan
pemanjangan kala II. Distosia bahu juga dapat terjadi pada bayi
anensefalus yang disertai kehamilan serotinus (Martaadisoebrata, dkk,
2015). Mengingat prognosis bagi janin sangat buruk bila terjadi
distosia bahu, dianjurkan untuk melakukan seksio sesarea bila
ditemukan keadaan tersebut. Angka morbiditas dan mortalitas pada
anak yang cukup tinggi dapat terjadi fraktura humeri, klavikula, serta
kematian janin. Bagi ibu, penyulit yang sering menyertai adalah
perdarahan pasca persalinan sebagai akibat atonia uteri dan robekan
pada jalan lahir (Martaadisoebrata, dkk, 2015).
j) Kelainan kongenital seperti hidrosefalus
Hidrocefalus ialah keadaan dimana terjadi penimbunan cairan
serebrospenalis dalkam ventrikel otak, sehingga kepala menjadi besar
serta terjadi pelebaran sutura-sutura dan ubunubun. Bayi yang
mempunyai lingkar kepala yang besar seperti hidrocefalus dapat
menimbulkan penyulit dalam persalinan. Bagaimanapun letaknya,
hidrocefalus akan menyebabkan disproporsi sefalopelvic dengan
segala akibatnya (Saifuddin, 2012). Persalinan pada wanita dengan
janin hidrocefalus perlu dilakukan pengawasan yang seksama, karena
bahaya terjadinya ruptur uteri selalu mengancam.

3. Faktor ketrampilan penolong persalinan terdiri dari (JNPK-KR, 2014)


a) Cara berkomunikasi dengan ibu
Jalin kerjasama dengan ibu dan dapat mengatur kecepatan kelahiran
bayi dan mencegah terjadinya laserasi. Kerjasama sangat bermanfaat
saat kepala bayi pada diameter 5-6 cm tengah membuka vulva
(crowning) karena pengendalian kecepatan dan pengaturan diameter
kepala saat melewati introitus dan perineum dapat mengurangi
kemungkinan robekan (JNPK-KR, 2014).
b) Cara memimpin mengejan dan dorongan pada fundus uteri
Setelah terjadi pembukaan lengkap, anjurkan ibu hanya meneran
apabila ada dorongan kuat dan spontan untuk meneran. Jangan
menganjurkan untuk meneran berkepanjangan dan menahan nafas,
anjurkan ibu beristirahat diantara kontraksi. Beritahukan pada ibu
bahwa hanya dorongan alamiahnya yang mengisyaratkan dia untuk
meneran dan kemudian beristirahat diantara kontraksi. Penolong
persalinan hanya memberikan bimbingan tentang cara meneran yang
efektif dan benar (JNPK-KR, 2014). Kadang–kadang mengejan
spontan pada wanita tidak terfokus, sehingga kemajuan hanya terjadi
sedikit mengejan dengan mata terpejam kuat-kuat dan atau berteriak
terus-menerus dan tidak ada kemajuan yang tampak setelah 20 atau
30 menit. Anjurkan ibu untuk mengubah posisi pada kala II, hal ini
membantu ibu untuk fokus dan mengejan lebih efektif. Bantulah ibu
untuk membuka mata dan mengarahkan pandangannya pada vagina
dan berfikir menekan bayi keluar. Tindakan- tindakan ini akan
menghasilkan kemajuan tanpa terjadi gawat janin dan robekan pada
perineum (Penny dkk, 2015). Sebagian besar daya dorong untuk
melahirkan bayi, dihasilkan dari kontraksi uterus. Meneran hanya
menambah daya kontraksi untuk mengeluarkan bayi. Pada saat
persalinan hal yang tidak boleh dilakukan adalah menyuruh ibu
meneran pada saat kepala telah lahir sampai subocciput dan
melakukan dorongan pada fundus uteri karena kedua hal tersebut
dapat meningkatkan risiko laserasi perineum, distosia bahu dan ruptur
uteri (JNPK-KR, 2014). Ibu dipimpin mengejan saat ada his atau
kontraksi rahim, dan istirahat bila tidak ada his. Setelah subocciput di
bawah simfisis, ibu dianjurkan untuk berhenti mengejan karena
lahirnya kepala harus pelan-pelan agar perineum tidak robek.
Pimpinan mengejan pada ibu bersalin yang tidak sesuai dengan
munculnya his dan lahirnya kepala dapat mengakibatkan laserasi
perineum hingga derajat III dan IV (JNPK-KR, 2014).
c) Anjuran posisi meneran
Sebagai penolong persalinan harus membantu ibu untuk memilih
posisi yang paling nyaman. Posisi meneran yang dianjurkan pada saat
proses persalinan diantaranya adalah posisi duduk, setengah duduk,
jongkok, berdiri, merangkak, dan berbaring miring ke kiri. Ibu dapat
mengubah-ubah posisi secara teratur selama kala II karena hal ini
dapat membantu kemajuan persalinan, mencari posisi meneran yang
paling efektif dan menjaga sirkulasi utero-plasenter tetap baik.
Keuntungan posisi duduk dan setengah duduk dapat memberikan rasa
nyaman bagi ibu dan memberikan kemudahan baginya untuk
beristirahat diantara kontraksi, dan gaya gravitasi mempercepat
penurunan bagian terbawah janin sehingga berperan dalam kemajuan
persalinan, sedangkan untuk posisi jongkok dan berdiri membantu
mempercepat kemajuan kala II persalinan dan mengurangi rasa nyeri.
Beberapa ibu merasa bahwa merangkak atau berbaring miring ke kiri
membuat mereka lebih nyaman dan efektif untuk meneran. Kedua
posisi tersebut juga akan membantu perbaikan posisi occiput yang
melintang untuk berputar menjadi posisi occiput anterior. Posisi
merangkak dapat membantu ibu mengurangi rasa nyeri punggung saat
persalinan. Posisi berbaring miring ke kiri memudahkan ibu untuk
beristirahat diantara kontraksi jika ibu kelelahan dan juga dapat
mengurangi risiko terjadinya laserasi perineum (JNPKKR,2014).
d) Ketrampilan menahan perineum pada saat ekspulsi kepala
Saat kepala membuka vulva (5-6 cm), letakkan kain yang bersih dan
kering yang dilipat 1/3 nya di bawahbokong ibu dan siapkan kain atau
handuk bersih di atas perut ibu (untuk mengeringkan bayi segera
setelah lahir). Lindungi perineum dengan satu tangan (dibawah kain
bersih dan kering), ibu jari pada salah satu sisi perineum dan 4 jari
tangan pada sisi yang lain pada belakang kepala bayi. Tahan belakang
kepala bayi agar posisi kepala tetap fleksi pada saat keluar secara
bertahap melewati introitus dan perineum. Melindungi perineum dan
mengendalikan keluarnya kepala bayi secara bertahap dan hati-hati
dapat mengurangi regangan berlebihan (robekan) pada vagina dan
perineum (JNPK-KR, 2014).
e) Episiotomi
Episiotomi adalah bedah yang dibuat di perineum untuk memudahkan
proses kelahiran (Errol Norwitz & John Schorge, 2015). Perineum
harus dievaluasi sebelum waktu kelahiran untuk mengetahui
panjangnya, ketebalan, dan distensibilitasnya. Evaluasi ini membantu
menentukan apakah episiotomi dilakukan atau tidak. Perineum yang
sangat tebal dan kaku serta resisten terhadap distensi, sehingga
memerlukan episiotomi. Indikasi utama episiotomi adalah gawat
janin. Episiotoimi yang cepat sebelum saat crowning mungkin
dilakukan dan dapat mencegah robekan yang tidak beraturan (Varney,
2015). Salah satu cara untuk mengurangi robekan pada vagina dan
perineum yang tidak beraturan dan lebar adalah dengan cara
melakukan episiotomi. Episiotomi dapat membuat luka atau robekan
yang beraturan dan sejajar, sehingga luka mudah untuk dijahit (JNPK-
KR, 2014). Indikasi untuk melakukan episiotomi untuk mempercepat
kelahiran bayi bila didapatkan (JNPK-KR, 2014) :
1. Gawat janin dan bayi akan segera dilahirkan dengan tindakan
2. Penyulit kelahiran pervaginam (sungsang, distosia bahu,
ekstraksi cunam.
3. Janin prematur untuk melindungi kepala janin dari perineum
yang ketat.
4. Jaringan parut pada perineum atau vagina yang
memperlambat kemajuan persalinan.
Episiotomi dapat dilakukan dengan berbagai cara, macam-macam
episiotomi adalah (Errol Norwitz & JohnSchorge, 2015) :

1. Episiotomi pada garis tengah (midline episiotomy), yaitu insisi


garis tengah. Vertical dari forcet posterior hingga ke rektum.
Episiotomi pada garis tengah sangat efektif untuk
mempercepat proses persalinan, namun berhubung dengan
meningkatnya trauma perineum yang melibatkan sfingter ani
eksternal (dengan perluasan derajat 3 dan 4).
2. Episiotomi mediolateral adalah pengirisan pada posisi 45º
terhadap forset posterior pada satu sisi. Insisi semacam ini
tampaknya dapat mencegah terjadinya trauma perineum yang
parah, tetapi juga terjadi kehilangan darah, infeksi luka, dan
nyeri pasca persalinan.
Herdiani C, Trisnasari A. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian
Ruptur Perineum
Spontan di RSUD Kebumen. J Kebidanan. (2013)

2.3. Sebab-sebab yang menimbulkan persalinan


2.3.1. Teori penurunan hormon

1. Teori plasenta menjadi tua


Penuaan plasenta akan menyebabkan turunnya kadar esterogen

dan progesteron sehingga terjadi kekejangan pembuluh darah. Hal

tersebut akan menimbulkan kontraksi rahim

2.3.2. Klasifikasi Dismenorea

Nyeri haid dapat digolongkan berdasarkan jenis nyeri dan ada tidaknya

kelainan yang dapat diamati. Berdasarkan jenis nyeri, nyeri haid dapat dibagi

menjadi, dismenorea spasmodik dan dismenorea kongestif (Calis, 2011).

1. Nyeri Spasmodik

Nyeri spasmodik terasa di bagian bawah perut dan berawal sebelum masa haid

atau segera setelah masa haid mulai. Banyak perempuan terpaksa harus

berbaring di tempat tidur karena terlalu menderita nyeri itu sehingga ia tidak

dapat mengerjakan apapun. Ada di antara mereka yang pingsan, merasa mual,

bahkan ada yang benar-benar muntah. Kebanyakan penderitanya adalah

perempuan muda walaupun dijumpai pula pada kalangan yang berusia 40 tahun

keatas. Dismenorea spasmodik dapat diobati atau paling tidak dikurangi dengan
lahirnya bayi pertama walaupun banyak pula perempuan yang tidak mengalami

hal seperti itu.

2. Nyeri Kongestif
Penderita dismenore kongestif yang biasanya akan tahu sejak berhari-hari sebelumnya bahwa masa

haidnya akan segera tiba. Mereka mungkin akan mengalami pegal, sakit pada buah dada, perut

kembung tidak menentu, BH terasa terlalu ketat, sakit kepala, sakit punggung, pegal pada paha,

merasa lelah atau sulit dipahami, mudah tersinggung, kehilangan keseimbangan, menjadi ceroboh,

terganggu tidur, atau muncul memar di paha dan lengan atas. Semua itu merupakan simptom pegal

menyiksa yang berlangsung antara 2 atau 3 hari sampai kurang dari 2 minggu. Proses menstruasi

mungkin tidak terlalu menimbulkan nyeri jika sudah berlangsung. Bahkan setelah hari pertama masa

haid, orang yang menderita dismenorea kongestif akan merasa lebih baik. Sedangkan berdasarkan

ada tidaknya kelainan atau sebab yang dapat diamati, nyeri haid dapat dibagi menjadi, dismenorea

primer dan dismenorea sekunder.

a. Dismenore Primer

Dismenore primer adalah nyeri haid yang dijumpai tanpa di adanya kelainan pada alat-alat

genital yang nyata. Dismenore primer terjadi beberapa waktu setelah menarche biasanya setelah 12

bulan atau lebih, oleh karena siklus-siklus haid pada bulan bulan pertama setelah menarche umumnya

berjenis anovulator yang tidak disertai dengan rasa nyeri. Rasa nyeri timbul tidak lama sebelumnya

atau bersama- sama dengan permulaan haid dan berlangsung untuk beberapa jam, walaupun pada

beberapa kasus dapat berlangsung beberapa hari. Sifat rasa nyeri adalah kejang berjangkit- jangkit,

biasanya terbatas pada perut bagian bawah, tetapi dapat menyebar ke daerah pinggang dan paha.

Bersamaan dengan rasa nyeri dapat dijumpai rasa mual, muntah, sakit kepala, diare, iritabilitas dan

sebagainya. Gadis dan perempuan muda dapat diserang nyeri haid primer. Dinamakan dismenore

primer karena rasa nyeri timbul tanpa ada sebab yang dapat dikenali. Nyeri haid primer hampir selalu

hilang sesudah perempuan itu melahirkan anak pertama, sehingga dahulu diperkirakan bahwa rahim

yang agak kecil dari perempuan yang belum pernah melahirkan menjadi penyebabnya, tetapi belum

pernah ada bukti dari teori itu (Hermawan, 2012)


b. Dismenore Sekunder

Dismenore sekunder adalah nyeri haid yang disertai kelainan anatomis genitalis. Tanda – tanda

klinik dari dismenore sekunder adalah endometriosis, radang pelvis, fibroid, adenomiosis, kista

ovarium dan kongesti pelvis. Umumnya, dismenore sekunder tidak terbatas pada haid, kurang

berhubungan dengan hari pertama haid, terjadi pada perempuan yang lebih tua (30-40 th) dan dapat

disertai dengan gejala yang lain (dispareunia, kemandulan dan perdarahan yang abnormal) (Hermawan,

2012).

2.3.3. Faktor Penyebab Dismenorea

Banyak teori yang telah dikemukakan untuk menjelaskan penyebab dismenorea primer tetapi

sampai saat ini patofisiologinya masih belum jelas dimengerti. Penyebab yang saat ini dipakai untuk

menjelaskan dismenorea primer, yaitu (simanjuntak, 2008).

1. Faktor Kejiwaan

Dismenore primer banyak dialami oleh remaja yang sedang mengalami tahap pertumbuhan dan

perkembangan baik fisik maupun psikis. Ketidaksiapan remaja putri dalam menghadapi

perkembangan dan pertumbuhan pada dirinya tersebut, mengakibatkan gangguan psikis yang

akhirnya menyebabkan gangguan fisiknya, misalnya gangguan haid seperti dismenore (Abedian,

2011).

2. Faktor Konstitusi

Faktor konstitusi berhubungan dengan faktor kejiwaan sebagai penyebab timbulnya dismenore primer

yang dapat menurunkan ketahanan tubuh seseorang terhadap rasa nyeri (Simanjuntak, 2008). Faktor

yang termasuk dalam hal ini adalah anemia, penyakit menahun, dan sebagiannya timbul nya

dismenorea.

3. Faktor Obstruksi kanalis servikalis: teori stenosis/obstruksi kanalis servikalis adalah teori yang paling

digunakan untuk menjelaskan proses terjadinya dismenorea (simanjuntak, 2008). Pada wanita dengan
uterus hiperantefleksi mungkin dapat terjadi stenosis kanalis servikalis, akan tetapi hal ini sekarang

tidak dianggap sebagai faktor yang penting sebagai penyebab dismenorea (Simanjuntak, 2008).

4. Faktor Endokrin

Kejang pada dismenore primer disebabkan oleh kontraksi yang berlebihan. Hal ini disebabkan karena

endometrium dalam fase sekresi memproduksi prostaglandin F2 α yang menyebabkan kontraksi otot-

otot polos. Jika jumlah prostaglandin F2 α berlebih akan dilepaskan dalam peredaran darah, maka

selain dismenore, dijumpai pula efek umum, seperti diare, nausea, dan muntah.

5. Faktor Alergi

Teori ini dikemukakan setelah adanya asosiasi antara dismenore primer dengan urtikaria, migren atau

asma bronkial. Smith menduga bahwa sebab alergi ialah toksin haid (Simanjuntak, 2008).

2.3.4. Faktor Resiko Dismenorea

Beberapa faktor dibawah ini dianggap sebagai faktor resiko timbulnya nyeri menstruasi yaitu:

1. Mentruasi pertama (Menache) di usia dini atau kurang dari 12 tahun.

2. Wanita yang belum pernah hamil dan melahirkan (Nulipara).

3. Darah mentruasi berjumlah banyak atau masa menstruasi yang panjang.

4. Merokok

5. Adanya riwayat nyeri menstruasi pada keluarga.

6. Obesitas atau kegemukan/ kelebihan berat badan (Proverawati & Misaroh, 2009).

2.3.5. Derajat Nyeri Dismenorea

Setiap wanita mempunyai pengalaman nyeri dismenorea yang berbeda-beda, dimana hal itu muncul rasa

tidak nyaman, letih, sakit yang dapat mengganggu aktivitas sehari-hari. Nyeri kan berkurang setelah
mentruasi, namun ada beberapa wanita nyeri bisa terus dialami selama periode mentruasi (Proverawati

& Misaroh, 2009). Menurur French, (2008) karakteristik nyeri mentruasi berdasarkan derajat nyerinya

antara lain:

1. Nyeri ringan yaitu tidak mengganggu aktivitas sehari-hari, dan dapat hilang dengan istirahat.

2. Nyeri sedang yaitu sedikit mengganggu aktifitas sehari-hari, danbutuh analgesik dosis rendah untuk

mengurangi nyeri.

3. Nyeri berat yaitu mengganggu aktifitas sehari-hari, dan butuh analgesik dosis rendah untuk

mengurangi nyeri.

4. Nyeri sangat berat yaitu tidak dapat beaktifitas, dan tidak dapat hilang dengan analgesik dosis rendah.

2.3.6. Skala Pengukuran Tingkat Nyeri Haid

Sementara itu menurut Potter (2009), karakteristik paling subjektif pada nyeri adalah tingkat

keparahan atau intensitas nyeri tersebut. Klien seringkali diminta untuk mendeskripsikan nyeri sebagai

nyeri ringan, sedang dan parah. Skala deskriptif merupakan alat pengukuran tingkat keparahan nyeri

yang lebih objektif. Skala pendeskripsi verbal (Verbal Deskriptor Scale, VDS) merupakan sebuah garis

yang terdiri dari 3-5 kata. Pendeskripsi ini dirangking dari “tidak terasa nyeri “ sampai “ nyeri yang tidak

tertahankan”. Alat VDS ini memungkinkan klien untuk mendeskripsikan nyeri. Skala penilaian numerik

(Numerical Rating Scale, NRS) lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini,

klien menilai nyeri dengan menggunakan slaka 0-10. Gambar 2.1 Skala Intensistas Nyeri

Numerik 0-10

D Skala Nyeri menurut Bourbanis


●●●●●●●●●●●
0 123 4 5 6
789 10

nyeri
ringan nyeri
sedang nyeri
berat nyeri berat
tidak
terkontrol terkontrol

Gambar 2.2 Skala Nyeri menurut Bourbanis


Keterangan:

0 : tidak nyeri

1 : nyeri sangat ringan hampir tidak terasa. Sebagian besar waktu anda tidak berpikir tentang nyeri ini

2 : rasa sakit bertambah. Ada rasa bendenyut kuat sesekali saja

3 : nyeri sudah mulai mengganggu, namun anda dapat membiasakan diridan beradaptasi, nyeri sedang dan

mengganggu secara nyata dengan aktivitas hidup sehari-hari

4 : nyeri sedang. Jika anda terlibat dalam suatu kegiatan, nyeri dapat diabaikan untuk periode waktu, tetapi

masih mengganggu.

5 : nyeri sedang dan kuat. Hal ini tidak bisa diabaikan selama lebih dari beberapa menit, tapi dengan usaha

anda masih dapat mengatur untuk bekerja atau berpartisipasi dalam beberapa kegiatan.

6 : nyeri yang cukup kuat yang mengganggu kegiatan sehari-hari. Kesulitan berkonsentrasi. Nyeri

mengakibatkan tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari.

7 : nyeri yang kuat yang mendominasi indera anda dan secara nyata membatasi kemampuan anda untuk

melakukan kegiatan sehari-hari yang normal atau mempertahankan hubungan sosial. Nyeri ini

mengganggu tidur.

8 : nyeri yang terus menerus. Aktivitas fisik sangat terbatas, berbicara membutuhkan usaha besar.

9 : nyeri luar biasa. Tidak dapat berbicara, menangis dan ataunmengerang tak terkendali.

10 : sakit tak terkatakan. Berbaring saja membuat nyeri dan sampai dengan mengigau. Sangat sedikit orang

yang akan mengalami tingkat rasa sakit ini.

Skala nyeri harus dirancang sehingga skla tersebut mudah digunakan dan tidak mengkonsumsi banyak

waktu saat klien melengkapinya. Apabila klien dapat membaca dan memahami skala, maka deskripsi
nyeri akan lebih akurat. Skala deskriptif bermanfaat bukan saja dalam upaya mengkaji tingkat

kepribadian nyeri, tapi juga mengevaluasi perubahan kondisi klien.

2.3.7. Penatalaksanaan Dismenorea

1. Farmakologi

a. Pemberian Obat Analgesik

Dewasa ini banyak beredar obat-obat analgesik yang dapat diberikan sebagai terapi simtomatik. Jika

rasa nyerinya berat, diperlukan istirahat di tempat tidur dan komprespanas pada perut bawah untuk

mengurangi penderitaan. Obat analgesik yang sering diberikan adlah preparat kombinasi aspirin,

fenasetin, dan kafein. Obat-obat paten yang beredar dipasaran adalah novalgin, ponstan,

acetaminopen, dan sebagainya (Simanjuntak, 2008).

b. Obat anti inflamasi nonsteroid ( NSAID)

NSAID menghambat sintesis prostaglandin dan memperbaiki gejala pada 80% kasus (Kabirian,

2011). Nasihatkan wanita untuk mengkonsumsi pada saat atau sesaat sebelum awitan nyeri 3 kali/hari

pada hari pertama hingga ketiga (Sinclair, 2009).

c. Terapi hormonal

Tujuan terapi hormonal adalah menekan ovulasi. Tindakan ini bersifat sementara dengan maksud

untuk membuktikan bahwa gangguan benar-benar dismenorea primer, atau untuk memungkinkan

penderita melaksanakan pekerjaan penting pada waktu haid tanpa gangguan. Tujuan ini dapat dicapai

dengan pemberian salah satu jenis pil kombinasi kontrasepsi (Simanjuntak, 2008). Hal ini bertujuan

untuk mencegah terjadinya ovulasi dan meningkatkan produksi prostaglandin karena antrofi

endometrium

2. Non farmakologis
a. Kompres dengan handuk atau botol berisi air panas (hangat) tepat pada bagian yang terasa kram (bisa

di perut atau pinggang bagian bawah). Mandi dengan air hangat dan minum minuman hangat yang

mengandung kalsium tinggi. Penelitian solekhah (2011), ada pengaruh yang bermakna dengan

pemberian kompres hangat terhadap penurunan tingkat nyeri dismenorea.

b. Dengan beristirahat cukup, setidaknya tidur selama 7 jam di malam hari dan meluangkan waktu untuk

tidur siang selama 1 jam bisa membantu tubuh lebih rileks dan bugar, sehingga bisa mengurangi sakit

akibat menstruasi.

c. Aroma terapi dan pemijatan juga dapat mengurangi rasa tidak nyaman. Pijatan yang ringan dan

melingkar dengan menggunakan telunjuk pada perut bagian bawah akan membantu mengurangi nyeri

haid.

d. Melakukan tarik nafas dalam secara perlahan untuk relaksasi. Dengan tarik nafas dalam di percaya

dapat menurunkan intensitas nyeri.

e. Mengkonsusmsi minuman kunyit asam. Menurut sina (2012) secara alamiah kunyit dipercaya

memiliki kandungan senyawa fenolik sebagai antioksidan, bermanfaat sebagai analgetika, anti-

inflamasi, antimikroba, serta pembersih darah. Sneywa aktif yang terdapat dalam kunyit yaitu

curcumine. Sedangkan menurut Nair (2004), asam jawa juga memiliki bahan aktif yaitu anthocyanin

pada asam jawa akan menghambat reaksi cyclooxygenase (COX) sehingga menghambat atau

mengurangi terjadinya inflamasi sehingga akan mengurangi atau bahkan menghambat kontraksi

uterus yang menyebabkan nyeri haid.

2.4. Jahe
2.4.1. Pengertian Jahe

Jahe (Zingeber officinale Rose) merupakan rempah rempah Indonesia yang sangat penting dalam

kehidupan sehari-hari, terutama dalam bidang kesehatan. Jahe merupakan obat berupa tumpuhan

rumpun berbatang semu dan termasuk dalam suku temu-temuan (Zingiberaceae). Jahe berasal dari Asia
Pasifik yang tersebar dari India sampai Cina (Paimin, 2008). Tanaman jahe termasuk keluarga

Zingiberaceae yaitu suatu tanaman rumput-rumputan tegak dengan ketinggian 30-75 cm, berbadan

sempit memanjang menyerupai pita, dengan panjang 15-23 cm, lebar ± 2,5 cm, tersusun teratur dua baris

berseling, bewarna hijau bunganya kuning kehijauan dengan bibir ungu gelap berbintik putih

kekuningan dan kepala sarinya bewarna ungu. Akarnya yang bercabang dan berbau harum, bewarna

kuning atau jingga dan berserat (Paimin, 2008).

2.4.2. Klasifikasi Ilmiah jahe menurut Setyawan (2015):

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledoneae

Ordo : Zingiberales

Famili : Zingiberaceae

Genus : Zingiber

Spesies : Zingiberoffichinale

Berdasarkan ukuran, bentuk dan warna rimpang, jahe dibedakan menjadi jenis yaitu:

a. Jahe Putih Kecil/ Jahe Emprit (Zingiberoffichinale var, amarum), dengan ciri sebagai berikut

bentuknya pipih, warnanya putih kuning, seratnya lembut dan aromanya lebih tajam dari jahe putih

besar. Ruasnya kecil, diameter 32,7 s/d 40 mm, tinggi 63,8 s/d 111 mm, panjang 61 s/d 137 mm, agak

rata dan sedikit mengembung. Kandungan minyak atsirinya lebih besar dari jahe gajah (1,50 s/d 3,5 %)

sehingga rasanya lebih pedas, disamping seratnya tinggi. Jahe ini cocok untuk ramuan obat atau untuk

diekstrak oleoresin dan minyak atsiri (Setyawan, 2015).


Gambar 2.3 Jahe Emprit

b. Jahe Putih Besar (Zingiberoffichinale var, offichinarum), lebih dikenal dengan jahe badak atau jahe

gajah. Jahe ini ditandai dengan rimpangnya jauh lebih besar dan ukurannya lebih gemuk tetapi aroma

dan rasanya kurang tajam dibanding kedua jenis lainnya. Diameter 48 s/d 85 mm, tnggi 62 s/d 113 mm,

dan panjangnya 158 s/d 327 mm. Ruas rimpangnnya lebih mengembang dari kedua varietas lainnya.

Jahe ini bisa dikonsumsi baik saat berumur muda maupun berumur tua, baik sebagai jahe segar

maupun jahe olahan. Minyak atsiri di dalam rimpang 0,82-2,8 % (Setyawan, 2015).

Gambar 2.4 Jahe Besar

c. Jahe Merah (Zingiberoffichinale var, rubrum),

ditandai dengan ukuran rimpang yang kecil,

bewarna kuning kemerahan dan seratnya

kasar, rasanya sangat pedas dan aromanya sangat

tajam. Diameter 42 s/d 43 mm, tinggi 52 s/d 104 mm,

dan panjang 123 s/d 126 mm. Dipanen setelah tua dan memiliki kandungan minyak atsiri 2,58 s/d 3,9

%. Sehingga jahe merah pada umumnya dimanfaatkan sebagai bahan baku obat (Setyawan, 2015).

Gambar 2.5 Jahe Merah

2.4.3. Kandungan dan Manfaat Kimia Jahe


Jahe mengandung komponen minyak menguap (volatile oil), minyak tak menguap (nonvolatile

oil), dan pati. Minyak menguap yang biasa disebut dengan minyak atsiri merupakan komponen pemberi

bau yang khas, sedangkan minyak yang tidak menguap adalah oleoresin merupakan komponen pemberi

rasa pedas dan pahit. Komponen yang terdiri dari oleoresin merupakan gambaran utuh dari kandungan

jahe, yaitu minyak astiri dan fixed oil yang terdiri dari gingerol, shagaol, dan resin. Kandungan kimia

jahe antara lain, acetates, bisabolene, caprilate, d-a-phallandreme, d-champhene, d-borneol, farnisol,

kurkumin, khavinol, linalool, sineol, zingerolzingiberene, vitamin A, B, dan C, glukominol, resin,

geraniol, shagaol, albizzin, zengediasetat, flavonoid. Didalam rimpang jahe merah terkandung zat

gingerol, dan minyak atsiri yang tinggi, sehingga lebih banyak digunakan sebagai bahan baku obat

(Setyawan, 2015).

Beberapa khasiat jahe yang sudah terbukti menurut Kemenkes (2008, dalam Tim TPC, hal 4),

antara lain untuk mengatasi mual dan muntah (akibat mabuk kendaraan, mual pagi hari pada wanita

hamil) diare, perut kembung, demam, batuk berdahak, flu, pegel linu, kaki kesemutan, keracunan

makanan, kolik, rematik, sakit pinggang, nyeri haid, dan keseleo.

Bagian utama dalam jahe yang dimanfaatkan adalah rimpangnya. Rimpang jahe digunakan secara

luas sebagai bumbu dapur dan obat herbal untuk beberapa penyakit. Rimpang jahe mengandung

beberapa komponen kimia yang berkhasiat bagi kesehatan (Tim Lab IPB, 2011). Komponen utama dari

jahe segar adalah senyawa homolog, fenolik keton yang dikenal sebagai gingerol (Mishra, 2009, dalam

Hernani dalam Winarti, 2011). Kandungan gingerol jahe merah lebih tinggi dari jahe pada lainnya.

Senyawa gingerol telah dibuktikan mempunyai aktivitas sebagai anti inflamasi atau pereda nyeri

(Hermani dan Winarti, 2011).

Konsumsi jahe juga sudah dilaporkan memiliki efek bermanfaat untuk mengurangi nyeri dan

frekuensi sakit kepala migran dan penelitian tentang kerjanya pada keadaan rematik menunjukan efek

yang bermanfaat. Pembedaan dibuat antara indikasi untuk rimpang segar (muntah, batuk, kembung
abdomen, dan pireksial) dan rimpang yang dikeringkan atau telah diolah (nyeri abdomen, lumbago, dan

diare). Hal ini dapat dibenarkan karena kandugan kimianya terdapat dalam perbandingan berbeda di

dalam sediaan yang berbeda ( Michael, et al, 2009).

Jahe merupakan obat alami anti inflamasi atau penghilang rasa sakit akibat menstruasi. Ekstrak

jahe dapat menekan pengeluaran prostaglandin dan leukotrin pada endometrium yang mengakibatkan

kontraksi kuat sehingga timbul rasa nyeri yang disebut disminore atau nyeri haid (Burner, 2012).

Penggunaan jahe pada 6 gram perhari atau lebih dapat menyebabkan iritasi lambung (Harwati, 2010).

Dua hal utama dalam ekstrak rempah adalah essential oil dan oleoresin. Oleoresin jahe adalah

cairan pada jahe yang bewarna coklat gelap dan memiliki kandungan minyak atsiri berkisar 15-35 %,

dan senyawa pembentuk rasa yaitu gingerol, shogaol, zingeron, bersifat agak kental rasa jahe. Oleoresin

jahe yang digunakan dalam pengolahan pangan didapat dari ekstraksi rimpang jahe segar, jahe kering,

atau tepung jahe. Oleoresin mengandung total rasa dan aroma khas bahan asalnya (Widya, 2007).

Senyawa gingerol sebagai kandungan utama adalah suatu antioksidan kuat yang efektif mengatasi

radang. Dewasa ini, jahe merupakan bahan ramuan lebih dari 50 % obat tradisional yang mampu

mengatasi kondisi seperti mual, kram perut, demam, infeksi, dan lain-lain. Jahe memiliki kandungan

kalsium dan zat besi yang cukup tinggi, bahwa studi menunjukan bahwa jahe mampu menghentikan

mual dan muntah dipagi hari pada wanita hamil, pasien pasca bedah, mencegah penyakit pembuluh

darah, mengatasi gangguan pencernaan, infeksi usus, rematik dan migran (Tim Redaksi Vitahealth,

2006). Rimpang jahe mengandung unsur gizi penting seperti kalsium, magnesium, zat besi, beta karoten,

dan vitamin C. Zat besi yang terkandung dalam jahe dapat digunakan untuk mencegah anemia pada saat

haid. Sedangkan kalsium dan vitamin C dalam jahe berguna untuk menenangkan saraf dan mengurangi

rasa nyeri (Alam dan Hadibroto, 2007). Peradangan tubuh yang terjadi akibat system autoimun dalam

mengeluarkan zat yang bernama prostaglandin yang menyebabkan rasa sakit di daerah peradangan.

Obat golongan NSAID dapat menyebabkan nyeri ini dengan cara memblok prostaglandin yang
menyebabkan nyeri. Pengobatan dengan mengobatkan NSAID memiliki efek samping yang berbahaya

terhadap system tubuh lainnya (nyeri lambung dan resiko kerusakan ginjal). Jahe mengandung gingerol

yang mampu memblokir prostaglandin (Ozgoli, Goli, dan Moattar, 2009).

Penelitian menunjukan bahwa jahe memiliki efektivitas yang sama dengan asam mefanamat dan

ibuprofen dalam mengurangi rasa nyeri pada dismonerea primer. Selain itu tidak ditemukan efek

samping yang parah dari jahe (Ozgoli, Goli, dan Moattar, 2009).

2.4.4. Cara Pembuatan Minuman

Cara mengkonsumsi jahe yaitu pemberian jahe secara per oral sebanyak 1,25 gr sekali minum saat

24 jam pertama mentruasi dan saat disminorea timbul kemudian ditunggu reaksinya selama 15 menit

untuk mengukur nyeri pada disminorea (Hua, 2012). Cara membuat obat nyeri haid tradisisonal dari jahe

adalah irislah 1 rimpang jahe dengan tipis-tipis dan kemudian diremukkan. Tambahkan air lalu didihkan,

kemudian saring. Dan tambahkan 1 sdm gula, minumlah 1 kali dalam dosis 240 ml/hari (Herbie, 2016).

2.5. Kunyit
2.5.1. Definisi Kunyit

Kunyit atau kunir, (Curcuma longa Linn. syn. Curcuma domestica Val), adalah termasuk salah satu

tanaman rempah - rempah dan obat asli dari wilayah Asia Tenggara. Tanaman ini kemudian mengalami

penyebaran ke daerah Malaysia, Indonesia, Australia bahkan Afrika. Hampir setiap orang Indonesia dan

India serta bangsa Asia umumnya pernah mengonsumsi tanaman rempah ini, baik sebagai pelengkap

bumbu masakan, jamu atau untuk menjaga kesehatan dan

kecantikan. Dalam bahasa Banjar kunyit atau kunir ini


dinamakan "Janar". Kunyit tergolong dalam kelompok jahe-jahean, Zingiberaceae. Kunyit dikenal di

berbagai daerah dengan beberapa nama lokal, seperti turmeric (Inggris), kurkuma (Belanda), kunyit

(Indonesia dan Malaysia), janar  (Banjar), kunir (Jawa), koneng (Sunda), konyet (Madura) (Ide P, 2011).

Gambar 2.6 rimpang kunyit

2.5.2. Klasifikasi Ilmiah Kunyit

Kerajaan : plantae

Divisio : Spermatophyta

Sub-diviso : Angiospermae

Kelas : Monocotyledoneae

Ordo : Zingiberales

Famili : Zungiberaceae

Genus : Curcuma

Species : Curcumadomestica Val.

2.5.3. Kandungan Kunyit

Kunyit indonesia mengandung senyawa yang berkhasiat obat, yang disebut kurkuminoid yang

terdiri dari kurkumin, desmetoksikumin sebanyak 10% dan bisdesmetoksikurkumin sebanyak 1-5% dan

zat- zat bermanfaat lainnya seperti minyak atsiri yang terdiri dari Keton sesquiterpen, turmeron,

tumeon 60%, Zingiberen 25%, felandren, sabinen, borneoldan sineil. Kunyit juga

mengandung Lemak sebanyak 1 -3%, Karbohidrat sebanyak 3%, Protein 30%, Pati 8%, Vitamin C 45-

55%, dan garam-garam mineral, yaitu zat besi, fosfor, dan kalsium.
2.5.4. Manfaat Kunyit

Kunyit merupakan salah satu rempah yang sangat banyak terdapat di Indonesia, bahkan tidak

sedikit yang menjadikannya sebagai herbal tradisional. Tidak heran karena manfaat tanaman / rempah

ini tidak hanya untuk masakkan melainkan juga untuk kesehatan. Manfaat kunyit antara lain yang paling

sering diketahui oleh masyarakat umum adalah untuk ibu menyusui, untuk ibu hamil dan sebagainya.

Sedangkan manfaat lainnya dari kunyit adalah untuk membersihkan wajah dan menghilangkan flek

hitam pada kulit.

Manfaat lain dari kunyit untuk kesehatan sudah tidak terbantahkan lagi, ia memiliki berbagai

nutrisi sehat yang dibutuhkan tubuh manusia.

1. Anti Inflamasi (peradangan)

Kandungan minyak volatile dalam kunyit telah menunjukkan aktivitas anti-inflamasi yang signifikan

dalam berbagai model eksperimental dan penelitian. Bahkan lebih kuat dari minyak atsiri, hal ini

dikarenakan pigmen kuning atau oranye dari kunyit yang disebut curcumin. Curcumin dianggap agen

farmakologis utama dalam kunyit. Dalam banyak penelitian, efek anti-inflamasi curcumin ini telah

terbukti sebanding obat hydrocortisone dan fenilbutazon sebagai zat anti-inflamasi seperti Motrin.

Berbeda dengan obat-obatan, yang berhubungan dengan efek toksik yang signifikan (pembentukan

ulkus, penurunan jumlah sel darah putih, pendarahan usus), curcumin tidak menghasilkan toksisitas.

2. Rheumatoid Arthritis (peradangan sendi kronis)

Studi klinis telah membuktikan bahwa kurkumin dalam kunyit juga diberikannya efek antioksidan

yang sangat kuat. Sebagai antioksidan, kurkumin mampu menetralisir radikal bebas, bahan kimia

yang dapat dalam tubuh dan menyebabkan berbagai kerusakan pada sel-sel sehat dan membran sel.

Hal ini penting dalam banyak penyakit, salah satunya adalah radang sendi, di mana radikal bebas

merupakan penyebab peradangan sendi yang menyakitkan dan kerusakan pada sendi.

Kandungan kunyit yang dapat memberikan efek antioksidan dan anti-inflamasi menjelaskan mengapa


banyak orang dengan penyakit sendi terasa sangat lega ketika mengkonsumsi herbal ini. Dalam

sebuah penelitian terbaru tentang pasien dengan rheumatoid arthritis (peradangan sendi kronis),

kurkumin dibandingkan dengan fenilbutazon akan menghasilkan perbaikan yang sebanding dalam

durasi singkat seperti kaku pada pagi hari dan mengurangi pembengkakan sendi.

3. Pencegahan Kanker

Kandungan antioksidan kurkumin ini memungkinkan untuk melindungi sel-sel usus besar dari radikal

bebas yang dapat merusak DNA. Proses ini sangat bermanfaat khususnya bagi usus besar yang mana

pergantian sel cukup pesat, yang terjadi kira-kira setiap tiga hari. Karena replikasi sel ini sering

terjadi, mutasi DNA pada sel usus dapat menyebabkan pembentukan sel-sel kanker jauh lebih cepat.

Curcumin juga membantu tubuh untuk menghancurkan sel-sel kanker, sehingga mereka tidak dapat

menyebar ke seluruh tubuh yang dapat membuat kerusakan yang lebih parah. Cara utama kurkumin

melakukannya adalah dengan meningkatkan fungsi hati. Mekanisme lain yang dilakukan oleh

curcumin (zat pembentuk kuning/orange pada kunyit) yang dapat melindungi dari perkembangan

kanker adalah dengan menghambat sintesis protein dianggap berperan dalam pembentukan tumor dan

mencegah perkembangan suplai darah tambahan yang diperlukan untuk pertumbuhan sel kanker.

Kunyit lebih ampuh dari pada manfaat daun serai dan mungkin sama baiknya dengan manfaat daun

sirsak dalam membasmi kanker.

4. Meningkatkan Antioksidan

Kandungan curcumin merupakan salah satu antioksidan kuat yang dapat menetralkan radikal bebas

karena struktur kimianya yagn dimilikinya. Selain itu kurkumin juga meningkatkan aktivitas enzim

antioksidan di dalam tubuh sendiri. Dengan cara ini, curcumin memberikan perlawanan /

membunuh radikal bebas.

5. Meningkatkan Fungsi Hati


Penelitian yang dilakukan dengan objek studi tikus yang dilakukan untuk mengevaluasi efek kunyit

pada kemampuan hati untuk mendetoksifikasi xenobiotik (beracun) bahan kimia, kadar dua enzim

detoksifikasi hati sangat penting (UDP glucuronyl transferase dan glutathione-S-transferase) secara

signifikan meningkat pada tikus yang diberi makan kunyit dibandingkan dengan yang tidak. Para

peneliti berkomentar, “Hasil penelitian menunjukkan bahwa kunyit dapat meningkatkan sistem

detoksifikasi selain sifat anti-oksidan”

6. Mengurangi Resiko Leukimia

Penelitian yang dipresentasikan pada konferensi mengenai leukimia yang diselenggarakan di London,

memberikan bukti bahwa mengonsumsi makanan dibumbui dengan kunyit bisa mengurangi risiko

terkena leukimia. Adalah Prof. Moolky Nagabhushan dari Loyola University Medical Centre,

Chicago, IL yang hampir 20 tahun melakukan studi ini. Dalam studinya ia mengatakan bahwa

curcumin dalam kunyit dapat :

a. Menghambat mutagenisitas hidrokarbon aromatik polisiklik (PAH) (bahan kimia karsinogenik

yang diciptakan oleh pembakaran bahan bakar berbasis karbon termasuk asap rokok)

b. Menghambat radiasi kerusakan kromosom

c. Mencegah pembentukan amina heterosiklik berbahaya dan senyawa nitroso, yang terdapat

pada makanan olahan tertentu, seperti produk daging olahan yang mengandung nitrosamin.

d. Menghambat perbanyakan sel leukemia dalam kultur sel

7. Perlindungan kardiovaskular (Penyakit yang berhubungan dengan pembuluh darah)

Curcumin mungkin dapat mencegah oksidasi kolesterol dalam tubuh. Karena kolesterol teroksidasi

dapat merusak pembuluh darah dan menumpuk di plak yang dapat menyebabkan serangan jantung

atau stroke, mencegah oksidasi kolesterol baru dapat membantu mengurangi perkembangan

aterosklerosis dan penyakit jantung. Kunyit merupakan sumber vitamin B6 yang diperlukan untuk

menjaga tingkat homocysteine agar tidak terlalu tinggi. Asupan B6 merupakan salah satu asupan
tinggi vitamin B6 dikaitkan dengan penurunan risiko penyakit jantung. Dalam penelitian yang

dipublikasikan dalam Indian Journal of Physiology and Farmakologi, ketika 10 relawan yang sehat

mengkosumsi 500 mg kurkumin per hari selama 7 hari, tidak hanya melakukan menurunkan tingka

oksidasi darah sehingga menurunkan kolesterol sebesar 33%, tetapi total kolesterol mereka

turun 11.63%, dan HDL mereka (kolesterol baik) meningkat sebesar 29%! (Soni KB, Kuttan R).

8. Mencegah Alzaimer

Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa kurkumin, konstituen biologis aktif dalam kunyit, dapat

mencegah penyakit Alzheimer dengan mengaktifkan gen yang mengkode produksi protein

antioksidan. Sebuah studi yang diterbitkan dalam Journal Biokimia Italia (Desember 2003)

membahas peran kurkumin dalam induksi dari jalur oxygenase heme, sistem pelindung, bila dipicu

dalam jaringan otak, menyebabkan produksi bilirubin antioksidan menjadi lebih kuat, yang

melindungi otak melawan oksidatif (radikal bebas) dan cidera. Oksidasi tersebut diduga menjadi

faktor utama dalam penuaan dan menyebabkan gangguan neurodegenerative termasuk demensia

seperti penyakit Alzheimer. Penelitian lain yang dilakukan bersama oleh tim Italia dan Amerika

Serikat dan dipresentasikan pada konferensi tahunan American Physiological Society tahun 2004 di

Washington, DC, menegaskan bahwa kurkumin berperan penting menginduksi gen, yang disebut

hemeoxygenase-1 (HO-1) di astrosit dari wilayah hippocampus otak.

9. Mencegah Depresi

Depresi juga berkaitan dengan menurunnya fungsi neurotropik yang diturunkan dari otak dan

menyusutnya hippocampus, area otak yang berperan dalam belajar dan memori. karena kandungan

kunyit memiliki fungsi untuk membantu proses neurotropik ini membuatnya dapat memberikan efek

anti depresi.

Selain 9 manfaat utama tersebut diatas, kunyit juga dapat memberikan berbagai efek penting bagi

kesehatan, berikut beberapa khasiat kunyit lainnya:


a. Diabetes Melitus

b. Tifus

c. Usus buntu

d. Disentri

e. Keputihan

f. Haid tidak lancatr

g. Perut mulas pada saat haid

h. Membantu memperlancar ASI

i. Menyapih bayi

j. Amandel

k. Berak lendir

l. Morbili

m. Sakit perut

n. Susah BAB

o. Sakit kepala

p. Sariawan

q. Mabuk kendaraan

r. Penambah darah

s. Gatal-gatal.

2.6. Asam Jawa


2.6.1. Profil
Tanaman asam jawa adalah tanaman yang mudah kita temukan di sekitar kita terutama di pinggir

jalan raya. Nama latin tanaman asam jawa adalah Asam Jawa Tamarindus indica L. Sedangkan dalam

bahasa inggris tanaman asam jawa ini mempuyai nama tamarind. Sejarah tanaman asam jawa ini asal

usul tanaman asam jawa berasal dari Afrika. Ciri-ciri tanaman asam jawa ini memiliki daun yang kecil
batang yang besar dan kayunya keras. Fungsi tanaman asam jawa dulu waktu zaman penjajahan Belanda

kegunaan asam jawa sebagai tanaman peneduh pinggir jalan karena tanaman ini memiliki daun yang

kecil sehingga dalam perawatannya mudah dan juga tanaman ini memiliki batang dan akar yang keras

sehingga tidak mudah tumbang bila terkena angin. Buah dari tanaman asam jawa ini biasanya digunakan

sebagai bumbu masakan dan juga sebagai penambah rasa asam. Tanaman asam jawa ini memiliki

berbagai manfaat dan khasiat bagi tubuh yang bisa digunakan sebagai obat herbal untuk mengobati

berbagai macam penyakit.

2.6.2. Klasifikasi Ilmiah Asam Jawa

Nama ilmiah asam jawa atau nama latin asam jawa adalah Tamarindus indica. Klasifikasi tumbuhan

asam jawa adalah sebagai berikut:

Kingdom :Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom :Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi :Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi :Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas :Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)

Sub Kelas :Rosidae

Ordo :Fabales

Famili :Fabaceae ( suku polong – polongan )

Genus :Tamarindus

Spesies : Tamarindus indica L.

2.6.3. Kandungan

Buah asam jawa memiliki rasa manis, asam, dan bersifat sejuk. Buah asam jawa mengandung

bahan kimia, seperti gula invert, tartaric acid, citric acid, serine, β-alanin, vitamin B3, geranial,
limonene, peptin, proline, leusin, phenylalanine, dan pipecolic acid. Bagian daun mengandung stexin,

iovitexin, dan isoorientin, sedangkan pada kulit kayu mengandung zat tanin. Efek farmakologis asam

jawa diantaranya antiseptik, menghilangkan rasa sakit, peluruh kandungan (abortivum), penurun panas,

penambah nafsu makan, sebagai astringen, dan tonik (Hariana, 2013).

2.6.4. Manfaat

Buah asam jawa memiliki banyak manfaat medis yang telah dipercaya. Terutama kandungan

xylose,xyloglycans, dan anthocyanin yang teradapat dalam buah tersebut. Xylose dan xyloglycans

sangat bermanfaat dalam hal kosmetika medis. Sedangkan yang paling bermanfaat dalam anti inflamasi

dan anti piretika adalah antthocyanin karena agen tersebut dapat menghambat kerja enzim

cyclooxygenase (COX) sehingga mampu menghambat dilepaskannya protaglandin sehingga mampu

mengurangi nyeri. Sedangkan bahan tannins, saponins, sesquiterpenes, alkaloid, dan pholobatamin akan

sangat bermanfaat megurangi aktivitas sistem saraf (Hadcer, et al, 2008).

Manfaat asam jawa yang baik untuk kesehatan kita yaitu: Mengobati, disentri, Obat penyakit

difteri, Mengatasi demam setelah nifas, Mengatasi darah rendah, Mengobati ambien, Menurunkan

demam bayi, Menurunkan, kolestrol, Mengobati nyeri haid, Mengobati asma, Obat batuk kering,

Mengobati bisul, Mengobati keputihan, gatal alergi dan biduran, Mengatasi bau anyir saat haid.

2.6.5. Jamu Kunyit Asam

Kunyit asam adalah ramuan alami yang dipercaya secara turun-temurun mengatasi berbagai

keluhan kaum perempuan. Selain diyakini bisa menjaga badan tetap langsing, kunyit asam juga

dipercaya mengatasi masalah menstruasi.

Kunyit mengandung kurkuminoid yang merupakan salah satu jenis antioksidan dan berkhasiat

antara lain sebagai bakteriostarik, spasmolitik, antihepatotoksik, dan anti-inflamasi. Asam adalah buah

yang memiliki kadar antioksidan tinggi dan akan bertambah kadar antioksidannya apabila dipadukan

dengan rempah lain. Penelitian menunjukan bahwa pada pemberian minuman kunyit yang dicampur
dengan asam dapat mengurangi skala nyeri dismenore selama rata-rata 15 menit setelah perlakukan

diberikan. (Marlina, 2012). Asam berfungsi untuk melancarkan peredaran darah sehingga dapat

mencegah terjadinya kontraksi pembuluh darah ketika disminore (Astawan, 2009).

Cara membuat kunyit asam yaitu dengan menyediakan 63 gram rimpang kunyit, 63 gram asam

jawa, 25 gram gula pasir, campurkan kemudian haluskan, tambahkan air lalu didihkan, kemudian

disaring. Diminum 1 kali sehari dengan dosis 240 ml (Herbie, 2016).

2.7. Pengaruh Pemberian Jahe Terhadap Dismenorea Pada Remaja Putri

Jahe merupakan obat alami anti inflamasi atau penghilang rasa sakit akibat menstruasi. Ekstrak jahe

dapat menekan pengeluaran prostaglandin dan leukotrin pada endometrium yang mengakibatkan

kontraksi kuat sehingga timbul rasa nyeri yang disebut disminore atau nyeri haid (Burner, 2012).

Penelitian menunjukan bahwa jahe memiliki efektivitas yang sama dengan asam mefanamat dan

ibuprofen dalam mengurangi rasa nyeri pada dismonerea primer. Selain itu tidak ditemukan efek samping

yang parah dari jahe (Ozgoli, Goli, dan Moattar, 2009). Sedangkan rimpang jahe mengandung unsur gizi

penting seperti kalsium, magnesium, zat besi, beta karoten, dan vitamin C. Zat besi yang terkandung

dalam jahe dapat digunakan untuk mencegah anemia pada saat haid. Sedangkan kalsium dan vitamin C

dalam jahe berguna untuk menenangkan saraf dan mengurangi rasa nyeri (Alam dan Hadibroto, 2007).

2.8. Pengaruh Pemberian Kunyit Asam Terhadap Dismenorea Pada Remaja Putri
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa mengkonsusmsi minuman kunyit asam. Menurut sina (2012)

secara alamiah kunyit dipercaya memiliki kandungan senyawa fenolik sebagai antioksidan, bermanfaat

sebagai analgetika, anti-inflamasi, antimikroba, serta pembersih darah. Senyawa aktif yang terdapat dalam

kunyit yaitu curcumine. Sedangkan menurut Nair (2004), asam jawa juga memiliki bahan aktif yaitu

anthocyanin pada asam jawa akan menghambat reaksi cyclooxygenase (COX) sehingga menghambat atau
mengurangi terjadinya inflamasi sehingga akan mengurangi atau bahkan menghambat kontraksi uterus

yang menyebabkan nyeri haid.

2.9. Efektivitas Pemberian Jahe dan Kunyit Asam Terhadap Dismenorea Pada Remaja Putri

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa rimpang jahe memiliki kandungan unsur gizi penting seperti

kalsium, magnesium, zat besi, beta karoten, dan vitamin C. Fungsi lain dari Ekstrak jahe yaitu dapat

menekan pengeluaran prostaglandin dan leukotrin pada endometrium yang mengakibatkan kontraksi kuat

sehingga timbul rasa nyeri yang disebut disminore atau nyeri haid (Burner, 2012). Sedangkan kunyit

memiliki kandungan senyawa fenolik sebagai antioksidan, bermanfaat sebagai analgetika, anti-inflamasi,

antimikroba, serta pembersih darah. Senyawa aktif yang terdapat dalam kunyit yaitu curcumine. Buah

asam jawa mengandung bahan kimia, seperti gula invert, tartaric acid, citric acid, serine, β-alanin, vitamin

B3, geranial, limonene, peptin, proline, leusin, phenylalanine, dan pipecolic acid.

Kandungan senyawa dalam jahe dan kunyit asam yang dapat menurunkan nyeri disminore hampir

sama yaitu mengandung kalsium dan vitamin C yang sama-sama memiliki fungsi untuk menenangkan

saraf dan meredakan nyeri. Namun kandungan dalam kunyit asam lebih tinggi dari pada jahe dan kunyit

asam memiliki senyawa fenolik sebagai antioksidan, bermanfaat sebagai analgetika, anti-inflamasi,

antimikroba, serta pembersih darah. Senyawa aktif yang terdapat dalam kunyit yaitu curcumine. Dan

anthocyanin pada asam jawa akan menghambat reaksi cyclooxygenase (COX) yang akan mengurangi atau

bahkan menghambat kontraksi uterus yang menyebabkan nyeri haid.

Anda mungkin juga menyukai