DISUSUN OLEH:
NORMAWATI, S.Kep.
NIM. 7117811630
CI LAHAN CI INSTITUSI
DISUSUN OLEH:
NORMAWATI, S.Kep.
NIM. 7117811630
CI LAHAN CI INSTITUSI
A. DEFENISI
Human Immunodeficiency Virus atau HIV yaitu sejenis virus yang menyerang
sistem kekebalan tubuh manusia. Virus HIV akan masuk ke dalam sel darah putih dan
merusaknya, sehingga sel darah putih yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap
infeksi akan menurun jumlahnya. Akibatnya sistem kekebalan tubuh menjadi lemah
dan penderita mudah terkena berbagai penyakit. Kondisi ini disebut AIDS. AIDS
singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome, yaitu kumpulan gejala
penyakit (sindrom) yang didapat akibat turunnya kekebalan tubuh yang disebabkan
oleh HIV. Ketika individu sudah tidak lagi memiliki sistem kekebalan tubuh, maka
semua penyakit dapat masuk ke dalam tubuh dengan mudah (infeksi oportunistik).
Oleh karena itu sistem kekebalan tubuhnya menjadi sangat lemah, maka penyakit
yang tadinya tidak berbahaya akan menjadi sangat berbahaya.
B. EPIDEMIOLOGI
AIDS pada anak-anak hampir selalu didapat dari ibu yang terinfeksi, baik lewat
penularan intrauterin atau intrapartum. Ibu menjadi terinfeksi karena merupakan
anggota salah satu kelompok beresiko seperti; pemakai obat intravena yang memakai
jarum suntik bersama-sama dengan individu yang terinfeksi HIV; pelacur yang
mendapat penyakit dari salah satu mitranya; atau yang kurang umum, menerima
transfusi darah terkontaminasi; dan wanita yang menikah dengan pria yang seropositif
HIV, termasuk penderita hemofilia laki- laki yang diobati dengan faktor VII
mengandung HIV .
Distribusi geografis AIDS perinatal di Amerika Serikat terpusat terutama pada
daerah metropolitan pantai, seperti New York/New Jersey, Miami, dan Los Angeles,
daerah yang mencakup kebanyakan wanita dengan AIDS. Studi epidemiologis
memberi keterangan bahwa sekitar 7.000 wanita seropositif HIV di Amerika Serikat
akan menjadi hamil pada tiap tahunnya. Angka penularan pada janin atau bayi baru
lahir tergantung pada faktor-faktor ibu, seperti keparahan penyakit dan tingkat
viremianya. Pada beberapa wanita hamil dengan AIDS, angka infeksi janin dan
perinatal dapat mendekati 70%. Namun, angka penularan janin secara vertikal pada
wanita yang diketahui seropositif-HIV sekitar 25%. Pada keadaan khusus dimana
wanita tertular infeksi HIV prime saat awal kehamilan, risiko bagi penularan janin
nampak lebih tinggi daripada 25%. Banyak contoh infeksi HIV pada trimester kedua
yang diketahui melalui isolasi virus jaringan.
Ada lebih sedikit contoh-contoh penularan transplasenta vertikal selama trimester
pertama, namun antigen dan asam nukleat HIV telah ditemukan pada jaringan yang
berasal dari tiga janin berumur 8 minggu. Telah ditemukan mekanisme penularan HIV
intrauterin. Pertama, virus di dalam sistem ibu dilepaskan dari sel desidua, selanjutnya
difagositosis oleh sinsitiotrofoblas. Kedua, trofoblas yang menginvasi jaringan
desidua berkontak dengan limfosit Cluster of Disease atau CD4 ibu yang terinfeksi-
HIV. Ketiga, makrofag ibu yang terinfeksi menginvasi stroma vilus. Fagositosis dapat
merupakan mekanisme yang lebih penting pada penularan intrauterin daripada
kejadian yang diperantai reseptor CD4 spesifik karena sel bernukleus yang
mengekspresikan molekul permukaan sel CD4 belum pernah diamati hingga minggu
12-14 kehamilan.
Ibu hamil yang terinfeksi HIV dapat menularkan virus tersebut ke bayi yang
dikandungnya, cara transmisi ini dinamakan juga transmisi secara vertikal,
transmisi dapat terjadi melalui plasenta (intrauterin) intrapartum, yaitu pada waktu
bayi terpapar darah ibu;
Selama persalinan bayi dapat tertular darah atau cairan sevikovaginal yang
mengandung HIV melalui paparan trakeobronkial atau tertelan pada jalan lahir;
3. Bayi baru lahir terpajan oleh cairan tubuh ibu yang terinfeksi,
Pada ibu yang erinfeksi HIV, ditemukan virus pada cairan vagina 21%, cairan
aspirasi lambung pada bayi yang dilahirkan, besarnya paparan pada jalan lahir
sangat dipengaruhi dengan adanya kadar HIV pada cairan vagina ibu, cara
persaliinan, ulkus serviks atau vagina, perlukaaan dinding vagina, infeksi cairan
ketuban, ketuban pecah dini,persalinan prematur, penggunaan eletrode pada
kepala janin, penggunaan vakum atau forsep, episiotomi dan rendahnya kadar
CD4 pada ibu, ketuban pecah dini lebih dari 4 jam sebelum persalinan akan
meningkatkan resiko transmisi antepartum sampai dua kali lipat;
Ibu dengan viral load HIV yang tinggi lebih mungkin meularkan infeksi pada
bayinya. Kebanyakan ahli menganggap bahwa risiko penularan bayi sangat amat
rendah bila viral load ibu dibawah 1000 waktu melahirkan. Walaupun janin dalam
kandungan dapat terinfeksi, sebagian besar penularan terjadi dalam proses melahirkan.
Bayi lebih mungkin tertular jika persalinan berlanjut lama. Selama persalinan, bayi
dalam keadaan berisiko tertular oleh darah ibunya.
Bayi yang terrtular HIV dari ibu bisa saja tampak normal secara klinis selama
periode neonatal. Penyakit penanda AIDS tersering yang ditemukan pada anak adalah
pneumonia yang disebabkan Pneumocystisis carinii. Gejala umum yang ditemukan
pada bayi dengan infeksi HIV adalah gangguan tumbuh kembang, kandidiasis oral,
diare kronis, atau hepatosplenomegali (perbesarah hepar dan lien) .
Mengingat antibodi ibu bisa dideteksi pada bayi sampai usia 18 bulan, maka
tes ELISA dan Western Blot akan positif meskipun bayi tidak terinfeksi HIV karena tes
ini berdasarkan ada tidaknya antibodi terhadap virus HIV. Tes paling spesifik untuk
mengidentifikasi HIV adalah PCR untuk DNA HIV. Kultur HIV yang positif juga
menunjukkan pasien terinfeksi HIV. Untuk pemeriksaan Polymerase Chain Reaction
atau PCR, bayi harus dilakukan pengambilan sampel darah untuk tes PCR pada dua
saat yang berlainan. DNA PCR pertama diambil saat bayi berusia 1 bulan karena tes
ini kurang sensitif selama periode satu bulan setelah lahir. Centers for Disease Control
atau CDC merekomendasikan pemeriksaan DNA PCR setidaknya diulang pada saat
bayi berusia empat bulan. Jika tes ini negatif, maka bayi tidak terinfeksi HIV.
Tetapi bila bayi tersebut mendapatkan ASI maka bayi beresiko terular HIV
sehinggga tes PCR perlu diulang setelah bayi disapih. Pada usia 18 bulan,
pemeriksaan yang lain.
CDC mengembangkan klasifikasi HIV pada bayi dan anak berdasarkan hitung
limfosit CD4+ dan manifestasi klinis penyakit. Pasien dikategorikan berdasarkan
derajat imunosupresi (1, 2, atau 3) dan kategori klinis (N, A, B, C, E). Klasifikasi ini
memungkinkan adanya surveilansi serta perawatan pasien yang lebih baik. Pada
klasifikasi pediatri, kategori E berarti bayi terinfeksi HIV secara vertikal dari ibu, tapi
statusnya masih belum jelas. Bila jumlah limfosit CD4+ normal dan tidak ada tanda-
tanda infeksi HIV, maka bayi dan anak tersebut diklasifikasikan dalam N1.
Anak yang masuk dalam kategori C diklasifikasikan dalam AIDS. Penyakit paru
seperti Limfoid Intertitial Penumonitis atau LIP dan Pulmonary Lymphoid
Hyperplasia atau PLH menandakan bahwa si anak telah terrinfeksi AIDS, tetapi bukan
pada orang dewasa. Kedua penyakit ini diklasifikasikan CDC dalam kategori B.
Beberapa penyakit lain seperti virus sitomegalo, Herpes simplex, dan toksoplasmosis
otak hanya menunjukkan AIDS pada anak usia lebih dari satu bulan dan orang dewasa.
Klasifikasi klinis dan imunologis ini bersifat eksklusif, sekali pasien diklasifikasikan
dalam satu kategori, maka klasifikasi ini tidak berubah meskipun telah terjadi
perbaikan status karena pemberian terapi atau faktor lain. Seorang bayi yang terinfeksi
HIV dari ibunya dikategorikan dalam status E, status ini menjadi awalan untuk kode
klasifikasi yang sesuai (misalnya EN1) .
: suspensi
berat
Semakin cepat pengobatan dimulai, semakin baik hasilnya. Obat akan bekerja
dengan baik bila sistem kekebalan juga bekerja dengan baik melawan virus. Namun
demikian, waktu memulai terapi ARV harus dipertimbangkan dengan seksama karena
terapi ARV diberikan dalam jangka panjang. Indikasi lain pemberian ARV:
1. Profilaksis.
Obat ARV diberikan pada orang yang terpapar dengan cairan tubuh yang
mengadung HIV (pot-exposure prophylaxis)
Prong 1
Pencegahan penularan HIV pada perempuan usia reproduksi (15-49 tahun).
Untuk menghindari perilaku seksual yang berisiko upaya mencegah penularan
HIVmenggunakan strategi “ABCD”, A (Abstinence) Absen seks atau tidak
melakukan hubungan seks bagi orang yang belum menikah. B (Be Faithful),
artinya Bersikap saling setia kepada satu pasangan seks (tidak berganti-ganti
pasangan). C (Condom), artinya Cegah penularan HIV melalui hubungan seksual
denganmenggunakan kondom. D (Drug No), artinya Dilarang menggunakan
narkoba.
Prong 2
Prong 3
Pencegahan penularan HIV dari ibu hamil dengan HIV ke bayi yang
dikandungnya. Strategi pencegahan penularan HIV pada ibu hamil yang telah
terinfeksi HIV ini merupakan inti dari kegiatan Pencegahan Penularan HIV dari
Ibu ke Anak. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak yang komprehensif mencakup
kegiatan sebagai berikut: layanan ANC atau Ante Natal Care terpadu termasuk
penawaran dan tes HIV, diagnosis HIV, pemberian terapi antiretroviral, persalinan
yang aman, tatalaksana pemberian makanan bagi bayi dan anak, menunda dan
mengatur kehamilan, pemberian profilaksis ARV dan kotrimoksazol pada anak,
pemeriksaan diagnostik HIV pada anak.
Prong 4
Fact sheet 2014 statistic. (2014). UNAIDS. WHO [online] Available at:
http://www.unAIDS.org/sites/default/files/media_asset/20140714_FS_MDG6_R eport_en.pdf
HIV and AIDS in Asia & the Pacific regional overview - See more at: http:// www.avert.
org/professionals/HIV-around-world/asia- pacific /overview #sthash. acJ4Xt7j.dpuf
Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI 2014 Pusat data dan Informasi Kemenkes
RI. (2014). InfoDATIN HIV AIDS.