Anda di halaman 1dari 4

Shaykh Abdalqadir As-Sufi Mentari yang Terbit dari Barat

4 Agustus 2021, 1509

Udara cerah menyambut kota Cape Town, Afrika Selatan. Siang selepas dzuhur, ratusan
muslimin berkumpul di Masjid Jumua� Cape Town. Sebuah peristiwa besar terjadi.
Penguburan seorang ulama besar yang meninggal Ahad, 1 Agustus 2021 lalu. Ulama itu
bernama Shaykh Abdalqadir as sufi. Beliau dikebumikan di halaman belakang Masjid
Jumu�a Cape Town. Masjid yang berada di pusat kota Cape Town.

Meninggalnya Shaykh Abdalqadir as sufi, mendadak menjadi duka internasional. Di


Granada, Spanyol, ratusan muslimin langsung berkumpul menggelar pembacaan Surat
Yasin bersama. Di Sevilla juga demikian. Di Norwich, Inggris, muslimin juga
langsung berkumpul di bawah bimbingan Shaykh Abdalhaqq Bewley, ulama dari Inggris.
Mereka menyelenggaran doa bersama, membaca Surat Yasin juga. Di belahan bumi barat,
berita duka itu menyelimuti dalam. Di belahan timur, juga demikian.

Muslimin Malaysia dan Indonesia, menggelar pembacaan Surat Yasin bersama-sama


virtual meeting. Di Maroko, doa juga berlangsung dikhususkan pada wafatnya ulama
besar itu. Seorang mufti Negara Chechnya, memberikan belasungkawa dan akan
menggelar sholat Ghaib bagi meninggalnya Shaykh Abdalqadir as sufi. Dunia seolah
kehilangan ulama yang sangat berarti, malam itu. Di Jakarta, Zawiyya ar Raudhah
juga menggelar Sholat Ghaib dan doa atas meninggalnya ulama dari Skotlandia itu.

Siapa sebenarnya Shaykh Abdalqadir as sufi

Dia lahir di Ayr, Skotlandia, tahun 1930. Nama aslinya Ian Dallas. Dia berasal dari
keluarga �Dallas� di Skotlandia. Dallas termasuk klan papan atas di negeri itu.
Tahun 1960-an, Ian Dallas melanglangbuana ke Maroko. Dia sempat berburu tentang
Islam di London, Inggris. Ketika usia belia, kisaran 30-an. Dallas telah tertarik
masuk Islam. Dari Inggris kemudian terbang ke Maroko. Di sana dia hinggap Masjid
Qarawiyyin, kota Fez, Maroko, yang tersohor. Di Masjid itulah Dallas kemudian
bersyahadat di tangan Imam Khatib Masji Qarawiyyin, Shaykh Abdalkarim Dau�di yang
disaksikan juga oleh Alal�al Fasi, pendiri Partai Isqitqlal di Maroko.

Selepas itu, Dallas mengebut dalam mempelajari Islam. Dia berguru pada seorang
ulama besar di Meknes, Maroko, yakni Shaykh Muhammad Ibn Al Habib. Dallas semula
berupaya keras mencari sang guru. Pertemuan awal dengan gurunya sungguh syahdu.
Dallas mencoba mencari Shaykh Muhammad ibn Al Habib di zawiyya-nya. Tapi tak
ketemu, karena sang Mursyid itu telah keburu pergi.

Kemudian dia berusaha menyusulnya, ke tempat dimana Mursyid itu memberikan tausiah.
Tapi begitu sampai, ternyata sang Murysid sudah pergi. Dallas tak putus asa.
Beberapa tempat sempat terlewat. Alhasil dia menunggu di tempat terakhir Mursyid
itu bertamu. Eh, tak beberapa lama kemudian, sang Mursyid itu kembali. Pada
muridnya yang membawa mobil, Mursyid itu berkata, �Ayo kita kembali ke tempat tadi,
karena ada yang tertinggal,� ujarnya. Nah, ternyata begitu kembali, disitulah
Shaykh Muhammad ibn Al Habib menemukan Ian Dallas.

Dari situlah perguruan Dallas dengan gurunya dimulai. Dia belajar tariqah dari
Shaykh Muhammad ibn Al Habib. Dallas tentu berkulit putih. Matanya biru. Bule asli.
Bagi kalangan muslim Maroko, murid berkulit putih tentu dirasa asing. Karena memang
suatu kali, Shaykh Muhammad ibn al Habib meminta dalam doanya, �Ya Allah berikanlah
hamba murid yang �kencingnya berdiri��.

Di situlah murid-murid �bule� berkulit putih mulai berdatangan berguru pada Shaykh
Muhammad ibn al Habib. Dallas itulah yang membuka kran banyaknya murid Shaykh
Muhammad Ibn al Habib dari kalangan bangsa Eropa. Dallas kala itu bersama sidi
Abdalaziz Redpath, Wali Allah yang juga berbangsa Skotlandia, yang kemudian menetap
dan meninggal di Amerika Serikat. Menebarkan Islam di negeri Paman Sam.

Dari Mursyidnya itulah, Dallas kemudian diberi nama muslim �Abadalqadir as sufi.�
Gelas �as sufi� tentu ini menunjukkan kebanggaan. Karena di fase mu�tazilah dulu,
fase kala muslimin mengadopsi filsafat Yunani, jamak orang menambatkan namanya
dengan �al mu�tazili�, pertanda dia seorang mu�tazilah. Nah, di fase kini, jaman
modernitas dan materialisme, filsafat yang menyeruak di barat, Dallas tanpa ragu
menyematkan namanya dengan �as sufi.� Pertanda dia memang seorang sufi. Bukan kaum
rasionalis atau filosof, yang sejak dulu antitesa dari sufisme.

Lakon hidupnya memang berjalan demikian. Abdalqadir as sufi tancap gas dalam
mendalami Islam. Di Meknes itulah beliau belajar pada tarqidah Qadiriyya
Shadziliyya Habibiyya, di bawah Mursyid Shaykh Muhammad Ibn Al Habib. Bisa
dibilang, Abdalqadir as sufi menjadi salah seorang murid kesayangan sang Mursyid.
Karena beliau jamak mengambil pelajaran dengan kantong yang tak bolong. Pesan
pengajaran dari gurunya, masuk dalam laku kehidupannya.

Suatu ketika, Abdalqadir as sufi melakukan safar ke Libya. Di sana dia menemui
seorang Mursyid tariqah Dharqawiyya Alawiyya, Shaykh Al Fayturi Hamuda dari
Bengazhi, Libya. Saat itulah Shaykh Al Fayturi membawa Abdalqadir as sufi ke dalam
khalwat. Selepas itu, beliau berkata padanya, �Sekarang tiada tangan di atas
tanganmu.� Dan Abdalqadir as sufi pun mendapatkan idzhin �Shaykh� dari Shaykh Al
Fayturi Hamuda tersebut.

Dari Shaykh Al Fayturi itulah, beliau mentitahkan kepada Shaykh Abdalqadir as sufi
tentang bergabungnya dua cabang tariqah, Dharqawiyya Habibiyya dan Dharqawiyya
Alawiyya menjadi satu. Di tangan Shaykh Abdalqadir as sufi, maka namanya kembali
menjadi �Qadiriyya Shadziliyya Dharqawiyya.�

Sebelumnya, Shaykh Muhammad ibn Al Habib memberi �suluk� agar Shaykh Abdaqadir as
sufi kembali ke Eropa. Ke kampung asalnya sembari menebarkan Islam. Sebagai murid,
memang mulanya Shaykh Abdalqadir as sufi sangat berat �meninggalkan� gurunya. Tapi
Sang Mursyid itu berkata, �Jika engkau kembali ke Eropa, maka engkau akan
melihatnya,� katanya. Pesan inilah yang diikuti Shaykh Abdalqadir as sufi.

Dia pun mulai melakukan dakwah ke bangsa-bangsa barat. Kisaran tahun 1975-an,
Shaykh Abdalqadir as sufi menetap sementara di Spanyol. Disitulah beliau
menginisiasi berdirinya Masjid Jami� di Granada, Spanyol. Di wilayah itu, sejak
reconquesta (pembalasan dendam), abad 14 lalu, Masjid dianggap hal yang asing. Masa
reconquesta itulah muslimin Andalusia dipaksa keluar Granada atau boleh menetap
dengan syarat memeluk agama Nasrani. Maka, muslimin asli Spanyol pun berupaya
menghadirkan lagi sebuah Masjid besar.

Shaykh Abdalqadir as sufi, menunjuk sebidang tanah persis di seberang Istana Al


Hambra, untuk berdirinya masjid itu. Tapi itu tak mudah. Pertentangan hebat datang
dari Gereja Katolik dan kaum sosialis Spanyol. Alhasil untuk mendapatkan ijin dari
pemerintah Spanyol, diperlukan masa 25 tahun. Tapi perjuangan kemudian berbuah. Le
Mezquita de mayor de Granada kemudian berdiri di perkampungan Al Baycyn, Granada,
Spanyol. Inilah buah dakwah Shaykh Abdalqadir as sufi di negeri Catalan itu.

Ketika di Inggris, beliau juga berdakwah kencang. Di sana kemudian berdiri Masjid
di Norwich City, Inggris. Masjid yang menjadi sentral kegiatan muslimin di kota
itu. Suatu ketika di Hotel Hyde Park, London, seorang pemimpin �wahabbi� dari Arab,
yang juga Menteri Urusan Islam, Saudi Arabia, Shaykh Abdullah Ahl al Mahmud, di
hadapan ratusan sarjana Islam barat, �Shaykh Abdalqadir adalah pemimpin semua umat
Islam Eropa. Tapi beliau haruslah dipastikan mempunyai aqidah yang betul,� ujarnya.

Tapi kemudian Shaykh Abdalqadir as sufi menjawab hal itu. Dia mengatakan agar kaum
muslimin kembali mengikut pada Mahdhah Amal Ahlul Madinah. Ini pengajaran tiga
generasi awal Islam, yang merupakan induk dari semua mahdhab. Itulah generasi
salafuh shalih, tapi bukan versi wahabbi. Pengajaran inilah yang kembali
diluncurkan Shaykh Abdalqadir as sufi. Beliau merekomendasikan tiga kitab, Al
Muwatta-nya Imam Malik, As Shifa-nya Qadi Iyad dan tafsir Jalalain untuk bekal
dalam mempelajari Islam.

Dari situlah Shaykh Abdalqadir as sufi memberikan pengajaran agar muslimin kembali
pada Tauhid yang benar. �Karena hampir satu abad belakangan, muslimin diberikan
Tauhid yang mengerikan,� ujarnya. Tauhid versi Wahabbi dan modernis yang kini jamak
merambah kaum muslimin. Alhasil muslimin kehilangan Dinul Islam. Karena berubahnya
Tauhid, berubahnya syariat Islam. Di tambah kini dominasi besar berasar dari barat,
yang menggunakan filsafat untuk membuat �Tauhid� baru.

Ateisme. Filsafat ini yang melahirkan modernitas dan posmodernisme, yang berujung
pada nihilisme. Inilah berbuah pada kapitalisme, yang menurut Shaykh Abdalqadir as
sufi sebagai sebuah penyakit �psikosis.� Dalam kemusyrikan yang melanda itulah
kemudian muncul riba, zina, judi, dan segala penyakit lainnya yang dilegalkan
secara hukum rasio manusia. Inilah wajah peradaban manusia kini.

Shaykh Abdalqadir as sufi pun memberikah lagi pengajaran tassawuf yang mumpuni di
era modernitas kini. Tassawuf, yang merupakan antitesa dari filsafat, memberikan
jalan keluar dari penyakit itu semua.

Kurun waktu hidupnya, beliau banyak menuliskan buku-buku bermutu. Beliau


menggunakan dua nama dalam penulisan bukunya Ian Dallas dan Shaykh Abdalqadir as
sufi. Dalam kitabnya yang menggunakan nama �Shaykh Abdalqadir as sufi�, beliau
mengutarakan tentang penyakit jaman yang melanda kaum muslimin, dan kembalinya
kepada model tradisionalis Islam. Model yang membuat kejayaan Islam. Karena
modernitas ini telah membawa muslimin pada �lubang biyawak�.

Dalam bukunya yang menggunakan nama �Ian Dallas�, beliau membawa kepada kaum Eropa
agar kembali pada era klasik, era fitrah. Membedah bagaimana suasana Eropa yang
berada dalam kehidupan fitrah, sebelum dilanda modernisasi. Mulai dari Romawi
klasik, Eropa klasik hingga rusaknya barat oleh modernitas. Dari buku-bukunya, bisa
dilihat bagaimana upaya Shaykh Abdalqadir as sufi membawa umat manusia kembali pada
Tauhidullah, dengan tassawuf sebagai elemen utama.

Dari situlah beliau mendedah habis, wajah peradaban kini, penyakitnya hingga jalan
keluarnya. Master piece bukunya, keluar tahun 2005 dengan judul �The Entire City.�
Buku yang melebihi kaliber �Politeia�-nya Aristoteles, �Republik�nya Plato, �Al
Madhinatul Fadhillah�-nya Al Farabi, sampai �Il Principe�-nya Machiavelli, bahkan
�Leviathan�-nya Thomas Hobbes. Karena buku �The Entire City� berisikan pembedahan
jaman kini, periodesasi wajah peradaban sejak era Romawi hingga masa kini, dan
jalan keluar menuju peradaban baru. Buku yang ditulis dari sosok Mursyid yang
mumpuni dalam membaca wajah peradaban jaman.

Tapi sebagai sufi, memang Shaykh Abdalqadir as sufi tak pernah berhenti. Beliau
terus berdakwah tanpa henti. Selepas telah mengembangkan Islam di Eropa, beliau
memasuki Afrika Selatan, yang merupakan negeri �common wealth� di bawah imperium
Inggris. Di sana, kehadirannya sempat di tentang oleh rezim apartheid awal. Tapi
Shaykh Abdalqadir as sufi tak menyerah. Dakwahnya tetap berlangsung. Dan ratusan
muslimin berbondong-bondong menjadi muridnya di Cape Town, Afrika Selatan. Dan
menyebar hingga Johannesburg, Soweto, Pretoria hingga belantara Afrika lainnya.

Di Cape Town itulah beliau menjadi pendiri berdirinya Masjid Jamik Cape Town, yang
berada di pusat kota. Berada di Jalan Long Street, Cape Town, tak jauh dari bar-
bar, diskotik di kota itu. Masjid Jamik Cape Town inilah menjadi sentral dzikir
tahunan murid-murid Shaykh Abdalqadir as sufi dari berbagai belahan dunia saban
tahun. Itu yang dikenal dengan nama �Moussem.�
Sejumlah murid Shaykh Abdalqadir as sufi juga meneruskan upaya dakwahnya. Shaykh
Nafia Perez dari Spanyol, berhasil berdakwa ke Mexico, di wilayah Chiapaz. Di sana
berdiri suatu kampung muslim, dari kalangan kaum Mexico asli. Kini beliau juga
merambah ke Kuba dan wilayah Amerika Selatan lainnya. Shaykh Abdalhaqq Bewley dan
istrinya, Aisha Bewley menjadi ulama besar di Inggris dan makin menebarkan Islam di
tanah Inggris. Dalam waktu tak berapa lama lagi, Islam akan menjadi agama nomor
satu di negeri Inggris. �Negara yang paling lama memusuhi Islam,� kata Shaykh
Abdalqadir as sufi.

Kemudian Shaykh Umar Ibrahim Vadillo, faqih nomor wahid yang dimiliki muslimin kini
dalam bidang muamalat, berhasil mengadirkan kembali alat tukar Dinar emas dan
Dirham perak di abad kini. Yang tujuan awalnya demi mengembalikan rukun Zakat, yang
telah dirusak oleh kalangan modernis Islam. �Dari Zakat-lah Islam akan kembali,�
demikian Shaykh Abdalqadir as sufi mengajarkan.

Namun, tahun 2014, Shaykh Abdalqadir as sufi mengeluarkan statement dirinya


�dissacociate� pada gerakan dinar emas dan dirham perak. Karena terkesan gerakan
dinar dirham malah menjadi tujuan utama. Bukan merestorasi rukun Zakat, sebagaimana
diajarkan dan diprogram olehnya sejak awal.

Di kalangan pejabat dunia, nama Shaykh Abdalqadir as sufi memang tak terdengar
asing. Raja Hasan II dari Maroko, sebelum meninggal sempat beberapa kali
menemuinya. Karena Shaykh Abdalqadir as sufi menyarankan agar beliau kembali
melakukan penarikan Zakat dengan dinar emas dan dirham perak. Mahathir Muhammad,
mantan Perdana Menteri Malaysia, merupakan sosok yang mahfum dengan beliau.
Presiden Turki, Erdogan, juga acapkali bertemu dengan Shaykh Abdalqadir as sufi.
Sejumlah pemimpin negeri-negeri muslim dunia, tampak sangat antusias bertemu dengan
beliau.

Sejumlah degelasi dari Bosnia, Uighur China, Albania, Algeria, Chechnya, Kelantan
Malaysia dan lainnya, juga berbondong-bondong sempat menemui Shaykh Abdalqadir as
sufi.

Ahad, 1 Agustus 2021 lalu, beliau meninggal dunia. Wafat di kediamannya di Dallas
House, Cape Town, Afrika Selatan. Beliau dikebumikan di halaman belakang Masjid
Jumu�a Mosque, yang didirikannya di Cape Town, Afrika Selatan.

Kini murid-murid beliau tersebar di berbagai negara. Mulai dari Inggris, Spanyol,
Swiss, Skotlandia, Amerika Serikat, Perancis, Afrika Selatan, Botswana, Maroko,
Indonesia, Malaysia, dan lainnya.

Sewaktu dulu, beliau telah dipesankan oleh Mursyidnya, �Jika engkau kembali ke
Eropa, maka engkau akan melihatnya.� Dan memang kemudian Shaykh Abdalqadir telah
menjadi Mursyid kalangan dunia. Beliau rela kembali ke Eropa, dan berdakwah
mengajarkan tassawuf di sana dan kembalinya Dinul Islam.

Semoga Allah Subhanahuwataala memberikan keberkahan bagi alam kuburnya. Semoga


Arwahnya mendapatkan cucuran rahmat dari Allah Subhanahuwataala. Amin.

Oleh Irawan Santoso Shiddiq

Anda mungkin juga menyukai