Salah seorang ulama yang pernah dimiliki oleh masyarakat Tapanuli adalah Syekh Sulaiman Al-
Kkalidi lahir pada tahun 1841 di desa Huta Pungkut, Kotanupan Tapanuli Selatan. Ayahnya
bernama Japagar. Sejak kecil beliau telah diajari ilmu silat oleh ayahnya. Ketika ayahnya
meninggal dunia, timbullah minatnya yang besar untuk mempelajari agama. Maka pada tahun
1863 Sulaiman berangkat ke Sumatera Timur berguru kepada Syekh Abdul Wahab.
Merasa diri masih sangat dangkal ilmu agama, kemudian beliau melanjutkan pencarian mutiara
ilmu hingga ke negeri Haramain. Tepatnya Pada tahun 1868,beliau pergi menunaikan ibadah
haji ke Makkah dan menetap di sana selama empat tahun dan di sana pula ia berguru kepada
ulama besar Tarekat Naqsyabandiyah, yaitu pada Syekh Sulaiman Zuhdi. Kemudaian ia kembali
ke Tanah Air dan menjadi guru Tarekat Naqsyabandiyah. Untuk keperluan tersebut ia
membangun sebuah mesjid dan rumah besar yang dipergunakan sebagai tempat berkhalwat
murid-muridnya.
Setelah beberapa tahun lamanya tinggal di tanah air. Akhirnya beliau ketika itu tahun 1880, Syekh
Sulaiman kembali ke tanah Suci dengan membawa serta keluaraganya dan berguru kembali kepada
Syekh Sulaiman zuhdi. Kemudian ia kembali ke kampung halamannya ke HutaPungkut. Namanya
bertambah Harum,yang dikenal dengan ulama yang teguh pendirian dan banyak pengikutnya.
Pengikut atau murid-muridnya itulah yang ikut mengembangkan ajaran Tarekat Naqsyabandiyah.
Syekh Sulaiman Al-Khalidy wafat pada Tanggal 12 Oktober 1971 (3 Muharram 1336) dalam usia 75
tahun
Syekh Sulaiman al Kholidy hidup sekitar tahun 1842-1917, Lahir di Hutapungkut. Hutapungkut
merupakan sebuah desa yang terletak disebelah tengga kota Panyabungan dan dapat ditempuh
sekitar satu jam dan desa ini juga merupakan kampong kelahiran dari Jenderal besar Abdul Haris
Nasution yang terkenal dengan panggilan Pak Nas.
Nama kecilnya Sulaiman, oleh gurunya kemudian kelak namanya menjadi Syekh Sulaiman al
Kholidy. Ayahandanya bernama Japagar seorang pendekar yang sangat disegani, sebagai seorang
anak pendekar Syekh Sulaiman al Kholidy pun mempunyai keahlian yang cakap dalam hal bela diri.
Suatu ketika mereka pindah ke Sipirok, ketika remaja ia senang belajar agama dan pada tahun 1863
ia pergi berguru ke Sumatera timur kepada Tuan guru Abdul Wahab Rokan atau terkenal juga
dengan sebuatan Tuan guru Basilam
Setelah beberapa tahun berguru pada Tuan Syekh disini, pada tahun 1868. Oleh gurunya
Syekh Abdul Wahab Rokan menyuruhnya untuk menunaikan badah haji ketanah suci Mekkah dan
sambil menuntut ilmu tentang tariqat Naqsabady di Jabal Qubeis kepada Syekh Sulaiman Zuhdi
(Silsilah 33 dari tariqot Naqsabady) dan Syekh sinilah yang menabalkan namanya menjadi Syekh
Sulaiman al Kholidy..
Dalam pergaulannya degan gurunya ini, Syekh Sulaiman al Kholidy diberi beberapa buku seperti
“Shahifah Ash Shifa dan beberapa buku lainnya terutama tentang pedoman dan bimbingan tasawuf.
Sampai sekarang buku-buku tersebut masih tersimpan dirumahnya di Hutapungkut, ketika itu
dipegang oleh cucunya yang bernama Syekh H. sulaiman. Setelah sekian lama menuntut ilmu di Kota
Mekkah, Syekh Sulaiman al Kholidy pun kembali ketanah air dan menetap dikampung halamannya di
desa Hutapungkut.
Dikampungnya ini, beliau membangun komplek yang terdiri dari rumah dan Mesjid yang berfungsi
sebagai tempat pengamalan tareqat Naqsabandy.
Dalam membangun komplek ini, Syekh Sulaiman al Kholidy memanfaatkan kayu-kayu bulat besar
yang diambil dari hutan sekitar sebagai tiang dan pondasi rumah yang masih berdiri dan kokoh
sampai sekarang disekitar perumahan warga. Dalam pembangunan ini, para pekerja atau tukang
yang membangun rumah ini tidak ada mengalami kesulitan terutama dalam mengangkut kayu-kayu
besar yang sangat berat dserta membawanya sambil menuruni lereng perbukitan. Begitu juga ketika
melewati lorong atau gang kecil diantara rumah-rumah warga yang sangat sempit.
Benda-benda lainnya sebagai benda peninggalan beliau masih banyak tersimpan, begitu juga
dengan bendi yang menjadi satu-satunya sebagai alat trasportasi pada saat itu juga masih dapat kita
jumpai. Konon bendi inilah yang dipergunakan Syekh Sulaiman al Kholidy ketika pulang dari Desa
Pakantan ketika ia dihadang oleh Buyung darek dan sahabatnya (Diceritakan pada hal cerita guru)
terdapat dan tersimpan dikomplek ini.
Pada masa itu, Dikampung yang sama juga terdapat seorang Syekh yang bernama Syekh Abdul
Hamid (1865-1928) dan beliau ini adalah merupakan guru dar Syekh Musthofa Husein Purbabaru.
Syekh ini sangat menentang keras tentang pengajaran ilmu tariqot. Namun sebagai sama-sama
ulama besar keduanya tidak pernah berselisih tentang pendapat dan ajaran masing-masing.
Keduanya hidup rukun berdampingan padahal jarak kedua rumah mereka sekitar satu kilometer.
Syekh Sulaiman al Kholidy tinggal didesa Hutapungkut tonga dan Syekh Abdul Hamid tinggal di
Hutapungkut julu.
Dikampung halaman dan sekitarnya ini, iapun mengajarkan ilmu tariqot Naqsabandy dan beberapa
muridnya antara lain ialah :
Begitu juga dengan murid-murid beliau ini, diarahkannya untuk pergi menunakan ibadah haji
ketanah suci Mekkah dan sekembalinya dari melaksanakan ibadah haji. Merekapun diarahkan juga
menjadi guru yang mengembangkan tariqot Naqsabady didaerah masing-masing dan dikemudian
hari lahirlah Guru-guru atau Syekh yang mengajarkan tariqou Naqsabandy di daerah Madina ini
seperti disebutkan beberapa diantaranya diatas.
Pada tanggal 3 Muharram 1336 H atau bertepatan pada tanggal 12 Oktober 1917, Syekh yang
sangat dicintai oleh masyarakat ini dipanggil Yang Maha dan waktu itu bertepatan umur beliau telah
mencapai 75 tahun.
Semoga Ilahi Rabbi melimpahi cuarhan rahmat dan taufiq kepada Syekh Sulaiman holidy ini,
Amin.
Cermin