Anda di halaman 1dari 2

Nama : Winda Ariana

Kelas : XII IPA 3

Riwayat Singkat Syekh Abdul Muhyi Pamijahan

Syekh Abdul Muhyi Pamijahan diyakini sebagai waliyullah dan dihormati masyarakat
pesantren. la merupakan mata rantai dan pembawa tarekat Syathariyah yang pertama ke pulau
Jawa. Lebih dikenal dengari nama Haji Karang, karena pernah uzIah dan khalwat di Gua Karang.
Di pintu gerbang makamnya yang terle tak di Pamijahan Tasikmalaya, tertera tulisan Sayyiduna
Syaikh al-Hajj Waliyullah Radhiyullahu.
Abdul Muhyi dilahirkan tahun 1650 di Mataram. Mataram di sini ada yang menyebut di
Lombok, tetapi ada juga yang menyebut Kerajaan Mataram Islam. Ayahnya bernama Sembah
Lebe Wartakusumah, bangsawan Sunda keturunan Raja Galuh Pajajaran yang saat itu bagian
dari Kerajaan Mataram Jawa. lbunya bernama Raden Ajeng Tangan Ziah, keturunan bangsawan
Mataram yang berjalur sampai ke Syaikh Ainui Yaqin (Sunan Giri l).
Kefika masih anak-anak, Abdul Muhyi telah belajar di Ampel Denta untuk mendaras
berbagai disiplin keilmuan pesantren. Pada tahun 1669 M, di usia 19 tahun, Abdul Muhyi
merantau hendak menuiu ke Mekah, tetapi singgah di Aceh. Di Aceh Abdul Muhyi ternyata
bertemu dan belajar kepada Tengku Syiah Kuala atau Syaikh Abdur Ra’uf as-Singkili. Berbagai
disiplin keilmuan dipelajari Abdul Muhyi di Kota Aceh ini, termasuk tarekat Syathariyah dari
jalur Syaikh Abdur Ra’uf. Sebagai guru besar Syathariyah, Syaikh Abdur Ra'uf ini berusaha
mendamaikan wujudiyah dari lbnu Arabi dengan tasawuf lain yang berkembang di kalangan
masyarakat Islam.
Setelah beberapa tahun di Aceh, Abdul Muhyi oleh gurunya diajak berkunjung ke makam
seorang yang dikenal masyarakat sebagai Wali Quthb, Syaikh Abdul Qadir Jilani di lrak.
Perjalanan diteruskan ke Mekah dan Madinah untuk menunaikan haji. Abdul Muhyi kemudian
belajar di Makkah, tidak langsung pulang. Di Mekah Abdul Muhyi bertemu Syaikh Yusuf al-
Maqassari, dan diduga kuat Abdul Muhyi belajar juga kepada Ahmad al-Qusyasyi, Ibrahim
Kurani, dan Hasan al-Ajami,yaitu guru-guru dari AbdurRa'uf as-Singkili sendiri.
Abdul Muhyi kembali dari Mekah menuju Ampel Denta pada tahun 1678 setelah
mendapatkan ijazah untuk men jadi mursyid tarekat Syathariyah dari gurunya. Sekembalinya
dari Ampel Denta, sang ayah menikahkannya dengan putri bernama Ayu Bekta. Setelah
menikah, bersama orang tuanya, Abdul Muhyi pindah ke Jawa barat untuk menyebarkan Islam,
dan berusaha mencari sebuah gua yang ditunjukkan oleh gurunya, Syaikh Abdur Ra'uf as-
Singkili.
Awalnya Abdul Muhyi dan keluarga menetap di Desa Darma Kuningan selama 8 tahun
(1678-1685) atas permintaan masyarakat. Karena belum menemukan tujuan yang hendak dicari,
sambil melakukan dakwah, Abdul Muhyi menuju ke Garut Selatan dan diminta masyarakat
untuk tinggal di Pameungpeuk, Garut. Perjalanan diteruskan ke Lebaksiuh di dekat Batuwarigi.
Di berbagai tempat tinggal ini Abdul Muhyi terus menyebarkan Islam secara santun dengan
sentuhan hati sebagai seorang sufi. Di Lebaksiuh inilah Abdul Muhyi menemukan gua yang
dikeramatkan dan wingit.
Gua ini dinamakan Pamijahan, karena tempat berkembang biaknya banyak ikan. Gua
Pamijahan ini berbatu karang dan penuh dengan hutan lebat, dan karenanya sering disebut juga
sebagai Gua Karang. Sejak saat itu, meski kadang-kadang masih tinggal di Lebaksiuh, Abdul
Muhyi lebih dikenal sebagai Haji Karang. Gua ini menjadi tempat ’uzlah dan khalwat-nya, akan
tetapi di tempat tinggalnya yang terakhir, ia membangun perkampungan baru bersama para
pengikutnya di sebelah barat Kampung Ojong, dan dikenal dengan sebutan Safar Wadi. Di
tempat ini dia membangun masjid dan padepokan sebagai pusat penyebaran lslam dan tarekat
Syathariyah.
Sebagai guru Rohani, Abdul Muhyi dihormati masyarakat dan Keraton Mataram. Desanya
diakui sebagai desa perdikan, yang artinya berhak mengurus urusannya sendiri secara mandiri,
meskipun ada di wilayah Mataram. Meski memiliki hubungan dengan Mataram, hubungan
dengan Keraton Cirebon dan Banten juga dibangun, termasuk setuju sebagian anak-anaknya
menikah dengan para bangsawan dari Cirebon. Hubungan dekat juga terjadi dengan Kesultanan
Banten, termasuk dengan guru Rohani di Banten, yaitu Syaikh Yusuf Tajul khalwaiti al-
Maqassari, yang merupakan temannya ketika di Mekah. Ketika Syaikh Yusuf bergerilya di
hutan-hutan melawan Belanda akibat keberhasilan Belanda memecah Keraton Banten, Syaikh
Yusuf bersembunyi di tempat Syaikh Abdul Muhyi.
Di samping sebagai pendidik, mujahid dalam menyebarkan Islam, seorang yang dikenal
memiliki kemampuan linuwih, Syekh Abdul Muhyi juga seorang penulis. Dia menulis kitab
dalam disiplin tarekat Syathariyah.
Tokoh ini meninggal pada 1730 M atau 1151 H dalam usia 80 tahun. Dia dimakamkan di
Pamijahan, yaitu di Bantar Kalong, Tasikmalaya bagian selatan, Makamnya hingga saat ini
menjadi makam yang sering diziarahi oleh masyarakat NU dan masyarakat Islam pada
umumnya.

Sumber : https://jabar.nu.or.id/tokoh/riwayat-singkat-syekh-abdul-muhyi-pamijahan-8qH6q

Anda mungkin juga menyukai