Indonesia
iqra.id
MENU
Desa Pamijahan di Tasikmalaya merupakan salah satu situs sejarah Islam terbesar di Jawa Barat. Para
pengunjung dari berbagai daerah ramai mengunjungi tempat ini, baik untuk berziarah ke makam Syekh
Abdul Muhyi maupun berwisata religi khususnya di hari–hari besar Islam seperti Ramadhan dan Maulid.
Daya tariknya cukup menggiurkan, sebab selain terdapat makam para wali, Pamijahan juga sarat akan
nilai sejarah penyebaran Islam khusus di tanah Sunda, Jawa Barat.
Mengenai asal usulnya, ada rumor mengatakan bahwa Pamijahan diartikan sebagai ‘pemujaan’. Hal ini
ditampik tegas oleh Abdullah penyusun buku Sejarah Perjuangan Syekh Haji Abdul Muhyi. Menurutnya
Pamijahan bukan berarti pemujaan, tapi tempat ikan bertelur.
Sebagaimana kata mijah dalam bahasa setempat berati ikan yang akan bertelur atau banyak bergerak
tidak bisa diam. Disebut demikian, sebab banyak hilir mudik warga yang berziarah ke makam Syekh
Abdul Muhyi dalam rentang waktu yang berbeda-beda.
Pamijahan sendiri adalah sebuah desa yang terdiri dari enam kampung, yaitu Parumpung, Pamijahan,
Panyalahan, Koranji, Pandawa dan Cicandra. Di desa-desa tersebut tersebar berbagai makam tokoh-
tokoh besar. Misalnya makam Syekh Abdul Muhyi, makam Khatib Muwahid, makam Syekh Abdul Qohar,
makam Sembah Dalem Yudanegara dan lain-lain.
Silsilah Syekh Abdul Muhyi Pamijahan
Pamijahan mulai ramai diziarahi pengunjung setelah dimakamkannya tokoh ulama karismatik dan
berpengaruh dalam penyebaran Islam di Tasikmalaya dan pengembangannya di Jawa barat. Beliau
bernama Syekh Haji Abdul Muhyi. Berdasarkan catatan R. Abdullah, silsilah beliau masih keturunan
Rasulullah generasi ke-25.
Syekh Abdul Muhyi lahir di Mataram pada tahun 1650 M. Namun, beliau tumbuh berkembang di Gresik.
Beliau memulai pengembaraan intelektualnya dengan belajar ilmu agama Islam di Gresik dan Ampel.
Kemudian di usia 19 tahun Abdul Muhyi muda merantau ke Kuala Aceh selama 8 tahun.
Di sana Abdul Muhyi berguru kepada Syekh Abdul Ra’uf as-Sinkili, seorang ulama besar yang pernah
menuntut ilmu di sejumlah negara Arab seperti Dhoha, Yaman, Jeddah, Makkah dan Madinah. Termasuk
juga merupakan pembawa pertama Tarikat Syattariyah ke bumi Nusantara (Damanhuri : ‘Umdah al-
Muhtajan: Rujukan Tarekat Syattariyah Nusantara).
Baca juga : Maulay Syeikh Abdissalam, Wali Qutub Maroko yang Berpuasa Sejak Bayi
Pada usia 27 tahun Syekh Abdul Muhyi dan teman-temannya melakukan rihlah ilmiah ke Baghdad Irak
dipandu gurunya, Syekh Abdul Rauf. Di sana lah beliau dapat berziarah ke makam Syekh Abdul Qadir
Jailani. Setelah itu, rombongan melanjutkan perjalanan ke Makkah untuk berhaji.
Saat mereka berada di Makkah, ada suatu kejadian mistis. Sang guru mendapat ilham bahwa diantara
muridnya akan ada yang mendapat kelebihan. Jika tanda ini muncul pada muridnya, maka murid
tersebut harus pulang dan mencari gua di pulau Jawa bagian barat dan tinggal di sana.
Saat mereka berkumpul di Masjidil Haram, tiba-tiba cahaya menyongsong menuju wajah Syekh Abdul
Muhyi. Sang guru meyakini kejadian tersebut adalah pertanda kewalian sesuai petunjuk dari ilham yang
ia peroleh.
Setalah pulang ke Gresik, Syekh Abdul Muhyi mempersiapkan segala sesuatunya untuk memulai tugas
pencarian gua termasuk meminta restu orang tua. Lokasi awal yang akan dia tuju adalah Darma
Kuningan Cirebon. Di sana beliau menghabiskan waktu selama tujuh tahun.
Perjalanan berikutnya, menuju daerah Pameungpeuk Garut Selatan selama dua tahun lalu ke Batuwangi.
Kemudian pergi ke Lebaksiuh selama empat tahun. Sebagai seorang alim ulama, setiap tempat yang
beliau kunjungi tak lepas dari syiar menyebarkan agama Allah.
Hal ini terlihat, dari respon masyarakat di setiap daerah yang begitu menyukai laku lampah beliau.
Mereka pun memintanya agar tidak pergi dan tetap tinggal di kampung mereka agar bisa mengajari
mereka akidah dan syariat Islam. Petualangan beliau dari kampung ke kempung ini telah berdampak
pada berkembangnya Islam khususnya di Tasikmalaya dan Jawa Barat.
Baca juga : Kisah Abu Bakr Al Farghani Adu Kuat Lapar Melawan Rahib
Kembali ke topik pencarian gua. Sesampainya di Lebaksiuh ada sebuah lembah bernama Mujarrad. Di
sana akhirnya beliau menemukan goa yang selama ini beliau cari. Ternyata goa tersebut adalah tempat
Syekh Abdul Qadir Jailani menerima ijazah dari gurunya Imam Sanusi.
Nama Mujarrad sendiri diambil dari bahasa Arab yang salah satu artinya adalah tempat penenangan.
Bergeser ke sebelah timur terdapat kampung bernama Safarwadi. Kata Safarwadi terdiri dari dua kosa
kata. Safar berarti berjalan, dan Wadi berarti lembah atau jurang.
Sehingga jika diterjemahkan Safarwadi berarti berjalan di atas lembah atau jurang. Sebagaimana
kampung tersebut mulanya berada di sebuah lembah. Nah seiring berjalannya, waktu kawasan berubah
nama menjadi kampung Pamijahan.
Perjalanan panjang Syekh Abdul Muhyi untuk menyelesaikan titah dari gurunya untuk mencari goa ini
bersumber dari buku Sejarah Perjuangan Syekh Haji Abdul Muhyi yang disusun oleh R. Abdullah Apap
terbit tahun 1997.
Selain perjalan panjangnya melintasi ruang dan waktu, hal unik yang rasanya perlu diulik adalah tata
cara Syekh Abdul Muhyi Pamijahan sebagai wali dalam berdakwah ajaran Islam. Dalam sebuah jurnal
bertajuk ‘Metode Dakwah Syekh Abdul Muhyi’ karya Muhammad Wildan Yahya dkk, beliau setidaknya
menerapkan dua cara berdakwah.
Pertama, bil-lisan (dengan lisan). Dakwah ini dengan cara ceramah, diskusi, talqin, bimbingan dzikir,
bandongan mengupas kitab Tarekat Syattariyah dan sorogan atau pengecekan kemampuan murid dalam
menguasai ilmu.
Kedua, bil-hal (dengan perbuatan). Dakwah ini dengan cara keteladanan akhlak mulia, dakwah praktis
seperti membimbing masyarakat agar memancing dan bercocok tanam yang produktif, pernikahan,
menyingkirkan perdukunan. Cara ini ia lakukan melalui pertarungan spiritual dan menjalin komunikasi
politik dengan penguasa setempat.
Baca juga : Kiai Muslih Mranggen dan Dzikir “As-Syaikh Abdul Qodir Waliyullah”
Sumber lainnya menyebutkan, beliau memiliki lagam suara yang indah. Sehingga setiap kali membaca
Al-Qur’an, warga tertarik untuk mempelajarinya.
Namun, warga tidak serta merta boleh memegang, membawa atau membawa Al Qur’an. Beliau
memberikan syarat yang harus mereka penuhi yakni dengan membaca dua kalimat syahadat kemudian
berwudhu dan terus meningkat.
Beliau pun menjelaskan tentang keutamaan Al Qur’an. Bahwa Al Qur’an dapat menenangkan jiwa,
mempermudah yang sulit menjadi mudah, dan dekat dengan Tuhan alam semesta yakni Allah Swt.
Dakwah yang beliau bawa sangatlah relevan dengan budaya warga sekitar. Kemudian dilakukan secara
perlahan dan bertahap, tidak keras, intoleran apalagi penuh kemurkaan. Dengan cara seperti itu,
dakwah beliau mudah diterima masyarakat.
Ini mengingatkan kita pada dakwah Nabi Muhammad Saw. Syekh Abdul Muhyi Pamijahan adalah figur
yang sangat lembuh, berhati mulia, menjunjung tinggi kejujuran, keadilan serta peduli terhadap
masyarakat. Saat dilempar kotoran unta, bukannya marah beliau justru memafkannya. Saat dicaci maki,
beliau malah berdoa kepada Allah agar mereka diampuni karena ketidaktahuan mereka.
Keindahan perangai Rasul tidak hanya diakui oleh para sahabat namun diakui juga oleh para musuh
beliau. Bahkan tidak jarang dari mereka yang awalnya membenci beliau justru masuk Islam setelah
hatinya tersentuh oleh akhlak mulia Rasulullah Saw.
Artikel Terkait:
Karomah Mbah Bolong, Santri Sunan Ampel yang Berangkat Haji Melalui Kuburan
Abdul Lathief
Alumnus Universitas Ez-Zitouna Tunisia Jurusan Sejarah Peradaban Islam dan penyukai sejarah dan isu-
isu keagamaan
Related posts
1.
2.
3.
VIEW MORE
Tinggalkan Balasan
ALAMAT EMAIL ANDA TIDAK AKAN DIPUBLIKASIKAN. RUAS YANG WAJIB DITANDAI *
COMMENT
Your Comment
NAME*
Your name *
EMAIL*
Email *
Cari …
Terpopuler
Qiroah
Hukum Nilai Barang yang Digadaikan, Harus Lebih Murah atau Mahal daripada Jumlah Hutang?
Hukum Nilai Barang yang Digadaikan, Harus Lebih Murah atau Mahal daripada Jumlah Hutang?
Gus Baha Jelaskan Ajaran ‘Manunggaling Kawula Gusti’ Syekh Siti Jenar
Gus Baha Jelaskan Ajaran ‘Manunggaling Kawula Gusti’ Syekh Siti Jenar
Kolom
Humor
Humor Gus Baha: Jawaban Abu Nawas saat Ditanya ‘Allah di Mana dan Sekarang Sedang Apa?’
Humor Gus Baha: Jawaban Abu Nawas saat Ditanya ‘Allah di Mana dan Sekarang Sedang Apa?’
Humor Gus Baha: Sungkan Kalau Nanti di Surga Bareng Mbah Moen
Humor Gus Baha: Sungkan Kalau Nanti di Surga Bareng Mbah Moen
Gus Baha dan Humor Orang Madura: Cara Mengukur Tiang Bendera
Gus Baha dan Humor Orang Madura: Cara Mengukur Tiang Bendera
Cerita Lucu Gus Baha Ketika Ditawari Poligami oleh Orang Madura
Cerita Lucu Gus Baha Ketika Ditawari Poligami oleh Orang Madura
Milenial
Menghadapi Quarter Life Crisis dengan Kiat Hidup Bahagia Ala Gus Baha
Perempuan
Memahami Hadis Laknat Malaikat atas Istri yang Menolak Ajakan Suami
Memahami Hadis Laknat Malaikat atas Istri yang Menolak Ajakan Suami
Keluarga
Sikap Gus Baha terhadap Anak Kecil yang Suka Ramai di Masjid
Sikap Gus Baha terhadap Anak Kecil yang Suka Ramai di Masjid
4 Pahala Istimewa bagi Istri yang Suka Rela Melayani Suaminya Tanpa Diminta
4 Pahala Istimewa bagi Istri yang Suka Rela Melayani Suaminya Tanpa Diminta
Sastra
Resensi
Reportase
Pesantren Al-Falak Pagentongan Bogor Jadi Tuan Rumah Muktamar Pemikiran Kiai-Nyai Muda
Pesantren Al-Falak Pagentongan Bogor Jadi Tuan Rumah Muktamar Pemikiran Kiai-Nyai Muda
Peringati Maulid Nabi dan Hari Santri, Pesantren Nurul Burhany 2 Mranggen Adakan Bincang Inspiratif
dengan Ning Balqis
Peringati Maulid Nabi dan Hari Santri, Pesantren Nurul Burhany 2 Mranggen Adakan Bincang Inspiratif
dengan Ning Balqis
Menteri Nadiem Makarim Dorong Dosen dan Mahasiswa Praktikkan Kampus Merdeka
Menteri Nadiem Makarim Dorong Dosen dan Mahasiswa Praktikkan Kampus Merdeka
[instagram-feed user="iqra.id_official"]
Tag
alquran Covid-19 doa Gus Baha gus dur Milenial Ngaji Gus Baha Terbaru Niat pendidikan Perempuan
Perempuan Ulama Pesantren Ramadhan resensi syariat teladan Ulama Wanita
iqra.id
Tentang Kami
Redaksi
Kontak
Kontributor
Kirim Artikel