Anda di halaman 1dari 4

"Saya tahu kalo kamu sakit, tapi jangan merasa sakit ya"

(Wasiat Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki Al-Hasani Al-Makki kepada KH. Bashori Alwi
Murtadlo)

Wasiat diatas disampaikan oleh Ulama Besar Masjidil Haram Sayyid Muhammad bin Alawi
Maliki Al-Hasani saat kunjungan beliau ke Kota Malang sekitar tahun 1981. Wasiat tersebut
dilontarkan karena melihat KH. Bashori yang saat itu ikut beristifadah kepada Al-Muhaddist ini
sedang terlihat sakit. Hal ini dikarenakan KH. Bashori Alwi yang dikenal sebagai Qori
Internasional ini telah puluhan tahun mengidap penyakit diabetes.

Sebelum kembali ke Makkah al-Mukarramah, Sayyid Muhammad mengajak putra KH. Bashori
yakni Gus Lutfi Bashori untuk ikut bersama beliau ke Tanah Haram untuk belajar disana. Maka
pada tahun 1983 setelah memperdalam bahasa Arab di Pondok Pesantren Darut Tauhid Malang
asuhan Sayyid Awwad Abdun, maka berangkatlah Gus Lutfi Bashori untuk belajar kepada
Sayyid Muhammad di Utaibiyyah, Makkah al-Mukarromah (sebelum kemudian berpindah ke
Rusaifah).

Seiring berjalannya waktu Gus Lutfi Bashori pulang ke tanah air dan ikut membantu
ayahandanya mengajar di Pesantren Ilmu Al-Qur'an (PIQ) yang didirikan pada 1 Mei 1978.
Selang beberapa tahun kemudian beliau merintis Ribath Murtadlo al-Islamiy di Jalan Tumapel
yang berada di seberang jalan pesantren PIQ. Sebagaimana ayahandanya di masa mudanya
beliau dikenal gigih mendakwahkan islam ala ahlussunnah wal jama'ah.

Setelah sekian lama berdakwah KH. Bashori Alwi yang telah berusia 96 tahun (hitungan hijriyah
atau 93 tahun masehi) masih tetap setia berkhidmat kepada ummat. Meski fisik yang sangat
sepuh ditambah lagi beberapa tahun ini beliau harus mengidap penyakit jantung, bahkan
dikisahkan pernah dalam suatu majelis ta'limnya beliau harus ambruk karena penyakit
dideritanya. Namun semangat juangnya dalam mengajarkan kalam Illahi tak pernah padam.

Spirit KH. Bashori Alwi yang termasuk pendiri Jamiyyatul Qurro' wal Huffadz (JQH) Nahdlatul
Ulama' yang masih hidup ini juga berkat doa yang dilantunkan oleh santri-santri PIQ sebelum
pengajian dimulai. Ayat as-Syifa adalah doa yang disenandungkan para santri setiap selesai
jama'ah sholat lima waktu untuk mendoakan sang guru. Doa yang yang diijazahkan langsung
oleh Sayyid Muhammadl bin Alawi al-Maliki al-Hasani.

َ‫َونُنَ ِّز ُل ِمنَ ْالقُرْ آ ِن َماهُ َو ِشفَا ٌء َو َرحْ َمةٌ لِ ْل ُم ْؤ ِمنِ ْين‬
_. َ‫ص ُدوْ َر قَوْ ٍم ُم ْؤ ِمنِ ْين‬ ُ ‫ف‬ ِ ‫َويَ ْش‬
-.‫َو ِشفَا ٌء لِ َما فِي الصُّ ُدوْ ِر‬
-.‫قُلْ هُ َو لِلَّ ِذ ْينَ آ َمنُوْ اهُدًى َو ِشفَاء‬
-.‫ت َوهُ َو يَ ْشفِي ِْن‬ ُ ْ‫َوإِ َذا َم ِرض‬
-.‫اس‬ َّ
ِ ‫فِ ْي ِه ِشفَا ٌء لِلن‬
“Dan Kami turunkan dengan berangsur-angsur dari Al-Qur’an ayat-ayat suci yang menjadi obat
penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Isra: 82)

“Dan Dia mengobati hati-hati orang-orang yang beriman.” (QS. At-Taubah: 14)

“Dan Al-Qur’an menjadi penawar bagi penyakit-penyakit batin yang ada di dalam dada-dada
kamu.” (QS. Yunus: 57)

Katakanlah (wahai Muhammad): bahwa Al-Qur’an itu menjadi cahaya petunjuk serta obat
penawar bagi orang-orang yang beriman.” (QS Fusshilat: 44)

“Dan apabila aku (Nabi Ibrahim as) sakit, maka Dialah yang menyembuhkan penyakitku.” (QS.
Asy-Syu`ara ayat 80)

“Yang mengandung obat penawar bagi manusia dari perbagai penyakit.” (QS. An-Nahl: 69)

Meski harus mengajar dengan susah payah. Terlihat dalam malam jumat kemarin, beliau harus
mengaji duduk di atas kursi roda. Di tengah pancaran lampu meja yang menyala. Kitab
Mukhtashor Ihya Ulumuddin karya Hujjatul Islam Imam Abu Hamid al-Ghazali pun harus
diperbesar ukuran kitabnya. Dengan penglihatan yang terbatas terlebih setelah menjalani operasi
mata, Qori Internasional yang telah mengharumkan Indonesia dari Timur Tengah sampai
Amerika Serikat ini menyimak kalam indah sang mujaddid.

Dengan kaki yang harus berbujur, Ulama asli Singosari ini mendengar bacaan para santri-
santernya membaca kalam-kalam Imam Ghazali yang diucapkan dalam bahasa arab untuk
kemudian diterjemahkan. Sesekali penulis Kitab Madarijul Durusul Arabiyah membenarkan
terjemahan para asatadz yang membacanya. Metode pembelajaran seperti sebenarnya
mengulang kisah indah saat KH. Bashori Alwi belajar kepada Almaghfurlahu KH. Abdullah bin
Nuh, Pakar Bahasa Arab Dunia ketika beliau berada di Kota Yogyakarta medio tahun 1948
sebelum terjadinya kecamuk Agresi Militer Belanda kedua.
(Selengkapnya tentang kisah KH. Abdullah bin Nuh dan muridnya KH. Bashori Alwi bisa
disimak di catatan kami https://m.facebook.com/story/graphql_permalink/?
graphql_id=UzpfSTEwMDAwMDcwOTMxMTQzMjoyNjgyOTU5MzYxNzM3Njgx)

Pada malam hari ini majelis ta'lim beliau dihadiri oleh tamu dari Johor Bahri Malaysia bernama
Nik Azan Sahril dan Aswin Syafi'i. Nama terakhir ini bahkan mulai tahun 2015 datang ke PIQ
untuk mengaji kepada KH. Bashori. Ada pandangan mengharukan dimana beliau harus "ngesot"
ketika dipanggil untuk memberikan sambutan di hadapan para santri PIQ yang kompak berjubah
dan berkopyah putih ini. Hal ini sebagai rasa takdzim kepada Sang Maha Guru ini.
Ketika KH. Bashori Alwi memanjatkan doa, tangis penulis pun pecah. Hati mengharu biru
melihat guru mulia kami melantunkan doa-doa yang begitu mendalam maknanya. Doa yang
begitu tulis dipancarkan dari ulama yang telah ditinggal berpulang ke Rahmatullah belahan
hatinya Almaghfurlaha Ibu Nyai Hj. Qomariyah binti Abdul Hamid pada 22 Desember 2017 ini
begitu merasuk dalam jiwa jika kita tahu apa makna dalam doa tersebut.

‫لكل شيئ زكاة وزكاة العلم التعليم‬


(Segala sesuatu ada zakatnya, zakatnya orang berilmu adalah mengajar).

Maqolah diatas telah menumbuhkan semangat yang mendarah daging dalam diri Kakek Gus
Abdullah Murtadlo ini. Dengan penuh kesetiaan dalam mengemban amanah KH. Dimyati Solo
untuk terus mengajar sepanjang hayat sebagai zakat dari seorang yang berilmu. Dari keikhlasan
mengajar sekarang ilmunya telah berhektar-hektar.

Hektaran ilmu sudah diprediksi semenjak lama oleh Waliyullah KH. Abdul Hamid Pasuruan saat
KH. Bashori Alwi ke kediaman KH. Hamid di Pondok Pesantren Salatiga, Pasuruan dengan
perkataan
"Berapa hektar pondokmu?" Tanya KH. Hamid
"Hanya beberapa meter persegi Yai." Jawab KH. Bashori
" ‫للنفع بالقبول والجمال والكمال الفاتحة‬..."
(Semoga bermanfaat terkabulkan hajatnya dengan keindahan dan kesempurnaan, maka bacalah
Al-Fatihah...).

Ternyata makna dari hektar diatas juga memiliki rahasia yang luar biasa. Bolehlah PIQ menjadi
pesantren yang meningkat (sampai 7 lantai) tidak berkembang (luas lahannya). Namun berkah
ilmu KH. Bashori Alwi telah tersebar luas oleh santernya. Alumni PIQ telah bertransformasi
menjadi tokoh nasional contohnya Guru Besar seperti Prof. Dr. KH. Nurul Murtadlo (Menantu
KH. Mustain Syamsuri), Imam Masjid di Qatar Ustadz Ihsan Ufiq, Ulama Besar seperti KH.
Azaim Ibrahimy, Da'i Milenial KH. Faris Khoirul Anam, Jawara MTQ seperti Ustadz Yasin
Shirotol Mustaqim, Ustadz muda seperti Akhina Fillah Ibadurrahman al-Huda, Trainer Nasional
Metode Terjamah Lafdziyah Quraniyyah Al-Hisan Ustadz Nanang Fakhrurozi, dan lain-lain.
Dalam tafsiran beliau sendiri makna dari hektar itu adalah telah berdiri cabang PIQ dimana-mana
bahkan sampai luar negeri.

Pengakuan kealimannya juga disampaikan oleh ulama top dunia seperti Prof. Dr. Habib
Abdullah Baharun (Rektor Universitas Al-Ahqaff, Tarim, Hadramaut, Yaman) Almaghfurlahu
Abuya Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Hasani (Pengajar di Masjidil Haram), dan lain-lain.

Penghargaan dari Pemerintah Saudi Arabia juga diberikan kepada KH. Bashori Alwi juga
diberikan atas kontribusi yang besar pembelajaran bahasa arab di tanah air. Penghargaan ini
diberikan langsung oleh General Secretary of King Abdullah bin Abdul Aziz International
Center for The Arabic Language (KAICAL) Dr. Abdullah S. Al Washmi dan Duta Besar Arab
Saudi untuk Indonesia Mustafa Ibrahim Al Mubarak dalam rangkaian acara Syahrul Lughoh
Arabiyah di Gedung Graha Cakrawala, Universitas Negeri Malang pada 6 Nopember 2014.
Penghargaan ini juga diberikan atas legitimasi keilmuan pada sosok ulama' yang tidak tercatat
menimba ilmu dalam durasi panjang di Timur Tengah ini.

Beberapa tahun belakang ada seorang ulama dari Australia yang memilki lembaga pendidikan
islam besar di negeri Kangguru ini datang untuk bertalaqqi kepada KH. Bashori untuk
menyambung sanad qiro'at kepada guru-guru KH. Bashori, yakni KH. Abdul Karim (Bungah
Gresik), yang belajar kepada KH. Adlan Aly (Cukur, Jombang), yang merupakan murid dari
KH. Munawwar Sidayu Gresik yang mata rantai sanad keilmuannya bersambung sampai kepada
Rasulullah SAW.

Akhiri kalam, meski alfaqir hanya sebentar beristifadah ilmu kepada Murobbi Arwahina wa
Ajsadina KH. Bashori Alwi Murtadlo dapat menjadi wasilah untuk keberkahan hidup dunia dan
akhirat. Alfaqir hanya berharap sang guru mengakui santri yang hina dina ini menjadi muridnya.
Karena menjadi apapun kami kelak kami adalah tetap santrinya kyai ‫ما زلت طالبا‬. Dan semoga
kelak dengan berkah syafaat Al-Qur'an dapat bersamanya menuju Jannatul Firdaus A'la. Amin
Allahuma Amin

Sidogiri, 6 Maret 2020


Muhammad Abid Muaffan
Santri Backpacker Nusantara

Anda mungkin juga menyukai