Anda di halaman 1dari 6

UJIAN AKHIR SEMESTER PENGANTAR EKONOMI MAKRO

TENTANG PERMASALAHAN EKONOMI PERDAGANGAN DIPASAR PLAZA


AMANDA JAYA GORONTALO ( ganti tentang permasalahan perekonomian
masyarakat miskin
(Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengantar Ekonomi Makro )

Dosen Pengampuh :

Ardiansyah , S.Pd, M.Pd

Nama : Sarif Rahim ( ganti


namamu

Nim : 911421171 ( ganti


nim mu)

Kelas : E / Semester 1

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

TP 2020 / 2021
Latar Belakang Masalah

Masalah ekonomi selalu menarik perhatian besar individu, atau masyarakat, dan
berbagai cara telah dilakukan pemerintah untuk memecahkan masalah tersebut. Realitasnya
kesejahteraan masyarakat masih minim terjadi, atau dengan kata lain tingkat kemiskinan
terus bertambah.

Kemiskinan merupakan suatu masalah yang terjadi di Negara kita, meskipun sudah
memasuki era globalisasi namun masalah tersebut selalu menjadi faktor penghambat
kemajuan Negara ini. Permasalahan kemiskinan ini tidak hanya terdapat di Negara
berkembang saja tetapi di Negara maju juga mempunyai masalah dengan kemiskinan. Fakta
menunjukkan bahwa kemiskinan di Negara berkembang jauh lebih besar dibandingkan
dengan Negara maju, sehingga masalah ini dianggap menjadi masalah rumit. Hal ini
disebabkan Negara berkembang pada umumnya masih mengalami persoalan
keterbelakangan hampir di berbagai bidang, misalnya dalam hal teknologi, dan kurangnya
akses-akses ke sektor ekonomi.

Kemiskinan menjadi masalah yang kompleks dalam kesejahteraan yang dipengaruhi


oleh berbagai faktor yang saling berkaitan, antara lain tingkat pendapatan dari masyarakat,
tingkat pengangguran, kondisi kesehatan, tingkat pendidikan, akses terhadap barang dan
jasa, lokasi, keadaan geografis, gender dan lokasi dari lingkungan. Kemiskinan tidak
dipahami hanya sebatas 2 ketidak mampuan dalam keadaan ekonomi dari suatu masyarakat,
tetapi juga merupakan suatu kegagalan memenuhi hak-hak dasar dan perbedaan dari
perlakuan bagi seseorang atau sekelompok orang dalam menjalani kehidupannya secara
bermartabat. Secara umum hak- hak dasar yang diakui meliputi kebutuhan pangan yang
terpenuhi, kesehatan, pendidikan, perumahan, mendapatkan air bersih, pertanahan, sumber
daya alam, lingkungan hidup, merasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan
dan hak dalam berpartisipasi dalam kehidupan sosial politik (Prima Sukmaraga, 2011).

Disamping masalah kemiskinan tersebut, naiknya harga BBM yang di karenakan


adanya pengurangan subsidi dari pemerintah mengakibatkan masyarakat semakin sulit
dalam memenuhi kebutuhan hidupannya, sehingga mendorong pemerintah untuk
mengadakan bantuan kepada masyarakat, di antaranya yaitu Bantuan Langsung Sementara
Masyarakat (BLSM). BLSM merupakan kebijakan pemerintah untuk membantu rumah
tangga miskin dan rentan dalam memenuhi kebutuhan hidup rumah tangga, pembelian
obatobatan kesehatan, biaya pendidikan dan keperluan-keperluan lainnya.

Kebijakan Pemerintah dengan menggulirkan Bantuan Langsung Sementara


Masyarakat (BLSM) ini bertujuan untuk memberikan fondasi atau dasar bagi masyarakat
miskin dalam menghadapi dampak kenaikan BBM. Kenaikan BBM yang terjadi di tahun
2013 ini, setiap warga yang dianggap miskin berhak mendapatkan uang senilai Rp. 150.000
setiap bulan selama 4 bulan. Namun dalam prosesnya terdapat banyak kendala yang
menjadi sebab 3 timbulnya konflik diantara masyarakat, kendala-kendala yang ditimbulkan
antara lain:

a. Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) dianggap bukan solusi yang


tepat dalam menyelesaikan dampak yang terjadi akibat dari kenaikan BBM,
sehingga hanya menjadi solusi sesaat bagi masyarakat.
b. Proses penyaluran BLSM kepada masyarakat belum memiliki petunjuk teknis dan
mekanisme yang tepat, sehingga mengakibatkan kebingungan pelaksana teknis
dilapangan.
c. Kategori miskin yang dipakai sebagai acuan masyarakat yang berhak mendapatkan
dana BLSM masih menggunakan data lama yang belum diperbarui sepenuhnya
sehingga bisa menimbilkan kerancuan.
d. Isu-isu politik yang mengiringi turunya kebijakan BLSM.
e. Munculnya fenomena yang mungkin terlewati oleh para ahli, yaitu tata nilai, etika,
budaya kemandirian dan patriotisme di tengah masyarakat yang menjadikan
kemiskinnnya sebagai suatu produk yang layak terjual. Seseorang akan merasa
terhina apabila dicela sebagai orang miskin namun akan merasa murka apabila tidak
terdaftar sebagai warga yang berhak menerima BLSM.

Kedengarannya memang sangat ideal, tetapi Bantuan Langsung Sementara


Masyarakat (BLSM) yang digulirkan sebagai bentuk kompensasi dari kenaikan harga
Bahan Bakar Minyak (BBM) ini dinilai oleh sebagian pihak sebagai kebijakan yang sensitif
dan rentan menimbulkan konflik mekanisme penyalurannya yang tidak tepat. Adanya
indikasi ketidaktepatan 4 sasaran, munculah protes, kisruh, bahkan konflik saat penyaluran
BLSM tersebut antar elemen masyarakat, dimana masyarakat yang seharusnya berhak
menerima justru tidak mendapatkan, begitu pula sebaliknya.

Proses penentuan Penerima BLSM untuk masyarakat masih dilakukan secara


manual, pada penelitian ini penulis mengambil studi kasus di Kelurahan Buladu Kecamatan
Dungigi Karena proses tersebut masih dilakukan secara manual, timbul berbagai macam
persoalan diantaranya :

a. Proses pengolahan data penentuan penerima BLSM memakan waktu lama, hal ini
berpengaruh terhadap penetapan kebijakan penerima BLSM untuk masyarakat yang
benar-benar pantas mendapatkan BLSM tersebut.
b. Menimbulkan kesenjangan sosial diantara masyarakat yang merasa pantas
menerima namun tidak menerima, begitu pula sebaliknya.
c. Database yang digunakan masih dalam bentuk kertas, sehingga kemungkinan
mengalami kesulitan dalam penyimpanan atau pencarian arsip yang telah tersimpan.
Menurut Simon (Suryadi dan Ramdhani, 2002, h.15) dikatakan bahwa setiap
keputusan itu bertolak dari beberapa kemungkinan untuk dipilih. Setiap alternatif
membawa konsekuensi-konsekuensi. Ini berarti, antara alternatif yang satu dengan yang
lain itu berbeda mengingat perbedaan dari konsekuensi- konsekuensi yang akan
ditimbulkannya. Syarat menjadi penerima BLSM terbilang cukup sulit.

Setiap rumah tangga harus memenuhi minimal 9 dari 14 persyaratan yang telah
dibuat. Persyaratan tersebut antara lain luas lantainya kurang dari delapan meter 5
persegi/orang dengan jenis lantai tanah, bambu, atau kayu murahan, dinding yang
digunakan terbuat dari bambu, rumbia, atau bahan berkualitas rendah lainnya, rumah tidak
memiliki fasilitas WC dengan sumber air minum dari sumur atau air tidak terlindung, serta
penerangannya bukan listrik, juga dikatakan Rumah Tangga Sasaran (RTS) sebelumnya
disebut sebagai Rumag Tangga Miskin (RTM). Variabel Penentu RTS lainnya adalah
daging atau susu minimal satu kali seminggu.

Warga dapat dikategorikan miskin jika frekuensi makanannya dalam sehari


maksimal hanya dua kali dan hanya membeli pakaian satu stel setahun. Petani yang
memiliki lahan kurang dari setengah hektare, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, atau
pekerjaan lain dalam sebuah rumah tangga yang memiliki pendapatan dibawah Rp 600 ribu
juga menjadi penilaian memperoleh BLSM. (http://pewartaindonesia.com,2013) Sesuai
permasalahan yang terjadi dalam pelaksanaan program BLSM tersebut, peneliti tertarik
untuk membuat “Sistem Pendukung Keputusan Penerima BLSM di Desa Nepen Kecamatan
Teras”. Sistem ini berbasis web, dan akan dibuat dengan menggunakan metode SAW
(Simple Additive Weighting) dan menggunakan bahasa pemrograman PHP dan database
MySQL. Dalam pelaksanaanya, penentuan penerima BLSM di Desa Nepen Kecamatan
Teras ini menggunakan beberapa kriteria atau multikriteria yang nantinya akan dinilai
sebagai bahan pertimbangan.

Kemiskinan merupakan salah satu masalah utama pembangunan di Indonesia.


Kemiskinan yang semakin meningkat akhir-akhir ini dapat menimbulkan beberapa dampak
pada sektor sosial, ekonomi, dan politik bagi bangsa Indonesia. Menurut data dari Badan
Pusat Statistik (BPS) angka kemiskinan di Indonesia pada tahun 2016 mencapai 28,01 juta
orang atau 10,86 persen dari jumlah seluruh penduduk di Indonesia, Kemiskinan dapat
memunculkan berbagai permasalahan seperti Semakin banyaknya kejahatan, menurunnya
tingkat pendidikan dan kesehatan masyarakat karena minimnya pendapatan masyarakat
miskin. Hal tersebut merupakan indikasi berkurangnya tingkat kesejahteraan masyarakat
dan meningkatnya angka kemiskinan.

Dalam upaya peningkatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, pembangunan


nasional harus dilaksanakan di segala sektor kehidupan bangsa. Sektor-sektor
pembangunan tersebut antara lain sektor politik, sektor ekonomi, sektor budaya, sektor
hukum, sektor ilmu pengetahuan dan tekhnologi serta sektor keamanan. Guna mencapai
semuanya itu diperlukan peran negara dalam membangun dan mengimplementasikan
kebijakan publik di bidang kesejahteraan (publik welfare).

Pemerintah telah melakukan banyak usaha untuk menekan angka kemiskinan


diantaranya diadakannya berbagai program pengentasan kemiskinan 1 Edi Suharto,
Kebijakan Sosial Sebagai kebijakan Publik, Bandung: Alfabeta, 2007. 2 dan pemberdayaan
masyarakat yang dijalankan oleh berbagai kementerian dan lembaga. Program-program
pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat yang pernah didirikan oleh
pemerintah diantaranya adalah P2KP (Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan)
yang dilaksanakan Departemen Pekerjaan Umum, PEMP (Pemberdayaan Ekonomi
Masyarakat Pesisir) yang dilaksanakan Departemen Kelautan dan Perikanan, P4K (Proyek
Peningkatan Pendapatan Petani dan Nelayan Kecil) yang dilaksanakan Departemen
Pertanian, PPK (Program Pengembangan Kecamatan) yang dilaksanakan Departemen
Dalam Negeri, dan program lainnya yang telah dilakukan oleh pemerintah. Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional (Deputi Kepala Bappenas Bidang Regional dan
Daerah) selaku Ketua Tim Pengarah P3DT/PPK Pusat, pada tanggal 30 Juni 1999
mengeluarkan surat nomor 4079/D.V/06/99 mengenai Pedoman Umum Bantuan Program
Pengembangan Kecamatan (PPK) tahun anggaran 1999/2000 dengan mengalokasikan
sejumlah 250 kecamatan yang tercakup dalam 117 kabupaten di 20 provinsi. Pedoman
dalam pelaksanaan PPK berisi tujuan dan sasaran kelompok, serta lokasi PPK; mekanisme
perencanaan, pelaksanaan, pengorganisasian, pengendalian dan pengawasan; dan
bagaimana sumber dana, alokasi dana serta penyaluran dana.

Program Pengembangan Kecamatan (PPK) merupakan usaha pemerintah Indonesia


untuk mengurangi kemiskinan masyarakat di pedesaan, dan juga untuk memperbaiki
kinerja pemerintah daerah. Selain Program Pengembangan 2 Hessel Nogi S. Tangkilisan,
36 Kasus Kebijakan Publik Asli Indonesia., Yogyakarta: BPFE, 2004. 3 Kecamatan (PPK),
Pada tahun 2007 Pemerintah Indonesia telah mencanangkan Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat (PNPM MANDIRI) yang terdiri dari PNPM Mandiri Perdesaan,
PNPM Mandiri Perkotaan, serta PNPM Mandiri wilayah khusus dan desa tertinggal. 3
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri merupakan salah satu
program pemberantasan kemiskinan yang sukses mengurangi kemiskinan di Indonesia yang
diresmikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 1 Mei 2007 di Palu. 4
PNPM Mandiri bertanggungjawab untuk meningkatkan ekonomi masyarakat pedesaan,
perkotaan serta wilayah khusus dan desa tertinggal.

Namun dengan diberlakukannya UU No. 6 tahun 2014 tentang desa dan aturan
pengelolaan anggaran desa, Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri
telah berakhir menjadi pengelola kegiatan pemberdayaan masyarakat. Saat ini seluruh
kegiatan pemberdayaan masyarakat berada dibawah tanggung jawab UPK (Unit Pengelola
Kegiatan) yang menjadi salah satu agen pemerintah dalam upaya pengentasan kemiskinan
di Indonesia. UPK (Unit Pengelola Kegiatan) adalah unit yang mengelola operasional
kegiatan masyarakat perdesaan di kecamatan dan membantu BKAD (Badan Kerjasama
Antar Desa) dalam mengkoordinasikan pertemuan-pertemuan di kecamatan.

Pengurus UPK berasal dari anggota masyarakat yang diajukan dan dipilih
berdasarkan hasil musyawarah desa. UPK (Unit Pengelola Kegiatan) 3 Tim Koordinasi,
(Petunjuk Teknis Operasional) program nasional pemberdayaan masyarakat (PNPM)
Mandiri Perdesaan, Jakarta. 4 Agusra, Rahmat, 2011, “Penyelesaian Kredit Macet
Dikoperasi Bank Perkreditan Rakyat (Kbpr) Vii Koto Pariaman”, Skripsi, Padang :
Fakultas Hukum Reguler Mandiri Universitas Andalas. 4 bertanggung jawab sebagai agen
pemerintah dalam melakukan peningkatan ekonomi masyarakat, penanggulangan
kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja di perdesaan.

UPK (Unit Pengelola Kegiatan) harus tetap menjadi lembaga keuangan yang
mampu meningkatkan perekonomian masyarakat pedesaan, dalam hal ini UPK wajib untuk
lebih bisa terus membuat terobosan guna tetap bisa menjadi pilihan utama para pemanfaat
yang selama ini telah setia memanfaatkan dana yang bergulir di UPK ( Unit Pengelola
Kegiatan ) tersebut. UPK ( Unit Pengelola Kegiatan ) harus terus membangun komunikasi
dengan pemerintah desa, sehingga segala kegiatan yang berlangsung dapat dilaporkan
secara terbuka dan transparan. Dengan adanya komunikasi yang baik tidak akan terjadi
tumpang tindih terkait pemanfaatnya/tidak ada yang merasa dirugikan. Hal ini menjadi
sinergi UPK ( Unit Pengelola Kegiatan) yang berfokus dalam pengembangan ekonomi di
perdesaan melalui pemberian perguliran modal usaha dengan sistem kelompok dan
tentunya tanpa agunan (jaminan).

Dengan sistem tanpa agunan ini, ternyata memiliki dampak negatif yaitu telah
banyak pengurus kelompok yang mulai nakal dengan menyalahgunakan dana pinjaman
bergulir dan dana usaha ekonomi produktif hingga ratusan juta rupiah. Selain itu banyak
juga anggota yang mulai bermasalah dalam kegiatan pinjaman, dimana mereka sering
bermasalah dalam pembayaran angsuran peminjaman dana di UPK. Untuk itu perlu
dibuatkan/disepakati aturan yang tegas dan jelas dalam Musyawarah Antar Desa Sehingga
bisa meminimalisir adanya penyalahgunaan 5 dana pinjaman bergulir yang dilakukan oleh
para ketua kelompok / anggota kelompok.

Anda mungkin juga menyukai