PANDUAN
PELAYANAN RESUSITASI
i
PANGKALAN UTAMA TNI AL XIV
RUMKITAL dr. R. OETOJO
Tentang
ii
3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1438
/Menkes/Per/IX/2010 tentang Standar Pelayanan Kedokteran
MEMUTUSKAN
KETIGA : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkannya, dan apabila dikemudian
hari ternyata terdapat kekeliruan dalam penetapan ini akan diadakan
perbaikan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di Sorong
Tanggal, Agustus 2019
Karumkital dr. R. Oetojo,
iii
PANGKALAN UTAMA TNI AL XIV Lampiran Keputusan Karumkital dr. R. Oetojo
RUMKITAL dr. R. OETOJO Nomor Kep / I / VIII / 2019
Tanggal Agustus 2019
BAB I
DEFINISI
1. Resusitasi Jantung Paru adalah tindakan pijat jantung luar dan pemberian nafas
bantuan terhadap pasien yang mengalami henti jantung dan/atau henti napas.
2. Apabila nafas dan jantung berhenti maka kesadaran akan hilang dan pasien
mengalami mati klinis.
3. Nafas yang membaik kembali dalam 4 - 6 menit pertama kemungkinan
penyembuhan kearah normal tidak terganggu .
4. Apabila otak tidak mendapatkan oksigen lebih dari 4 - 6 menit maka kematian
klinik dengan cepat berubah menjadi kematian biologis.
5. Resusitasi adalah serangkaian tindakan dalam usaha memberikan pertolongan
penyelamatan pada korban yang mengalami henti nafas atau jantung secara
mendadak, tanpa membuang waktu agar korban tidak mati.
iv
BAB II
RUANG LINGKUP
1. Ruang Lingkup
a. Seluruh ruangan rawat inap baik rawat inap, HCU dan IGD
b. Seluruh perawat dan dokter jaga yang telah mengikuti pelatihan BLS ( basic life
support ) atau ACLS ( advanced cardiac life support), dokter spesialis jantung dan
dokter spesialis anestesiologi.
2. Kebijakan
Pijat Jantung Paru tidak perlu dilakukan pada kasus:
a. Penyakit terminal ( misalnya : Kanker stadium akhir )
b. Pasien dengan Mati Batang Otak
c. Yang sudah dinyatakan Do Not Resuscitation ( DNR ) oleh tim dokter.
3. Mengakhiri Tindakan Resusitasi
a. Penolong sudah melakukan Bantuan Hidup Dasar dan Lanjut secara optimal,
antara lain RJP, defibrilasi VF/VT tanpa nadi, pemberian vasopressin atau epinefrin
intravena, dan sudah melakukan prosedur pengobatan yang ada.
b. Pupil midriasis maksimal
v
BAB III
TATA LAKSANA
1. Tata Laksana
a. Penilaian Awal
vi
Pasien mati /
tidak sadar
Raba Nadi
Karotis
DENYUTAN DENYUTAN
(+) (-)
Bebaskan /
Precordial
Bersihan
Thumb
Jalan nafas
Nafas
Nafas Spontan
Buatan Pijat Jantug
(+) Luar
(-)
Bebaskan /
Posisi mantap Beri bantuan
bersihkan
awasi jalan nafas nafas 2x
jalan nafas
Lanjutkan
Siapkan bantuan
segera bantuan
hidup lanjut
hidup dasar
Intubasi, pasang
Intubasi pasang
ventilator, obat-
ventilator, obat-
obatan, siapkan
obatan
defibriltor
b. Tata laksana
1) Setiap petugas yang menemukan pasien tidak sadar segera menilai kesadaran
pasien tersebut, cek respon pasien.
vii
2) Berteriak dan meminta pertolongan atau mengaktifkan sistem alarm.
3) Petugas lain yang mendengar teriakan itu segera mengambil troley emergency
dan Defibrilator ( bila tersedia ) serta menghubungi dokter ruangan atau dokter
jaga dan perwira pengawas jaga.
4) Penilaian denyut nadi
Caranya jika penolong di sebelah kanan penderita, dengan meletakkan jari
telunjuk dan jari tengah pada garis median leher (trachea), kemudian geser ke
lateral (ke arah penolong)/tidak boleh menyeberangi garis tengah, lalu raba
pulsasi arteri carotisnya. Periksa teraba nadi atau tidak. Langkah ini tidak boleh
lebih dari 10 detik. Bila nadi tidak teraba segera lakukan kompresi dada.
Dokter ruangan atau dokter jaga dapat meminta bantuan dokter, dokter spesialis
jantung atau dokter spesialis anestesiologi untuk penatalaksanaan lebih jauh.
Catatan Jika nadi teraba, segera beri bantuan nafas setiap 3 – 5 detik dan cek nadi
setiap 2 menit.
viii
e. Kompresi Dada
Dilakukan dengan pemberian tekanan secara kuat dan berirama pada setengah
bawah sternum/ Membuat garis bayangan antara kedua papila mammae
memotong mid line pada sternum kemudian meletakkan tangan kiri diatas tangan
kanan/ sebaliknya. Yang dipakai adalah tumit tangan, bukan telapak tangan. Hal ini
menciptakan aliran darah melalui peningkatan tekanan intratorakal dan penekanan
langsung pada dinding jantung. Komponen yang perlu diperhatikan saat melakukan
kompresi dada :
o Frekuensi minimal 100 kali permenit
o Untuk dewasa, kedalaman minimal 5 cm (2 inch)
o Pada bayi dan anak, kedalaman minimal sepertiga diameter dinding
anterposterior dada, atau 4 cm (1,5 inch) pada bayi dan sekitar 5 cm (2 inch)
pada anak.
o Berikan kesempatan untuk dada mengembang kembali sevara sempurna
setelah setiap kompresi.
o Seminimal mungkin melakukan interupsi
f. Membuka dan membesihkan jalan nafas. Dokter ( yang memiliki sertifikat ACLS,
PPGD atau PTC ) segera melakukan pemasangan pipa endotrakeal dan
memberikan ventilasi 10 – 12 x/mnt .
ix
h. Setelah 5 siklus/ 2 menit, periksa pulsasi arteri carotis, jika pulsasi tidak ada dan
bantuan belum tiba teruskan RJP. Jika bantuan datang dan membawa peralatan
(AED/Defibrilator) segera pasang alat cek irama jantung dengan menggunakan
AED atau monitor defibrilator. Apabila irama jantung shockable lakukan defibrilasi,
apabila not shockable teruskan RJP. Ikuti algoritme.
i. Defibrilator 300j – 360j-360j ( monophase ) / 100j-150j-150j ( biphase ) diberikan
bila terdapat gelombang fibrilasi atau pulseless ventrikel takikardi.
x
BAB IV
DOKUMENTASI
Ditetapkan di Sorong
Pada tanggal Agustus 2019
Kepala Rumkital dr. R. Oetojo
xi