Pada hakikatnya sebuah penelitian dilakukan untuk menemukan sesuatu yang belum ada
sebelumnya (mengungkapkan kebenaran sebagai manifestasi rasa/ hasrat ingin tahu manusia),
menguji kebenaran suatu ilmu pengetahuan yang sudah ada untuk diuji sekali lagi karena data-
data atau kesimpulan diragukan kebenarannya atau mengembangkan, memperluas, dan menggali
lebih dalam suatu teori atau problematika leilmuan menjadi lebih dalam.
Pemilihan tema penelitian merupakan kunci atau langkah awal dalam sebuah penelitian.
Pengaruh game online terhadap perilaku mahasiswa merupakan sebuah tema yang dipilih karena
peneliti ingin membuktikan adanya keterkaitan antara kecanduan game online terhadap perilaku
mahasiswa. Seperti yang kita ketahui, kemajuan teknologi informasi dan komunikasi membawa
dampak yang luar biasa dalam kehidupan. Kejelian untuk memilih mana yang baik dan buruk
mutlak diperlukan agar tidak terbawa arus yang negatif. Sayangnya usia remaja dikenal rentan
terhadap berbagai tantangan teknologi. Kelabilan cara berfikir demi kepuasan semata kerap kali
menyeret mahasiswa pada kesenangan yang bila dibiarkan terus menerus akan menimbulkan
kecanduan. Penelitian ini dilakukan di desa Penfui Timur di jalan Tafoki Sabaat II. Pada hari
Sabtu, 02 April 2022.
“kalo ngegame sehari bisa 8 jam kalo libur, kalo hari biasa juga 10 jam bahkan lebih”.
Dari dua orang remaja SMA yaitu Farid Farhani dan Riski Syarif Ananda yang diwawancarai
peneliti, mereka mengatakan bahwa kebiasaan bermain game online ini mereka mulai sejak
Sekolah Dasar. Jadi, game online sudah melekat dalam keseharian mereka selama kurang lebih 4
tahun. Dan dalam kurun waktu itu, waktu yang dibutuhkan adalah 8-10 jam sehari. Bisa
dibayangkan, waktu yang sangat berharga itu terbuang sia-sia hanya karena bermain game. Hal
ini jelas mengurangi aktivitas mahasiswa karena rasa malas melakukan hal-hal lain selain game.
Farid Farhani menuturkan “suka ngegame sejak SD, kelas 5.” Dan Riski Syarif Ananda
menuturkan “ngegame sejak SD, kelas 6.”
Seperti yang dikemukakan S. Evangeline I. Suaidy yang dikutip dari Google bahwa Adiksi
Game Online sama dengan Narkoba.1."Semua orang butuh kesenangan, misalnya kita makan
coklat, relaksasi, atau mendengarkan musik. Ketika kita senang pasti akan muncul dopamin,"
kata Eva.
Dopamin merupakan hormon atau zat kimia yang terkait hubungannya dengan kesenangan dan
kecanduan. Hormon tersebut dilepaskan saat seseorang merasa dalam kondisi senang. Stimulus
dari hormon ini dapat mengakibatkan adiksi, seperti adiksi napza, bahkan game online.
"Adiksi napza sama dengan game online. Karena game itu ada di rumah atau ponsel masing-
masing," lanjutnya.
Jika biasanya seseorang main game online hanya main satu jam, setelah beberapa minggu atau
bulan dia merasa kurang jika bermain satu jam, butuh waktu lebih lama lagi.
"Buat orang adiksi game, game itu sama pentingnya membuat dengan membuat PR dan
sekolah."
Kebiasaan bermain game online bukan muncul karena tiba-tiba. Beberapa gamers mengatakan
bahwa yang mereka rasakan tanpa bermain game antara lain merasa sepi karena tidak ada
hiburan. Jemari yang biasanya gesit memainkan tombol-tombol pada keyboard dan mouse
mungkin terasa ada sesuatu yang hilang bila tidak bermain game.
M. Putra S. P. menuturkan “kalo nggak ngegame biasa ajah sih, tapi ada lah yang kurang
dikit”. Farid Farhani menuturkan “kalo nggak ngegame itu rasanya galau, merasa kehilangan,
kangen lah sama game”.
Peran orang tua juga tidak luput dalam mempengaruhi kebiasaan remaja bermain game. Faktor
orang tua yang bekerja di luar rumah tentu sangat mempengaruhi. Kurangnya kontrol terhadap
kegiatan apa saja yang dilakukan remaja membuat remaja merasa leluasa. Padahal bimbingan
orang tua diharapkan dapat menjadi pengendali kebiasaan remaja dalam bermain game.
Tiga orang sampel yaitu Dhika S., Farid Farhani, dan Riski Syarif A. yang peneliti wawancarai
menuturkan bahwa mereka kerap kali dimarahi orang tua karena terlalu lama bermain game.
Bahkan salah seorang dari mereka mengaku pernah bermalam di warnet hanya untuk bermain
game dan pulang pada padi hari. Ini merupakan salah satu contoh kenakalan remaja yang
dipengaruhi game online.
Riski Syarif A. Menuturkan “wah sering dimarahin bahkan pernah nginep di warnet pulangnya
pagi”. Sementara Farid Farhani menuturkan “kalo mainnya kelamaan suka dimarahin, bahkan
waktu SMP suka ngegame tengah malem.”
Kecanduan bermain game online mengakibatkan pelakunya rela melakukan apa saja demi
memuaskan hasrat bermain game termasuk berbohong pada orang tua. Seorang remaja
menuturkan bahwa dia biasa berbohong dengan alasan belajar bersama padahal hanya ingin
bermain game. Namun, dua orang lainnya mengatakan mereka tidak berbohong pada orang tua
untuk alasan ngegame.
Remaja yang sedang bermain game umunya menjadi apatis saat mereka sedang bermain game.
Terbukti saat wawancara hanya beberapa saja yang bersedia diwawancarai. Sisanya terlalu asik
dengan keyboard dan mouse di hadapan mereka.
Kecanduan game online juga dapat menyebabkan boros. Dua orang sampel mengatakan bahwa
sehari bisa menghabiskan Rp10.000-Rp15.000 untuk bermain game. Bila dihitung, mereka
menghabiska Rp.70.000-Rp105.000 untuk bermain game.
Remaja yang sudah terjerat game online juga ingin keluar dari jeratan game online. Mereka
menyadari kebiasaan ini mengurangi produktivitas mereka, waktu yang bisa digunakan untuk
kegiatan positif lainnya terbuang sia-sia hanya untuk bermain game.