Anda di halaman 1dari 5

KURIKULUM INDONESIA

Kebijakan kurikulum pendidikan di Indonesia telah banyak berubah dari waktu ke waktu.
Kurikulum bukanlah konsep yang statis, sehingga pengembangan dan modifikasi sangat penting.
Kurikulum pendidikan harus beradaptasi dengan tantangan globalisasi dan tantangan perubahan.
Secara umum, kurikulum selalu berkembang dan mengalami proses yang berkesinambungan
(change and persistent).
Tidak sedikit yang mengungkapkan bahwa jika berganti menteri maka kurikulum juga
akan berganti. Padahal kenyataannya memang semejak kemerdekaan di tahun 1945 kurikulum
sudah berganti lebih dari satu kali yaitu 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, dan 2004,
2006 hingga yang terbaru yaitu kurikulum 2013 atau yang sering disebut dengan Kurikulum
2013 (K13). Perubahan yang lebih dari satu kali tersebut merupakan hal yang wajar karena sudah
menjadi resiko dari berubahnya sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek di Indonesia.
Dalam bidang pendidikan, pemerintah memang hendaknya selalu meng-upgrade kurikulum yang
ada guna mewujudkan proses kegiatan dalam pendidikan yang sesuai dengan perkembangan
zaman dan tuntutan yang ada di masyarakat.
Seiring berkembangnya zaman, sejarah pun terjadi. Tercatat sebanyak 10 kali kurikulum
yang pernah diterapkan di Indonesia. Model sistem pendidikan nasional terletak pada pemangku
kepentingan terkuat dalam pembuatan kebijakan. Sistem politik pada tingkatan ini bekerja paling
baik. Mereka yang berkuasa dalam jangka waktu tertentu menggunakan kekuasaan mereka untuk
menentukan bagaimana pendidikan akan berkembang dan dilaksanakan. Muatan-muatan politis,
nilai-nilai, idealism dan tujuan khusus yang yang diinginkan oleh penguasa seringkali ditetapkan
sebagai bagian dari kerangka kurikulum. Perubahan kurikulum dari tahun ke tahun tentunya
memiliki tujuan masing-masing atas perubahannya dan tentunya tidak melenceng dari tujuan
pendidikan nasional Indonesia pada Undang-Undang No. 20 tahun 2003 yaitu, Pendidikan
diupayakan dengan berawal dari manusia apa adanya (aktualisasi) dengan mempertimbangkan
berbagai kemungkinan yang apa adanya (potensialitas), dan diarahkan menuju terwujudnya
manusia yang seharusnya atau manusia yang dicita-citakan (idealitas). Berikut ini sejarah
perubahan kurikulum di Indonesia.
1. Kurikulum 1947
Kurikulum 1947 pada saat itu diberi nama “Rentjana Pelajaran 1947”, kurikulum di
Indonesia pada saat itu dipengaruhi sistem pendidikan colonial Belanda dan Jepang, sehingga
masih meneruskan kurikulum yang pernah digunakan sebelumnya. Rentjana Pelajaran 1947
dapat dikatakan sebagai pengganti sistem pendidikan colonial Belanda, karena suasana
kehidupan berbangsa pada saat itu masih mengusung semangat perjuangan kemerdekaan,
maka pendidikan sebagai development conformism yang bertujuan membentuk kepribadian
bangsa Indonesia yang berdulat dan merdeka seperti negara-negara lain di dunia ini.
2. Kurikulum 1952
Setelah kurikulum 1947, kurikulum di Indonesia diperbaiki pada tahun 1952. Kurikulum
1957 pada saat itu diberi nama “Rentjana Pelajaran Terurai 1957”, kurikulum ini mengarah
pada sistem pendidikan nasional. Ciri yang paling mencolok dan sekaligus khas dari
kurikulum 1952 adalah bahwa semua RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajarab) harus
memperhatikan materi pelajaran yang relevan dengan kehidupan sehari-hari.
3. Kurikulum 1964
Setelah tahun 1952, pada tahun 1964 pemerintah lebih menyempurnakan sistem
kurikulum di Indonesia dengan mengubah kurikulum 1952 menjadi kurikulum 1964 yang
disebut “Rentjana Pendidikan 1964”. Pokok-pokok pikiran kurikulum 1964 yang menjadi ciri
dari kurikulum ini adalah bahwa pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat
pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD, sehingga pembelajaran
dipusatkan pada program Pancawardhana yang meliputi pengembangan daya cipta, rasa,
karsa, karya, dan moral (Hamalik, 2004). Pada kurikulum 1964 ini, mata pelajaran dibagi
menjadi lima kelompok yaitu moral, intelektual, emosional/artistik, teknis (keterampilan) dan
pembelajaran fisik. Pelatihan dasar berfokus pada pengetahuan dan kegiatan fungsional
praktis.
4. Kurikulum 1968
Kurikulum 1968 merupakan pembaruan dari kurikulum 1964, yang secara khusus
mengubah struktur kurikulum Pancasila untuk meningkatkan jiwa, pengetahuan dasar, dan
keterampilan khusus Pancasila. Program 1968 merupakan pergeseran fokus kepada
pelaksanaan UUD 1945 yang murni dan konsisten. Dari segi tujuan pendidikan, kurikulum
1968 merupakan upaya untuk membentuk insan Pancasila yang kuat jasmani dan untuk
mengembangkan kemampuan serta keterampilan intelektual dalam jasmani, moral,
kepribadian dan keyakinan agama. Tujuannya adalah untuk menekankan pendidikan. Konten
edukasi berfokus pada kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan dan
keterampilan serta mengembangkan tubuh yang sehat.
5. Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, efektivitas dan efisiensi agar pendidikan lebih
efektif efisien. Dasarnya adalah pengaruh dari konsep manajemen akuisisi (MBO) yang
terkenal saat itu. Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Proses Pengembangan
Sistem Pendidikan (PPSI). Setiap unit kursus menjelaskan proses umum secara lebih rinci,
termasuk petunjuk umum, tujuan instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran,
kegiatan belajar-mengajar dan evaluasi. Program 1975 mendapat banyak kritik. Guru sibuk
menuliskan secara detail apa yang dapat mereka peroleh dari setiap kegiatan pembelajaran.
6. Kurikulum 1984
Kurikulum 1984 menggunakan process skill approach. Terlepas dari prioritas pendekatan
proses, finalitas tetap menjadi faktor penting. Kurikulum ini juga biasa disebut sebagai "
Kurikulum1975 yang disempurnakan". Posisi siswa ditempatkan pada subjek studi. Dengan
mengamati, mengelompokkan, mendiskusikan dan melaporkan sesuatu. Model ini disebut
Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL).
Program 1984 memiliki tujuan pendidikan. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa
memberikan pengalaman belajar kepada siswa dalam waktu belajar yang sangat terbatas di
sekolah harus benar-benar bermanfaat dan efektif. Oleh karena itu, hal pertama yang
terbentuk sebelum memilih atau memilih buku teks adalah tujuan yang harus dicapai siswa.
7. Kurikulum 1994
Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan dari kurikulum 1984 dan dilaksanakan
dengan Undang-Undang No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini
mempengaruhi sistem pembagian waktu pelajaran, yaitu perubahan dari sistem semester ke
sistem caturwulan. Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu tahun menjadi
tiga tahap, siswa diharapkan mendapatkan kesempatan untuk menerima materi pelajaran
cukup banyak. Tujuan pengajaran adalah untuk menekankan pemahaman konseptual,
keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah.
8. Kurikulum 2004
Kurikulum tahun 2004 ini lebih dikenal dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK).
Kurikulum berbasis kompetensi berfokus pada pengembangan kemampuan yang seuai
dengan standar yang telah ditetapkan untuk melakukan tugas-tugas tertentu sesuai dengan
kriteria kinerja yang diberikan. Scharg (dalam Hamalik, 2000: 89) mengemukakan bahwa
“Competency Based Education is education geared toward preparing indivisuals to perform
identified competencies” yang artinya adalah pendidikan mengacu pada upaya penyiapan
individu yang mampu melakukan perangkat kompetensi yang telah ditentukan. Implikasinya
adalah perlu dikembangkan suatu kurikulum berbasis kompetensi sebagai pedoman
pembelajaran. Puskur (2002) mengemukakan bahwa Kurikulum Berbasis Kompetensi
berorientasi pada: (1) hasil dan dampak yang diharapkan muncul pada diri peserta didik
melalui serangkaian pengalaman belajar yang bermakna, dan (2) keberagaman yang dapat
dimanifestasikan sesuai dengan kebutuhannya. Tujuan yang ingin dicapai pada kurikulum
2004 adalah fokus pada perolehan kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.
9. Kurikulum 2006 (KTSP)
Pelaksanaan KBK masih dalam tahap uji coba terbatas, namun uji coba terbatas
dihentikan pada awal tahun 2006. permen nomor 24 tahun 2006 yang mengatur pelaksanaan
permen nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi kurikulum dan permen nomor 23 tahun
2006 tentang standar kelulusan, lahirlah kurikulum 2006 yang pada dasarnya sama dengan
kurikulum 2004. Perbedaan yang menonjol terletak pada kewenangan dalam
penyusunannya, yaitu sistem pendidikan yang tidak terpusat.
Dalam kurikulum 2006, pemerintah pusat harus menetapkan standar kompetensi dasar
dan keterampilan dan sekolah (dalam hal ini guru) harus dapat mengembangkan kurikulum
dan dinilai sesuai dengan keadaan sekolah dan wilayahnya. Hasil pengembangan semua
mata pelajaran diintegrasikan ke dalam satu perangkat yang disebut Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP). Penyiapan keterampilan pedagogis menjadi tanggung jawab
sekolah di bawah arahan dan pengawasan lembaga pendidikan regional dan lokal.
10. Kurikulum 2013 (K13)
Pemerintah melakukan pemetaan kurikulum berbasis kompetensi (curricula-based
competence) pada tahun 2004. Pengetahuan, keterampilan, dan sikap di semua jenjang
pendidikan dan pendidikan mengaliri pendidikan, khususnya di jalur sekolah. Kurikulum
2013 berbasis kompetensi berfokus pada siswa yang memperoleh keterampilan tertentu.
Oleh karena itu, kurikulum ini mencakup beberapa keterampilan dan seperangkat tujuan
pembelajaran yang dijelaskan sehingga pencapaian dapat diamati dalam hal perilaku atau
keterampilan siswa sebagai kriteria keberhasilan.
Tema utama kurikulum 2013 adalah menjadikan masyarakat Indonesia produktif, kreatif,
afektif, melalui pengamatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi. Untuk
mencapai hal ini, ketika melaksanakan program, guru secara profesional merancang
pembelajaran yang efektif dan bermakna, mengatur pembelajaran, memilih metode
pembelajaran yang tepat, dan melakukan proses pembelajaran dan pelatihan guru yang
informatif.

Daftar Pustaka

Hamalik, Oemar. 1993. Model-Model Pengembangan Kurikulum. Bandung: PPs Universitas


Pendidikan Indonesia.
Hamalik, Oemar. 2008. Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum. Remaja Rosdakarya :
Bandung.

Anda mungkin juga menyukai