Anda di halaman 1dari 19

PENGEMBANGAN KEMAMPUAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI (HOTS)

Dosen Pengampu: Hieronimius Sujati, M.Pd


Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Penilaian Pembelajaran Sekolah Dasar

Disusun Oleh:

Hielda Hanifah (18108241050)

Kurnia Nur Hidayah (18108241102)

Dwi Mahmud Rizki Riyanto (18108241123)

Naufal Farulianita Rahma (18108244023)

Nanda A Kusumadewi (18108244069)

KELAS 3D
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
JURUSAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2019
PENDAHULUAN

A. Pengertian Higher Order Thinking Skill


Dalam pandangan sebagai “nature”, kecerdasan seseorang ditentukan
dari gen yang diwariskan orang tua, sedangkan dalam pandangan sebagai
“nurture”, tingkat kecerdasan dipengaruhi oleh stimulasi lingkungan pada
tingkat genetik, yang diaktivasi oleh keterampilan berpikir, latihan, tantangan,
pola hidup, dan stessor lainnya (Pinel, 2000; dan Weaver, 2011). Kecerdasan
umumnya merujuk kepada potensi yang dimiliki setiap individu sesuai dengan
gen yang diwarisi yang mengaktivasi keterampilan berpikir seseorang,
sedangkan keterampilan berpikir merupakan proses pendayagunaan
kecerdasan secara optimal melalui pengayaan pengalaman (Santrock, 2011).
Menurut beberapa ahli, definisi keterampilan berpikir tingkat tinggi
salah satunya dari Resnick (1987) adalah proses berpikir kompleks dalam
menguraikan materi, membuat kesimpulan, membangun representasi,
menganalisis, dan membangun hubungan dengan melibatkan aktivitas mental
yang paling dasar.
Keterampilan berpikir tingkat tinggi yang dalam bahasa umum dikenal
sebagai Higher Order Thinking Skill (HOTS) dipicu oleh empat kondisi.
a. Sebuah situasi belajar tertentu yang memerlukan strategi pembelajaran
yang spesifik dan tidak dapat digunakan di situasi belajar lainnya.
b. Kecerdasan yang tidak lagi dipandang sebagai kemampuan yang tidak
dapat diubah, melainkan kesatuan pengetahuan yang dipengaruhi oleh
berbagai faktor yang terdiri dari lingkungan belajar, strategi dan
kesadaran dalam belajar.
c. Pemahaman pandangan yang telah bergeser dari unidimensi, linier,
hirarki atau spiral menuju pemahaman pandangan ke multidimensi dan
interaktif.
d. Keterampilan berpikir tingkat tinggi yang lebih spesifik seperti penalaran,
kemampuan analisis, pemecahan masalah, dan keterampilan berpikir
kritis dan kreatif.

B. Aspek Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi


Menurut Yoki Ariyana, dkk. (2018) aspek-aspek keterampilan berpikir
tingkat tinggi (HOTS) antara lain adalah sebagai berikut.

Transfer
Of
Knowledge

Ketrampilan
Berpikir
Tingkat
Tinggi
Critical
Problem And
Solving Creative
Thingking

1. Keterampilan berpikir tinggi sebagai transfer of knowledge:


a. Kognitif
Ranah kognitif meliputi kemampuan dari peserta didik dalam
mengulang atau menyatakan kembali konsep/prinsip yang telah
dipelajari dalam proses pembelajaran yang telah didapatnya. Proses
ini berkenaan dengan kemampuan dalam berpikir, kompetensi dalam
mengembangkan pengetahuan, pengenalan, pemahaman,
konseptualisasi, penentuan dan penalaran.
Anderson dan Krathwoll melalui taksonomi yang direvisi
memiliki rangkaian prosesproses yang menunjukkan kompleksitas
kognitif dengan menambahkan dimensi pengetahuan, seperti:
1) Pengetahuan faktual, Pengetahuan faktual berisi elemen-elemen
dasar yang harus diketahui para peserta didik jika mereka
akandikenalkan dengan suatu disiplin atau untuk memecahkan
masalah apapun di dalamnya. Elemen-elemen biasanya
merupakan simbol - simbol yang berkaitan dengan beberapa
referensi konkret, atau "benang-benang simbol" yang
menyampaikan informasi penting. Sebagian terbesar,
pengetahuan faktual muncul pada level abstraksi yang relatif
rendah. Dua bagian jenis pengetahuan faktual adalah
 Pengetahuan terminologi meliputi nama-nama dan simbol-
simbol verbal dan non-verbal tertentu (contohnya kata-kata,
angka-angka, tanda-tanda, dan gambar-gambar).
 Pengetahuan yang detail dan elemen-elemen yang spesifik
mengacu pada pengetahuan peristiwa-peristiwa, tempat-
tempat, orang-orang, tanggal, sumber informasi, dan
semacamnya.
2) Pengetahuan konseptual, Pengetahuan konseptual meliputi
skema-skema, modelmodel mental, atau teori-teori eksplisit dan
implisit dalam model -model psikologi kognitif yang berbeda.
Pengetahuan konseptual meliputi tiga jenis:
 Pengetahuan klasifikasi dan kategori meliputi kategori,
kelas, pembagian, dan penyusunan spesifik yang digunakan
dalam pokok bahasan yang berbeda.
 Prinsip dan generalisasi cenderung mendominasi suatu
disiplin ilmu akademis dan digunakan untuk mempelajari
fenomena atau memecahkan masalahmasalah dalam disiplin
ilmu.
 Pengetahuan teori, model, dan struktur meliputi pengetahuan
mengenai prinsip-prinsip dan generalisasi-generalisasi
bersama dengan hubungan-hubungan diantara mereka yang
menyajikan pandangan sistemis, jelas, dan bulat mengenai
suatu fenomena, masalah, atau pokok bahasan yang
kompleks.
3) Pengetahuan prosedural, "pengetahuan mengenai bagaimana"
melakukan sesuatu. Hal ini dapat berkisar dari melengkapi
latihan-latihan yang cukup rutin hingga memecahkan masalah-
masalah baru. Pengetahuan prosedural sering mengambil bentuk
dari suatu rangkaian langkah-langkah yang akan diikuti. Hal ini
meliputi pengetahuan keahlian-keahlian, algoritma-algoritma,
tehnik-tehnik, dan metode-metode secara kolektif disebut
sebagai prosedur-prosedur.
 Pengetahuan keahlian dan algoritma spesifik suatu subjek
Pengetahuan prosedural dapat diungkapkan sebagai suatu
rangkaian langkahlangkah, yang secara kolektif dikenal
sebagai prosedur. Kadangkala langkahlangkah tersebut
diikuti perintah yang pasti; di waktu yang lain
keputusankeputusan harus dibuat mengenai langkah mana
yang dilakukan selanjutmya. Dengan cara yang sama,
kadang- kadang hasil akhirnya pasti; dalam kasus lain
hasilnya tidak pasti. Meskipun proses tersebut bisa pasti atau
lebih terbuka, hasil akhir tersebut secara umum dianggap
pasti dalam bagian jenis pengetahuan.
 Pengetahuan tehnik dan metode spesifik suatu subjek
Pengetahuan tehnik dan metode spesifik suatu subjek
meliputi pengetahuan yang secara luas merupakan hasil dari
konsesus, persetujuan, atau normanorma disipliner daripada
pengetahuan yang lebih langsung merupakan suatu hasil
observasi, eksperimen, atau penemuan. Bagian jenis
pengetahuan ini secara umum menggambarkan bagaimana
para ahli dalam bidang atau disiplin ilmu tersebut berpikir
dan menyelesai kan masalah-masalah daripada hasilhasil
dari pemikiran atau pemecahan masalah tersebut.
 Pengetahuan kriteria untuk menentukan kapan menggunakan
prosedurprosedur yang tepat Sebelum terlibat dalam suau
penyelidikan, para peserta didik dapat diharapkan
mengetahui metode-metode dan tehnik-tehnik yang telah
digunakan dalam penyelidikan-penyelidikan yang sama.
Pada suatu tingkatan nanti dalam penyelidikan tersebut,
mereka dapat diharapkan untuk menunjukkan hubungan-
hubungan antara metode-meode dan teknik-teknik yang
mereka benar-benar lakukan dan metode-metode yang
dilakukan oleh peserta didik lain.
4) Pengetahuan metakognitif, Pengetahuan metakognitif adalah
pengetahuan mengenai kesadaran secara umum sama halnya
dengan kewaspadaan dan pengetahuan tentang kesadaran pribadi
seseorang. Penekanan kepada peserta didik untuk lebih sadar dan
bertanggung jawab untuk pengetahuan dan pemikiran mereka
sendiri. Perkembangan para peserta didik akan menjadi lebih
sadar dengan pemikiran mereka sendiri sama halnya dengan
lebih banyak mereka mengetahui kesadaran secara umum, dan
ketika mereka bertindak dalam kewaspadaan ini, mereka akan
cenderung belajar lebih baik.
 Pengetahuan strategi Pengetahuan strategis adalah
pengetahuan mengenai strategi-strategi umum untuk
pembelajaran, berpikir, dan pemecahan masalah.
 Pengetahuan mengenai tugas kognitif, termasuk
pengetahuan kontekstual dan kondisional Para peserta didik
mengembangkan pengetahuan mengenai strategi-trategi
pembelajaran dan berpikir, pengetahuan ini mencerminkan
baik strategistrategi umum apa yang digunakan dan
bagaimana menggunakan mereka.
 Pengetahuan diri Kewaspadaan-diri mengenai kaluasan dan
kelebaran dari dasar pengetahuan dirinya merupakan aspek
penting pengetahuan-diri. Para peserta didik perlu
memperhatikan terhadap jenis strategi yang berbeda.
Kesadaran seseorang cenderung terlalu bergantung pada
strategi tertentu, dimana terdapat strategi-strategi yang lain
yang lebih tepat untuk tugas tersebut, dapat mendorong ke
arah suatu perubahan dalam penggunaan strategi.
b. Ranah Afektif
Kartwohl & Bloom juga menjelaskan selain ranah kognitif,
yaitu ranah afektif yang berhubungan dengan sikap, nilai, emosi serta
derajat penerimaan atau penolakan suatu objek dalam kegiatan
pembelajaran.
c. Ranah Psikomotor
Keterampilan proses psikomotor adalah keterampilan dalam
melakukan suatu pekerjaan dengan melibatkan gerakan tubuh
(motorik), yang terdiri dari gerak refleks, keterampilan pada gerakan
dasar, perseptual, ketepatan, keterampilan kompleks, ekspresif dan
interperatif.
2. Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi sebagai Problem Solving
Keterampilan berpikir tingkat tinggi sebagai problem solving
diperlukan dalam proses pembelajaran, karena pembelajaran yang
dirancang dengan pendekatan pembelajaran berorientasi pada
keterampilan tingkat tinggi tidak dapat dipisahkan dari kombinasi
keterampilan berpikir dan keterampilan kreativitas untuk pemecahan
masalah. Keterampilan pemecahan masalah merupakan keterampilan
para ahli yang memiliki keinginan kuat untuk dapat memecahkan
masalah yang muncul pada kehidupan seharihari. Peserta didik secara
individu akan memiliki keterampilan pemecahan masalah yang
berbeda dan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Mourtos,
Okamoto dan Rhee [16], ada enam aspek yang dapat digunakan untuk
mengukur sejauh mana keterampilan pemecahan masalah peserta
didik, yaitu: 1) Menentukan masalah, dengan mendefinisikan masalah,
menjelaskan permasalahan, menentukan kebutuhan data dan informasi
yang harus diketahui sebelum digunakan untuk mendefinisikan
masalah sehingga menjadi lebih detail, dan mempersiapkan kriteria
untuk menentukan hasil pembahasan dari masalah yang dihadapi. 2)
Mengeksplorasi masalah, dengan menentukan objek yang
berhubungan dengan masalah, memeriksa masalah yang terkait dengan
asumsi dan menyatakan hipotesis yang terkait dengan masalah. 3)
Merencanakan solusi dimana peserta didik mengembangkan rencana
untuk memecahkan masalah, memetakan sub-materi yang terkait
dengan masalah, memilih teori prinsip dan pendekatan yang sesuai
dengan masalah, dan menentukan informasi untuk menemukan solusi.
4) Melaksanakan rencana, pada tahap ini peserta didik menerapkan
rencana yang telah ditetapkan. 5) Memeriksa solusi, mengevaluasi
solusi yang digunakan untuk memecahkan masalah. 6) Mengevaluasi,
dalam langkah ini, solusi diperiksa, asumsi yang terkait dengan solusi
dibuat, memperkirakan hasil yang diperoleh ketika
mengimplementasikan solusi dan mengkomunikasikan solusi yang
telah dibuat.
3. Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi sebagai Critical and Creative
Thinking
John Dewey mengemukakan bahwa berpikir kritis secara esensial
sebagai sebuah proses aktif, dimana seseorang berpikir segala hal
secara mendalam, mengajukan berbagai pertanyaan, menemukan
informasi yang relevan daripada menunggu informasi secara pasif
(Fisher, 2009). Berpikir kritis merupakan proses dimana segala
pengetahuan dan keterampilan dikerahkan dalam memecahkan
permasalahan yang muncul, mengambil keputusan, menganalisis
semua asumsi yang muncul dan melakukan investigasi atau penelitian
berdasarkan data dan informasi yang telah didapat sehingga
menghasilkan informasi atau simpulan yang diinginkan

C. Karakteristik Higher Order Thingking Skill


Karakteristik HOTS yang diungkapkan Resnick (1987, p.3)
diantaranya adalah non algoritmik, bersifat kompleks, multiple solutions
(banyak solusi), melibatkan variasi pengambilankeputusan dan interpretasi,
penerapan multiple criteria (banyak kriteria), dan bersifat effortful
(membutuhkan banyak usaha). Conklin (2012, p.14) menyatakan karakteristik
keterampilan berpikir tingkat tinggi mencakup berpikir kritis dan berpikir
kreatif. Berpikir kritis dan kreatif merupakan dua kemampuan manusia yang
sangat mendasar karena keduanya dapat mendorong seseorang untuk
senantiasa memandang setiappermasalahan yang dihadapi secara kritis serta
mencoba mencari jawabannya secara kreatif sehingga diperoleh suatu hal baru
yang lebih baik dan bermanfaat bagi kehidupannya.
Setiawan (2014) mengatakan bahwa karakteristik yang dimiliki soal
HOTS yaitu soal untuk mengukur kemampuan kognitif yang berbasis
permasalahan kontekstual (konteks dunia nyata atau realistis).Soal tersebut
merupakan pembuktian melalui penerapan pengetahuan dan keterampilan
dengan konteks nyata namun tetap terintegrasi dengan pembelajaran.
Soal-soal HOTS sangat direkomendasikan untuk digunakan pada
berbagai bentuk penilaian kelas. Untuk menginspirasi guru menyusun soal-
soal HOTS di tingkat satuan pendidikan, Kemendikbud (2017, p.9-13) secara
rinci memaparkan karakteristik soal-soal HOTS sebagai berikut:
1. Mengukur Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi
Keterampilan berpikir tingkat tinggi, termasuk kemampuan untuk
memecahkan masalah (problem solving), keterampilan berpikir kritis
(critical thinking), berpikir kreatif (creative thinking), kemampuan
berargumen (reasoning), dan kemampuan mengambil keputusan (decision
making).Dalam taksonomi Bloom membutuhkan kemampuan untuk
menganalisis (C4), mengevaluasi (C5), dan membuat (C6). Sedangkan
The Australian Council for Educational Research (ACER, 2015)
menyatakan bahwa kemampuan berpikir tingkat tinggi merupakan proses:
menganalisis, merefleksi, memberikan argumen (alasan), menerapkan
konsep pada situasi berbeda, menyusun, menciptakan. Kreativitas
menyelesaikan permasalahan dalam HOTS, terdiri atas:
a) Kemampuan menyelesaikan permasalahan yang tidak familiar;
b) Kemampuan mengevaluasi strategi yang digunakan untuk
menyelesaikanmasalah dari berbagai sudut pandang yang berbeda;
c) menemukan model-model penyelesaian baru yang berbeda dengan
cara-cara sebelumnya.

Kemampuan berpikir tingkat tinggi bukanlah kemampuan untuk


mengingat, mengetahui, atau mengulang. ‘Difficulty’ is NOT same as
higher order thinking. Tingkat kesukaran dalam butir soal tidak sama
dengan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Sebagai contoh, untuk
mengetahui arti sebuah kata yang tidak umum (uncommon word)
mungkin memiliki tingkat kesukaran yang sangat tinggi, tetapi
kemampuan untuk menjawab permasalahan tersebut tidak termasuk
higher order thinking skills.Dengan demikian, soal-soal HOTS belum
tentu soal-soal yang memiliki tingkat kesukaran yang tinggi. Kemampuan
berpikir tingkat tinggi dapat dilatih dalam proses pembelajaran di kelas.
Oleh karena itu agar peserta didik memiliki kemampuan berpikir tingkat
tinggi, maka proses pembelajarannya juga memberikan ruang kepada
peserta didik untuk menemukan konsep pengetahuan berbasis aktivitas.
Aktivitas dalam pembelajaran dapat mendorong peserta didik untuk
membangun kreativitas dan berpikir kritis.
2. Berbasis Permasalahan Kontekstual
Soal-soal HOTS merupakan asesmen yang berbasis situasi nyata
dalam kehidupan sehari-hari, dimana peserta didik diharapkan dapat
menerapkan konsep-konsep pembelajaran di kelas untuk menyelesaikan
masalah.Permasalahan kontekstual yang dihadapi oleh masyarakat dunia
saat ini terkait dengan lingkungan hidup, kesehatan, kebumian dan ruang
angkasa, serta pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam
berbagai aspek kehidupan.Dalam pengertian tersebut termasuk pula
bagaimana keterampilan peserta didik untuk menghubungkan (relate),
menginterpretasikan (interprete), menerapkan (apply) dan
mengintegrasikan (integrate) ilmu pengetahuan dalam pembelajaran di
kelas untuk menyelesaikan permasalahan dalam konteks nyata. Berikut
ini diuraikan lima karakteristik asesmen kontekstual, (Kemendikbud,
2017, p. 10):
a) Relating, asesmen terkait langsung dengan pengalaman kehidupan
nyata.
b) Experiencing, asesmen yang ditekankan kepada penggalian
(exploration), penemuan (discovery), dan penciptaan (creation).
c) Applying, asesmen yang menuntut kemampuan peserta didik untuk
menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh di dalam kelas untuk
menyelesaikan masalah-masalah nyata.
d) Communicating, asesmen yang menuntut kemampuan untuk mampu
mengomunikasikan kesimpulan model pada kesimpulan konteks
masalah.
e) Transfering, asesmen yang menuntut kemampuan untuk
mentransformasikonsep-konsep pengetahuan dalam kelas ke dalam
situasi atau konteks baru.
3. Tidak Rutin (Tidak Akrab)
Penilaian HOTS bukan penilaian regular yang diberikan di kelas.
Penilaian HOTS tidak digunakan berkali-kali pada peserta tes yang
samaseperti penilaian memori (recall), karena penilaian HOTS belum
pernah dilakukan sebelumnya. HOTS adalah penilaian yang asing yang
menuntut pembelajar benar-benar berfikir kreatif, karena masalah yang
ditemui belum pernah dijumpai atau dilakukan sebelumnya (Widana,
2016, p.6).
4. Menggunakan Bentuk Soal Beragam
Bentuk-bentuk soal yang beragam dalam sebuah perangkat tes
(soal-soal HOTS) sebagaimana yang digunakan dalam PISA, bertujuan
agar dapat memberikan informasi yang lebih rinci dan menyeluruh
tentang kemampuan peserta tes.Hal ini penting diperhatikan oleh guru
agar penilaian yang dilakukan dapat menjamin prinsip objektif.Artinya
hasil penilaian yang dilakukan oleh guru dapat menggambarkan
kemampuan peserta didik sesuai dengan keadaan yang
sesungguhnya.Penilaian yang dilakukan secara objektif, dapat menjamin
akuntabilitas penilaian. Terdapat beberapa alternatif bentuk soal yang
dapat digunakan untuk menulis butir soal HOTS (yang digunakan pada
model pengujian PISA), sebagai berikut:
a) Pilihan ganda
Pada umumnya soal-soal HOTS menggunakan stimulus yang
bersumber pada situasi nyata.Soal pilihan ganda terdiri dari pokok
soal (stem) dan pilihan jawaban (option).Pilihan jawaban terdiri atas
kunci jawaban dan pengecoh (distractor).Jawaban yang benar
diberikan skor 1, dan jawaban yang salah diberikan skor 0.
b) Pilihan ganda kompleks (benar/salah, atau ya/tidak)
Soal bentuk pilihan ganda kompleks bertujuan untuk menguji
pemahaman peserta didik terhadap suatu masalah secara
komprehensif yang terkait antara pernyataan satu dengan yang
lainnya. Apabila peserta didik menjawab benar pada semua
pernyataan yang diberikan diberikan skor 1 atau apabila terdapat
kesalahan pada salah satu pernyataan maka diberi skor 0.
c) Isian singkat atau melengkapi
Soal isian singkat atau melengkapi adalah soal yang menuntut peserta
tes untuk mengisi jawaban singkat dengan cara mengisi kata, frase,
angka, atau simbol. Jawaban yang benar diberikan skor 1, yang salah
diberikan skor 0.
d) Jawaban singkat atau pendek
Soal dengan bentuk jawaban singkat atau pendek adalah soal yang
jawabannya berupa kata, kalimat pendek, atau frase terhadap suatu
pertanyaan.Setiap langkah/kata kunci yang dijawab benar diberikan
skor 1, dan jawaban yang salah diberikan skor 0.
e) Uraian
Soal bentuk uraian adalah suatu soal yang jawabannya menuntut
siswa untuk mengorganisasikan gagasan atau hal-hal yang telah
dipelajarinya dengan cara mengemukakan atau mengekspresikan
gagasan tersebut menggunakan kalimatnya sendiri dalam bentuk
tertulis. Setiap langkah atau kata kunci yang dijawab benar oleh
peserta didik diberi skor 1, sedangkan yang salah diberi skor 0.

Jadi dapat disimpulkan bahwa Karakteristik HOTS yaitu


mengukur kemampuan berfikir tingkat tinggi, berbasis permasalahan
kontekstual, tidak rutin (tidak akrab), dan menggunakan bentuk soal yang
beragam. HOTS merupakan suatu proses internal yang terjadi di dalam
diri seseorang yang ditandai oleh beberapa karakteristik sebagai berikut:
(1) Melibatkan lebih dari satu jawaban benar; (2) Berbicara tentang
tingkat pemahaman; (3) Ditandai dengan tugas yang kompleks; dan (4)
Bebas konten dan sekaligus content-related.

D. Tujuan Atau Manfaat Pembelajaran Berpikir Tinggi


Menurut Anderson dan Krathwohld (2017) mengkategorikan tujuan
sebagai berikut.
1. Mencipta [Create] Mengembangkan hipotesis [generatingl, merencanakan
penelitian [planning/designing], mengembangkan produk baru
[producing/constructing].
2. Mengevaluasi [Evaluate] = Menentukan apakah kesimpulan sesuai
dengan uraian/fakta [checking/coordinating/detecting/monitoring/testing),
menilai metode mana yang paling sesuai untuk menyelesaikan masalah
[critiquing/judging].
3. Menganalisis [Analyze] Mengelompokkan informasi/fenomena dalam
bagian-bagian penting [differentiating/discriminating/focusing/selecting],
menentukan keterkaitan antar komponen [organizing/finding
coherence/integrating/outlining/structuring], menemukan pikiran
pokok/bias/nilai penulis [attributing/deconstructing].
4. Pengembangan kemampuan berpikir tingkat tinggi (HOTS)

Contoh kegiatan pembelajaran untuk mendorong peserta didik memilki


keterampilan berpikir tingkat tinggi [HOTS], antara lain:

1) Guru menugaskan peserta didik untuk menganalisis permasalahan yang


disajikan melalui lembar kerja berkaitan dengan materi persamaan dan
pertidaksamaan nilai mutlak dalam bentuk linear satu variabel;
2) Peserta didik menganalisa permasalahan tersebut melalui kegiatan diskusi
kelompok, yang diawali dengan mengidentifikasi variabel-variabel.
3) Peserta didik mengumpulkan berbagai informasi berkaitan dengan
permasalahan yang disajikan dari berbagai sumber belajar, kemudian
bersama kelompoknya mengolah data yang terkumpul untuk dianalisis
sehingga menghasilkan rumusan penyelesaian masalah;
4) Melalui diskusi dan tanya jawab bersama kelompoknya, peserta didik
melakukan evaluasi terhadap rumusan penyelesaian masalah yang
diperolehnya;
5) Peserta didik mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya, kemudian
membuat kesimpulan bersama;
6) Selama kegiatan berlangsung, guru melakukan, pengamatan dan
pendampingan

E. Pengembangan Berpikir Tingkat Tinggi


Pembelajaran berbasis HOTS merupakan pembelajaran yang
mengembangkan keterampilan berfikir kritis. Mengembangkan pemikiran
kritis menuntut latihan menemukan pola, menyusun penjelasan, membuat
hipotesis, melakukan generalisasi, dan mendokumentasikan temuan-temuan
dengan bukti (Eggen, 2012:261).
Menurut Achmad Fanani dan Dian Kusmaharti, (2018:3), hal ini
menunjukkan bahwa pembelajaran yang memicu siswa untuk berfikir
tingkat tinggi menuntut penggunaan strategi pembelajaran yang berorientasi
pada siswa aktif, sehingga siswa memiliki kesempatan untuk mengamati,
menanya, menalar, mencoba, dan mengkomunikasikan, pendekatan semacam
ini sangat sesuai dengan harapan kurikulum 2013.
Pada kurikulum 2013 terdapat beberapa perubahan dengan kurikulum
2006. Kurikulum 2013 lebih disesuaikan dengan tuntutan perkembangan
zaman serta mempersiapkan sumber daya manusia yang siap dalam
persaingan global. Pembelajaran kurikulum 2013 melatih siswa untuk aktif
mencari tahu ilmu pengetahuan, bukan seperti kurikulum 2006 siswa pasif,
menekankan kemampuan berbahasa sebagai alat komunikasi, pembawa
pengetahuan dan berfikir logis, sistematis, dan kreatif. Di kurikulum 2013 ini
guru hanya sebagai fasilitator.
Pengembangan pembelajaran dengan berpikir tinggi atau kritis ini
perlu memperhatikan taksonomi Bloom (dalam Chatib, 2019:145-147), sebab
taksonomi Bloom yang sudah direvisi dapat diterapkan dan sangat membantu
guru dalam mengembangkan pembelajaran yang berkualitas (higher Order
Thingking). Dalam pembelajaran yang sering ditekankan adalah pengetahuan
padahal dalam tangga taksonomi Bloom pengetahuan menempati tangga
terendah. Oleh karenanya Bloom mendorong siswa agar dapat mencapai
tangga tertinggi melalui beberapa kegiatan sebagai berikut:
a. Mengingat. Pengetahuan adalah ingatan tentang meteri atau bahan yang sudah
pernah dipelajari.
b. Memahami adalah kemampuan untuk menangkap arti suatu materi atau
informasi yang dipelajari.
c. Menerapkan adalah kemampuan aplikasi dari materi atau informasi yang telah
dipelajari kedalam suatu keadaan baru dan kongkret dengan hanya mendapat
sedikit pengalaman.
d. Menganalisis adalah kemampuan menguraikan suatu materi atau informasi
menjadi komponen-komponen yang lebih kecil sehingga lebih mudah
dipahami.
e. Mengevaluasi adalah kemampuan menentukan nilai suatu materi, pernyataan,
laporan, cerita, atau lainnya untuk tujuan tertentu.
f. Kreasi adalah kemampuan menyatukan bagian-bagian atau komponen-
komponen menjadi suatu bentuk yang lengkap dan unik.
PENUTUP

A. Kesimpulan
Keterampilan berpikir tingkat tinggi (high order thinking skill) adalah
proses berpikir kompleks dalam menguraikan materi, membuat kesimpulan,
membangun representasi, menganalisis, dan membangun hubungan dengan
melibatkan aktivitas mental yang paling dasar dan dipengaruhi oleh bebrapa
kondisi yang nantinya dapat mengembangkan keterampilan berfikir kritis
yang dapat bermanfaat bagi pembelajaran. Ada beberapa aspek dalam
keterampilan tingkat tinggi (high order thinking skill), antara lain adalah
sebagai transfer of knowledge, problem solving dan critical and creative
thinking. Keterampilan berpikir tingkat tinggi (high order thinking skill)
memiliki karakteristik mengukur kemampuan berfikir tingkat tinggi, berbasis
permasalahan kontekstual, tidak rutin (tidak akrab), dan menggunakan bentuk
soal yang beragam.
DAFTAR PUSTAKA

Afandi & Sajidan. 2017. Stimulasi Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi:


Implementasi dalam Pembelajaran Abad 21. Surakarta: UNS Press.
Anderson, L.W dan Krathwohl, D.R. 2010. Kerangka Landasan untuk
Pembelajaran, Pengajaran dan Asesmen (Revisi Taksonomi
Pendidikan Bloom). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Australian Council for Educational Research. (2015). Developing Higher
Order Thinking Skill. Melbourne: ACER.
Conklin, W. (2012). Higher order thinking skills to develop 21st century
learners. Huntington Beach, CA: Shell Education Publishing, Inc.
Chatib, Munif. 2019. Sekolahnya Manusia: Sekolah Berbasis Multiple
Intelligences Di Indonesia. Bandung: Kaifa.
Eggen, P, Kauchak. 2012. Strategi dan Model Pembelajaran. Jakarta: PT.
Indeks.
Fanani, Achmad dan Dian Kusmaharti. 2018.Pengembangan Pembelajaran
Berbasis Hots (Higher Order Thinking Skill) Di Sekolah Dasar Kelas
V. Surabaya: Jurnal.
Kemendikbud.(2017). Modul Penyusunan Soal Higher Order Thinking Skill
(HOTS). Jakarta: Direktorat Pembinaan SMA Ditjen Pendidikan Dasar
dan Menengah.
Pinel, J. (2000). Biopsychology (Fourth Edition). USA: Pearson Education
Company.
Resnick, L.B. 1987. Education and Learning to Think. Washington, D.C:
National Academy Press.
Santrock, W. J. (2011). Educational Psychology (Fifth Edition). New York:
McGraw-Hill Company.
Setiawan, Harianto. 2014. Soal Matematika Dalam Pisa Kaitannya Dengan
Literasi Matematika Dan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi.
Jurnal Edukasi Universitas Jember.Vol 1 No 4.
Weaver, C. G. I. (2011). Toward an Understanding of the Dynamic
Interdependence of Genes and Environment in the Regulation of
Phenotype Nurturing our Epigenetic Nature. In A. Petronis & J. Mill.
(Ed). Brain, Behaviour, and Epigenetics. New York: Springer
Science+Bussiness Media.
Widana, I Wayan.(2016). Penulisan Soal HOTS untuk Ujian Sekolah.
Jakarta: DirektoratPembinaan SMA.

Anda mungkin juga menyukai