Anda di halaman 1dari 10

Ringkasan Materi 

Post Test Peningkatan Kompetensi Pembelajaran (PKP)


Berbasis Zonasi

KONSEP BERPIKIR TINGKAT TINGGI


Pembelajaran yang berorientasi pada Keterampilan Berpikir Tingkat
Tinggi melibatkan 3 aspek yaitu: 
1. Transfer of Knowledge
2. Critical and Creative Thinking
3. Problem Solving.
Dalam proses pembelajaran keterampilan berpikir tingkat tinggi tidak memandang level
KD, apakah KD nya berada pada tingkatan C1, C2, C3, C4, C5, atau C6.

1. Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi sebagai


Transfer of Knowledge
Keterampilan berpikir tingkat tinggi berkaitan dengan ranah kognitif, afektif, dan
psikomotor yang menjadi satu kesatuan dalam proses belajar dan mengajar
Ranah Kognitif
Proses Kognitif sesuai dengan level kognitif Bloom.
LOTS
C1 : Mengingat
C2 : Memahami
C3 : Menerapkan/Mengaplikasikan

HOTS
C4 : Menganalisis
C5 : Menilai/Mengevaluasi
C6 : Mengkreasi/Mencipta

Dimensi Pengetahuan:
1. Pengetahuan Faktual. Simbol-simbol yang berkaitan dengan beberapa referensi
konkret, atau "benang-benang simbol" yang menyampaikan informasi penting. Jenis
pengetahuan faktual yaitu: 1). Pengetahuan terminologi contohnya kata-kata, angka-
angka, tanda-tanda, dan gambar-gambar. 2). Pengetahuan yang detail dan elemen-
elemen yang spesifik mengacu pada pengetahuan peristiwa-peristiwa, tempat-tempat,
orang-orang, tanggal, sumber informasi, dan semacamnya.
2. Pengetahuan Konseptual. Pengetahuan konseptual meliputi skema-skema,
model-model mental, atau teori-teori eksplisit dan implisit dalam model-model psikologi
kognitif yang berbeda. 
3. Pengetahuan Prosedural. "Pengetahuan mengenai bagaimana" melakukan
sesuatu. Pengetahuan prosedural sering mengambil bentuk dari suatu rangkaian
langkah-langkah yang akan diikuti.
4. Pengetahuan Metakognitif. Pengetahuan metakognitif adalah pengetahuan
mengenai kesadaran secara umum. Penekanan kepada peserta didik untuk lebih sadar
dan bertanggung jawab terhadap pengetahuan dan pemikiran mereka sendiri.
HOTS merupakan irisan antara tiga komponen dimensi proses kognitif teratas
(menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta) dan tiga komponen dimensi
pengetahuan tertinggi (konseptual, prosedural, dan metakognitif).
Ranah Afektif

Ranah afektif yang berhubungan dengan sikap, nilai, perasaan, emosi serta derajat
penerimaan atau penolakan suatu objek dalam kegiatan pembelajaran. Berikut 5
kategori ranah afektif:
A1 : Penerimaan
A2 : Menanggapi
A3 : Penilaian
A4 : Mengelola
A5 : Karakterisasi

Ranah Psikomotor
Keterampilan proses psikomotor merupakan keterampilan dalam melakukan pekerjaan
dengan melibatkan anggota tubuh yang berkaitan dengan gerak fisik (motorik) yang
terdiri dari gerakan refleks, keterampilan pada gerak dasar, perseptual, ketepatan,
keterampilan kompleks, ekspresif, dan interperatif. 
P1 : Imitasi
P2 : Manipulasi
P3 : Presisi
P4 : Artikulasi
P5 : Naturalisasi

2. Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi sebagai


Critical and Creative Thinking
Berpikir kritis merupakan proses mengerahkan pengetahuan dan keterampilan dalam
memecahkan permasalahan yang muncul, mengambil keputusan, menganalisis semua
asumsi yang muncul dan melakukan investigasi atau penelitian berdasarkan data dan
informasi yang telah didapatkan sehingga menghasilkan informasi atau simpulan.
Elemen dasar tahapan keterampilan berpikir kritis yaitu FRISCO
F (Focus) : Mengidentifikasi masalah dengan baik.
R (Reason) : Alasan-alasan yang diberikan bersifat logis atau tidak untuk disimpulkan.
I (Inference) : Jika alasan yang dikembangkan adalah tepat, maka alasan tersebut harus
cukup sampai pada kesimpulan yang sebenarnya.
S (Situation) : Membandingkan dengan situasi yang sebenarnya.
C (Clarity) : Harus ada kejelasan istilah maupun penjelasan yang digunakan pada
argumen sehingga tidak terjadi kesalahan dalam mengambil kesimpulan.
O (Overview) : Pengecekan terhadap sesuatu yang telah ditemukan, diputuskan,
diperhatikan, dipelajari, dan disimpulkan.

3. Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi sebagai


Problem Solving
Keterampilan berpikir tingkat tinggi sebagai problem solving diperlukan dalam proses
pembelajaran, karena pembelajaran yang dirancang dengan pendekatan pembelajaran
berorientasi pada keterampilan tingkat tinggi tidak dapat dipisahkan dari kombinasi
keterampilan berpikir dan keterampilan kreativitas untuk pemecahan masalah.

Menurut Mourtos, Okamoto, dan Rhee, ada enam aspek yang dapat digunakan untuk
mengukur sejauh mana keterampilan pemecahan masalah peserta didik, yaitu: 
1. Menentukan masalah. Mendefinisikan masalah, menjelaskan permasalahan,
menentukan kebutuhan data dan informasi yang harus diketahui sebelum digunakan
untuk mendefinisikan masalah sehingga menjadi lebih detail, dan mempersiapkan
kriteria untuk menentukan hasil pembahasan dari masalah yang dihadapi; 
2. Mengeksplorasi masalah. Menentukan objek yang berhubungan dengan
masalah, memeriksa masalah yang terkait dengan asumsi, dan menyatakan hipotesis
yang terkait dengan masalah; 
3. Merencanakan solusi. Peserta didik mengembangkan rencana untuk
memecahkan masalah, memetakan sub-materi yang terkait dengan masalah, memilih
teori prinsip dan pendekatan yang sesuai dengan masalah, dan menentukan informasi
untuk menemukan solusi; 
4. Melaksanakan rencana. Pada tahap ini peserta didik menerapkan rencana yang
telah ditetapkan;
5. Memeriksa solusi. Mengevaluasi solusi yang digunakan untuk memecahkan
masalah; dan
6. Mengevaluasi. Pada langkah ini, solusi diperiksa, asumsi yang terkait dengan
solusi dibuat, memperkirakan hasil yang diperoleh ketika mengimplementasikan solusi
dan mengomunikasikan solusi yang telah dibuat.

KOMPETENSI KETERAMPILAN 4CS


(CREATIVITY, CRITICAL THINKING,
COLLABORATION, COMMUNICATION)
Pembelajaran abad 21 menggunakan istilah yang dikenal sebagai 4Cs (critical thinking,
communication, collaboration, and creativity).

Peta Kompetensi Keterampilan 4Cs:


1. Creativity Thinking and innovation. Peserta didik dapat menghasilkan,
mengembangkan, dan mengimplementasikan ide-ide mereka secara kreatif baik secara
mandiri maupun berkelompok.
2. Critical Thinking and Problem Solving. Peserta didik dapat mengidentifikasi,
menganalisis, menginterpretasikan, dan mengevaluasi bukti-bukti, argumentasi, klaim,
dan data-data yang tersaji secara luas melalui pengkajian secara mendalam, serta
merefleksikannya dalam kehidupan sehari-hari.
3. Communication. Peserta didik dapat mengomunikasikan ide-ide dan gagasan
secara efektif menggunakan media lisan, tertulis, maupun teknologi.
4. Collaboration. Peserta didik dapat bekerja sama dalam sebuah kelompok dalam
memecahkan permasalahan yang ditemukan.
PENGEMBANGAN INDIKATOR PENCAPAIAN
KOMPETENSI (IPK)
Pengembangan IPK memperhatikan hal-hal seperti:
1. Tentukanlah proses berpikir yang akan dilakukan oleh peserta didik untuk
mencapai kompetensi minimal yang ada pada KD; 
2. Rumusan IPK menggunakan kata kerja operasional (KKO) yang bisa diukur; 
3. Dirumuskan dalam kalimat yang simpel, jelas, dan mudah dipahami; 
4. Tidak menggunakan kata yang bermakna ganda; 
5. Hanya mengandung satu tindakan; 
6. Memperhatikan karakteristik mata pelajaran, potensi, dan kebutuhan peserta
didik, sekolah, masyarakat, dan lingkungan/daerah.
IPK dikategorikan menjadi tiga, yaitu IPK kunci, IPK pendukung, dan IPK pengayaan.

a. Indikator Kunci
1. Indikator yang sangat memenuhi kriteria UKRK (Urgensi, Keterkaitan, Relevansi,
Keterpakaian). 
2. Kompetensi yang dituntut adalah kompetensi minimal yang terdapat pada KD. 
3. Memiliki sasaran untuk mengukur ketercapaian standar minimal dari KD. 
4. Dinyatakan secara tertulis dalam pengembangan RPP dan harus teraktualisasi
dalam pelaksanaan proses pembelajaran, sehingga kompetensi minimal yang harus
dikuasai peserta didik tercapai berdasarkan tuntutan KD mata pelajaran. 
b. Indikator Pendukung
1. Membantu peserta didik memahami indikator kunci. 
2. Dinamakan juga indikator prasyarat yang berarti kompetensi yang sebelumnya
telah dipelajari peserta didik, berkaitan dengan indikator kunci yang dipelajari.
c. Indikator Pengayaan 
1. Mempunyai tuntutan kompetensi yang melebihi dari tuntutan kompetensi dari
standar minimal KD. 
2. Tidak selalu harus ada. 
3. Dirumuskan apabila potensi peserta didik memiliki kompetensi yang lebih tinggi
dan perlu peningkatan yang baik dari standar minimal KD.

MODEL-MODEL PEMBELAJARAN
Model Discovery Learning
Model pembelajaran penyingkapan/penemuan (Discovery/Inquiry Learning) adalah
memahami konsep, arti, dan hubungan melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai
kepada suatu kesimpulan.

Sintak model Discovery Learning:


1. Pemberian rangsangan (stimulation). Guru mengajukan pertanyaan,
menganjurkan membaca buku dan kegiatan lainnya, supaya peserta didik menimbulkan
kebingungan dan keinginan untuk menyelidiki sendiri.
2. Pernyataan/Identifikasi masalah (problem statement). Peserta didik
melakukan identifikasi dan membuat hipotesis. 
3. Pengumpulan data (data collection). Peserta didik mengumpulkan informasi
yang relevan. mengumpulkan (collection) berbagai informasi yang relevan melalui
membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan nara sumber, melakukan uji
coba sendiri dan sebagainya.
4. Pengolahan data (data processing). Semua informasi hasil bacaan,
wawancara, observasi, dan sebagainya, semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, atau
ditabulasi.
5. Pembuktian (verification). Peserta didik melakukan pemeriksaan secara cermat
untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis dengan temuan alternatif,
dihubungkan dengan hasil pengolahan data.
6. Menarik simpulan/generalisasi (generalization). Proses menarik sebuah
kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau
masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi.

Model Pembelajaran Inkuiri


Model pembelajaran inkuiri merupakan kegiatan pembelajaran yang melibatkan secara
maksimal seluruh kemampuan peserta didik untuk mencari dan menyelidiki sesuatu
secara sistematis kritis dan logis sehingga mereka dapat merumuskan sendiri
temuannya.

Sintak/tahap model inkuiri meliputi: 


1. Orientasi masalah;
2. Pengumpulan data dan verifikasi; 
3. Pengumpulan data melalui eksperimen; 
4. Pengorganisasian dan formulasi eksplanasi; dan 
5. Analisis proses inkuiri.

Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)


Model pembelajaran berbasis masalah merupakan pembelajaran yang menggunakan
berbagai kemampuan berpikir dari peserta didik secara individu maupun kelompok serta
lingkungan nyata untuk mengatasi permasalahan sehingga bermakna, relevan, dan
kontekstual (Tan Onn Seng, 2000).

Sintak model Problem-based Learning menurut Arends (2012) yaitu:


1. Orientasi peserta didik pada masalah;
2. Mengorganisasikan peserta didik untuk belajar;
3. Membimbing penyelidikan individu maupun kelompok;
4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya; dan
5. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.

Model Project Based Learning


Model Project-based Learning adalah model pembelajaran yang melibatkan keaktifan
peserta didik dalam memecahkan masalah, dilakukan secara berkelompok/mandiri
melalui tahapan ilmiah dengan batasan waktu tertentu yang dituangkan dalam sebuah
produk untuk selanjutnya dipresentasikan kepada orang lain.

Sintak model Project-based Learning yaitu:


1. Pertanyaan Mendasar
2. Mendesain Perencanaan Produk
3. Menyusun Jadwal Pembuatan
4. Memonitor Keaktifan dan Perkembangan Proyek
5. Menguji Hasil
6. Evaluasi Pengalaman Belajar
Stimulasi pertanyaan dalam pembelajaran berorientasi pada keterampilan berpikir
tingkat tinggi atau HOTS untuk mendorong memunculkan pikiran-pikiran orisinal
peserta didik, pertanyaan-pertanyaan tersebut mencakup:
1. Pertanyaan untuk memfokuskan perhatian atau kajian untuk diperdalam;
2. Pertanyaan untuk mendorong peserta didik berpikir menemukan alasan atau
mengambil posisi pendapat;
3. Pertanyaan untuk mengklarifikasi suatu konsep dengan arah bisa merumuskan
definisi yang jelas lewat memperbandingkan, menghubungkan, dan mencari perbedaan
atas konsep-konsep yang ada;
4. Pertanyaan untuk mendorong munculnya gagasan-gagasan yang kreatif dan
alternatif lewat imajinasi;
5. Pertanyaan untuk mendorong peserta didik mencari data dan fakta pendukung
serta bukti-bukti untuk mengambil keputusan atau posisi;
6. Pertanyaan untuk mendorong peserta didik mengembangkan pikiran lebih jauh
dan lebih mendalam, dengan mencoba mengaplikasikan sesuatu informasi pada
berbagai kasus dan kondisi yang berbeda-beda, sehingga memiliki lebih banyak
argumentasi;
7. Pertanyaan untuk mengembangkan kemampuan mengaplikasikan aturan atau
teori yang lebih umum pada kasus yang tengah dikaji.

PENULISAN DAN PENGEMBANGAN


SOAL HOTS
Dalam taksonomi Bloom yang direvisi oleh Anderson & Krathwohl (2001),
dirumuskan 6 level proses berpikir, yaitu:

C 1 = mengingat (remembering )
C 2 = memahami (understanding)

C 3 = menerapkan (applying)

C 4 = menganalisis (analyzing)

C 5 = mengevaluasi (evaluating)

C 6 = mengkreasi (creating)

Anderson dan Krathwohl mengategorikan kemampuan proses menganalisis (analyzing),


mengevaluasi (evaluating), dan mencipta (creating) termasuk berpikir tingkat tinggi.

Pada pemilihan kata kerja operasional (KKO) untuk merumuskan indikator soal
HOTS, hendaknya tidak terjebak pada pengelompokkan KKO. Sebagai contoh kata
kerja “menentukan‟ pada Taksonomi Bloom ada pada ranah C2 dan C3. Dalam konteks
penulisan soal-soal HOTS, kata kerja “menentukan‟ bisa jadi ada pada ranah C5
(mengevaluasi) apabila untuk menentukan keputusan didahului dengan proses berpikir
menganalisis informasi yang disajikan pada stimulus lalu peserta didik diminta
menentukan keputusan yang terbaik. Bahkan kata kerja “menentukan‟ bisa digolongkan
C6 (mengkreasi) bila pertanyaan menuntut kemampuan menyusun strategi pemecahan
masalah baru. Jadi, ranah kata kerja operasional (KKO) sangat dipengaruhi oleh proses
berpikir apa yang diperlukan untuk menjawab pertanyaan yang diberikan.

Brookhart menggunakan tiga istilah dalam mendefinisikan keterampilan berpikir tingkat


tinggi (HOTS), yaitu: HOTS adalah proses transfer, HOTS adalah berpikir kritis, dan
HOTS adalah penyelesaian masalah.

1. HOTS sebagai proses transfer dalam konteks pembelajaran adalah melahirkan


belajar bermakna (meaningfull learning), yakni kemampuan peserta didik dalam
menerapkan apa yang telah dipelajari ke dalam situasi baru tanpa arahan atau petunjuk
pendidik atau orang lain.
2. HOTS sebagai proses berpikir kritis dalam konteks pembelajaran adalah
membentuk peserta didik yang mampu untuk berpikir logis (masuk akal), reflektif, dan
mengambil keputusan secara mandiri.
3. HOTS sebagai proses penyelesaian masalah adalah menjadikan peserta didik
mampu menyelesaikan permasalahan riil dalam kehidupan nyata, yang umumnya
bersifat unik sehingga prosedur penyelesaiannya juga bersifat khas dan tidak rutin.
Dilihat dari dimensi pengetahuan, umumnya soal HOTS mengukur dimensi
metakognitif, tidak sekadar mengukur dimensi faktual, konseptual, atau prosedural
saja. Dimensi metakognitif menggambarkan kemampuan menghubungkan beberapa
konsep yang berbeda, menginterpretasikan, memecahkan masalah (problem solving),
memilih strategi pemecahan masalah, menemukan (discovery) metode baru,
berargumen (reasoning), dan mengambil keputusan yang tepat.

Soal yang termasuk Higher Order Thinking memiliki ciri-ciri:


1. Transfer satu konsep ke konsep lainnya;
2. Memproses dan menerapkan informasi;
3. Mencari kaitan dari berbagai informasi yang berbeda-beda;
4. Menggunakan informasi untuk menyelesaikan masalah;
5. Menelaah ide dan informasi secara kritis.
Karakteristik instrumen penilaian berpikir tingkat tinggi (HOTS):
1. Mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi
2. Bersifat Divergen
3. Menggunakan Multirepresentasi
4. Berbasis permasalahan kontekstual
5. Menggunakan bentuk soal beragam

Puspendik (2015) mengklasifikasikan 3 level kognitif yaitu: Level 1 (Pengetahuan


dan Pemahaman), Level 2 (Aplikasi), dan Level 3 (Penalaran)
1. Pengetahuan dan Pemahaman. Mengukur pengetahuan faktual, konsep, dan
prosedural.
2. Aplikasi. Menggunakan pengetahuan faktual, konsep, dan prosedural tertentu
pada konsep lain dalam mapel yang sama atau mapel lainnya; Menggunakan
pengetahuan faktual, konsep, dan prosedural tertentu untuk menyelesaikan masalah
kontekstual (situasi lain).
3. Penalaran. Menggunakan penalaran dan logika untuk; Mengambil keputusan
(evaluasi); Memprediksi dan refleksi; Menyusun strategi baru untuk memecahkan
masalah.
Langkah-langkah penyusunan soal HOTS yaitu:
1. Menganalisis KD
2. Menyusun kisi-kisi soal
3. Memilih stimulus yang tepat dan kontekstual
4. Menulis butir pertanyaan sesuai dengan kisi-kisi soal
5. Membuat pedoman penskoran (rubrik) atau kunci jawaban
KD yang berada pada tingkat kognitif C4 (menganalisis), C5 (mengevaluasi), dan C6
(mengkreasi) dapat disusun soal HOTS. KD yang berada pada tingkat kognitif C1
(mengingat), C2 (memahami), dan C3 (menerapkan) tidak dapat langsung disusun soal
HOTS. KD tersebut dapat disusun soal HOTS, bila sebelumnya dirumuskan terlebih
dahulu IPK pengayaan dengan tingkat kognitif C4, C5, dan C6.

DIMENSI LITERASI
Literasi Baca dan Tulis
Literasi baca dan tulis adalah pengetahuan dan kecakapan untuk membaca, menulis,
mencari, menelusuri, mengolah, dan memahami informasi untuk menganalisis,
menanggapi, dan menggunakan teks tertulis untuk mencapai tujuan, mengembangkan
pemahaman dan potensi, serta untuk berpartisipasi di lingkungan sosial.

Literasi Numerasi
Literasi numerasi adalah pengetahuan dan kecakapan untuk (a) bisa memperoleh,
menginterpretasikan, menggunakan, dan mengomunikasikan berbagai macam angka
dan simbol matematika untuk memecahkan masalah praktis dalam berbagai macam
konteks kehidupan sehari-hari; (b) bisa menganalisis informasi yang ditampilkan dalam
berbagai bentuk (grafik, tabel, bagan, dsb.) untuk mengambil keputusan. 

Literasi Sains
Literasi sains adalah pengetahuan dan kecakapan ilmiah untuk mampu mengidentifikasi
pertanyaan, memperoleh pengetahuan baru, menjelaskan fenomena ilmiah, serta
mengambil simpulan berdasarkan fakta, memahami karakteristik sains, membangun
kesadaran bagaimana sains dan teknologi membentuk lingkungan alam, intelektual dan
budaya, serta meningkatkan kemauan untuk terlibat dan peduli dalam isu-isu yang
terkait sains. 

Literasi Digital
Literasi digital adalah pengetahuan dan kecakapan untuk menggunakan media digital,
alat-alat komunikasi, atau jaringan dalam menemukan, mengevaluasi, menggunakan,
membuat informasi, dan memanfaatkannya secara sehat, bijak, cerdas, cermat, tepat,
dan patuh hukum dalam rangka membina komunikasi dan interaksi dalam kehidupan
sehari-hari. 

Literasi Finansial
Literasi finansial adalah pengetahuan dan kecakapan untuk mengaplikasikan (a)
pemahaman tentang konsep dan risiko, (b) keterampilan, dan (c) motivasi dan
pemahaman agar dapat membuat keputusan yang efektif dalam konteks finansial untuk
meningkatkan kesejahteraan finansial, baik individu maupun sosial, dan dapat
berpartisipasi dalam lingkungan masyarakat. 

Literasi Budaya dan Kewargaan


Literasi budaya adalah pengetahuan dan kecakapan dalam memahami dan bersikap
terhadap kebudayaan Indonesia sebagai identitas bangsa. Sementara itu, literasi
kewargaan adalah pengetahuan dan kecakapan dalam memahami hak dan kewajiban
sebagai warga masyarakat.

Untuk lebih jelasnya, berikut buku tentang panduan GLN, literasi baca tulis, numerasi,
sains, digital, finansial, dan literasi budaya dan kewargaan, silahkan diunduh !

PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER


Pada Permendikbud Nomor 20 Tahun 2018 menyatakan,
1. PPK dilaksanakan dengan menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam pendidikan
karakter terutama meliputi nilai-nilai religius, jujur, toleran, disiplin, bekerja keras, kreatif,
mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai
prestasi, komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial,
dan bertanggung jawab. 
2. Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perwujudan dari 5 (lima)
nilai utama yang saling berkaitan yaitu religiusitas, nasionalisme, kemandirian, gotong
royong, dan integritas yang terintegrasi dalam kurikulum. 
3. Satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar atau satuan pendidikan jenjang
pendidikan menengah diselenggarakan melalui kegiatan Intrakurikuler, Kokurikuler, dan
Ekstrakurikuler, yang dilaksanakan secara kreatif dan terpadu. 
Untuk materi KOMPETENSI PROFESIONAL, menyesuaikan dengan 2 unit
pembelajaran yang dipelajari di kelompok belajarnya, silahkan BUKA Buku Peningkatan
Kompetensi Pembelajaran.

Anda mungkin juga menyukai