Anda di halaman 1dari 14

Resume Pembelajaran Inovatif

KETERAMPILAN BERFIKIR TINGKAT TINGGI

(Disusun dan didiskusikan pada mata kuliah Pembelajaran Inovatif yang diampu oleh Ibu Dr.
Masra Latjompoh, M.Pd)

Oleh :

Defriyanto Sadu

431418067

PENDIDIKAN BIOLOGI B

JURUSAN BIOLOGI

PRODI PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

2020
1. Pengertian Higher Order Thinking Skill (HOTS)
Keterampilan berpikir merupakan gabungan dua kata yang memiliki makna berbeda,
yaitu berpikir (thinking) dan keterampilan (skills). Berpikir merupakan proses kognitif,
yaitu mengetahui, mengingat, dan mempersepsikan, sedangkan arti dari keterampilan,
yaitu tindakan dari mengumpulkan dan menye-leksi informasi, menganalisis, menarik
kesim-pulan, gagasan, pemecahan persoalan, mengevaluasi pilihan, membuat
keputusan dan merefleksikan (Wilson, 2000, p.7).
Higher Order Thinking Skill (HOTS) atau kemampuan berpikir tingkat tinggi dijelaskan
oleh Gunawan (2003, p.171) adalah proses berpikir yang mengharuskan siswa untuk
memanipulasi informasi yang ada dan ide-ide dengan cara tertentu yang memberikan
mereka pengertian dan implikasi baru. Misalnya, ketika siswa menggabungkan fakta dan
ide dalam proses mensintesis, melakukan generalisasi, menjelaskan, melakukan
hipotesis dan analisis, hingga siswa sampai pada suatu kesimpulan. Rosnawati (2013,
p.3) menjelaskan kemampuan berpikir tingkat tinggi dapat terjadi ketika seseorang
mengaitkan informasi yang baru diterima dengan informasi yang sudah tersimpan di
dalam ingatannya, kemudian menghubung-hubungkannya dan/atau menata ulang serta
mengembangkan informasi tersebut sehingga tercapai suatu tujuan ataupun suatu
penyelesaian dari suatu keadaan yang sulit dipecahkan.
King et al. (2013, p.1) mengkategorikan HOTS sebagai berikut: (1) berpikir kritis dan
berpikir logis, (2) berpikir reflektif, (3) berpikir metakognitif, dan (4) berpikir kreatif. Cara
mengevalusi HOTS peserta didik dapat ditempuh dengan cara mengukur melalui
beberapa cara, yaitu (1) memilih (multiple-choice, matching, dan rank-order items), (2)
menggeneralisasi (jawaban singkat, esai), dan (3) memberi alasan.
Bagarukayo et al. (2012, p.120) mendefinisikan HOTS meliputi: (1) membuat keputusan,
(2) menyelesaikan masalah, (3) berpikir kritis, (4) menganalisis, (5) mensintesis, serta (6)
menginterpretasi. Zohar & Dori (2003, pp.145-181) mengkategorikan HOTS menjadi: (1)
berargumen konstruktif, (2) mengajukan pertanyaan ilmiah, (3) membuat perbandingan,
(4) memecahkan masalah rumit nonalgoritma, (5) menggolongkan perbedaan pendapat,
dan (6) mengidentifikasi asumsi yang tersirat.
Sedangkan Kemendikbud (2017, p.3) menjelaskan bahwa soal-soal HOTS merupakan
instrumen pengukuran yang digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir tingkat
tinggi, yaitu kemampuan berpikir yang tidak sekadar mengingat (recall), menyatakan
kembali (restate), atau merujuk tanpa melakukan pengolahan (recite). Soal-soal HOTS
pada konteks asesmen mengukur kemampuan: 1) transfer satu konsep ke konsep
lainnya, 2) memproses dan menerapkan informasi, 3) mencari kaitan dari berbagai
informasi yang berbeda-beda, 4) menggunakan informasi untuk menyelesaikan
masalah, dan 5) menelaah ide dan informasi secara kritis. Meskipun demikian, soal-soal
yang berbasis HOTS tidak berarti soal yang lebih sulit daripada soal recall. Dilihat dari
dimensi pengetahuan, umumnya soal HOTS mengukur dimensi metakognitif, tidak
sekadar mengukur dimensi faktual, konseptual, atau prosedural saja. Dimensi
metakognitif menggambarkan kemampuan menghubungkan beberapa konsep yang
berbeda, menginterpretasikan, memecahkan masalah (problem solving), memilih
strategi pemecahan masalah, menemukan (discovery) metode baru, berargumen
(reasoning), dan mengambil keputusan yang tepat.
Khan & Inamullah (2011, pp.149-151) menyatakan bahwa keterampilan berpikir di
dalam taksonomi Bloom terbagi menjadi dua, yaitu (1) keterampilan berpikir tingkat
rendah, dan (2) keterampilan berpikir tingkat tinggi. Keterampilan berpikir dari
taksonomi Bloom direvisi oleh Anderson dan dipublikasikan Tahun 2001. Pada awalnya
taksonomi Bloom yang dipublikasikan pada tahun 1956 terdiri dari knowledge,
understand, application, analysis, synthesis dan evaluation. Revisi yang dilakukan
menggunakan dua dimensi, yaitu (1) dimensi pengetahuan (fakta,
konsep, prosedur, metakognitif), dan (2) dimensi proses kognitif (remember,
understand, apply, analyze, evaluate, dan create). Guru dapat menentukan dua dimensi
dalam proses pembelajaran yang disesuaikan dengan kata kerja operasional dan materi
pembelajaran (Reeves, 2006, p.297; Yang, et al., 2012, p.495). Dimensi proses berpikir
dalam Taksonomi Bloom sebagaimana yang telah disempurnakan oleh Anderson &
Krathwohl (2001), terdiri atas kemampuan: mengetahui (knowing-C1), memahami
(understanding-C2), menerapkan (aplying-C3), menganalisis (analyzing-C4),
mengevaluasi (evaluating-C5), dan mengkreasi (creating-C6). Soal-soal HOTS pada
umumnya mengukur kemampuan pada ranah menganalisis (analyzing-C4),
mengevaluasi (evaluating-C5), dan mengkreasi (creating-C6).
Gilligan (2007, p.7) menyatakan bahwa taksonomi Bloom hasil revisi sangat berguna
bagi guru untuk untuk mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi dalam
pelaksanaan pembelajaran. Guru menggunakan kata kerja operasional yang
berhubungan dengan keterampilan berpikir tingkat tinggi. Pada pemilihan kata kerja
operasional (KKO) untuk merumuskan indikator soal HOTS, hendaknya tidak terjebak
pada pengelompokkan KKO. Sebagai contoh kata kerja ‘menentukan’ pada Taksonomi
Bloom ada pada ranah C2 dan C3. Dalam konteks penulisan soal-soal HOTS, kata kerja
‘menentukan’ bisa jadi ada pada ranah C5 (mengevaluasi) apabila untuk menentukan
keputusan didahului dengan proses berpikir menganalisis informasi yang disajikan pada
stimulus lalu peserta didik diminta menentukan keputusan yang terbaik. Bahkan kata
kerja ‘menentukan’ bisa digolongkan C6 (mengkreasi) bila pertanyaan menuntut
kemampuan menyusun strategi pemecahan masalah baru. Jadi, ranah kata kerja
operasional (KKO) sangat dipengaruhi oleh proses berpikir apa yang diperlukan untuk
menjawab pertanyaan yang diberikan. Penyusunan soal-soal HOTS umumnya
menggunakan stimulus. Stimulus merupakan dasar untuk membuat pertanyaan. Dalam
konteks HOTS, stimulus yang disajikan hendaknya bersifat kontekstual dan menarik.
Stimulus dapat bersumber dari isu-isu global seperti masalah teknologi informasi, sains,
ekonomi, kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur.
Stimulus juga dapat diangkat dari permasalahan-permasalahan yang ada di lingkungan
sekitar satuan pendidikan seperti budaya, adat, kasus-kasus di daerah, atau berbagai
keunggulan yang terdapat di daerah tertentu. Kreativitas seorang gurusangat
mempengaruhi kualitas dan variasi stimulus yang digunakan dalam penulisan soal HOTS.
2. Pengertian Berpikir Kritis
Menurut Ennis (Robert H. Ennis: 2011) critical thinking is reasonable and reflective
thinking focused on deciding what to believe or do, yang artinya berpikir kritis adalah
suatu proses berpikir reflektif yang berfokus pada memutuskan apa yang diyakini atau
dilakukan. Keterampilan berpikir kritis menurut Redecker mencakup kemampuan
mengakses, menganalisis, mensintesis informasi yang dapat dibelajarkan, dilatihkan dan
dikuasai (Redecker, et al: 2011).
Definisi lain menyatakan bahwa, “critical thinking includes the component skills of
analyzing arguments, making inferences using inductive or deductive reasoning, judging
or evaluating, and making decisions or solving problems” (Emily R. Lai: 2011). Definisi
menurut Lai tersebut memiliki arti, bahwa berpikir kritis meliputi komponen
keterampilan-keterampilan menganalisis argumen, membuat kesimpulan menggunakan
penalaran yang bersifat induktif atau deduktif, penilaian atau evaluasi, dan membuat
keputusan atau memecahkan masalah. Sementara Bailin menyatakan, “defines critical
thinking as thinking of a particular quality essentially good thinking that meets specified
criteria or standards of adequacy and accuracy” (Bailin: 2002), yang artinya
mendefinisikan berpikir kritis sebagai pemikiran dari kualitas tertentu yang pada
dasarnya merupakan pemikiran yang baik yang memenuhi kriteria atau standar
kecukupan dan akurasi.
Menurut Wilingham, berpikir kritis adalah “seeing both sides of an issue, being open to
new evidence that disconfirms your ideas, reasoning dispassionately, demanding that
claims be backed by evidence, deducing and inferring conclusions from available facts,
solving problems, and so forth” (Emily R. Lai: 2011). Artinya, orang yang berpikir kritis
melihat kedua sisi dari sebuah masalah, bersikap terbuka terhadap peristiwa baru yang
meragukan pikiran Anda, penalaran yang tidak menggunakan emosi, meminta klaim
yang didukung bukti, menarik kesimpulan dari fakta yang ada, memecahkan masalah,
dan seterusnya.
Menurut Ratna dkk (2017) dalam tulisannya pada suatu Jurnal yang berjudul Critical
Thingking Skill: Konsep dan Indikator Penilaian. Critical thingking skill adalah
kemampuan untuk berpikir secara logis, reflektif, sistematis dan produktif yang
diaplikasikan dalam membuat pertimbangan dan mengambil keputusan yang baik.
Ratna menyebutkan bahwa seseorang dikatakan mampu berpikir kritis bila seseorang
itu mampu berpikir logis, reflektif, sistematis dan produktif yang dilakukannya dalam
membuat pertimbangan dan mengambil keputusan. Lebih lengkapnya Eliana Crespo
(2012) menjelaskan bahwa critical thinking adalah istilah umum yang diberikan untuk
berbagai keterampian kognitif dan intelektual membutuhkan:
 Mengidentifikasi, menganalisa, dan meng-evaluasi secara efektif
 Menemukan dan mengatasi prasangka
 Merumuskan dan menyajikan alasan-alasan yang meyakinkan untuk mendukung
kesimpulan
 Membuat pilihan yang cerdas dan beralasan tentang apa yang harus dipercaya dan
yang harus dilakukan.
3. Pengertian berpikir kreatif
Berpikir pada umumnya didefinisikan sebagai proses mental yang dapat menghasilkan
pengetahuan. Berpikir adalah suatu kegiatan akal untuk mengolah pengetahuan yang
telah diperoleh melalui indra dan ditujukan untuk mencapai kebenaran (Rakhmat, 1991:
138). (Maxwell, 2004: 82) mengartikan berpikir sebagai segala aktivitas mental yang
membantu merumuskan atau memecahkan masalah, membuat keputusan, atau
memenuhi keinginan untuk memahami; berpikir adalah sebuah pencarian jawaban,
sebuah pencapaian makna.
Menurut Khodijah (2006: 81) berpikir adalah melatih ide-ide dengan cara yang tepat dan
seksama yang dimulai dengan adanya masalah. (Solso, dalam Khodijah, 2006: 94)
berpikir adalah sebuah proses dimana representasi mental baru dibentuk melalui
transformasi informasi dengan interaksi yang komplek atribut-atribut mental seperti
penilaian, abstraksi, logika, imajinasi, dan pemecahan masalah. Pengertian tersebut
tampak bahwa ada tiga pandangan dasar tentang berpikir, yaitu (1) berpikir adalah
kognitif, yaitu timbul secara internal dalam pikiran tetapi dapat diperkirakan dari
perilaku, (2) berpikir merupakan sebuah proses yang melibatkan beberapa manipulasi
pengetahuan dalam sistem kognitif, dan (3) berpikir diarahkan dan menghasilkan
perilaku yang memecahkan masalah atau diarahkan pada solusi.
Kreatif adalah kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa
gagasan maupun karya nyata, baik dalam bentuk karya baru maupun kombinasi dengan
hal-hal yang sudah ada, yang belum pernah ada sebelumnya dengan menekankan
kemampuan yaitu yang berkaitan dengan kemampuan untuk mengkombinasikan,
memecahkan atau menjawab masalah, dan cerminan kemampuan operasional anak
kreatif. Kreatif seringkali dianggap sebagai sesuatu ketrampilan yang didasarkan pada
bakat alam, dimana hanya mereka yang berbakat saja yang bisa menjadi kreatif,
Anggapan ini tidak sepenuhnya benar, walaupun memang dalam kenyataannya terlihat
bahwa orang-orang tertentu memiliki kemampuan untuk menciptakan ide-ide baru
dengan cepat dan beragam.
Berpikir kreatif sebagai kemampuan umum untuk menciptakan sesuatu yang baru,
sebagai kemampuan untuk memberikan gagasan-gagasan baru yang dapat diterapkan
dalam pemecahan masalah, atausebagai kemampuan untuk melihat hubungan-
hubungan baru antara unsur-unsur yang sudah ada sebelumnya (Munandar, 1999: 25).
Berpikir kreatif merupakan ungkapan (ekspresi) dari keunikan individu dalam interaksi
dengan lingkungannya. Ungkapan kreatif inilah yang mencerminkan orisinalitas dari
individu tersebut. Dari ungkapan pribadi yang unik dapat diharapkan timbulnya ide-ide
baru dan produk-produk yang inovatif dan adanya ciri-ciri seperti: mampu mengarahkan
diri pada objek tertentu, mampu memperinci suatu gagasan, mampu menganalisis ide-
ide dan kualitas karya pribadi, mampu menciptakan suatu gagasan baru dalam
pemecahan masalah. (Munandar, 1999: 45).
Berpikir kreatif adalah kemampuan individu untuk memikirkan apa yang telah dipikirkan
semua orang, sehingga individu tersebut mampu mengerjakan apa yang belum pernah
dikerjakan oleh semua orang. Terkadang berpikir kreatif terletak pada inovasi yang
membantu diri sendiri untuk mengerjakan hal-hal lama dengan cara yang baru. Tetapi
pokoknya, ialah memandang dunia lewat cukup banyak mata baru sehingga timbullah
solusi-solusi baru, itulah yang selalu memberikan nilai tambah. berdasarkan uraian
diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian berpikir kreatif adalah suatu kemampuan
seseorang untuk menciptakan ide atau gagasan baru sehingga membuatnya merasa
mampu untuk bisa mencapai berbagi tujuan dalam hidupnya (Maxwell 2004: 136),.
Berpikir kreatif siswa akan terwujud jika ada dukungan dari lingkungan, ataupun jika ada
dorongan kuat dalam dirinya sendiri (motivasi internal) untuk menghasilkan sesuatu
berpikir kreatif dapat berkembang dalam lingkunagan yang menunjang. Di dalam
keluarga, di sekolah, di dalam lingkungan pekerjaan mau pun di dalam masyarakat harus
ada penghargaan dan dukungan terhadap sikap dan perilaku kreatif individu atau
kelompok individu. Oleh karena itu pendidikan hendaknya dapat menghargai keunikan
pribadi dan bakat-bakat siswannya (jangan mengharapkan semua melakukan atau
menghasilkan hal-hal yang sama, atau mempunyai minat yang sama). Guru hendaknya
membantu siswa menemukan bakat-bakatnya dan menghargainya.
Untuk mengembangkan berpikir kreatif, siswa perlu diberi kesempatan untuk bersibuk
diri secara kreatif. Pendidik hendaknya dapat merangsang anak untuk melibatkan
dirinya dalam kegiatan kreatif, dengan membantu mengusahakan sarana prasarana
yang diperlukan. Dalam hal ini yang penting ialah memberi kebebasan kepada anak
untuk mengeksprsikan dirinya secara kreatif, tentu saja dengan persyaratan tidak
merugikan orang lain atau lingkungan.
Pertama-tama yang perlu ialah proses bersibuk diri secara kreatif tanpa perlu selalu atau
terlalu cepat menuntut dihasilkannya produk-produk kreatif yang bermakna. Hal itu
akan datang dengan sendirinya dalam iklim yang menunjang, menerima dan
menghargai. Perlu pula diingat bahwa kurikulum sekolah yang terlalu padat sehingga
tidak ada peluang untuk kegiatan kreatif, dan jenis pekerjaan yang monoton, tidak
menunjang siswa untuk mengungkap dirinya secara kreatif.
Kedua kondisi yang memungkinkan anak menciptakan pikiran kreatif yang bermakna
ialah kondisi pribadi dan kondisi lingkungan, yaitu sejauh mana keduannya mendorong
anak untuk melibatkan dirinya dalam proses (kesibukan, kegiatan) berpikir kreatif.
Dengan dimilikinya bakat dan ciri-ciri pribadi kreatif, dan dengan dorongan (internal
maupun eksternal) untuk bersibuk diri secara kreatif, maka berpikir kreatif yang
bermakna dengan sendirinya akan timbul. Hendaknya pendidik menghargai kreativitas
anak dan mengkomunikasikannya kepada yang lain, isalnya dengan mempertunjukan
atau memamerkan hasil karya anak, ini akan lebih menggugah minat anak untuk
berkreasi.
Siswa kreatif kebanyakan menggunakan cara berpikir secara analogis karena mereka
mampu melihat berbagai hubungan yang tidak terlihat oleh siswa lain. Siswa yang biasa
juga sering berpikir analogis, tetapi berpikir analogisyang dilakukan oleh siswa kreatif
ditandai oleh sifatnya yang luar biasa, aneh, dan kadang-kadang tidak rasional. Berpikir
kreatif mempunyai beberapa mekanisme atau proses yang harus dilalui. Menurut para
psikolog, ada lima tahap berpikir kreatif, diantaranya:
 Orientasi; masalah dirumuskan, dan aspek-aspek masalah diindentifikasi.
 Preparasi; berusaha mengumpulkan sebanyak mungkin informasi yang relevan
dengan masalah.
 Inkubasi; proses pemberhentian sementara ketika berbagai masalah berhadapan
dengan jalan buntu. Tetapi mekipun begitu, proses berpikir berlangsung terus
dalam jiwa bawah sadar.
 Iluminasi; ketika masa inkubasi berakhir dengan ditemukannya solusi untuk
memecahkan masalah.
 Verifikasi; tahap untuk menguji dan secara kritis menilai pemecahan masalah yang
diajukan pada tahap keempat.
Sesungguhnya kemampuan berpikir kreatif pada dasarnya dimiliki semua orang. Berpikir
kreatif adalah kemampuan untuk menciptakan gagasan-gagasan baru dan orisinil.
Bahkan pada orang yang merasa tidak mampu menciptakan ide baru pun sebenarnya
bisa berpikir secara kreatif, asalkan dilatih. Untuk itu, perlu diketahui terlebih dahulu
mengenai cara berpikir dan cara berpikir kreatif.
4. Pengertian Problem Solving
Secara bahasa problem solving berasal dari dua kata yaitu problemdan solves. Makna
bahasa dari problem yaitu “a thing that is difficult to deal with or understand” (suatu hal
yang sulit untuk melakukannya atau memahaminya), dapat jika diartikan “a question to
be answered or solved” (pertanyaan yang butuh jawaban atau jalan keluar), sedangkan
solve dapat diartikan “to find an answer to problem” (mencari jawaban suatu masalah).
Sedangkan secara terminologi problem solving seperti yang diartikan Syaiful Bahri
Djamarah dan Aswan Zain adalah suatu cara berpikir secara ilmiah untuk mencari
pemecahan suatu masalah. 1. Sedangkan menurut istilah Mulyasa problem solving
adalah suatu pendekatan pengajaran menghadapkan pada peserta didik permasalahan
sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan
keterampilan permasalahan, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep esensial
dari materi pembelajaran. 2. Metode problem solving yang dimaksud adalah suatu
pembelajaran yang menjadikan masalah kehidupan nyata, dan masalah-masalah
tersebut dijawab dengan metode ilmiah, rasional dan sistematis.
Pembelajaran dengan problem solving ini dimaksud agar siswa dapat menggunakan
pemikiran (rasio) seluas-luasnya sampai titik maksimal dari daya tangkapnya. Sehingga
siswa terlatih untuk terus berpikir dengan menggunakan kemampuan berpikirnya.3.
Pada umumnya siswa yang berpikir rasional akan menggunakan prinsip-prinsip dan
dasar-dasar pengertian dalam menjawab pertanyaan dan masalah. Dalam berpikir
rasional siswa dituntut menggunakan logika untuk menentukan sebab akibat,
menganalisa, menarik kesimpulan, dan bahkan menciptakan hukum-hukum (kaidah
teoritis) dan ramalan-ramalan.
Dari berbagai pendapat di atas metode problem solving atau sering juga disebut dengan
nama metode pemecahan masalah merupakan suatu cara mengajar yang merangsang
seseorang untuk menganalisa dan melakukan sintesa dalam kesatuan struktur atau
situasi di mana masalah itu berada, atas inisiatif sendiri. Metode ini menuntut
kemampuan untuk dapat melihat sebab akibat atau relasi-relasi diantara berbagai data,
sehingga pada akhirnya dapat menemukan kunci pembuka masalahnya.
5. Pengertian Pengambilan Keputusan (Decision Making)
Keputusan merupakan hasil pemecahan dalam suatu masalah yang harus dihadapi
dengan tegas. Dalam Kamus Besar Ilmu Pengetahuan pengambilan keputusan (Decision
Making) didefinisikan sebagai pemilihan keputusan atau kebijakan yang didasarkan atas
kriteria tertentu. Proses ini meliputi dua alternatif atau lebih karena seandainya hanya
terdapat satu alternatif tidak akan ada satu keputusan yang akan diambil.1Menurut
J.Reason, Pengambilan keputusan dapat dianggap sebagai suatu hasil atau keluaran dari
proses mental atau kognitif yang membawa pada pemilihan suatu jalur tindakan di
antara beberapa alternatif yang tersedia. 2. Setiap proses pengambilan keputusan selalu
menghasilkan satu pilihan final.
G. R. Terry mengemukakan bahwa pengambilan keputusan adalah sebagai pemilihan
yang didasarkan kriteria tertentu atas dua atau lebih alternatif yang mungkin.3
Sedangkan Claude S. Goerge, Jr Mengatakan proses pengambilan keputusan itu
dikerjakan oleh kebanyakan manajer berupa suatu kesadaran, kegiatan pemikiran yang
termasuk pertimbangan, penilaian dan pemilihan diantara sejumlah alternatif.
Ahli lain yaitu Horold dan Cyril O‟Donnell mengatakan bahwa pengambilan keputusan
adalah pemilihan diantara alternatif mengenai suatu cara bertindak yaitu inti dari
perencanaan, suatu rencana tidak dapat dikatakan tidak ada jika tidak ada keputusan,
suatu sumber yang dapat dipercaya, petunjuk atau reputasi yang telah dibuat dan P.
Siagian mendefinisikan pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan sistematis
terhadap suatu masalah, pengumpulan fakta dan data, penelitian yang matang atas
alternatif dan tindakan.4 Pengambilan keputusan merupakan salah satu bentuk
perbuatan berpikir dan hasil dari suatu perbuatan itu disebut keputusan.5 Pengambilan
keputusan dalam Psikologi Kognitif difokuskan kepada bagaimana seseorang mengambil
keputusan. Dalam kajiannya, berbeda dengan pemecahan masalah yang mana ditandai
dengan situasi dimana sebuah tujuan ditetapkan dengan jelas dan dimana pencapaian
sebuah sasaran diuraikan menjadi sub tujuan, yang pada saatnya membantu
menjelaskan tindakan yang harus dan kapan diambil. Pengambilan keputusan juga
berbeda dengan penalaran, yang mana ditandai dengan sebuah proses oleh
perpindahan seseorang dari apa yang telah mereka ketahui terhadap pengetahuan lebih
lanjut.
Menurut Suharnan, pengambilan keputusan adalah poses memilih atau menentukan
berbagai kemungkinan diantara situasi-situasi yang tidak pasti. Pembuatan keputusan
terjadi di dalam situasi-situasi yang meminta seseorang harus membuat prediksi
kedepan, memilih salah satu diantara dua pilihan atau lebih, membuat estimasi
(prakiraan) mengenai frekuensi prakiraan yang akan terjadi.6 Salah satu fungsi berpikir
adalah menetapkan keputusan.7 Keputusan yang diambil seseorang beraneka ragam.
Tapi tanda-tanda umumnya antara lain : keputusan merupakan hasil berpikir, hasil
usaha intelektual, keputusan selalu melibatkan pilihan dari berbagai alternatif,
keputusan selalu melibatkan tindakan nyata, walaupun pelaksanaannya boleh
ditangguhkan atau dilupakan. Berdasarkan beberapa definisi diatas, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa Pengambilan Keputusan (Decision Making) merupakan suatu proses
pemikiran dari pemilihan alternatif yang akan dihasilkan mengenai prediksi kedepan.
Fungsi Pengambilan Keputusan individual atau kelompok baik secara institusional
ataupun organisasional, sifatnya futuristik.8 Tujuan Pengambilan Keputusan tujuan yang
bersifat tunggal (hanya satu masalah dan tidak berkaitan dengan masalah lain) Tujuan
yang bersifat ganda (masalah saling berkaitan, dapat bersifat kontradiktif ataupun tidak
kontradiktif). Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam organisasi itu dimaksudkan untuk
mencapai tujuan organisasinya yang dimana diinginkan semua kegiatan itu dapat
berjalan lancar dan tujuan dapat dicapai dengan mudah dan efisien. Namun, kerap kali
terjadi hambatan-hambatan dalam melaksanakan kegiatan.Ini merupakan masalah yang
harus dipecahkan oleh pimpinan organisasi. Pengambilan keputusan dimaksudkan untuk
memecahkan masalah tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Armei Arif, Pengantar Ilmu dan Metodelogi Pendidikan Islam. (Jakarta: Ciputat Pers. 2002), 101

Bailin, S., Case, R., Coombs, J. R., & Daniels, L. B. Conceptualizing critical thinking. Journal of
Curriculum Studies, 31(3), 1999.

Dagun, M. Save. 2006. Kamus Besar Ilmu Pengetahuan. Jakarta : Lembaga Pengkajian
Kebudayaan Nusantara (LPKN), hlm 185

Desmita. 2008. Psikologi Perkembangan. Bandung : Remaja Rosdakarya, hlm 198

DirJen Dikdasmen Kemendikbud. Modul Penyusunan Soal Higher Order Thinking Skill (HOTS).
https://www.berkasedukasi.com/2017/07/modul-penyusunan-soal-hots-sma.html

Emily R. Lai. Critical Thinking: A Literature Review. Research Report. Always Learning. Pearson.
2011.

Fischer, S. C., Spiker, V. A., & Riedel, S. L. Critical thinking training for army officers, volume 2: A
model of critical thinking. (Technical Report). Arlington, VA: U.S. Army Research
Institute for the Behavioral and Social Sciences, 2009.
Frydenberg, M., & Andone, D. Learning for 21 st Century Skills, 2011.

Garnison. D. R., Anderson, T. & Archer, W. Critical Thingking and Computer Conferencing: A
Model and Tool to Assess Cognitive Presence.

Hasan, M. Iqbal. 2004. Pokok-pokok Materi Pengambilan Keputusan. Bogor : Ghalia Indonesia,
hlm 10

Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002),
102

Mulyasa, E. Implementasi Kurikulum 2004 Panduan Pembelajaran KBK (Bandung: PT Remaja


Rosdakarya, 2004), 111

Rakhmat, Jalaluddin. 2007. Psikologi Komunikasi. Bandung : Rosdakarya, hlm 70 - 71

Reason, James. 1990. Human Eror. Ashgate. ISBN 1-84014-104-2

Syamsi, Ibnu. 2000. Pengambilan keputusan dan Sistem Informasi. (Jakarta : Bumi Aksara), hlm
5

Suharnan. 2005. Psikologi Kognitif. Surabaya : Srikandi, hlm 194

Anda mungkin juga menyukai