OLEH:
KELOMPOK 5
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT. karena berkat rahmat dan
hidayahNya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Higher
Order Thingking Skill (HOTS)” tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari
pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Evaluasi
Pembelajaran IPS. Makalah ini telah kami susun melalui diskusi dan sitasi buku
maupun jurnal.
Kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang terlah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Terlepas dari itu semua, kami
menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari susunan kalimat
maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan senang hati kami menerima
segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah perkembangan peserta didik
tentang “Higher Order Thingking Skill (HOTS)” ini dapat memberikan
manfaat serta memberi informasi terhadap pembaca.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL
KATA PENGANTAR..............................................................................................
...................................................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................
..................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................................
....................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................
....................................................................................................................6
C. Tujuan Penulisan..........................................................................................
....................................................................................................................6
D. Manfaat Penulisan........................................................................................
....................................................................................................................7
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi (KBTT)..............................
....................................................................................................................8
B. Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi
(KBTT).........................................................................................................
..................................................................................................................11
C. Berpikir Kritis dalam Mempengaruhi Kemampuan Berpikir Tingkat
Tinggi (KBTT) ............................................................................................
..................................................................................................................15
D. Berpikir Kreatif dalam Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi (KBTT)......
..................................................................................................................18
E. Asesmen Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi (KBTT) ...........................
..................................................................................................................21
F. Model-Model Pembelajaran yang Berbasis Keterampilan Berpikir
Tingkat Tinggi (KBTT) ..............................................................................
iii
..................................................................................................................22
G. Asesmen Pembelajaran yang Berbasis Keterampilan Berpikir Tingkat
Tinggi (KBTT) ............................................................................................
..................................................................................................................26
BAB III PENUTUP
A. Simpulan......................................................................................................
..................................................................................................................37
B. Saran.............................................................................................................
..................................................................................................................37
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................
................................................................................................................................38
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
C4: menganalisis (analyze), C5: mengevaluasi (evaluate), dan C6: menciptakan
(create) (Amirono & Daryanto, 2016).
Berdasarkan tingkat berpikir tersebut maka diperlukan teknik penilaian
yang terperinci sesuai dengan indikator keterampilan berpikir tingkat tingkat
(KBTT) pada masing-masing domain taksonomi Bloom.
HOTS (Higher Order Thinking Skill) atau yang sering disebut sebagai
kemampuan keterampilan atau konsep berpikir tingkat tinggi merupakan suatu
konsep reformasi pendidikan berdasarkan pada taksonomi bloom yang dimulai
pada awal abad ke-21. Konsep ini dimasukkan ke dalam pendidikan bertujuan
untuk menyiapkan sumber daya manusia dalam menghadapi revolusi industri.
Pada abad 21 ini sumber daya manusia diharapkan tidak hanya menjadi pekerja
yang mengikuti pemerintah, tetapi memiliki keterampilan abad ke 21. Kewajiban
untuk mendidik anak bangsa menjadi manusia yang kreatif dan cakap dinyatakan
secara eksplisit dalam pasal 3 Undang – undang Republik Indonesia tentang
sistem pendidikan Nasional, yakni:
2
Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Ditjen GTK) dalam upaya
peningkatan kualitas pembelajaran dan meningkatkan kualitas lulusan.Program ini
dikembangkan mengikuti arah kebijakan Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan yang pada tahun 2018 telah terintegrasi Penguatan Pendidikan
Karakter dan pembelajaran berorientasi pada Keterampilan Berpikir Tingkat
Tinggi atau Higher Order Thinking Skill (HOTS). Konsep (HOTS) merupakan
kemampuan berpikir yang tidak sekadar mengingat (recall), menyatakan kembali
(restate), atau merujuk tanpa melakukan pengolahan (recite). HOTS pada konteks
asesmen mengukur kemampuan:
3
siswa memutuskan apa yang harus dipercayai dan apa yang harus
dilakukan, menciptakan ide-ide baru, membuat prediksi dan
memecahkan masalah.
HOTS mengharuskan pembelajaran untuk memanfaatkan informasi dan
gagasan dengan cara mengubah makna dan implikasinya. Hal ini seperti ketika
pembelajaran menggabungkan fakta dan gagasan kemudian mensintesis,
menggeneralisasi, menjelaskan, memberi hipotesis, atau menyimpulkan. Oleh
karena itu dalam pembelajaran peserta didik harus bisa memahami, menafsirkan,
menganalisis, serta menginterpretasi informasi yang diterima (Arifin, 2018).
4
Saavedra dan Opfer mendefinisikan keterampilan abad 21 sesuai
dengan pembelajaran HOTS ke dalam empat kategori berikut: (1) cara berpikir:
kreativitas dan inovasi, berpikir kritis, pemecahan masalah, pengambilan
keputusan, dan belajar bagaimana belajar (metakognisi), (2) cara kerja:
komunikasi dan kerja sama dalam kelompok, (3) alat untuk kerja: pengetahuan
umum dan literasi teknologi komunikasi informasi (ITC), (4) hidup sebagai
warganegara: kewarganegaraan, kehidupan dan karir, dan tanggung jawab pribadi
dan sosial, termasuk kesadaran budaya dan kompetensi (Brookhart, 2010).
5
Berdasarkan latar belakang di atas maka dirasa perlu untuk memahami
tentang keterampilan berpikir tingkat tingkat (KBTT) yang meliputi definisi,
prinsip, teori dan penilaian KBTT agar sebagai pendidik mampu menjalankan
tuntutan dari kurikulum yang digunakan khususnya kurikulum saat ini yaitu
kurikulum 2013.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis menarik rumusan masalah
sebagai berikut.
1. Apakah definisi Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi (KBTT)?
2. Apa saja faktor yang mempengaruhi Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi
(KBTT)?
3. Bagaimana peran berpikir kritis dalam Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi
(KBTT)?
4. Bagaimana peran berpikir kreatif dalam Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi
(KBTT)?
5. Bagaimana asesmen Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi (KBTT)?
C. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dari tulisan ini adalah mengetahui hal-hal
sebagai berikut.
1. Definisi Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi (KBTT)
2. Faktor yang mempengaruhi Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi
(KBTT)
3. Berpikir kritis dalam Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi (KBTT)
4. Berpikir kreatif dalam Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi (KBTT)
5. Asesmen Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi (KBTT)
6
D. Manfaat
Adapun manfaat yang diharapkan melalui makalah ini adalah menjadi
salah satu sumber informasi yang dapat digunakan sebagai referensi dalam
pemahaman mengenai keterampilan berpikir tingkat tinggi (KBTT) dan asesmen
yang digunakan pada KBTT tersebut sebelum menerapkannya di lapangan dan
sebagai referensi dalam meningkatkan cara mengukur peningkatan prestasi
peserta didik sesuai dengan tuntutan kurikulum 2013 tentang pola
pembelajaran high order thinking skill.
7
BAB II
PEMBAHASAN
“Model ini sebagai metode untuk mentransfer pengetahuan, berpikir kritis, dan
memecahkan masalah. HOTS bukan sekedar model soal, tetapi juga mencakup
model pembelajaran. model pengajaran harus mencakup kemampuan berpikir,
sedangkan model penilaian dari HOTS yang mengharuskan siswa tidak familiar
dengan pertanyaaan atau tugas yang diberikan”.
Menurut Lewis dan Smith, berpikir tingkat tinggi akan terjadi jika
seseorang memiliki informasi yang disimpan dalam ingatan dan memperoleh
informasi baru, kemudian menghubungkan dan menyusun dan mengembangkan
informasi tersebut untuk mencapai suatu tujuan atau memperoleh jawaban solusi
yang mungkin untuk suatu situasi yang membingungkan dan keterampilan
berpikir tingkat tinggi (HOTS) mencakup berpikir kritis, berpikir kreatif, problem
solving, dan membuat keputusan (Chinedu & Kamin, 2015). Anderson &
Krathwohl (Jailani, 2017) HOTS mengasosiasikan siswa untuk menerapkan dan
menghubungkan pengetahuan yang akan mereka pelajari dan pengetahuan yang
telah mereka pelajari dimensi kognitif, HOTS ditandai oleh tiga tingkat yang lebih
tinggi di taksonomi Bloom yaitu analisis, evaluasi, dan kreasi.
8
Chalkiadaki (Ichsan dkk, 2019) juga mengemukakan bahwa Higher
Order Thinking Skills (HOTS) adalah kemampuan siswa untuk berpikir pada
tingkat yang lebih tinggi mampu menganalisis, mengevaluasi, dan menciptakan
inovasi dalam memecahkan masalah lingkungan. Kebutuhan HOTS dalam sains
dan pembelajaran lingkungan, karena banyak masalah lingkungan yang dapat
diselesaikan dengan menggunakan kemampuan HOTS, siswa harus memiliki
kemampuan HOTS yang baik dalam analitis (C4) sehingga dapat memberikan
evaluasi (C5). Setelah mereka dapat memberikan evaluasi, langkah selanjutnya
adalah membuat menciptakan solusi (C6) yang pada HOTS merupakan
kemampuan tertinggi yang harus dimiliki siswa di abad 21.
9
secara sadar untuk mencapai tujuan, yaitu memperoleh pengetahuan yang meliputi
tingkat berpikir analitis, evaluatif, dan mencipta.
10
membutuhkan solusi yang kompleks dimana diperoleh dari proses berpikir tingkat
tinggi.
Berdasarkan pendapat beberapa ahli diatas, dapat ditarik suatu
pemahaman bahwa kemampuan berpikir tingkat tinggi merupakan kemampuan
untuk mengolah informasi secara berpikir kritis, logis, reflektif dan kreatif untuk
memecahkan permasalahan dalam berbagai situasi. Dalam tulisan ini, KBTT
difokuskan pada keterampilan berpikir kritis dan kreatif.
11
Berpikir Kreatif Menurut Downing, “Kreativitas dapat didefinisikan
sebagai proses untuk menghasilkan sesuatu yang baru dari elemen yang ada
dengan menyusun kembali elemen tersebut.”
12
mengembangkan kreativitas setiap peserta didik melalui pembelajaran di kelas,
antara lain:
1) Menerima dan mendorong pemikiran divergen Guru harus memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk mengungkapkan ide-ide yang
berbeda-beda dalam menyelesaikan permasalahan, dengan cara
menyiapkan permasalahan yang jarang ditemukan atau berkategori rumit
untuk melatih peserta didik berpikir kreatif.
2) Memaklumi jika terjadi perbedaan pendapat Guru harus memberikan
pengertian kepada peserta didik untuk menghargai setiap pendapat peserta
didik bahwa setiap peserta didik itu memiliki pemikiran berbeda-beda.
Disini guru juga bisa memberikan apresiasi terhadap setiap peserta didik
supaya peserta merasa dihargai pendapatnya.
3) Mendorong siswa untuk yakin pada keputusan mereka sendiri Guru harus
mendorong peserta didik untuk yakin akan kemampuannya dalam
membuat karya dan menciptakan hal-hak yang kreatif.
4) Menekankan bahwa setiap orang mampu berkreasi Guru juga harus
meyakinkan bahwa setiap orang mempunyai kemampuan berpikir kreatif.
Guru dapat meyakinkan dengan memberikan contoh proses usaha-usaha
kreatif setiap peserta didik dalam menyelesaikan setiap permasalahan.
5) Menyiapkan waktu, ruang dan bahan-bahan untuk mendukung tugas
mereka Disini guru perlu menyediakan bahan-bahan, waktu dan ruang
untuk mendukung tugas mereka. Supaya peserta didik mudah dalam
menyelesaikan tuga-tugas tersebut. Bahan-bahan tidak harus yang mahal
kalau bisa bahan-bahan yang ada disekitar mereka yang sudah tidak
digunakan supaya peserta didik bisa menciptakan hal-hal yang baru dan
bermanfaat.
6) Mendorong siswa berpikir kreatif Guru harus memberikan suatu sesi
dimana semua peserta didik dapat mengungkapkan pendapatnya dan ide-
ide penyelesaian permasalahan yang unik, baru dan tidak biasa pada setiap
peserta didik.
13
Pengaruh yang diberikan oleh lingkungan sangat beragam. Lingkungan
yang dimaksud adalah segala sesuatu yang berada di luar guru dan siswa itu
sendiri. Seperti contoh aturan birokrasi tempat guru mengajar yang bertujuan
terlalu membiasakan pekerjaan yang dilakukan oleh guru akan menurunkan
semangat guru untuk mengajarkan keterampilan berpikir tingkat tinggi sebagai
tujuan pengajaran kepada siswa. Sehingga, dengan kata lain guru hanya dibiarkan
menggunakan model/metode lama dalam mengajar (King & Rohani, 1998).
14
4) Merasa bebas dalam mengajukan tugas pengganti yang mempunyai
potensi kreatif dan kritis.
5) Menerima pengakuan yang sama untuk berpikir kreatif dan kritis seperti
juga untuk hasil belajar yang berupa mengingat.
6) Memberikan jawaban yang tidak sama persis dengan yang ada dalam
buku, namun konsep atau prinsipnya benar.
Adanya pengaruh yang positif dari berbagai faktor dan latihan yang
intensif diharapkan dapat membantu siswa dalam mengembangkan KBTT.
Salah satu jenis berpikir tingkat tinggi adalah berpikir kritis (Merta dkk,
2017). Berpikir kritis bersifat masuk akal dan reflektif yang berfokus untuk
memutuskan apa yang harus dipercaya atau dilakukan (Brookhart,
2010). Redeckel (Linda, 2011) mengungkapkan bahwa critical thinking is
reasonable and reflective thinking focused on deciding what to believe or do,
yang artinya berpikir kritis adalah suatu proses berpikir reflektif yang berfokus
pada memutuskan apa yang diyakini atau dilakukan. Keterampilan berpikir kritis
menurut Redecker mencakup kemampuan mengakses, menganalisis, mensintesis
informasi yang dapat dibelajarkan, dilatihkan, dan dikuasai.
15
2) Define and represent the problem. Mendefinisikan dan menetapkan
masalah.
3) Explore possible Strategies. Mengeksplorasi strategi yang mungkin
dilakukan.
4) Act on the strategies. Menerapkan strategi yang dipilih.
5) Look back and evaluate the effects of your activities. Melihat kembali dan
mengevaluasi kegiatan yang dilakukan.
Sama seperti prinsip KBTT, kemampuan berpikir kritis tidak otomatis
dimiliki siswa dan memerlukan latihan. Membaca soal-soal berpikir kritis tidak
akan membuat siswa memiliki kemampuan berpikir kritis begitu saja. Diperlukan
proses berpikir yang mendalam dan latihan berulang-ulang (Murray, 2011).
16
7. Apakah kesimpulan yang dapat diambil? Kesimpulan yang diambil harus
memberikan solusi dari isu, masalah, keputusan, atau kegiatan yang sedang
dipertimbangkan, utamanya dari sudut pandang pemikir.
8. Apakah implikasi dari kesimpulan yang diambil? Pemikir kritis harus
memperkirakan segala kemungkinan yang dapat terjadi dalam menerapkan
suatu pemecahan terhadap isu, masalah, keputusan, atau kegiatan yang
sedang dipertimbangkan
Berikut adalah contoh permasalahan yang membutuhkan proses KBTT
berpikir kritis.
Apakah persamaan hewan-hewan berikut.
(1) Gajah, (1) Jerapah, (3) Tikus, (4) Monyet, (5) Cicak, (6) Ayam?
17
D. Berpikir Kreatif dalam Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi (KBTT)
18
untuk karya yang tak diduga, oleh karenanya penilai dapat membuat kriteria
berdasarkan karya yang dibuat siswa sendiri. Namun penilai tetap harus
membandingkan hasil karya yang dibuat siswa dengan penilaian konvensional
untuk dapat mengukur seberapa tingkat kreativitas yang ditunjukkan siswa.
Berikut adalah beberapa indikator bahwa siswa telah melakukan proses berpikir
kreatif (Sani, 2019).
1. Mengenali pengetahuan dasar yang penting dan terus bekerja untuk
mengetahui hal baru.
2. Terbuka dan aktif mencari ide baru.
3. Mencari sumber informasi untuk ide di media yang luas, orang, dan kegiatan.
4. Mencari cara baru untuk mengorganisasikan ide menjadi kategori dan
kombinasi yang berbeda, kemudian menganalisa apakah hasil yang
ditunjukkan menarik, baru, atau berguna.
5. Melakukan trial and error ketika mereka tidak yakin bagaimana memproses
sesuatu, menggunakan kegagalan menjadi kesempatan untuk belajar.
19
Sudut pandang lain yang disampaikan oleh The Partnership (dalam
Brookhart, 2010), yang menyatakan bahwa dalam proses berpikir kreatif, evaluasi
sebagai bentuk berpikir kritis dapat disertakan dapat juga tidak. ini bergantung
pada tujuan yang ingin dicapai melalui kedua proses tersebut. Walaupun berpikir
kreatif dan berpikir kritis dipisahkan, pada akhirnya kedua proses tersebut akan
berakhir bersamaan.
Orang yang tidak berpikir kreatif tentu akan menjawab kalau itu tidak
mungkin dilakukan. Namun orang yang berpikir kreatif akan selalu menemukan
jalan untuk memecahkan semua permasalahan yang dihadapi.
20
E. Keterampilan berpikir tingkat tinggi sebagai problem solving
21
F. Model-Model Pembelajaran yang Berbasis KBBT
1. Model Pembelajaran Project-Based Learning
22
baru berdasarkan pengalamannya dan beraktifitas secara nyata. PJBL dirancang
untuk digunakan pada permasalahan yang kompleks yang diperlukan peserta didik
dalam melakukan investigasi dan memahaminya.
23
Berdasarkan beberapa definisi ahli di atas dapat disimpulkan bahwa
Problem-based Learning atau PBL adalah model pembelajaran yang
menggunakan masalah di dunia nyata sebagai awal pembelajaran dengan
melibatkan peserta didik untuk memecahkan masalah. Dalam pemecahan
masalah, peserta didik harus melalui tahap-tahap metode ilmiah yang
membutuhkan kemampuan berpikir kritis agar memperoleh pengetahuan dan
konsep esensial dari masalah yang dipecahkan.
Melalui model ini siswa diajak untuk menemukan sendiri apa yang
dipelajari kemudian mengkonstruk pengetahuan itu dengan memahami maknanya.
Dalam model ini guru hanya sebagai fasilitator. Ciri utama dari model discovery
learning adalah; 1) mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk menciptakan,
menggabungkan dan menggeneralisasi pengetahuan; 2) berpusat pada siswa; 3)
kegiatan untuk menggabungkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang sudah
ada.
24
peningkatan potensi intelektual siswa; 2) perpindahan dari pemberian reward
ekstrinsik ke intrinsik; 3) pembelajaran menyeluruh melalui proses menemukan;
4) alat untuk melatih memori”.
25
Pembelajaran pada model Inquiry Learning adalah kegiatan
pembelajaran dimana siswa didorong untuk belajar melalui keterlibatan aktif
mereka sendiri dengan berbagai konsep dan prinsip, peran guru di sini adalah
mendorong siswa untuk memiliki pengalaman dan melakukan percobaan yang
memungkinkan siswa menemukan prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri.
Penerapan model pembelajaran Inquiry dapat membantu guru mengaitkan materi
yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa, guru dapat mendorong siswa
untuk menghubungkan pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya
dalam kehidupan mereka sehari-hari.
26
yang dapat digunakan adalah asesmen autentik. Autentik sendiri memiliki arti asli,
nyata, riil, atau sebenarnya (KBBI, 2018). Dapat diartikan bahwa asesmen
autentik adalah asesmen yang menilai berbagai aspek kemampuan dengan
sebenar-benarnya. Kemendikbud (2013) menyatakan bahwa asesmen autentik
merupakan asesmen yang dilakukan secara komprehensif (menyeluruh) untuk
menilai mulai dari masukan, proses, dan keluaran pembelajaran, yang meliputi
ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
27
1. Instrumen
Instrumen merupakan alat untuk mengumpulkan data atau informasi,
sedangkan asesmen merupakan proses pengumpulan informasi yang berkaitan
dengan pembelajaran sebagai bahan dalam pengambilan keputusan oleh guru
untuk memperbaiki proses dan hasil belajar siswa (Popham dkk dalam Khoriah,
2017). Supratiknya (2013) mengemukakan bahwa asesmen adalah setiap metode
atau prosedur sistematik untuk mendapatkan informasi sebagai dasar membuat
inferensi atau kesimpulan tentang aneka kerakteristik orang, objek, atau program.
Dalam konteks penilaian kelas, asesmen adalah setiap metode atau prosedur
mendapatkan data sebagai dasar untuk membuat kesimpulan tentang hasil belajar
murid. Berdasarkan dari kedua pengertian tersebut, maka instrumen asesmen
dapat didefinisikan sebagai alat asesmen atau alat penilaian.
28
Secara garis besar, instrumen asesmen dalam pembelajaran dikategorikan
dalam dua kelompok, yaitu tes dan non tes (Arikunto, 2011; Jihad dan Haris,
2013; Uno dan Koni, 2014; Sunarti dan Rahmawati, 2014; Yusuf, 2015). Tes
merupakan kumpulan pertanyaan atau soal yang harus dijawab siswa
menggunakan kemampuan pengetahuan dan penalaran (Jihad dan Haris, 2013).
Widoyoko (Emi, 2013), Tes merupakan salah satu alat untuk melakukan
pengukuran, yaitu alat untuk mengumpulkan informasi karakteristik suatu objek.
Objek ini bisa berupa kemampuan peserta didik, sikap, minat, maupun motivasi.
2. Indikator
Remembering (mengingat)
LOTS-Lower Order
Understanding (memahami) Thingking Skill
Applying (menerapan)
Analyzing (menganalisis)
HOTS-Higher Order
Evaluating (menilai) Thingking Skill
Creating (mencipta)
29
Selain dimensi proses kognitif (mengingat, memahami,
mengaplikasikan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta), dalam taksonomi
bloom yang telah direvisi juga terdapat dimensi kognitif atau pengetahuan
meliputi empat kategori pengetahuan yakni pengetahuan faktual (K1),
pengetahuan konseptual (K2), pengetahuan prosedural (K3) dan pengetahuan
metakognisi (K4) seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.3. Pengkategorian
dimensi pengetahuan ini memiliki peranan penting dalam lingkup pembelajaran
maupun pendidikan. Pengkategorian ini juga menunjukkan suatu hierarki atau
tingkatan, yang berarti siswa mampu berpikir pada tahapan lebih tinggi apabila
tahapan di bawahnya telah dikuasai. Dimensi pengetahuan muncul
sebagai cognitive product atau hasil dari proses kognitif (Tanujaya & Margono,
2017).
a) Ranah Afektif
1) A3 (Penilaian), merupakan kemampuan memberi penghargaan, serta
menilai baik maupun buruk terhadap gejala atau stimulus tertentu.
2) A4 (Mengelola), kemampuan mengkonseptualisasi, memantapkan,
serta mengintegrasikan nilai-nilai dalam kehidupannya)
3) A5 (Karakterisasi), merupakan kemampuan memadukan segala sistem
nilai yang dimiliki sehingga mampu menghadirkan suatu kebiasaan
atau pola hidup dan tingkah laku berdasarkan nilai yang diyakini.
b) Ranah Kognitif
Keterampilan berpikir HOTS pada ranah kognitif meliputi C4
(menganalisis), C5 (mengevaluasi), dan C6 (mencipta) pada taksonomi
Bloom.
1) C4 (menganalisis), merupakan kemampuan memecah materi ke dalam
bagian-bagian tertentu dan menentukan bagaimana bagian-bagian
30
tersebut dapat terhubung pada suatu struktur atau tujuan secara
keseluruhan. Pada dimensi pengetahuan, kemampuan C4 ini terletak
pada dimensi konseptual, prosedural, hingga metakognitif.
2) C5 (mengevaluasi), merupakan kemampuan menilai atau memberi
pertimbangan berdasarkan kriteria atau standar yang telah ditetapkan.
Pada dimensi pengetahuan, kemampuan C5 ini terletak pada dimensi
konseptual prosedural, hingga metakognitif.
3) C6 (mencipta), merupakan hirarki tertinggi dari taksonomi ranah
kognitif. Pada tahap ini, peserta didik akan mampu menyusun bagian-
bagian secara bersama untuk membentuk suatu keseluruhan yang
fungsional sehingga menghasilkan pola yang baru. Pada dimensi
pengetahuan, kemampuan C6 ini terletak pada dimensi konseptual
prosedural, hingga metakognitif.
c) Ranah Psikomotorik
1) P3 (Presisi) atau tingkat mahir, kemampuan melakukan keterampilan
dengan akurat, proporsi, dan ketetapan.
2) P4 (Artikulasi), yaitu kemampuan memodifikasi keterampilan dengan
menyesuaikan dengan situasi serta mampu menggabungkan beberapa
keterampilan agar tercipta keharmonisan.
3) P5 (Naturalisasi), yaitu kemampuan menentukan langkah yang lebih
efisien dalam menciptakan sesuatu.
31
Tabel 2. Dimensi revisi Taksonomi Bloom dan contoh kata kerja operasional
untuk Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi
32
Menganalisis, melibatkan proses memecah-mecah materi menjadi bagian-bagian kecil dan menentukan bagaimana
hubungan antar bagian-bagian dan antara setiap bagian dan struktur keseluruhannya. Menganalisis meliputi proses kognitif
membedakan, mengorganisasi, dan mendistribusikan. Mengevaluasi, didefinisikan sebagai membuat keputusan berdasarkan kriteria
dan standar. Kriteria-kriteria yang paling sering digunakan adalah kualitas, efektivitas, efisiensi dan konsistensi. Mengkreasi/
mencipta, melibatkan proses menyusun elemen-elemen menjadi sebuah keseluruhan yang koheren atau fungsional.
33
4. Mencoba, menentukan sifat asam basa penjual jamu dan membedakan
mengolah, dan menyaji larutan yang ada di kurir tersebut larutan
dalam ranah konkret lingkungan sekitar kebingungan karena menggunakan
(menggunakan, menggunakan terdapat 3 botol yang indera tanpa
mengurai, merangkai, indikator buatan sama berisi larutan menghasilkan
memodifikasi, dan maupun alami yang tampak sama produk (mencium
membuat) dan ranah dalam kotak yang aroma,
abstrak (menulis, dibawa oleh kurir. menyentuh, atau
membaca, menghitung, Ternyata selain merasakan)
menggambar, dan membawa 1 botol air 4 Peserta didik
mengarang) sesuai mineral, kurir membedakan
dengan yang dipelajari tersebut juga larutan dengan
di sekolah dan sumber membawa 1 botol membuat produk
lain yang sama dalam larutan asam dan 1 indikator alami
sudut pandang/teori botol larutan basa asam basa dari
yang dipesan apotek kunyit
disebelah rumah
penjual jamu.
Karena tidak
34
terdapat pengenal,
bagaimana cara
penjual jamu dan
kurir untuk
membedakan air
mineral, larutan
asam, dan larutan
basa tersebut?
35
36
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
3.2 Saran
37
DAFTAR PUSTAKA
38
Sekolah Dasar Kota Medan. Jurnal Pembangunan Perkotaan, 6(2),
102–111.
Chinedu, C.C., & Kamin, Y. (2015). Strategies for improving higher order
thinking skill in teaching and learning of design and tecnology
education. Journal of Technical Education and Training (JTET), 35-
43. ISSN 2229-8932.
Debby Yofamella & Taufina Taufik. (2020). Penerapan Model Inquiry Learning
dalam Pembelajaran Tematik Terpadu Di Kelas III Sekolah Dasar
(Studi Literatur). Volume 8, Nomor 8, 2020. Special Edition Hal 159
– 172.
Dinni, H. N. (2018). HOTS ( High Order Thinking Skills ) dan Kaitannya dengan
Kemampuan Literasi Matematika. Prisma, 1, 170–176.
Driana, E., & E. (2019). Teachers’ Understanding and Practices in Assessing
Higher Order Thinking Skills at Primary Schools. Acitya: Journal of
Teaching & Education, 8(5), 620–628.
Emi Rofiah, Nonoh Siti Aminah, Elvin Yusliana Ekawati. (2013). Penyusunan
Instrumen Tes Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Fisika pada Siswa
SMP. Jurnal Pendidikan Fisika (2013) Vol.1 No.2 halaman 17-22.
Faridah, E. M. I. (2019). Analisis Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Melalui Soal-
Soal HOTS (Higher Order Thinking Skills) Mata Pelajaran Sejarah
Kelas X-IPS SMAN 2 SIDOARJO. AVATARA, e-Journal Pendidikan
Sejarah, 7(3).
Farida, I. (2017). Evaluasi pembelajaran berdasarkan kurikulum nasional.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Febrian, R. (15 Agustus 2018). Soal-soal HOTS itu bikin pusing. Tirto.id. Diakses
pada 16 Oktober 2022, dari https://tirto.id/soal-soal-hots-yang-bikin-
siswapusing-itu-penting-cStV.
Hanifah, N. (2019). Pengembangan instrumen penilaian Higher Order Thinking
Skill (HOTS) di Sekolah Dasar. Conference Series, 1(1), 1–8.
http://ejournal.upi.edu/index.php/crecs/article/view/14286.
39
Heong, Y.M., Othman, W.D., Md Yunos, J., Kiong, T.T., Hassan, R., &
Mohamad, M.M. 2011. The Level Of Marzano Higher Order
Thinking Skills Among Technical Education Student. International
Journal Of Social And Humanity, Vol. 1(2).
Hidayanti, D. N. (2019). Analisis Kesalahan Penyelesaian Soal Cerita
Matematika Bertipe HOTS Berdasarkan Teori Newman Pada Siswa
Kelas V SD. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Malang.
http://eprints.umm.ac.id/46121/.
Ichsan dkk. (2019). HOTS-AEP: Higher Order Thinking Skills from Elementary
to Master Students in Environmental Learning. European Journal of
Educational Research Volume 8, Issue 4, 935 - 942.
Intan, F. M., & Kuntarto, E. (2020). Kemampuan Siswa dalam Mengerjakan Soal
HOTS (Higher Order Thinking Skills) pada Pembelajaran
Matematika di Kelas V Sekolah Dasar. Jurnal Pendidikan Dasar
Indonesia, 5(1), 6–10.
Istiyono, E., Mardapi, D., dan Suparno. Pengembangan Tes Kemampuan Berpikir
Tingkat Tinggi Fisika (physTHOTS) Peserta Didik SMA. Jurnal
Penelitian dan Evaluasi Pendidikan. Universitas Negeri Yogyakarta.
Johnson, W. B. 2002. Contextual Teaching & Learning: Menjadikan Kegiatan
Belajar-Mengajar Mengasyikan dan Bermakna. Bandung: MLC.
Jailani J, S.Sugiman, Ezi Apino. (2017). Implementing the Problem-Based
Learning in Order to Improve the Students’ HOTS and Characters.
Jurnal Riset Pendidikan Matematika 4 (2). hlm 247-259. HOTS and
Characters. Jurnal Riset Pendidikan Matematika 4 (2). hlm 247-259.
Julianingsih, S. 2017. Pengembangan Instrumen Asesmen High Order Thinking
Skill (HOTS) Untuk Mengukur Dimensi Pengetahuan IPA Siswa
Di SMP. Skripsi. FIKP : Universitas Lampung.
Kemdikbud. (2017). Modul penyusunan soal higher order thinking skill (HOTS).
Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah
Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan.
40
Kemdikbud. (2018). Buku Pegangan Pembelajaran Berorientasi pada
Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi. Program Peningkatan
Kompetensi Pembelajaran Berbasis Zonasi. Jakarta: Direktorat
Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan.
Kemdikbud. (2019). Buku Penilaian Berorientasi Higher Order Thingking Skills.
Jakarta: Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan.
Khoiriah. (2017). Pengembangan instrumen asesmen higher order thinking skills
untuk menumbuhkan self regulated learning peserta didik SMP. Tesis.
Tidak diterbitkan, Universitas Lampung, Bandar Lampung.
King, F.J., Goodson, L., & Rohani, F. (1998). Higher order thinking Skill:
definitions, strategies, assessment. Diambil dari:
http://www.cala.fsu.edu/files/higher_order_thinking_skills.pdf., pada
16 Oktober 2022.
Kristin, Firosalia. (2016). Analisis Model Pembelajaran Discovery Learning
dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa SD. Jurnal Pendidikan
Dasar PerKhasa Volume 2, Nomor 1, hal. 90-98.
Linda Zakiah & Ika Lestari. (2019). Berpikir Kritis dalam Konteks Pembelajaran.
Bogor: Erzatama Karya Abadi
Mainali, B. P. (2012). Higher order thinking in education. Jurnal A
Multidisciplinary, (2) 1, 5-10.
Merta, D. K., dkk. (2017). The development of higher order thinking skill (hots)
instrument assessment in physics study. Jurnal IOSR-JRME (IOSR
Journal of Research & Method in Education). e-ISSN: 2320–7388, p-
ISSN: 2320- 737X.
Murray, E.C. (2011). Implementing higher order thinking in middle school
mathematics classrooms. Disertation Subbmitted to the Graduate
Faculty of the University of Georgia, Georgia. Diakses pada 16
Oktober 2022 dari
https://getd.libs.uga.edu/pdfs/murray_eileen_c_201105_phd.pdf.
41
Musrikah, M. (2018). Higher Order Thingking Skill (Hots) Untuk Anak Sekolah
Dasar Dalam Pembelajaran Matematika. Martabat: Jurnal Perempuan
Dan Anak, 2(2). https://doi.org/10.21274/martabat.2018.2.2.339-360.
Newmann, F.M. (1990). Higher order thinking in teaching social studies: a
rationale for the assessment of classroom thoughtfulness. Jounal
Curriculum Studies. 22 (1), 41-56. DOI: 10.1080/0022027900220103.
Noly Shofiah & Fitria Eka Wulandari. (2018). Model Problem Based Learning
(Pbl) dalam Melatih Scientific Reasoning Siswa. JPPIPA, Vol. 3 No.
1. Hlm. 33-38.
Paul, R., & Nosich, G. M. (1993). A model for the national assessment of higher
order thinking. Foundation for critical thinking. Diakses pada tanggal
17 Oktober 2022 dari https://www.criticalthinking.org/pages/a-model-
for-the-nationalassessment-of-higher-order-thinking/591.
Pertiwi, R.D. 2014. Penerapan Constructive Controversy dan Modified Free
Inquiry terhadap HOTS Mahasiswa Pendidikan Biologi. Jurnal
Formatif, Vol. 2, h. 102.
Pratama, G. S., & Retnawati, H. (2018). Urgency of Higher Order Thinking Skills
(HOTS) Content Analysis in Mathematics Textbook. Journal of
Physics: Conference Series, 1097(1), 1–8.
https://doi.org/10.1088/1742-6596/1097/1/012147.
Ritin Uloli, Probowo, & Tjipto Prastowo. (2016). Kajian Konseptual Proses
Berpikir Kreatif dan Pemecahan Masalah. Surabaya. Seminar
Nasional Pendidikan dan Saintek. Hlm. 644-647.
https://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/11617/7983/94.pdf
?sequence=1
Ramly & Muhammad Idrus. (2019). Evaluasi Pembelajaran: Panduan Para
Pengajar dan Inovator Pendidikan. Bandung: Mujahid Press
Retnawati, H., Djidu, H., Kartianom, Apino, E., & Anazifa, R. D. (2018).
Teachers’ knowledge about higherorder thinking skills and its
learning strategy. Problems of Education in the 21st Century, 76(2),
215– 230.
42
Sani, Ridwan Abdullah, Pembelajaran Berbasis HOTS (Tanggerang: Tira Smart,
2019), v. 7.
Sawaluddin & Muhammad Sidiq. (2020). Langkah-Langkah dan Teknik Evaluasi
Hasil Belajar Pendidikan Agama Islam. Jurnal PTK & Pendidikan
Vol. 6, No. 1, Januari – Juni 2020 (13-24)
Setiawati, S. (2019). Analisis Higher Order Thinking Skills (HOTS) Siswa
Sekolah Dasar dalam Menyelesaikan Soal Bahasa Indonesia.
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan KALUNI, 2(2010), 552–557.
https://doi.org/10.30998/prokaluni.v2i0.143.
Sih Kusumaningrum & D. Djukri. (2016). Pengembangan Perangkat
Pembelajaran Model Project Based Learning (PjBL) untuk
Meningkatkan Keterampilan Proses Sains dan Kreativitas. Jurnal
Inovasi Pendidikan IPA, 2 (2), 2016, 241 – 251.
Sofyan, Fuaddilah Ali. Implementasi HOTS Pada Kurikulum 2013. Jurnal
Inventa, 1 (Maret 2019), 4-5.
Suarjana, I. M., Nanci Riastini, N. P., & Yudha Pustika, I. G. N. (2017).
Penerapan Pendekatan Kontekstual Berbantuan Media Konkret Untuk
Meningkatkan Aktivitas Dan Hasil Belajar. International Journal of
Elementary Education, 1(2), 103–114.
https://doi.org/10.23887/ijee.v1i2.11601.
Sulianto, Joko., Cintang., A. (2018). Higher Order Thinking Skills (Hots) Siswa
Pada Mata Pelajaran Matematika Di Sekolah Dasar Pilot Project
Kurikulum 2013 Di Kota Semarang. Journal of Chemical Information
and Modeling, 53(9), 1689–1699.
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004.
Supratiknya, A. (2012). Penilaian Hasil Belajara dengan Teknik Non Tes.
Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.
Tanujaya, B., Mumu, J., & Margono, G. (2017). The Relationship between Higher
Order Thinking Skills and Academic Performance of Student in
Mathematics Instruction. International Education Studies, 10(11), 78–
85. https://doi.org/10.5539/ies.v10n11p78.
43
Wicasari, B., & Ernaningsih, Z. (2016). Analisis Kemampuan Berpikir Siswa
dalam Menyelesaikan Permasalahan Matematika yang Berorientasi pada
HOTS. Prosiding Seminar Nasional Reforming Pedagogy, 249–254.
Widana, I. W. (2017). Higher Order Thinking Skills Assessment (HOTS). Jisae:
Journal of Indonesian Student Assesment and Evaluation, 3(1), 32–44.
https://doi.org/10.21009/jisae.031.04.
Wiwin, T. T., Rudhito, M. A., Joseph, and H., & Sriyanto. (2017). Analysis of
students’ higher order thinking skills in solving basic combinatorics
problems. Math Didactic: Jurnal Pendidikan Matematika, 5(2), 133–147.
https://doi.org/10.33654/math.v5i2.611.
Yuliati, S. R., & Lestari, I. (2018). Higher-Order Thinking Skills (Hots) Analysis
of Students in Solving Hots Question in Higher Education. Perspektif
Ilmu Pendidikan, 32(2), 181–188. https://doi.org/10.21009/pip.322.10.
44