Anda di halaman 1dari 17

PEMBELAJARAN HIGH ORDER THINKING SKILL

(KEMAMPUAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI)


PADA MAPEL PAI

MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran PAI
Dosen Pengampu :
Dr. H. Ikhrom Muhammadun, M. Ag.

Disusun oleh :

ABDUL KHANIP
NIM : 1903018024

PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEPENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2020

0
Abstrak
Kemampuan berpikir tingkat tinggi merupakan kemampuan untuk mengolah
informasi secara berpikir kritis, logis, reflektif dan kreatif untuk memecahkan
permasalahan dalam berbagai situasi. Terdapat 2 pengaruh yang terdapat
dalam HOTS yakni kemampuan guru dan lingkungan.. Berpikir kritis bersifat
masuk akal dan reflektif yang berfokus untuk memutuskan apa yang harus
dipercaya atau dilakukan. Berfikir kreatif berarti meletakkan sesuatu dalam cara
yang baru (secara konseptual maupun artistik), mengamati hal-hal lain yang
mungkin terlewatkan, membangun sesuatu yang baru, menggunakan cara yang
tidak biasa namun bekerja untuk membuat poin yang menarik. Konsep Higher
Order Thinking Skills (HOTS) yang menganut pada teori Bloom mencakup berpikir pada
tingkat C4 (menganalisis), C5 (mengevaluasi), C6 (menciptakan). HOTS dikembangkan
dengan focus pada pemikran kritis dan kreatif peserta didik.

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seperi yang telah kita ketahui bersama bahwa kurikulum pendidikan
yang saat ini diterapkan di Indonesia adalah kurikulum 2013. Menurut
Kemendikbud dalam kurikulum 2013, pola pembelajaran kurikulum 2013
menekankan kepada high order thinking skill. Menurut Zaini dalam
Julianingsih 1 berpikir tingkat tinggi adalah keterampilan berpikir yang
mengkombinasikan anatar berpikir kritis dan berpikir kreatif. Keterampilan
berpikir tingkat tinggi atau dalam bahasa inggrisnya Higher Order Thinking
Skill adalah pola berpikir siswa dengan mengandalkan kemampuan untuk
menganalisis, mencipta, dan mengevaluasi semua aspek dan masalah.
Yunistika menambahkan bahwa keterampilan berpikir tingkat tinggi
merupakan salah satu modal utama bagi peserta didik dalam mempelajari sains.
Peserta didik membutuhkan keterampilan berpikir tertentu untuk memecahkan
masalah/fenomena yang terdapat dalam persoalan yang ditemukan dalam mata
pelajaran sains. Hal ini dikarenakan konsep-konsep sains erat kaitannya dengan
berbagai sistem kehidupan dan lingkungan yang kompleks.

1
Julianingsih, S. 2017. Pengembangan Instrumen Asesmen High Order Thinking Skill
(HOTS) Untuk Mengukur Dimensi Pengetahuan IPA Siswa Di SMP. Skripsi. FIKP :
Universitas Lampung.

1
Menurut taksonomi Bloom yang telah direvisi proses kognitif terbagi
menjadi kemampuan berpikir tingkat rendah (Lower Order Thinking) dan
kemampuan berpikir tingkat tinggi (Higher Order Thinking). Kemampuan
yang termasuk LOT adalah kemampuan C1: mengingat (remember), C2:
memahami (understand), dan C3: menerapkan (apply), sedangkan HOT
meliputi kemampuan C4: menganalisis (analyze), C5: mengevaluasi (evaluate),
dan C6: menciptakan (create). 2 Berdasarkan tingkat berpikir tersebut maka
diperlukan teknik penilaian yang terperinci sesuai dengan indikator
keterampilan berpikir tingkat tingkat (KBTT) pada masing-masing domain
taksonomi Bloom.
Berdasarkan latar belakang di atas maka dirasa perlu untuk memahami
tentang keterampilan berpikir tingkat tingkat (KBTT) yang meliputi definisi,
prinsip, teori dan penilaian KBTT agar sebagai pendidik mampu menjalankan
tuntutan dari kurikulum yang digunakan khususnya kurikulum saat ini yaitu
kurikulum 2013.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis menarik rumusan masalah
sebagai berikut.
1. Apa yang dimaksud High Order Thinking Skill (HOTS)
2. Apa saja faktor yang mempegaruhi High Order Thinking Skill (HOTS)?
3. Bagaimana peran berpikir kritis dan kreatif dalam High Order Thinking
Skill (HOTS)
4. Bagaimana pengembangan High Order Thinking Skill (HOTS) pada
Pembelajaran PAI?

2
Istiyono, E., Mardapi, D., dan Suparno. Pengembangan Tes Kemanpuan Berpikir
Tingkat Tinggi Fisika (physTHOTS) Peserta Didik SMA. Jurnal Penelitian dan Evaluasi
Pendidikan. Universitas Negeri Yogyakarta

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Penegertian High Order Thinking Skill (HOTS)


Kemampuan berpikir tingkat tinggi didefinisikan sebagai penggunaan
pikiran secara lebih luas untuk menemukan tantangan baru. Kemampuan
berpikir tingkat tinggi ini menghendaki seseorang untuk menerapkan informasi
baru atau pengetahuan sebelumnya dan memanipulasi informasi untuk
menjangkau kemungkinan jawaban dalam situasi baru. Berpikir tingkat tinggi
adalah berpikir pada tingkat lebih tinggi daripada sekedar menghafalkan fakta
atau mengatakan sesuatu kepada seseorang persis seperti sesuatu itu
disampaikan kepada kita. Wardana mengemukakan bahwa kemampuan
berpikir tingkat tinggi adalah proses berpikir yang melibatkan aktivitas mental
dalam usaha mengeksplorasi pengalaman yang kompleks, reflektif dan kreatif
yang dilakukan secara sadar untuk mencapai tujuan, yaitu memperoleh
pengetahuan yang meliputi tingkat berpikir analitis, sintesis, dan evaluative.3
Menurut Gunawan, kemampuan berpikir tingkat tinggi atau disebut
dengan Higher Order Thinking Skills (HOTS) adalah proses berpikir yang
mengharuskan murid untuk memanipulsi informasi dan ide-ide dalam cara
tertentu yang memberi mereka pengertian dan implikasi baru. Limpan
menggambarkan berpikir tingkat tinggi melibatkan berpikir kritis dan kreatif
yang dipandu oleh ide-ide kebenaran yang masing-masing mempunyai makna.4
Kemampuan berpikir tingkat tinggi didefinisikan sebagai penggunaan
pikiran secara lebih luas untuk menemukan tantangan baru. Kemampuan
berpikir tingkat tinggi ini menghendaki seseorang untuk menerapkan informasi
baru atau pengetahuan sebelumnya dan memanipulasi informasi untuk
menjangkau kemungkinan jawaban dalam situasi baru.5
Berpikiir tingkat tinggi adalah berpikir pada tingkat lebih tinggi
daripada sekedar menghafalkan fakta atau mengatakan sesuatu kepada

3
Emi Rofiah, Dkk, Penyusunan Instrumen Tes Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi
Fisika Pada Siswa Smp, Jurnal Pendidikan Fisika (2013) Vol.1 No.2, September 2013, hal. 17
4
Anugrah Aningsih, Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi, Artikel Fakultas Agama Islam
Ump, 2018
5
Heong, Y.M., Othman, W.D., Md Yunos, J., Kiong, T.T., Hassan, R., & Mohamad,
M.M. 2011. The Level Of Marzano Higher Order Thinking Skills Among Technical
Education Student.International Journal Of Social And Humanity, Vol. 1(2).

3
seseorang persis seperti sesuatu itu disampaikan kepada kita. Wardana 6
mengatakan bahwa kemampuan berpikir tingkat tinggi adalah proses berpikir
yang melibatkan aktivitas mental dalam usaha mengeksplorasi pengalaman
yang kompleks, reflektif dan kreatif yang dilakukan secara sadar untuk
mencapai tujuan, yaitu memperoleh pengetahuan yang meliputi tingkat berpikir
analitis, evaluatif, dan mencipta.
Menurut Piaget dalam Yunistika7, keterampilan berpikir tingkat tinggi
bersifat abstrak dan logis. Abstrak yang dimaksud oleh Piaget adalah “terlepas
dari persepsi dan tindakan yang rata-rata dilakukan”. Berpikir yang terikat pada
satu persepsi atau aksi tertentu merupakan keterampilan berpikir tingkat rendah
seperti contoh pada tahap sensori motorik atau praoperasional. Berpikir dengan
lebih sedikit terikat pada persepsi dan tindakan merupakan keterampilan
berpikir tingkat tinggi. Hal ini dapat dicontohkan seperti berpikir konkrit dan
operasional formal. Dengan kata lain, keterampilan berpikir tingkat tinggi yang
abstrak dan logis menuntut anak yang dalam hal ini peserta didik untuk mampu
berpikir konkret dan operasional formal.
Keterampilan berpikir tingkat tinggi muncul ketika seseorang menerima
informasi baru dan informasi tersebut dimasukkan ke dalam memori dan
informasi tersebut dikaitkan antara satu dengan yang lain untuk mencapai
sebuah tujuan atau menemukan jawaban yang memungkinkan dalam menjawab
sebuah situasi yang membingungkan. 8 Selanjutnya Pertiwi 9 menjelaskan
bahwa keterampilan berpikir tingkat tinggi meliputi berpikir kritis, logis,
reflektif dan kreatif. Keterampilan berpikir tingkat tinggi diaktivasi ketika
individu mendapatkan masalah. Masalah yang sangat kompleks sering
membutuhkan solusi yang kompleks dimana diperoleh dari proses berpikir
tingkat tinggi.
Berdasarkan pendapat beberapa ahli diatas, dapat ditarik suatu
pemahaman bahwa kemampuan berpikir tingkat tinggi merupakan kemampuan
untuk mengolah informasi secara berpikir kritis, logis, reflektif dan kreatif
untuk memecahkan permasalahan dalam berbagai situasi. Dalam tulisan ini,

6
Wardana, N.Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah Dan
Ketahanmalangan Terhadap Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Dan Pemahaman Konsep
Fisika.2010, hl. 35
7
Yunistika, Perbedaan keterampilan berpikir tingkat timggi antara siswa yang
menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing dan bebasa dalam konsep jamur. Skripsi
UIN Syarif Hidayatullah Jakaarta, 2016, hal. 40
8
Arthur lewis and David Smith. 1993. Defining High Order Thinking, Theory Into
Practice, Collage of Education: The Ohio State University, 32, h. 136.
9
Pertiwi, R.D. Penerapan Constructive Controversy dan Modified Free Inquiry
terhadap HOTS Mahasiswa Pendidikan Biologi. Jurnal Formatif, 2014Vol. 2, h. 102.

4
High Order Thinking Skill (HOTS) difokuskan pada keterampilan berpikir
kritis dan kreatif.

B. Faktor yang Mempegaruhi High Order Thinking Skill (HOTS)


Menurut Stephen dalam Yunistika 10 untuk mencapai keterampilan
berpikir tingkat tinggi oleh peserta didik dalam sebuah pembelajaran
dipengaruhi oleh berbagai faktor sebagai berikut diantaranya adalah perbedaan
pegetahuan dan keterampilan guru, serta pengaruh lingkungan.
Guru memegang tugas yang penting sebagai fasilitator dan pembimbing
dalam proses pembelajaran. Oleh karenanya semakin berpendidikan tinggi dan
berpengalaman seorang guru akan memberikan pengaruh dalam mengajarkan
keterampilan berpikir tingkat tinggi kepada peserta didik. Guru yang telah
lebih banyak memahami isu-isu pedagogik serta menjadi ahli dalam bidang
tersebut akan memberikan proses pembelajaran dengan menjadikan
keterampilan berpikir tingkat tinggi sebagai tujuan pengajaran serta akan
diajarkan dengan frekuensi yang lebih banyak dibandingkan dengan guru yang
lebih kurang pengetahuan dan keterampilannya dalam mengajar.
Pengaruh yang diberikan oleh lingkungan sangat beragam. Lingkungan
yang dimaksud adalah segala sesuatu yang berada di luar guru dan siswa itu
sendiri. Seperti contoh aturan birokrasi tempat guru mengajar yang bertujuan
terlalu membiasakan pekerjaan yang dilakukan oleh guru akan menurunkan
semangat guru untuk mengajarkan keterampilan berpikir tingkat tinggi sebagai
tujuan pengajaran kepada siswa. Sehingga, dengan kata lain guru hanya
dibiarkan menggunakan model/metode lama dalam mengajar.
elain faktor-faktor diatas, terdapat beberapa prinsip yang harus
dipahami dalam penerapan High Order Thinking Skill (HOTS). Prinsip
tersebut adalah sebagai berikut.
1. Keterampilan berpikir tidak otomatis dimiliki siswa.
2. Keterampilan berpikir bukan merupakan hasil langsung dari pembelajaran
suatu bidang studi.
3. Pada kenyataannya siswa jarang melakukan transfer sendiri keterampilan
berpikir ini, sehingga perlu adanya latihan terbimbing.
4. Pembelajaran keterampilan berpikir memerlukan model pembelajaran
yang berpusat kepada siswa (student-centered).
Prinsip-prinsip tersebut menjelaskan bahwa High Order Thinking Skill
(HOTS) memerlukan proses pengolahan informasi yang mendalam dan tidak

10
Yunistika, Perbedaan keterampilan berpikir tingkat timggi antara siswa yang
menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing dan bebasa dalam konsep jamur. . hal 30

5
“muncul” begitu saja. Untuk memiliki kemampuan pengolahan informasi yang
baik, maka diperlukan adanya latihan untuk melatihkan kompetensi berpikir
tingkat tinggi siswa. Menurut Adang 11 Suastra & Kariasa, siswa hendaknya
diberi kesempatan sebagai berikut.
1. Mengajukan pertanyaan yang mengundang berpikir selama proses belajar
mengajar berlangsung.
2. Membaca buku-buku yang mendorong untuk melakukan studi lebih lanjut.
3. Memodifikasi atau menolak usulan yang orisinil dari temannya, guru atau
dari buku pelajaran.
4. Merasa bebas dalam mengajukan tugas pengganti yang mempunyai
potensi kreatif dan kritis.
5. Menerima pengakuan yang sama untuk berpikir kreatif dan kritis seperti
juga untuk hasil belajar yang berupa mengingat.
6. Memberikan jawaban yang tidak sama persis dengan yang ada dalam
buku, namun konsep atau prinsipnya benar.
Adanya pengaruh yang positif dari berbagai faktor dan latihan yang
intensif diharapkan dapat membantu siswa dalam mengembangkan High Order
Thinking Skill (HOTS).

C. Berpikir Kritis dan Kreatif dalam High Order Thinking Skill (HOTS).
1. Berpikir Kritis dalam High Order Thiking skill (HOTS).
Salah satu jenis berpikir tingkat tinggi adalah berpikir kritis . 12
Berpikir kritis bersifat masuk akal dan reflektif yang berfokus untuk
memutuskan apa yang harus dipercaya atau dilakukan. 13 Yunistika 14
menyebutkan bahwa istilah keterampilan berpikir tingkat tinggi / High
Order Thinking Skill (HOTS) merupakan gambaran mengenai hubungan
antara berpikir kritis dan pemecahan masalah. Dengan kata lain dalam
HOTS, kemampuan berpikir kritis berfokus pada kemampuan seseorang
memecahkan masalah (Problem Solving) yang dihadapi. Brookhart 15
merumuskan 5 langkah IDEAL memecahkan masalah dengan berpikir kritis
sebagai berikut.
1. I Identify the problem. Identifikasi masalah

11
12
Pertiwi, R.D Penerapan Constructive Controversy dan Modified Free Inquiry
terhadap HOTS Mahasiswa Pendidikan Biologi. Jurnal Formatif, Vol. 2, h. 102.
13
Brookhart, S. M.. How to Asses Highe-Order Thinkung Skill in Your Classroom. USA:
ASCD, 2010, hal 10
14
Yunistika 2016. Perbedaan keterampilan berpikir tingkat timggi antara siswa …hal 13
15
Brookhart, S. M.. How to Asses Highe-Order Thinkung Skill in Your Classroom..hal
29

6
2. D Define and represent the problem. Mendefinisikan dan menetapkan
masalah.
3. E Explore possible Strategies. Mengeksplorasi strategi yang mungkin
dilakukan.
4. A Act on the strategies. Menerapkan strategi yang dipilih.
5. L Look back and evaluate the effects of your activities. Melihat
kembali dan mengevaluasi kegiatan yng dilakukan.
Sama seperti prinsip HOTS, kemampuan berpikir kritis tidak otomatis
dimiliki siswa dan memerlukan latihan. Membaca soal-soal berpikir kritis
tidak akan membuat siswa memiliki kemampuan berpikir kritis begitu saja.
Diperlukan proses berpikir yang mendalam dan latihan berulang-ulang.
Johnson16 mengungkapkan 8 langkah yang dapat digunakan untuk melatih
proses berpikir kritis. Kedelapan langkah ini disusun dalam bentuk
pertanyaan yang sistematis (berurutan) untuk meneliti secara menyeluruh
setiap masalah, isu, proyek, atau keputusan yang dihadapi. Kedelapan
pertanyaan tersebut adalah sebagai berikut.
1. Apa sebenarnya isu, masalah, keputusan, atau kegiatan yang sedang
dipertimbangkan? Ungkapkan dengan jelas.
2. Apa sudut pandangnya? Sudut pandang memaksa seseorang
menempatkan diri pada posisi tertentu sehingga solusi yang diharapkan
menjadi terfokus untuk satu tujuan.
3. Apa alasan yang diajukan? Tugas pemikir kritis adalah mengidentifikasi
dan bertanya alasan dibalik masalah yang ditemukan.
4. Asumsi-asumsi apa saja yang dibuat? Asumsi adalah ide-ide yang dapat
diterima dalam permasalahan dan dapat digunakan untuk
menyelesaikan masalah.
5. Apakah bahasanya jelas? Seorang pemikir harus mampu memahami
permasalahn yang dihadapi untuk dapat mengkritisinya. Bahasa yang
tidak jelas dapat menyebabkan miskonsepsi terhadap asumsi.
6. Apakah alasan didasarkan pada bukti-bukti yang menyakinkan?
7. Apakah kesimpulan yang dapat diambil? Kesimpulan yang diambil
harus memberikan solusi dari isu, masalah, keputusan, atau kegiatan
yang sedang dipertimbangkan, utamanya dari sudut pandang pemikir.
8. Apakah implikasi dari kesimpuan yang diambil? Pemikir kritis harus
memperkirakan segala kemungkinan yang dapat terjadi dalam

16
Johnson, W. B. 2002. Contextual Teaching & Learning: Menjadikan Kegiatan Belajar-
Mengajar Mengasyikan dan Bermakna. Bandung: MLC, hal 67

7
menerapkan suatu pemecahan terhadap isu, masalah, keputusan, atau
kegiatan yang sedang dipertimbangkan
Berikut adalah contoh permasalahan yang membutuhkan proses HOTS
berpikir kritis. Apakah persamaan najis berikut berikut.
(1) Mugholadoh, (1) Mukhofafah, (3) Mutawasithoh ?
Proses berpikir kritis dalam pemecahan masalah diawali dengan
identifikasi masalah. Masalah yang ditemukan adalah mencari persamaan
berbagai jenis Najis. Selanjutnya mendefinisikan dan menetapkan masalah.
Diketahui bahwa najis yang disajikan dalam masalah berasal dari sumber
najis yang berbeda, setiap sumber najis yang berbeda memiliki ciri fisik
yang berbeda pula, maka dapat ditetapkan bahwa masalah dapat ditinjau
dari ciri-ciri fisik najis tersebut.
Setelah pokok permasalahan ditetapkan, selanjutnya mengeksplorasi
strategi yang mungkin dilakukan. Ditetapkan masalah ditinjau berdasarkan
ciri najis, maka strategi yang harus ditetapkan adalah mengklasifikasi
bagian-bagian bentuk yang dimiliki najis. Setelah diklasifikasi, dapat
diketahui bahwa ketiga najis tersebut memiliki satu persamaan yang sama,
yakni sama-sama menghalangi ibadah. Langkah terakhir adalah
mengevaluasi apakah seluruh najis itu benar-benar menghasalangi sahnya
ibadah?. Setelah melakukan evaluasi, dapat dibuktikan bahwa persamaan
ketiga najis tersebut adalah sama-sama menghalangi ibadah.

2. Berpikir Kreatif dalam High Order Thinking Skill HOTS).


Berpikir kreatif merupakan salah satu ciri HOTS 17 . Kreatif berarti
meletakkan sesuatu dalam cara yang baru (secara konseptual maupun
artistik), mengamati hal-hal lain yang mungkin terlewatkan, membangun
sesuatu yang baru, menggunakan cara yang tidak biasa namun bekerja untuk
membuat poin yang menarik. 18 Jenis pemikiran kreatif dan produk yang
dihasilkannya tidak terbatas untuk dilakukan. Apabila berpiki kritis berfokus
pada pemecahan masalah, maka berpikir kreatif berfokus pada menyajikan
sesuatu dengan cara yang baru. Berikut adalah langkah yang harus
dilakukan untuk dapat menilai proses berpikir kreatif .19
Mewajibkan siswa memproduksi beberapa ide baru atau produk baru,
atau meminta siswa mengatur ide-ide yang telah ada dengan cara yang baru.

17
Wardana, N. Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah Dan
Ketahanmalangan Terhadap Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Dan Pemahaman Konsep
Fisika.hal 12
18
Brookhart, S. M How to Asses Highe-Order Thinkung Skill in Your Classroom …hal
49
19
Brookhart, S. M. ..50

8
Mengajarkan dua konten atau teks yang berbeda adalah salah satu cara
untuk dapat melakukan ini.
Biarkan siswa memilih jenis penilaian yang mereka inginkan untuk
dinilai, sesuai target pembelajaran. Misalnya untuk memahami materi
energi, siswa dapat memilih jenis penilaian kinerja, produk, atau yag lainnya
yang sesuai untuk materi pembelajaran energi.
Evaluasi pekerjaan siswa terhadap kriteria yang dibuat siswa sendiri
serta kriteria konvensional. Karena tidak ada batasan untuk berpikir kreatif,
maka tidak menutup kemungkinan siswa dapat membuat karya yang tidak
pernah terpikirkan sebelumnya. Tentu penilai tidak menyiapkan kriteria
untuk karya yang tak diduga, oleh karenanya penilai dapat membuat kriteria
berdasarkan karya yang dibuat siswa sendiri. Namun penilai tetap harus
membandingkan hasil karya yang dibuat siswa dengan penilaian
konvensional untuk dapat mengukur seberapa tingkak kreativitas yang
ditunjukkan siswa.
Berikut adalah beberapa indikator bahwa siswa telah melakukan
proses berpikir kreatif.20
1. Mengenali pengetahuan dasar yang penting dan terus bekerja untuk
mengetahui hal baru.
2. Terbuka dan aktif mencari ide baru.
3. Mencari sumber informasi untuk ide di media yang luas, orang, dan
kegiatan.
4. Mencari cara baru untuk mengorganisasikan ide menjadi katagori dan
kombinasi yang berbeda, kemudian menganalisa apakah hasil yang
ditunjukkan menarik, baru, atau berguna.
5. Melakukan trial and error ketika mereka tidak yakin bagaimana
memproses sesuatu, menggunakan kegagalan menjadi kesempatan
untuk belajar.
Satu sudut pandang tentang kreativitas menyatakan bahwa berpikir
kreatif dan berpikir kritis adalah satu hal yang berbeda namun saling
mempengaruhi. Noris dan Ennis 21 menyebutkan bahwa kreativitas
merupakan proses kreatif untuk mengumpulkan ide-ide baru, dan kemudian
berpikir kritis mengambil alih untuk mengevaluasi seberapa sukses ide baru
tersebut. Paham tersebut memandang berpikir kreatif memiliki sifat masuk
akal, produktif, dan tidak dapat dievaluasi, sedangkan berpikir kritis
memiliki sifat masuk akal, reflektive, dan dapat dievaluasi.

20
Brookhart, S. M.How to Asses Highe-Order Thinkung Skill in Your
Classroom hal.2010 hl.60
21
Brookhart, S. M.. ..hal 56

9
Pandangan lain disampaikan oleh Robinson 22 , menganggap bahwa
berpikir kritis (evaluasi) merupakan bagian dari berpikir kreatif. Robinson
menjelaskan bahwa setiap ilmu pasti sudah memiliki kriteria yang dapat
dievaluasi. Ketika seseorang menggunakan kreaivitas untuk menciptakan
hal yang baru, maka secara otomatis ia telah melakukan evaluasi (berpikir
kritis) terhadap hal yang sudah ada sebelumnya.
Sudut pandang lain yang disampaikan oleh The Partnership 23 , yang
menyatakan bahwa dalam proses berpikir kreatif, evaluasi sebagai bentuk
berpikir kritis dapat disertakan dapat juga tidak. ini bergantung pada tujuan
yang ingin dicapai melalui kedua proses tersebut. Walaupun berpikir kreatif
dan berpikir kritis dipisahkan, pada akhirnya kedua proses tersebut akan
berakhir bersamaan. Contoh dari pemasalahan yang membutuhkan
kemampuan berpikir kratif disampaikan oleh Brookhart 24 sebagai berikut.
Sebuah perusahaan baru saja menggunakan lift sebagai sarana bagi
pekerjanya untuk dapat naik-turun gedung dengan mudah tanpa menaiki
tangga. Namun banyak pegawai yang mengeluh karena laju lift yang lamban
sehingga waktu mereka terbuang. Tidak mungkin bagi perusahaan
membongkar lift yang baru saja dipasang. Apa yang harus dilakukan?
Secara sederhana solusi atas permasalahan diatas adalah
menonaktifkan lift atau meminta kesabaran pegawai. Namun tentu ada
penyelesaian yang lebih kreatif atas permasalahan tersebut. Salah satu solusi
kreatif yang dapat dilakukan adalah memasang kaca pada dinding lift
tersebut. Brookhart menjelaskan ketika kaca dipasang, maka pegawai yang
berada di dalam lift dapat teralihkan perhatiannya dengan mengecek
penampilan mereka atau memperbaiki dasi. Ketika perhatian teralih, maka
rasa bosan akan menunggu akan berkurang dan waktu didalam lift akan
terasa cepat berlalu.
Contoh lain dari berpikir kreatif adalah ketika seseorang diminta untuk
menghubungkan 9 titik seperti gambar dibawah menggunakan hanya 4
garis. Mungkinkan dilakukan? Orang yang tidak berpikir kreatif tentu akan
menjawab kalau itu tidak mungkin dilakukan. Namun orang yang berpikir
kreatif akan selalu menemukan jalan untuk memecahkan semua
permasalahan yang dihadapi, seperti gambar berikut.

. . .
22
Brookhart, S. M. hal...57
23
Brookhart, S. M. hal…58
24
Brookhart, S. M. hal...59

10
. . .
. . .
D. Pengembangan Pembelajaran HOTS Pada Pendidikakan Agama Islam
Beberapa strategi pembelajaran yang bisa digunakan untuk mengembangkan
pendekatan HOTS diantaranya:
1. Strategi pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching an Learning)25
Pembelajaran kontekstual merupakan konsep pembelajaran yang
menekankan pada keterkaitan antara materi pembelajaran dengan dunia
kehidupan nyata, sehingga peserta didik mampu menghubungkan dan
menerapkan potensi hasil belajar dalam kehidupan sehari-hari. Pendekatan
kontekstual ini mampu mendorong peserta didik membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan
mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil
pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi peserta didik.
CTL dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa
saja, dan kelas yang bagaimanapun keadaannya. Secara garis besar
langkah-langkah yang harus ditempuh dalam CTL adalah sebagai berikut:
a. Mengembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bemakna
dengan cara bekerja sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan
dan ketrampilan barunya.
b. Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik.
c. Mengembangkan sifat ingin tahu peserta didik dengan bertanya.
d. Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran.
e. Melakukan refleksi di akhir pertemuan.
f. Melakukan penilaian sebenarnya dengan berbagai cara.26
2. Strategi pembelajaran partisipasif
Pembelajaran partisipasif merupakan model pembelajaran dengan
melibatkan peserta didik secara aktif dalam perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi pembelajaran. Menurut Knowles dalam bukunya Mulyasa
menyebutkan indicator pembelajaran partisipasif yaitu, adanya keterlibatan
emosional dan mental peserta didik, adanya kesediaan peserta didik untuk
memberikan kontribusi dalam pencapaian tujuan, dalam kegiatan belajar
terdapat hal yang menguntungkan peserta didik.27

25
Mulyono, Strategi Pembelajaran Menuju Efektivitas Pembelajaran di Abad Global,
(Malang: UIN Maliki Press, 2012).. hal. 40
26
Mulyono, Strategi Pembelajaran, hal 42
27
Mulyono, Strategi Pembelajaran, hal 53

11
Prinsip utama kegaitan pembelajaran partisipasif meliputi,
berdasarkan kebutuhan belajar, berorientasi pada tujuan kegiatan belajar,
berpusat pada warga belajar, belajar berdasarkan pengalaman, kegiatan
belajar dilakukan bersama oleh warga belajar dengan sumber belajar dalam
kelompok yang terorganisassi, kegiatan pembelajaran merupakan proses
kegiatan saling membelajarkan.28
3. Strategi pembelajaran inkuiri
Strategi pembelajaran ini sering juga dinamakan strategi heuristic
yang berasal dari bahasa Yunani yang berarti saya menemukan. Strategi
pembelajaran inkuiri menekankan kepada proses mencari dan menemukan.
Peran peserta didik dalam strategi ini adalah mencari dan menemukan
sendiri materi pelajaran, sedangkan guru berperan sebagai fasilitator dan
pembimbing peserta didik untuk belajar. Strategi pembelajaran inkuiri
merupakan rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada
proses berpikir kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri
jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan.
4. Strategi pembelajaran berbasis masalah
Pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu metode berpikir,
sebab dalam problem solving dapat menggunakan metode- metode lainnya
dimulai dengan mencari data sampai kepada menarik kesimpulan.
Pembelajaran berbasis masalah merupakan implementasi dari salah satu
atau gabungan dari beberapa strategi pembelajaran seperti kontekstual,
bermain peran, partisipatif, maupun strategi pembelajaran inkuiri.29
5. Strategi pembelajaran aktif (active learning)
Active learning bukanlah sebuah ilmu dan teori tetapi merupakan
salah satu strategi partisipasi peserta didik sebagai subyek didik secara
optimal sebagai peserta didik yang mampu merubah dirinya (tingkah laku
cara berfikir dan bersikap) secara lebih efektif.68 Secara harfiah active
learning maknanya adalah belajar aktif. Kebanyakan praktisi dan
pengamat menyebutnya sebagai strategi learning by doing. Pendekatannya
memandang belajar sebagai proses membangun pemahaman lewat
pengalaman dan informasi. Dengan pendekatan ini, persepsi, pengetahuan
dan perasaan peserta didik yang unik ikut mempengaruhi proses
pembelajaran. 30 Munir juga mengelompokkan keaktifan peserta didik ini

28
Mulyono, Strategi Pembelajaran, hal 53-54
29
Mulyono, Strategi Pembelajaran, hal 108
30
Hasan Baharun, Penerapan Pembelajaran Active Learning Untuk Meningkatkan
Hasil Belajar Siswa Di Madrasah, Jurnal Pendidikan Pedagogik, Vol. 01 No. 01 Januari-Juni
2015, hal. 37

12
menjadi beberapa aspek, antara lain: (1) aktif secara jasmani seperti
penginderaan, yaitu mendengar, melihat, mencium, merasa, dan meraba
atau melakukan ketrampilan jasmaniah; (2) aktif berpikir melalui Tanya
jawab, mengolah dan mengemukakan ide, berpikir logis, sistematis, dan
sebagainya; (3) aktif secara social seperti aktif berinteraksi atau
bekerjasama dengan orang lain.
Selain pengembangan strategi pembelajaran yang diterapkan oleh
guru,dalam penulisan soal HOTS juga dibutuhkan penguasaan materi ajar,
keterampilan dalam menulis soal (kontruksi soal), dan kreativitas guru dalam
memilih stimulus soal sesuai dengan situasi dan kondisi daerah di sekitar satuan
pendidikan. Berikut dipaparkan langkah-langkah penyusunan soal-soal HOTS
menurut I Wayan widana dan Kemendikbud:
a. Menganalisis KD yang dapat dibuat soal-soal HOTS
b. Menyusun kisi-kisi soal
c. Memilih stimulus yang menarik dan kontekstual
Dalam Meningkatkan Berpikir Kritis Melalui Konsep Higher Order
Thinking Skills (HOTS) bisa kita gambar dalam sekema sebagai berikut :

Strategi Guru PAI

Langkah-langkah Pengembangan Hasil Pembelajaran


Pembelajaran Soal

Higher Order Thinking Skills (HOTS)


(Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi)

C4 C5 C6

(Menganalisis) (Mengevaluasi) (Menciptakan)

Berpikir Kritis
Dalam penegembangan HOTS dalam PAI bahwa hal utama yang

13
harus berperan adalah guru. Dalam hal ini guru Pendidikan Agama
Islam harus memperhatikan tiga point utama yang menjadi sasaran
dalam proses pembelajaran.
Pertama, mengenai langkah-langkahnya seperti apa yang akan
diterapkan. Mulai dari pendekatan, strategi, metode, teknik maupun
taktik. Setelah guru mampu merancang langkah-langkahnya maka
selanjutnya menuju ke tahap yang kedua.
Kedua, mengarah pada pengembangan soal. Pengembangan soal
ini harus berdasarkan langkah-langkah yang sudah ditentukan. Misalnya
saja ketika langkah-langkah pembelajaran sudah di desain untuk
pelibatan siswa berpikir kritis maka soalnya juga cenderung ke
pengembangan kemampuan berpikir kritis siswa.
Ketiga, hasil pembelajaran ini mengacu pada kegiatan evaluasi.
Kegiatan evaluasi terketak pada akhir setelah menempuh semua proses
pembelajaran. Hal tersebut dimaksudkan untuk menilai keefektifan
model pembelajaran yang sudah diterapkan. Sudahkan sesuai dengan
tujuan ataukah masih ada yang harus diperbaiki lagi dari segi gurunya,
langkah- langkah pembelajaran yang diterapkan, maupun
pengembangan soalnya.

Ketiga point tersebut diarahkan untuk menunjang keberhasilan


guru dalam peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa. Yang mana
berpikir kritis merupakan inti dari kemampuan berpikir tingkat tinggi
atau disebut dengan Higher Order Thinking Skills (HOTS). Konsep
Higher Order Thinking Skills (HOTS) yang menganut pada teori Bloom
mencakup berpikir pada tingkat C4 (menganalisis), C5 (mengevaluasi),
C6 (menciptakan).

14
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Kemampuan berpikir tingkat tinggi merupakan kemampuan untuk
mengolah informasi secara berpikir kritis, logis, reflektif dan kreatif untuk
memecahkan permasalahan dalam berbagai situasi
Terdapat 2 pengaruh yang terdapat dalam HOTS yakni
kemampuan guru dan lingkungan. Selain itu terdapat pula 4 prinsip dan 6
latihan yang harus dipahami untuk dapat meningkatkan HOTS.
Berpikir kritis bersifat masuk akal dan reflektif yang berfokus
untuk memutuskan apa yang harus dipercaya atau dilakukan
Berfikir kreatif berarti meletakkan sesuatu dalam cara yang baru
(secara konseptual maupun artistik), mengamati hal-hal lain yang mungkin
terlewatkan, membangun sesuatu yang baru, menggunakan cara yang tidak
biasa namun bekerja untuk membuat poin yang menarik

Ketiga point (langkah-langkah pembelajaran, pengembangan,


hasil belajar) tersebut diarahkan untuk menunjang keberhasilan guru
dalam peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa. Yang mana
berpikir kritis merupakan inti dari kemampuan berpikir tingkat tinggi
atau disebut dengan Higher Order Thinking Skills (HOTS). Konsep
Higher Order Thinking Skills (HOTS) yang menganut pada teori Bloom
mencakup berpikir pada tingkat C4 (menganalisis), C5 (mengevaluasi),
C6 (menciptakan).

15
DAFTAR PUSTAKA
Anugrah Aningsih, Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi, Artikel Fakultas
Agama Islam Ump, 2018
Arthur lewis and David Smith. 1993. Defining High Order
Thinking, Theory Into Practice, Collage of Education: The Ohio State
University, 32,
Brookhart, S. M.. How to Asses Highe-Order Thinkung Skill in Your
Classroom. USA: ASCD, 2010
Emi Rofiah, Dkk, Penyusunan Instrumen Tes Kemampuan Berpikir
Tingkat Tinggi Fisika Pada Siswa Smp, Jurnal Pendidikan Fisika (2013) Vol.1
No.2, September 2013,
Hasan Baharun, Penerapan Pembelajaran Active Learning Untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Di Madrasah, Jurnal Pendidikan Pedagogik,
Vol. 01 No. 01 Januari-Juni 2015,

Heong, Y.M., Othman, W.D., Md Yunos, J., Kiong, T.T., Hassan, R., &
Mohamad, M.M. 2011. The Level Of Marzano Higher Order Thinking Skills
Among Technical Education Student.International Journal Of Social And
Humanity, Vol. 1(2).
Istiyono, E., Mardapi, D., dan Suparno. Pengembangan Tes Kemanpuan
Berpikir Tingkat Tinggi Fisika (physTHOTS) Peserta Didik SMA. Jurnal
Penelitian dan Evaluasi Pendidikan. Universitas Negeri Yogyakarta
Johnson, W. B. 2002. Contextual Teaching & Learning: Menjadikan
Kegiatan Belajar-Mengajar Mengasyikan dan Bermakna. Bandung: MLC, hal 67
Julianingsih, S. 2017. Pengembangan Instrumen Asesmen High Order
Thinking Skill (HOTS) Untuk Mengukur Dimensi Pengetahuan IPA Siswa Di
SMP. Skripsi. FIKP : Universitas Lampung.
Mulyono, Strategi Pembelajaran Menuju Efektivitas Pembelajaran di
Abad Global, (Malang: UIN Maliki Press, 2012).. hal. 40
Pertiwi, R.D Penerapan Constructive Controversy dan Modified Free
Inquiry terhadap HOTS Mahasiswa Pendidikan Biologi. Jurnal Formatif, Vol.
2, h. 102.
Wardana, N.Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah Dan
Ketahanmalangan Terhadap Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Dan
Pemahaman Konsep Fisika.2010,
Yunistika, Perbedaan keterampilan berpikir tingkat timggi antara siswa
yang menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing dan bebasa dalam
konsep jamur. Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakaarta, 2016

16

Anda mungkin juga menyukai