Anda di halaman 1dari 10

Tugas

KETERAMPILAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI

(Disusun dan didiskusikan pada mata kuliah Pembelajaran Inovatif yang diampuh
olehh ibu Dr. Masrah Latjompoh M.Pd)

Oleh:
Septia Yusuf
431418057
Kelas B. Pendidikan Biologi

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

2020
1. Pengertian Hots
High Order Thingking Skills merupakan kemampuan untuk menghubungkan,
memanipulasi, dan mengubah pengetahuan serta pengalaman yang sudah dimiliki
secara kritis dan kreatif dalam menentukan keputusan untuk menyelesaikan masalah
pada situasi baru. High Order Thinking Skills merupakan suatu proses berpikir
peserta didik dalam level kognitif yang lebih tinggi yang dikembangkan dari berbagai
konsep dan metode kognitif dan taksonomi pembelajaran seperti metode problem
solving, taksonomi bloom, dan taksonomi pembelajaran, pengajaran, dan penilaian
(Saputra, 2016:91). High order thinking skills ini meliputi di dalamnya kemampuan
pemecahan masalah, kemampuan berpikir kreatif, berpikir kritis, kemampuan
berargumen, dan kemampuan mengambil keputusan.
Menurut King, high order thinking skills termasuk di dalamnya berpikir kritis,
logis, reflektif, metakognitif, dan kreatif, sedangkan menurut Newman dan Wehlage
(Widodo, 2013:162) dengan high order thinking peserta didik akan dapat
membedakan ide atau gagasan secara jelas, berargumen dengan baik, mampu
memecahkan masalah, mampu mengkonstruksi penjelasan, mampu berhipotesis dan
memahami hal-hal kompleks menjadi lebih jelas. Menurut Vui (Kurniati, 2014:62)
high order thinking skills akan terjadi ketika seseorang mengaitkan informasi baru
dengan infromasi yang sudah tersimpan di dalam ingatannya dan mengaitkannya
dan/atau menata ulang serta mengembangkan informasi tersebut untuk mencapai
suatu tujuan atau menemukan suatu penyelesaian dari suatu keadaan yang sulit
dipecahkan.
Tujuan utama dari high order thinking skills adalah bagaimana meningkatkan
kemampuan berpikir peserta didik pada level yang lebih tinggi, terutama yang
berkaitan dengan kemampuan untuk berpikir secara kritis dalam menerima berbagai
jenis informasi, berpikir kreatif dalam memecahkan suatu masalah menggunakan
pengetahuan yang dimiliki serta membuat keputusan dalam situasi-situasi yang
kompleks (Saputra, 2016:91-92).
2. Berpikir kritis
Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan yang sangat esensial untuk
kehidupan, pekerjaan, dan berfungsi efektif dalam semua aspek kehidupan lainnya.
Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan berpikir yang diawali dan
diproses oleh otak kiri. “Berpikir kritis telah lama menjadi tujuan pokok dalam
pendidikan sejak 1942. Penelitian dan berbagai pendapat tentang hal itu, telah
menjadi topik pembicaraan dalam sepuluh tahun terakhir ini”
Berpikir kritis merupakan salah satu proses berpikir tingkat tinggi yang dapat
digunakan dalam pembentukan sistem konseptual siswa. Menurut Ennis yang dikutip
oleh Alec Fisher, “Berpikir kritis adalah pemikiran yang masuk akal dan reflektif
yang berfokus untuk memutuskan apa yang mesti dipercaya atau
dilakukan”(Fisher.2008). Dalam penalaran dibutuhkan kemampuan berpikir kritis
atau dengan kata lain kemampuan berpikir kritis merupakan bagian dari penalaran.
Berpikir kritis adalah berpikir dengan baik dan merenungkan atau mengkaji
tentang proses berpikir orang lain. John Dewey mengatakan, bahwa sekolah harus
mengajarkan cara berpikir yang benar pada anak- anak. Kemudian beliau
mendefenisikan berpikir kritis (critical thinking), yaitu: “Aktif, gigih, dan
pertimbangan yang cermat mengenai sebuah keyakinan atau bentuk pengetahuan
apapun yang diterima dipandang dari berbagai sudut alasan yang mendukung dan
menyimpulkannya (Surya.2011).
Dari beberapa pendapat para ahli tentang definisi berpikir kritis di atas dapat
disimpulkan bahwa berpikir kritis (critical thinking) adalah proses mental untuk
menganalisis atau mengevaluasi informasi. Untuk memahami informasi secara
mendalam dapat membentuk sebuah keyakinan kebenaran informasi yang didapat
atau pendapat yang disampaikan. Proses aktif menunjukkan keinginan atau motivasi
untuk menemukan jawaban dan pencapaian pemahaman. Dengan berpikir kritis,
maka pemikir kritis menelaah proses berpikir orang lain untuk mengetahui proses
berpikir yang digunakan sudah benar (masuk akal atau tidak). Secara tersirat,
pemikiran kritis mengevaluasi pemikiran yang tersirat dari apa yang mereka dengar,
baca dan meneliti proses berpikir diri sendiri saat menulis, memecahkan masalah,
membuat keputusan atau mengembangkan sebuah proyek.
3. Berpikir Kreatif
Berpikir kreatif merupakan ungkapan (ekspresi) dari keunikan individu dalam
interaksi dengan lingkungannya. Ungkapan kreatif inilah yang mencerminkan
orisinalitas dari individu tersebut. Dari ungkapan pribadi yang unik dapat diharapkan
timbulnya ide-ide baru dan produk-produk yang inovatif dan adanya ciri-ciri seperti:
mampu mengarahkan diri pada objek tertentu, mampu memperinci suatu gagasan,
mampu menganalisis ide-ide dan kualitas karya pribadi, mampu menciptakan suatu
gagasan baru dalam pemecahan masalah. (Munandar, 1999: 45).
Berpikir kreatif sebagai kemampuan umum untuk menciptakan sesuatu yang baru,
sebagai kemampuan untuk memberikan gagasangagasan baru yang dapat diterapkan
dalam pemecahan masalah, atau sebagai kemampuan untuk melihat hubungan-
hubungan baru antara unsur-unsur yang sudah ada sebelumnya (Munandar, 1999: 25).
Berpikir kreatif adalah kemampuan individu untuk memikirkan apa yang telah
dipikirkan semua orang, sehingga individu tersebut mampu mengerjakan apa yang
belum pernah dikerjakan oleh semua orang. Terkadang berpikir kreatif terletak pada
inovasi yang membantu diri sendiri untuk mengerjakan hal-hal lama dengan cara
yang baru. Tetapi pokoknya, ialah memandang dunia lewat cukup banyak mata baru
sehingga timbullah solusi-solusi baru, itulah yang selalu memberikan nilai tambah.
berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian berpikir kreatif adalah
suatu kemampuan seseorang untuk menciptakan ide atau gagasan baru sehingga
membuatnya merasa mampu untuk bisa mencapai berbagi tujuan dalam hidupnya
(Maxwell 2004: 136),.
Berpikir kreatif merupakan kegiatan berpikir yang dimulai karena adanya masalah
yang menuntut seseorang untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan tindakan
yang cepat dan tepat untuk menyelesaikan masalah dengan gagasan yang orisinil. Hal
tersebut sesuai dengan pendapat Sabandar (2008) dalam La Moma (2012: 507) bahwa
berpikir kreatif sesungguhnya adalah suatu kemampuan berpikir yang berawal dari
adanya kepekaan terhadap situasi yang sedang dihadapi, bahwa situasi itu terlihat
atau teridentifikasi adanya masalah yang ingin harus diselesaikan. Selanjutnya ada
unsur originalitas gagasan yang muncul dalam benak seseorang terkait dengan apa
yang teridentifikasi. Berpikir kreatif sering disebut dengan berpikir divergen karena
dengan berpikir dapat memperluas pengetahuan untuk mencari ide-ide baru dan
menyelesaikan masalah. Hal ini diperkuat oleh pendapat Pehkonen (1997) dalam
Siswono (2011: 18) bahwa berpikir kreatif adalah suatu kombinasi dari berpikir logis
dan berpikir divergen yang didasarkan pada intuisi tetapi masih dalam kesadaran.
Pengertian tersebut menjelaskan bahwa berpikir kreatif memerlukan berpikir logis
dan intuitif dengan seimbang untuk membangun ide-ide baru.
Menurut Guilford dalam Suryosubroto (2009: 193) kemampuan kreatif dapat
dicerminkan melalui lima macam prilaku, yaitu: (1) Fluency, kelancaran atau
kemampuan untuk menghasilkan banyak gagasan, (2) flexibility, kemampuan
menggunakan bermacam-macam pendekatan dalam mengatasi persoalan, (3)
originality, kemampuan mencetuskan gagasan-gagasan asli, (4) elaboration,
kemampuan menyatakan gagasan secara terperinci, (5) sensitivity, kepekaan
menangkap dan menghasilkan gagasan sebagai tanggapan terhadap suatu situasi.
4. Problem Solving
Menurut Marzano dkk (1988) problem solving adalah salah satu bagian dari
proses berpikir yang berupa kemampuan untuk memecahkan persoalan. Terminologi
problem solving digunakan secara ekstensif dalam psikologi kognitif, untuk
mendeksripsikan ‘semua bentuk dari kesadaran/ pengertian/kognisi’. Anderson
(1983) misalnya dikutip Marzano dkk (1988)sebagai mengklasifikasikan semua
perilaku yang diarahkan kepada tujuan (yang disadari atau tidak disadari) sebagai
problem solving. Jika Wickelgren (1974) mendefinisikan problem solving sebagai
upaya untuk mencapai tujuan khusus, maka Van Dijk dan Kintsch (1983) dikutip
Marzano dkk (1988) sebagai menyatakan bahwa problem solving terjadi bila
pencapaian tujuan tertentu mensyaratkan kinerja dan langkah langkah mental tertentu.
Bagi Palumbo (1990) problem solving adalah fungsi dari cara bagaimana stimulus
tertentu menjadi in-put melalui sistem sensori ingatan, diproses dan dikoding melalui
memori kerja (working memory/short term memory) dan disimpan bersama asosiasi-
asosiasi dan peristiwa-peristiwa (histories) yang sekeluarga dalam memori jangka
panjang (Long Term Memory).
Di lain pihak, masih menurut Marzano dkk (1988), para pendidik memaknai
problem solving secara lebih sempit. Para pendidik umumnya menggunakan istilah
problem solving untuk menunjukkan jenis tugas tertentu yang disajikan kepada
pebelajar dalam pelajaran matematika, sains dan ilmu sosial. Pemecahan masalah
mencakup tindakan mengingat kembali aturan-aturan dan menerapkan langkah
langkah yang akan mengantar pebelajar kepada jawaban yang diharapkan. Sebagai
contoh, masalah dalam pelajaran ilmu sosial mungkin melibatkan pebelajar untuk
memprediksi pertumbuhan toko-toko di pusat perbelanjaan lokal berdasarkan pola
perumahan yang diproyeksikan di wilayah sekitarnya.
Girl dkk (2002) menyatakan bahwa pemecahan masalah adalah proses yang
melibatkan penerapan pengetahuan dan ketrampilan-ketrampilan untuk mencapai
tujuan. Sedang menurut Gagne & Briggs (1979) unjuk kerja pemecahan masalah itu
berupa penciptaan dan penggunaan aturan yang kompleks dan lebih tinggi
tingkatannya, untuk mencapai solusi masalah. Dalam pemecahan masalah pebelajar
harus merecall/mengundang kembali aturan-aturan yang lebih rendah (subordinate)
maupun informasi-informasi yang relevan, yang diasumsikan telah dipelajari
sebelumnya. Ketika aturan yang lebih tinggi tingkatannya telah diperoleh, maka
pebelajar sangat dimungkinkan. akan menggunakannya dalam situasi yang secara
fisik berbeda namun secara formal mirip. Dengan perkataan lain, aturan baru yang
lebih kompleks yang telah diperoleh itu akan memungkinkan terjadinya transfer
belajar.
Ihwal pemecahan masalah sebagai salah satu bentuk transfer juga dikemukakan
oleh Fuchs dkk (2003) yang menyatakan bahwa pemecahan masalah matematika
yang meminta pebelajar menerapkan pengetahuan, ketrampilan-ketrampilan serta
strategi strategi pada masalah-masalah baru adalah satu bentuk transfer belajar.
Jadi, istilah pemecahan masalah secara umum dapat diartikan sebagai proses
untuk menyelesaikan masalah yang ada. Sebagai terjemahan dari istilah problem
solving, istilah pemecahan masalah dalam bahasa Indonesia bermakna ganda yaitu
proses memecahkan masalah itu sendiri dan hasil dari upaya memecahkan masalah
yang dalam bahasa Inggris disebut dengan solution atau solusi.
5. Decision Making
Keputusan merupakan hasil pemecahan dalam suatu masalah yang harus
dihadapi dengan tegas. Dalam Kamus Besar Ilmu Pengetahuan pengambilan
keputusan (Decision Making) didefinisikan sebagai pemilihan keputusan atau
kebijakan yang didasarkan atas kriteria tertentu. Proses ini meliputi dua alternatif
atau lebih karena seandainya hanya terdapat satu alternatif tidak akan ada satu
keputusan yang akan diambil (Save. 2006). Menurut J.Reason , Pengambilan
keputusan dapat dianggap sebagai suatu hasil atau keluaran dari proses mental atau
kognitif yang membawa pada pemilihan suatu jalur tindakan di antara beberapa
alternatif yang tersedia (James. 1990). Setiap proses pengambilan keputusan selalu
menghasilkan satu pilihan final.
G. R. Terry mengemukakan bahwa pengambilan keputusan adalah sebagai
pemilihan yang didasarkan kriteria tertentu atas dua atau lebih alternatif yang
mungkin.3 Sedangkan Claude S. Goerge, Jr Mengatakan proses pengambilan
keputusan itu dikerjakan oleh kebanyakan manajer berupa suatu kesadaran, kegiatan
pemikiran yang termasuk pertimbangan, penilaian dan pemilihan diantara sejumlah
alternatif.

Ahli lain yaitu Horold dan Cyril O‟Donnell mengatakan bahwa pengambilan
keputusan adalah pemilihan diantara alternatif mengenai suatu cara bertindak yaitu
inti dari perencanaan, suatu rencana tidak dapat dikatakan tidak ada jika tidak ada
keputusan, suatu sumber yang dapat dipercaya, petunjuk atau reputasi yang telah
dibuat dan P. Siagian mendefinisikan pengambilan keputusan adalah suatu
pendekatan sistematis terhadap suatu masalah, pengumpulan fakta dan data,
penelitian yang matang atas alternatif dan tindakan (Ibnu. 2004)
Pengambilan keputusan merupakan salah satu bentuk perbuatan berpikir dan
hasil dari suatu perbuatan itu disebut keputusan (Desmita.2008) . Pengambilan
keputusan dalam Psikologi Kognitif difokuskan kepada bagaimana seseorang
mengambil keputusan. Dalam kajiannya, berbeda dengan pemecahan masalah yang
mana ditandai dengan situasi dimana sebuah tujuan ditetapkan dengan jelas dan
dimana pencapaian sebuah sasaran diuraikan menjadi sub tujuan, yang pada saatnya
membantu menjelaskan tindakan yang harus dan kapan diambil. Pengambilan
keputusan juga berbeda dengan penalaran, yang mana ditandai dengan sebuah
proses oleh perpindahan seseorang dari apa yang telah mereka ketahui terhadap
pengetahuan lebih lanjut.
Menurut Suharnan, pengambilan keputusan adalah poses memilih atau
menentukan berbagai kemungkinan diantara situasi-situasi yang tidak pasti.
Pembuatan keputusan terjadi di dalam situasi-situasi yang meminta seseorang harus
membuat prediksi kedepan, memilih salah satu diantara.
DAFTAR PUSTAKA

Alec Fisher. 2008. Berpikir Kritis. Jakarta: Erlangga.

Dagun, M. Save. 2006. Kamus Besar Ilmu Pengetahuan. Jakarta : Lembaga


Pengkajian Kebudayaan Nusantara (LPKN), hlm 185
Desmita. 2008. Psikologi Perkembangan. Bandung : Remaja Rosdakarya, hlm 198
Fuchs, L.S. et all. 2003. Explicitly Teaching for Transfer: Effects on Third-Grade
Students’ Mathematical Problem Solving; Journal of Educational Psychology;
Vol. 95 (2): 293 – 305.
Girl, T.A., Wah, L.K.M., Kang, G.Ng., & Sai, C.L. 2002. New Paradigm for Science
Education. A Perspective of Teaching Problem-Solving, Creative Teaching
and Primary Science Education; Singapore: Prentice Hall.
Hendra Surya, 2011. Strategi jitu mencapai kesuksesan belajar. Jakarta: Elek Media
Komputindo
Kurniati, Dian. 2016. Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa SMP Di Kabupaten
Jember Dalam Menyelesaikan Soal Berstandar PISA. Penelitian dan Evaluasi
Pendidikan 20(2), 142-155.
Maxwell. John C ( 2004). The 21 Irrefutable laws Of Leadership, Batam, Interaksara.

Marzano, R.J. et all, 1988. Dimension of Thinking: A Framework for Curriculum and
Instruction. Viginia: Association for Supervision and Curriculum
Development.
Munandar, Utami (1990) Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah.
Jakarta: PT Gramedia.
Palumbo.D.B. 1990. Programming Language/Problem-Solving Research: A Review
of Relevant Issue. Review of Educational Research; Spring. Vol. 60 (1), pp 65
–89
Reason, James. 1990. Human Eror. Ashgate. ISBN 1-84014-104-2
Syamsi, Ibnu. 2000. Pengambilan keputusan dan Sistem Informasi. (Jakarta : Bumi
Aksara), hlm
Saputra, Hatta. 2016. Pengembangan Mutu Pendidikan Menuju Era Global:
Penguatan Mutu Pembelajaran dengan Penerapan HOTS (High Order
Thinking Skills). Bandung: SMILE’s Publishing.
Suryosubroto. 2009. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: Rhineka Cipta.
Usman. User. 2008. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Surya, Hendra. 2011. Strategi Jitu Mencapai Kesuksesan Belajar. Jakarta: Gramedia.
Widodo, T & Kadarwati, S. 2013. High Order Thinking Berbasis Pemecahan
Masalah Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Berorientasi Pembentukan
Karakter Siswa. Cakrawala Pendidikan 32(1), 161-171

Anda mungkin juga menyukai