101
Nanang Diana
STKIP Taman Siswa Bima, Jalan Pendidikan Taman Siswa no.1, Bima-NTB
diana.nanang@yahoo.com/nanangdiana_mathematics@upi.edu
Abstrak
Pembelajaran merupakan proses interaksi peserta didik dan sumber belajar pada suatu
lingkungan belajar. Pembelajaran bertujuan untuk membangun pola berpikir dalam struktur
kognitif dan mengembangkan kemampuan berpikir terhadap mahasiswa. Salah satu hal yang
dilakukan adalah dengan mengembangkan kemampuan berpikir kreatif dan berpikir logis.
Berpikir kreatif merupakan suatu kegiatan mental yang dialami seseorang bila mengahadapi
suatu masalah atau situasi yang harus dipecahkan dan berusaha menciptakan gagasan yang
baru, sedangkan berpikir logis adalah suatu proses berpikir dengan menggunakan logika,
rasioanal dan masuk akal. Mahasiswa dalam memecahkan masalah tentunya mengalami
kesulitan yang dipengaruhi oleh Adversity Quotient. Adversity Quotient adalah kecerdasan
mengatasi masalah (daya juang), yaitu kecerdasan seseorang dalam menghadapi kesulitan
yang menghadangnya. Menurut Stoltz Adversity Quotient mempunyai tiga bentuk, yaitu
Adversity Quotient adalah suatu kerangka konseptual yang baru untuk memahami dan
meningkatkan semua segi kesuksesan, Adversity Quotient merupakan suatu ukuran untuk
mengetahui respon seseorang untuk menghadapi kesulitan, dan Adversity Quotient
merupakan serangkaian peralatan yang memiliki dasar ilmiah untuk memperbaiki respon
seseorang terhadap kesulitan. Ada tiga tipe adversity quition mahasiswa yaitu tipe quitters,
campers dan climber yang dapat dikembangkan proses berpikir kreatif dan logis dalam
pemecahan masalah matematika.
Kata kunci : Berpikir Kreatif, Berpikir Logis, Adversity Quotient, Pemecahan Masalah
Pendahuluan
101
Prosiding SNMPM II, Prodi Pendidikan Matematika, Unswagati, Cirebon, 10 Maret 2018
102
Kemampuan berpikir logis dan berpikir kreatif diperlukan individu, pada saat
beraktivitas dalam mengambil keputusan, menarik kesimpulan, dan melakukan
pemecahan masalah. Bentuk aktivitas yang dilakukan individu dalam berpikir logis
adalah ketika menjelaskan mengapa dan bagaimana suatu hasil diperoleh, bagaimana
cara menarik kesimpulan dari premis yang tersedia, dan menarik kesimpulan
berdasarkan aturan inferensi tertentu. Bentuk aktivitas yang lebih luas dari
kemampuan berpikir logis adalah menyelesaikan masalah secara masuk akal.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadikan kehidupan memasuki era baru
yaitu era informasi dan globalisasi. Persaingan untuk mendapatkan kehidupan yang
lebih baik tidak terjadi pada skala lokal saja., akan tetapi meluas sampai berskala
internasional. Penyelesaian permasalahan yang dipertemukan pada kondisi demikian
membutuhkan individu kreatif dan pengambilan keputusan yang tepat.
Individu yang mampu bertahan dalam era informasi dan globalisasi, adalah yang
memiliki kemampuan berpikir kritis, logis, sistematis, dan kreatif (suryadi, 2005)
kemajuan ilmu teknologi (IPTEKS), tantangan, tuntutan, dan persaingan global yang
semakin ketat membutuhkan manusia yang memiliki kemampuan berpikir logis,
kritis, serta disposisi matematis (sumarmo, 2010).
Kemampuan berpikir logis dan berpikir kreatif memiliki kegiatan yang berkaitan.
Kemampuan berpikir kreatif adalah keyakinan dan intuisi seseorang berkaitan dengan
ide-ide matematis yang dipersiapkan untuk menyusun strategi dalam menyelesaikan
masalah matematis (Runco, 1993), penyelesaian masalah matematis secara rasioanal
adalah ciri dari berpikir logis. Jika ide yang digunakan untuk menyusun strategi dan
konsep matematis yang sudah pasti logis, maka keterkaitan antara berpikir logis dan
berpikir kreatif adalah pada kegiatan memunculkan ide-ide, pada saat menyusun
strategi pemecahan masalah.
102
Prosiding SNMPM II, Prodi Pendidikan Matematika, Unswagati, Cirebon, 10 Maret 2018
103
Berpikir Kreatif
Definisi kreativitas sebagai proses kreatif adalah tindakan yang berlangsung secara
kontinu, untuk membawa sesuatu yang baru menjadi ada (Best & Thomas, 2007).
Definisi yang mengacu pada produk kreatif meliputi aspek kelancaran, fleksibilitas
dan orisinalitas. Aspek-aspek ini merupakan karakteristik umum yang
menggambarkan hasil dari tindakan kreatif (Torrance, 1995).
103
Prosiding SNMPM II, Prodi Pendidikan Matematika, Unswagati, Cirebon, 10 Maret 2018
104
Berpikir Logis
Berpikir logis adalah aktivitas yang terkait dengan pengambilan keputusan dan
pemecahan masalah yang kompleks. Dua aktivitas tersebut seringkali ditemukan
dalam kehidupan sehari-hari adalah pada saat menentukan arah yang akan ditempuh
agar terhindar dari kemacetan. Contoh melakukan pemecahan masalah adalah pada
saat terjebak kemacetan, kemudian mencari strategi agar tidak terlambat dalam
menghadiri pertemuan tertentu.
104
Prosiding SNMPM II, Prodi Pendidikan Matematika, Unswagati, Cirebon, 10 Maret 2018
105
Ciri kemampuan berpikir logis memiliki keserupaan dengan penalaran logis. Ciri
kemampuan berpikr logis salah satunya adalah kemampuan membuat generalisasi dan
hubungan sebab akibat, sedangkan ciri penalaran logis diantaranya adalah membuat
generalisasi, dan menyusun kesimpulan logis berdasarkan aturan inferensi. Ciri dari
berpikir logis dan penalaran logis serupa, pada indikator membuat generalisasi dan
menyusun kesimpulan logis.
Alasan yang dikemukan diatas bukan berarti bahwa berpikir logis dan penalaran logis
adalah dua pengertian yang sama. Berpikir logis memiliki pengertian yang lebih luas
daripada penalaran logis, karena berpikir logis memuat kegiatan penalaran logis, dan
kemampuan berpikir lain. Pemahaman, melakukan koneksi matematis, komunikasi
matematis dan menyelesaikan masalah dengan logis adalah kemampuan yang terdapat
dalam berpikir logis (Keraf, Shurter dan Pierce dalam Sumarmo, 2011)
Pengertian berpikir logis juga ditemukan oleh beberapa pakar lainnya (Albrecht,
1984, Minderovic, 2001, loveureyes, 2008, Sonias, 2011, Strydom, 2000,
Suryasumantri, 1996, dalam Aminah, 2011). Berpikir logis atau berpikir runtun
didefinisikan sebagai; proses mencapai kesimpulan mengunakan penalaran secara
konsisten (Albrech, 1984), berpikir sebab akibat (Strydom, 2000), berpikir menurut
pola tertentu atau aturan inferensi logis atau prinsip-prinsip logika untuk memperoleh
kesimpuan (Suryasumantri, 1996, Minderovic, 2001, Sponias, 2011 dalam Aminah,
2011), dan berpikir yang meliputi induksi, deduksi, analisis, da sintesis (loveureyes,
2008, dalam Aminah, 2011)
105
Prosiding SNMPM II, Prodi Pendidikan Matematika, Unswagati, Cirebon, 10 Maret 2018
106
Adversity Quotient
Didalam merespon suatu kesulitan ada tiga kelompok tipe manusia dari tingkat
kemampuannya, Stoltz (2004:18)
a. Quitters
Quitters, mereka yang berhenti adalah seseorang yang memilih untuk keluar,
menghindari kewajiban, mundur dan berhenti apabila mengahadapi kesulitan. Orang-
orang jenis ini berhenti ditengah proses pendakian, gampang putus asa, menyerah
(Ginanjar, 2001:271). Orang dengan tipe inicukup puas dengan pemenuhan
kebutuhan dasar atau fisiologis saja dan cenderung pasif, memilih untuk keluar
menghindari perjalanan, selanjutnya mundur dan berhenti. Para quitters menolak
menerima tawaran keberhasilan yang disertai dengan tantangan dan rintangan. Orang
seperti ini akan banyak kehilangan kesempatan berharga dalam kehidupan. Dalam
hirarki Maslow tipe ini berada pada pemenuhan kebutuhan fisiologis yang letaknya
paling dasar dalam bentuk piramida.
b. Campers
Golongan ini puas dengan mencukupkan diri dan tidak mau mengembangkan diri.
Tipe ini merupakan golongan yang sedikit lebih banyak, yaitu mengusahakan
terpenuhinya kebutuhan keamanan dan rasa aman pada skala hirarki Maslow.
106
Prosiding SNMPM II, Prodi Pendidikan Matematika, Unswagati, Cirebon, 10 Maret 2018
107
Kelompok ini juga tidak tinggi kapasitasnya untuk perubahan karena terdorong oleh
ketakutan dan hanya mencari keamanan dan kenyamanan. Campers setidaknya telah
melangkah dan menanggapi tantangan, tetapi setelah mencapai tahap tertentu,
campers berhenti meskipun masih ada kesempatan untuk lebih berkembang lagi.
Berbeda dengan quitters, campers sekurang-kurangnya telah menanggapi tantangan
yang dihadapinya sehingga telah mencapai tingkat tertentu.
c. Climbers
Climbers (pendaki) mereka selalu optimis, melihat peluang-peluang, melihat celah,
melihat sepatah harapan dibalik keputusan, selalu bergairah untuk maju. Noktah
kecil dianggap sepele. Climbers mampu dijadikannya sebagai cahaya pencerah
kesuksesan (Ginanjar, 2001:17).
2. Ownership/Kepemilikan (O)
Kepemilikan atau dalam istilah lain disebut dengan asal usul dan pengakuan akan
mempertanyakan siapa atau apa yang menimbulkan kesulitan dan sejauh mana
seorang individu mennganggap dirinya mempengaruhi dirinya sendiri sebagai
penyebab asal-usul kesulitan. Orang yang skor origin (asal-usulnya) rendah akan
cenderung berpikir bahwa semua kesulitan atau permasalahan yang datang itu karena
kesalahan, kecerobohan, atau kebodohan dirinya sendiri serta membuat perasaan dan
pikiran merusak semangatnya.
107
Prosiding SNMPM II, Prodi Pendidikan Matematika, Unswagati, Cirebon, 10 Maret 2018
108
3. Reach/Jangkauan
Jangkauan merupakan bagian dari adversity quotient yang mempertanyakan sejauh
manakah kesulitan akan menjangkau bagian lain dari individu. Reach juga berarti
sejauh mana kesulitan yang ada akan menjangkau bagian-bagian lain dari kehidupan
seseorang. Reach atau jangkauan menunjukan kemampuan dalam melakukan
penilaian tentang beban kerja yang menimbulkan stress. Semakin tinggi jangkauan
seseorang semakin besar kemungkinannya dalam merespons kesulitan sebagai
sesuatu yang spesifik dan terbatas. Semakin efektif dalam menahan atau membantu
jangkauan kesulitan, maka seseorang akan lebih berdaya dan perasaan putus asa atau
kurang mampu membedakan hal-hal yang relevan dengan kesulitan.
4. Endurance/Daya Tahan
Dimensi ini lebih berkaitan dengan persepsi seseorang akan lama atau tidaknya
kesulitan akan berlangsung. Daya tahan dapat menimbulkan penilaian tentang situasi
yang baik atau buruk. Seseorang yang mempunyai daya tahan yang tinggi akan
memiliki harapan dan sikap optimis dalam mengatasi kesulitan atau tantangan yang
sedang dihadapi. Semakin tinggi daya tahan yang dimiliki oleh individu, maka
semakin besar kemungkinan seseorang dalam memandang kesuksesan sebagai
sesuatu hal yang bersifat sementara dan orang yang mempunyai adversity quotient
yang rendah akan menganggap bahwa kesulitan yang sedang dihadapi adalah sesuatu
yang bersifat abadi, dan sulit untuk diperbaiki.
108
Prosiding SNMPM II, Prodi Pendidikan Matematika, Unswagati, Cirebon, 10 Maret 2018
109
Semoga artikel ini bermanfaat bagi pembaca pada pada umumnya, dan bagi saya
sendiri pada khususnya. Saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan demi
kesempurnaan dalam rancangan penelitian saya.
Ucapan Terima Kasih saya sampaikan kepada Dosen pembimbing matakuliah saya
diprogram Doktor Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung ibu
Prof. Dr. Utari Sumarmo atas saran dan masukan yang sangat bermanfaat demi
menyelesaikan artikel ini serta teman-teman angkatan 2017 pada program studi
pendidikan matematika. Artikel ini merupakan salah satu hasil tugas akhir pada
mmatakuliah yang saya tempuh dan akan dijadikan salah satu acuan dalam
menyusun disertasi. Serta saya ucapkan terimaksih kepada Ketua STKIP Taman
Siswa Bima Bapak Dr.Ibnu Khaldun Sudirman, M.Si atas motivasi dan dorongan
dalam melanjutkan Studi sampai saat ini, serta mensponsori dalam keikutsertaan
dalam publikasi pada seminar nasional ini.
Daftar Pustaka
Brookfield- 1987. Developing Critical Thinkers. San Fransisco: Jossey Bass Publiser
109
Prosiding SNMPM II, Prodi Pendidikan Matematika, Unswagati, Cirebon, 10 Maret 2018
110
Drost, 2000. Reformasi Pengajaran: Salah Asuhan Orang Tua, Jakarta. Gramedia
Widisarana, Indonesia
http//indosdm.com/pengertian_”adversity-quotient”dan-manfaatnya-dalam
pemberdayaan-karyawan.html diakses tanggal 25 November 2017
110
Prosiding SNMPM II, Prodi Pendidikan Matematika, Unswagati, Cirebon, 10 Maret 2018
111
NCTM. 2000. Principles and Standards for School Mathematics. USA : NCTM
Rahmat, J. 2005. Belajar Cerdas: Belajar Berbasis Otak. Bandung: Mizan Leraning
Center (MLC)
Ronnie, M.D. The Power Of Emotiona; and Adversity Quotient For Teacher. Jakarta:
Hikmah (PT. Mizan Publika)
Slavin. 1997. Educational Psycology Theory and Practice. Five Edition. Boston:
Allin and Bacon
Sumarmo, U. (2010). Pedidikan Karakter, Berpikir dan Disposisi Logis, Kritis, dan
Kreatif dalam Pembelajaran Matematika. Makalah pada Perkuliahan
Evaluasi Matematika 2011 SPS UPI: Tidak Diterbitkan
Tabbakh, Nabil. 1998. Creativity and Medical Education. Al-Azhar Medical School.
111
Prosiding SNMPM II, Prodi Pendidikan Matematika, Unswagati, Cirebon, 10 Maret 2018
112
Yamamoto, Kaoru and Davis. 1964. Creative Thingking and Achievment Test item
Responses of Elementary School Pupils : A Premilinary Investigation. Kent
State University Ohio
112