Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Berpikir adalah memanipulasi atau mengelola dan mentransformasi informasi dalam
memori. Ini sering dilakukanuntuk membentuk konsep, bernalar dan berpikir kritis, membuat
keputusan, berpikir kreatif, dan memecahkan masalah. Siswa dapat berpikir tentang hal-hal yang
konkret, seperti liburan ke pantai atau cara menang dalam permainan video game, atau apabila
mreka sudah di usia sekolah menengah, mereka bisa berfikir tentang hal-hal yang lebih abstrak,
seperti makna kebebasanatau identitas. Mereka dapat berpikir tentang masa lalu (seperti apa
yang terjadi pada mereka bulan lalu), dan masa depan (seperti apa kehidupan mereka nanti di
tahun 2020). Mereka dapat memikirkan realitas (seperti bgaimana ujian besok dengan lebih baik)
dan rantasi (seperti apa rasanya menjadi Ayu Tingting, Dian Sastro, atau tokoh politik seperti
Jusuf Kalla atau naik pesawat luar angkasa  ke Mars)
Proses berpikir berkaitan dengan tingkah laku dan memerlukan ke-terlibatan aktif
pemikirnya. Produk berpikir seperti pikiran, pengetahuan, alasan, serta proses yang lebih tinggi
seperti penilaian dapat juga dihasil-kan. Kaitan kompleks dikembangkan melalui berpikir ketika
digunakan sebagai bukti dari waktu ke waktu. Kaitan ini dapat dihubungkan pada struktur yang
terorganisasi dan diekspresikan oleh pemikir dalam beragam cara. Jadi definisi ini menunjukkan
bahwa berpikir merupakan suatu upa-ya kompleks dan reflektif dan juga pengalaman kreatif.
Kemampuan berpikir inilah yang merupakan faktor penting dalam proses pembelajaran
siswa. Kemampuan berpikir seseorang dapat dikem-bangkan melalui belajar, bertanya terus pada
diri sendiri, memiliki ke-inginan untuk menghasilkan sesuatu yang baru, berkemauan memanfa-
atkan sesuatu yang ada di sekitar, sehingga menghasilkan sesuatu yang berguna bagi dirinya
maupun bagi orang lain. Kemampuan berpikir ini dimungkinkan untuk berkembang karena
manusia memiliki rasa ingin ta-hu yang selalu terus berkembang. Berarti keterampilan berpikir
setiap orang akan selalu berkembang dan dapat dipelajari. Depdiknas (2003a) menegaskan salah
satu kecakapan hidup (life skill) yang perlu dikembang-kan melalui proses pendidikan adalah
keterampilan berpikir. Berarti hal ini menunjukkan bahwa seseorang untuk dapat berhasil dalam
kehidupan-nya antara lain ditentukan oleh keterampilan berpikirnya, terutama dalam upaya
memecahkan masalah kehidupan yang dihadapinya.
Literatur baru tentang berpikir menyajikan daftar ganda tentang proses kognitif yang dapat
dipertimbangkan sebagai keterampilan berpi-kir. Beyer menekankan pentingnya mendefinisikan
keterampilan secara akurat dan menyarankan untuk mere-view kerja para peneliti seperti Blo-om,
Guilford, dan Feuerstein untuk menemukan definisi yang bermakna tentang berpikir. Agar tidak
bingung membedakan proses seperti inkuiri dan mengingat sederhana. Beyer konsisten dengan
para peneliti sebelum-nya tentang proses kognitif, untuk membedakan keterampilan berpikir
tingkat rendah, dan keterampilan berpikir kompleks. Sebagai contoh, ada perbedaan besar antara
mendapatkan contoh identik dari insekta tertentu dengan menemukan perbedaan dari insekta
yang sama. Tugas yang perta-ma melibatkan proses dasar mengidentifikasi dan membandingkan.
Se-dangkan tugas satunya lagi memerlukan tahap yang kompleks, canggih, berulang dan
berurutan dari pemecahan masalah.
Rumusan Masalah
Dalam makalah yang kami bahas ini, kami akan mengajukan beberapa rumusan masalah yang
berkaitan dengan proses kognitif kompleks diantaranya
        1.     Apa itu berpikir dan berpikir kreatif?

        2.     Berpikir dengan menggunakan penalaran ?

        3.     Bagaimana Pemikiran Kritis ?

        4.     Proses Membuat Keputusan?

        5.     Pemecahan masalah (Problem Solving)

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Apa itu Berpikir dan Berpikir Kreatif


Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi pada abad ke-21 ini, semua
memerlukan sumber daya manusia dengan kualitas tinggi  yang memiliki kemampuan bekerja
sama, berpikir tingkat tinggi (berpikir kritis dan kreatif), terampil, memahami berbagai budaya,
kemampuan komunikasi yang tinggi, dan mampu belajar sepanjang hayat. Berpikir tingkat
tinggi, khususnya berpikir kreatif (creative thinking)  merupakan kecakapan yang harus dimiliki
oleh setiap orang. Berpikir kreatif menggunakan proses berpikir untuk mengembangkan atau
menemukan ide atau hasil yang orisinil, estetis, konstruktif yang berhubungan dengan pandangan
konsep, dan menekankan pada aspek berpikir intuitif dan rasional. Dengan memiliki kecakapan
berpikir kreatif, orang akan mampu berkreasi sehingga akan selalu menjadi terbaik di
lingkungannya. Namun kecakapan berpikir ini belum pernah dipelajari khususnya bagi siswa di
sekolah. Salah satu strategi untuk melatih kecakapan berpikir kreatif siswa di sekolah adalah
dengan membuat peta pikiran (mind map) terhadap materi pelajaran yang sedang dipelajarinya
Oleh karena itu dalam proses pembelajaran, siswa harus dilatih tentang kecakapan
berpikir. Degeng (2003) seorang pakar pendidikan dari Universitas Negeri Malang
mengemukakan para lulusan sekolah sampai perguruan tinggi, di samping memiliki kemampuan
vokasional (vocasional skills) juga harus memiliki kecakapan berpikir (thinking skills) sehingga
Bangsa Indonesia tidak menjadi bangsa “buruh”. Semua pendapat para ahli ini mendukung
pendapat John Dewey (1916, dalam Johnson, 2002) yang sejak awal mengharapkan agar siswa
diajarkan kecakapan berpikir. Namun kenyataannya sampai saat ini kecakapan berpikir siswa ini
belum ditangani secara sungguh-sunguh oleh para guru di sekolah. Hal ini didukung penemuan
Rofi’udin (2000) bahwa terjadi keluhan tentang rendahnya kemampuan berpikir kritis-kreatif
yang dimiliki oleh lulusan pendidikan dasar sampai perguruan tinggi, karena pendidikan berpikir
belum ditangani dengan baik. Oleh karena itu penanganan kecakapan berpikir kritis-kreatif
sangat penting diintegrasikan dalam setiap mata pelajaran.
     Pelaksanaan Kurikulum 2004  yang diganti dengan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP)dan sekarang pengembangan KTSP Berkarakter yang diintegrasikan dengan
kecakapan hidup (life skills), para siswa harus belajar tentang kecakapan mengenal diri,
kecakapan sosial, kecakapan akademik, dan kecakapan vokasional dengan disinerjikan dengan
karakter bangsa dan budaya. Di samping itu siswa juga harus belajar tentang kecakan berpikir
yang merupakan salah satu tujuan yang harus dicapai dalam proses belajar siswa di sekolah (Tim
Broad Based Education, 2002a; 2002b).
     Berpikir adalah kegiatan mental dalam memecahkan masalah (Gagne, 1980). Liliasari
(2000) membedakan kemampuan berpikir dasar dan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Johnson
(2002); Krulik and Rudnick (1996) mengemukakan berpikir tingkat tinggi meliputi berpikir
kreatif dan berpikir kritis. Berpikir kreatif (yang menjadi bahasan pada bahasan ini) adalah
aktivitas mental untuk mengembangkan atau menemukan ide-ide asli (orisinil), estetis,
konstruktif yang berhubungan dengan pandangan konsep, dan menekankan pada aspek berpikir
intuitif dan rasional. Lebih lanjut Krulik and Rudnick (1996) mengemukakan bahwa berpikir
kreatif memiliki tingkatan yang lebih tinggi dibandingkan berpikir kritis. Orang yang memiliki
kecakapan berpikir kreatif harus memiliki kecakapan berpikir kritis. Orang yang memiliki
kecakapan berpikir kreatif atau sering juga disebut berpikir divergen memiliki daya kreativitas
yang tinggi dan bermanfaat bagi banyak orang. Oleh karena itu kecakapan berpikir kreatif ini
sangat penting diajarkan di sekolah.
Keterampilan berpikir diperlukan oleh setiap orang untuk berhasil dalam kehidupannya.
John Dewey pada tahun 1916, menyatakan bahwa sekolah semestinya mengajarkan siswa untuk
berpikir. Dia juga mendefinisikan berpikir adalah aktivitas mental untuk memformulasikan atau
memecahkan masalah, membuat keputusan, usaha untuk mememahami sesuatu, mencari
jawaban atas permasalahan, dan mencari arti sesuatu hal. Semua orang tua dan guru setuju jika
para murid di sekolah diajarkan cara berpikir khususnya tentang berpikir tingkat tinggi, karena
keterampilan ini akan sangat berguna dalam segala aspek kehidupannya.
     Keterampilan berpikir selalu berkembang dan dapat dipelajari. Keterampilan berpikir
dibedakan menjadi keterampilan berpikir dasar dan keteramnpilan berpikir kompleks. Proses
berpikir dasar merupakan gambaran dari proses berpikir rasional yang mengandung sekumpulan
proses mental dari yang sederhana menuju yang kompleks. Aktivitas berpikir yang terdapat
dalam berpikir rasional adalah menghafal, membayangkan, mengelompokkan,
enggeneralisasikan, membandingkan, mengevaluasi, menganalisis, mensintesis, mendeduksi, dan
menyimpulkan. Dalam hal ini proses dasar berpikir adalah menemukan hubungan,
menghubungkan sebab dan akibat, mentransformasi, mengklasifikasi, dan memberikan
kualifikasi. Proses berpikir kompleks dikenal sebagai proses berpikir tingkat tinggi. Proses
berpikir kompleks (berpikir tingkat tinggi) ini dibedakan menjadi berpikir kritis dan  berpikir
kreatif.
Johnson (2002); Krulik and Rudnick (1996) mengemukakan berpikir kreatif,
menggunakan dasar proses berpikir untuk mengembangkan atau menemukan ide atau hasil yang
asli (orisinil), estetis, konstruktif yang berhubungan dengan pandangan, konsep, dan menekankan
pada aspek berpikir intuitif dan rasional khususnya dalam menggunakan informasi dan bahan
untuk memunculkan atau menjelaskannya dengan perspektif asli pemikir. Parkin (1995)
mengemukakan berpikir kreatif adalah aktivitas berpikir untuk menghasilkan sesuatu yang
kreatif dan orisinil. Baer (1993) mengemukakan berpikir kreatif merupakan sinonim dari berpikir
divergen. Ada 4 indikator berpikir divergen, yaitu (1) fluence, adalah kemampuan menghasilkan
banyak ide, (2)flexibility, adalah kemampuan menghasilkan ide-ide yang bervariasi,
(3) originality, adalah kemampuan menghasilkan ide baru atau ide yang sebelumnya tidak ada,
dan (4) elaboration, adalah kemampuan mengembangkan atau menambahkan ide-ide sehingga
dihasilkan ide yang rinci atau detail. Lebih lanjut Baer (1993) mengemukakan kreativitas
seseorang ditunjukkan dalam berbagai hal, seperti kebiasaan berpikir, sikap, pembawaan atau
kepribadian, atau kecakapan dalam memecahkan masalah.
Marzano, et al. (1988) mengemukakan 5 aspek berpikir kreatif sebagai berikut. (1)
Kreativitas berkaitan erat antara keinginan dan usaha. Untuk menghasilkan sesuatu yang kreatif
memerlukan usaha. (2) Kreativitas menghasilkan sesuatu yang berbeda dari yang telah ada.
Orang yang kreatif berusaha mencari sesuatu yang baru dan memberikan alternatif terhadap
sesuatu yang telah ada. Pemikir kreatif tidak pernah puas terhadap apa yang telah ditemukan.
Mereka selalu ingin menemukan sesuatu yang lebih baik dan lebih efisien. (3) Kreativitas lebih
memerlukan evaluasi internal dibandingkan eksternal. Pemikir kreatif harus percaya pada standar
yang telah ditentukan sendiri. (4) Kreativitas meliputi ide yang tidak dibatasi. Pemikir kreatif
harus bisa melihat suatu masalah dari berbagai aspek (sudut pandang) dan menghasilkan solusi
yang baru dan tepat, dan (5) Kreativitas sering muncul pada saat sedang melakukan sesuatu.
Seperti Mendeleyev menemukan susunan berkala unsur-unsur pada saat mimpi. Arcimedes
menemukan hukumnya saat sedang mandi.
Buzan (2005) mengemukakan bahwa kreativitas begitu penting agar menjadi yang
terbaik, baik di sekolah, kampus, perusahaan, masyarakat, dan di tempat lain. Mengapa orang di
seluruh dunia mengeluh bahwa pikiran mereka menjadi kosong ketika diminta mengemukakan
gagasan orisinal atau jawaban yang inovatif? Penjelasan sederhananya bahwa orang tidak
menggunakan seluruh kekuatan otaknya. Umumnya, rata-rata orang menggunakan kurang dari
satu persen otak mereka dalam bidang-bidang kreativitas, ingatan, dan pembelajaran. Bila orang
dapat menggunakan kekuatan otaknya mencapai 20 persen, 40 persen atau bahkan 100 persen ini
akan memberikan hasil kreativitas yang luar biasa. Untuk mengoptimalkan potensi otak dalam
menghasilkan suatu yang kreatif, mind map memberikan latihan untuk itu.
     Dari uraian di atas tampak betapa pentingnya melatih kecakapan berpikir tingkat
tinggi terutama berpikir kreatif. Sebagai seorang guru, salah satu cara untuk melatih siswa
berpikir kreatif dalam mengorganisasi informsi dalam belajar adalah dengan melatih membuat
dan menggunakan peta pikiran. Dengan membuat peta pikiran dalam belajar, kreativitas siswa
dapat ditingkatkan.
B.     Penalaran
Penalaran (reasoning) adalah pemkiran logis yang menggunakan logika induksi dan 
deduksi untuk menghasilkan kesimpulan. Penalaran induktif adalah penalaran dari hal-hal
spesifik ke hal-hal yang bersifat umum, yakni mengambil kesimpulan (membentuk knsepp)
tentang semua anggta kategori berdasarkan observasi dari beberapa anggota (Markman &
Gentner, 2001). Misalknya saat murid di kelas sastra hanya membaca beberapa puisi Emily
Dickinson, dan diminta menarik kesimpulan tentang sifat umum dari puisinya, maka dia diminta
menggunakan penalaran induktif. Saat murid ditanya apakah konsep yang dipelajarai di kelas
matematika berlaku untuk bidang lain, seperti bisnis atau sains, sekali lagi, dia harus
menggunakan penalaran induktif. Riset psikologi pendidikan sering kali juga dilakukan dengan
penaran induktif, mempelajari beberapa sampel untuk mengambil kesimpulan tentang populai
dari sampel itu.
Sebenarnya konklusi induktif tidak pernah sepenuhnya pasti-yakni, mungkin tidak
konklusif. Konklusi induktif mungkin mendekati pasti, tetapi selalu ada yang mungkin
kesimpulan itu keliru, sebab sampai yang dipakai tidak mempersentasikan populasi secara
sempurna (Johnson-Larid, 2000)
Penalaran induktif adalah dasar untuk analogi. Analogi adalah hubungan (korespondensi)
kemiripan dalam beberapa hal diantara hal-hal yang berbeda. Analogi dapat dipakai untuk
meningkatkan pemahaman atas konsep bru dengan membandingkannya dengan konsep yang
sudah dipelajarai. Misalnya, kita buat analogi antara komputer dan memori manusia. Salah satu
tipe analogi menggunakan penalaran formil dan mempunyai empat bagian, dimana hubungan
antara dua bagian pertama adalah sama atau sangant mirip dengan dua bagian terakhir. Misalnya,
pecahkan analogi berikut ini, Beethoven adalah untuk musik sebagaimana Picasso untuk____.
Untuk menjawab dengan benar (seni), anda harus menemukan hubungan antara Beethoven dan
musik (yang pertama menciptakan yang kedua) dan mengaplikasikan hubungan ini untuk Picasso
(apa yang diciptakan Picasso?)
Analogi dapat membantu memecahkan problem, terutama jika dipersentasikan secara
visual.  Benjamin Franklin memberikan bahwa objek yang lebih lancip menghasilkan percikan
listrik yang lebih kuat ketimbang objek yang tumpul saat keduanya diberi aliran listrik. Pada
mulanya dia percaya bahwa ini adalah observasi yang tidak penting, tetapi kemudian dia
menyadari bahwa sebuah objek yang analog—tongkat lancip—bisa dipakai untuk menarik petir
(analogi untuk percikan listrik), dan karenanya bisa mengalihkan petir dari bangunan dan kapal.
Sebaliknyap penalran deduktif adalah penaran dari yang bersifat umum ke spesifik.
Misalnya saat anda memecahkan teka-teki, Anda juga menggunakan penalaran deduktif. Ketika
anda mempelajari aturan umum dan kemudian memahami bagaimana aturan itu berlaku dalam
beberapa situasi tetapi tidak untuk situasi yang lain, maka anda melakukan penalaran deduktif.
Saat para psikolog pendidikan menggunakan teori dan intuisi untuk membuat prediksi, kemudian
mengevaluasi prediksi ini dengan menggunakan observasi lanjutan, maka mreka sedang
menggunakan penalaran deduktif.
Penalaran deduktif hampir selalu pasti dalam mengertian bahwa jika aturan atau asumsi
awalnya benar, maka konklusinya akan mengikuti logika secara benar. Misalnya, jika anda tahu
kaidah umum bahwa anjing menggonggong dan kucing mengeong (dan jika kaidah ini selalu
benar), anda bisa mendeduksi dengan tepat apakah hewan piaraan tetangga anda yang tampak
aneh adalah anjing atau kucing berdasarkan suara yang dikeluarkan hewan itu. Saat psikolog
pendidikan mengembangkan hipotesis dari suatu teori, maka menggunakan bentuk penalaran
deduktif karena hipotesis adalah spesifik, ekstensi logis dari teori umum, jika teori itu benar
maka hipotesisnya juga cenderung benar.

C.    Pemikiran Kritis (Critical Thinking)


Baru-baru ini dikalangan psikolog dan pendidik muncul banyak minat pada pemikiran
kritis, walaupun ini bukan ide yang benar-benar baru. (Kamin, dkk, 2001). Pendidik terkenal
John Dewey (1933) mengusulkan ide yang sama ketika dia bicara tentang pentingnya menyruh
murid untuk berpikir secara reflektif. Psikolog ternama Max Werrtheimer (1945) berbisara
tentang arti penting dari berpikir produktif, bukan sekedar menebak jawaban yang benar.
Pemikiran kritis adlah pemikiran reflektif dan produktif, dan melibatkan evaluasi bukti. Banyak
soal “reflect” yang muncul dalam buku ini yang membentuk pemikiran yang kritis. Berikut ini
ada bebarapa cara yang dapat digunakan guru untuk memasukkan pemikiran kritis dalam
pengajaran mereka:
      Jangan hanya tanyakan tentang apa yang terjadi, tetapi tanyakan juga bagaiman dan mengapa?
      Kaji dugaan fakta untuk mengetahui apakah ada bukti yang mendukungnya.
      Berdebatlah secara rasional, bukan emosional.
      Akui bahwa kadang ada lebih dari satu jawaban atau penjelasan yang baik.
      Bandingkan berbagai jawaban uuntuk suatu pertanyaan dan nilailah mana yang benar-benar
jawaban terbaik.
      Evaluasi dan kalau mungkin tanyakan apa yang dikatakan orang lain bukan sekedar menerima
begitu saja jawaban sebagai kebenaran.
      Ajukan pertanyaan dan pikirkan di luar apa yang sudah kita tahu untuk menciptakan ide baru
dan informasi baru.
Berpikir terbuka. Ajak murid menghindari pemikiran sempit dan dorong mereka untuk
mengeksplorasi opsi-opsi. Misalnya, saat mengajar ekonomi, guru bisa meminta kepada murid
untuk meneliti pendapat pakar yang berbeda tentang bagimana langkah yang paling efektif  oleh
suatu negara untuk mengatasi inflasi. Rasa ingin tahu intelektual. Dorong murid anda untuk
bertanya,  merenungkan, menyelidiki, dan meneliti aspek lain dari keingintahuan intelektual
dalam mengenali problem dan inkonsistensi. Dalam pelajaran sejarah, misalnya murid diajak
membaca pendapat orang selain Amerika tentang sejarah Amerika, misalnya pendapata orang
Inggris dan suku Indian tentang negara Amerika.
Ada beberapa cara untuk meningkatkan pemikiran anak (peserta didik) diantaranya
1.      Jadilah pemandu dalam membantu murid menyusun pemikiran mereka sendiri
2.      Gunakan pertanyaan berbasis pemikiran
3.      Beri model peran pemikir yang positif
4.      Sebagai guru, jadilah model peran pemikir bagi murid anda
5.      Selalu ikut perkembangan terkini dibidang pemikiran
Berpikir kritis bukan berarti menjadi kritis atau menjadi negatif. Berpikir kritis lebih tepat
diartikan sebagai berpikir evaluatif. Hasil eva-luasi dapat berentang mulai dari positif menuju
negatif, penerimaan me-nuju penolakan, atau apapun diantaranya. Menurut Ennis & Beyer berpi-
kir kritis dapat didefinisikan sebagai memutuskan apa yang harus diyakini atau dilakukan secara
masuk akal dan reflektif. Jadi berpikir kritis artinya membuat pertimbangan yang masuk akal.
Pada dasarnya berpikir kritis juga berarti menggunakan kriteria untuk mempertimbangkan
kualitas se-suatu, dalam makalah ilmiah hal ini diperlukan untuk mengolah infor-masi menuju
kesimpulan tertentu.
Proses berpikir kritis meliputi penggunaan proses berpikir dasar untuk menganalisis
argumen dan menghasilkan wawasan menuju makna dan interpretasi khusus, mengembangkan
pola-pola penalaran kohesif, lo-gis, memahami asumsi dan bias, menandai tanda-tanda khusus,
memper-oleh gaya penyajian yang kredibel, padat, dan meyakinkan

D.    Pembuatan Keputusan
Renungkan keputusan yang telah anda perbuat sepanjang hidup anda. Kelas berapa dan
materi apa yang harus saya ajarkan? Haruskah saya melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi
setelah lulus kuliah atau langsung cari kerja dahulu? Haruskah saya meniti karier sebelum
berkeluarga? Haruskah saya membeli rumah atau menyewa saja?. Pembuatan keputusan adalah
pemikiran dimana indibidu mengevaluasi berbagai pilihan dan memutuskan pilihan dari sekian
banyak pilihan tersebut.
Dalam penalaran deduktif, orang menggunakan kaidah yagn jelas untuk mengambil
kesimpulan. Sebaliknya saat kita membuat keputusan, kaidahnya jarang yang jelas dan kita
mungkin hanya punya pengetahuan terbatas tentang konsekuensi dari keputusan itu (Gigenrenzer
& Selton, 2001; Tversky & Fox, 1995). Selain itu, informasi penting mungkin tidak tersedia dan
kita mungkin tidak bisa mempercayai semua informasi yang kita punya (Martlin, 2002)
Dalam sebuah tipe pembuatan keputusan, investigator mempelajarai cara orang
mempertimbangkan biaya dan manfaat dari berbagai hasil keputusan. Mereka menemukan
bahwa orang memilih hasil dengan nilai yang diharapkan tetinggi (Smyth, dkk, 1994). Misalnya,
dalam memilih universitas, seorang anak SMA mungkin mendaftar plus-minus dari berbagai
universitas yang berhubungan dengan beberapa faktor seperti biaya, mutu pendidikan, kehidupan
sosial, dan lain sebagainya). Kemudian membuat keputusan berdasarkan bagaimana universitas
itu memenuhi kriteria yang dipilihnya. Dalam membuat keputusan, mungkin murid lebih
mempertimbangkan beberapa faktor ketimbang faktor lainnya(misalnya faktor biaya lebih
diperhatikan ketimbang mutu pendidikan dan kehidupan sosial)
Hasil ridet pembbuat keputusan lain menunjukkan adanya bias dan kaidah yang tidak
sempurna yang memenuhi mutu keputusan. Dalam banyak kasus, strategi pembuatan keputusan
diadaptasikan agar sesuai dengan berbagai peroblem (Nisbett & Ross, 1980). Akan tetapi kita
cendrung membuat sejumlah kesalahan dalam pemikiran kita (Stanovich, 1999, 2001).
Kesalahan yang biasa terjadi dipenuhi oleh bias konfirmasi, kekerasan lama, bias terlalu percaya
diri, bias hindsight, serta ketersediaan dan keterwakilan heruistik.
Membuat keputusan melibatkan aktivitas seperti menggunakan pro-ses berpikir dasar
untuk memilih respons terbaik diantara beberapa pilih-an, merakit informasi yang diperlukan
dalam satu topik area, memban-dingkan keuntungan dan kerugian dari berbagai pendekatan
alternatif, me-nentukan informasi tambahan yang diperlukan, menilai respons yang pa-ling
efektif dan mampu mengujinya.
Keputusan yang dilakukan anak-anak dipengaruhi oleh pola pendi-dikan yang diperoleh
anak. Karena itu perlu diberikan perhatian yang be-sar terhadap lingkungan anak, perkembangan,
perlakuan dan pola asuh. Karena anak-anak inilah yang nantinya akan menjalani kehidupan di
ma-syarakat. Hal lain yang tidak kalah penting adalah memperkuat kepribadi-an melalui
pendidikan yang tepat sejak dini.
Secara sederhana pengambilan keputusan merupakan peristiwa yang senantiasa terjadi
dalam setiap aspek kehidupan manusia. Hal ter-sebut sebagai konsekuensi logis dari dinamika
perkembangan kehidupan yang senantiasa berubah dan bersifat sangat kompleks. Dalam konteks
ini, proses pengambilan keputusan merupakan salah satu bentuk respon manu-sia terhadap
lingkungannya. Keputusan yang diambil oleh manusia akan menjadi awal bagi penentuan
kehidupan selanjutnya.
Luthans dan Davis (1996) mengemukakan bahwa, decision making is almost universally
defined as choosing between alternatives. Artinya, bahwa secara umum pengertian dari
pengambilan keputusan adalah me-milih di antara berbagai alternatif. Pengertian ini diperkuat
oleh Garry Deslerr (2001) yang mengatakan bahwa,decision is a choice made bet-ween available
alternatives. Ditinjau dari sudut pandang lain dinyatakan pula bahwa, decision making is the
process of developing and analyzing alternatives and choosing from among them.
Hay dan Miskel (1982) menyatakan bahwa pengambilan keputusan merupakan siklus
kegiatan yang melibatkan pemikiran rasional baik se-cara individu maupun kelompok dalam
semua tingkat dan bentuk organi-sasi. Pendapat ini menyebutkan pemikiran rasional sebagai hal
yang pen-ting. Pemikiran yang rasional merupakan landasan dalam membuat kepu-tusan, karena
pilihan terhadap berbagai alternatif yang tersedia didasarkan pada pertimbangan plusminus, atau
manfaat dan konsekuensi yang me-nyertai setiap pilihan. Setiap pilihan memiliki konsekuensi.
Dan rasio-nalitas berperan utama dalam menemukan konsekuensi tersebut sebelum keputusan
diimplementasikan.
Dari beberapa pengertian yang disebutkan di atas, terdapat satu kata kunci yang penting
untuk memahami makna pengambilan keputusan yak-ni memilih (choice). Memilih berarti
menentukan satu hal dari beberapa hal yang ada atau tersedia. Sesuatu yang dipilih ditentukan
oleh pertim-bangan selera dan rasionalitas individu (Simon, 1997). Biasanya, selera dan
rasionalitas tersebut merujuk pada hal-hal yang menyenangkan atau menguntungkan individu
dan masyarakat.

E.     Pemecahan Masalah (Problem Solving)


Memecahkan masalah melibatkan aktivitas seperti menggunakan proses berpikir dasar
untuk memecahkan kesulitan tertentu, merakit fakta tentang informasi tambahan yang
diperlukan, memprediksi atau menya-rankan alternatif solusi dan menguji ketepatannya,
mereduksi ke tingkat penjelasan yang lebih sederhana, mengeliminasi kesenjangan, memberi uji
solusi ke arah nilai yang dapat digeneralisasi. Kemampuan untuk mela-kukan pemecahan
masalah adalah ketrampilan yang dibutuhkan oleh hampir semua orang dalam setiap aspek
kehidupannya. Jarang sekali se-seorang tidak menghadapi masalah dalam kehidupannya sehari-
hari  kare-na masalah telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan kita, baik
kehidupan sosial, maupun kehidupan profesional kita. Untuk itulah penguasaan atas metode
pemecahan masalah menjadi sangat pen-ting, agar kita terhindar dari tindakan jump to
conclusion, yaitu proses pe-narikan kesimpulan terhadap suatu masalah tanpa melalui proses
analisa masalah secara benar, serta didukung oleh bukti atau informasi yang aku-rat. Pemecahan
masalah yang tidak optimal dapat memunculkan masalah baru yang lebih rumit dibandingkan
dengan masalah awal.

Tabel 1. Model keterampilan berpikir dasar menurut Bloom dan Guiford

No Keterampilan Berpikir Dasar Proses Dasar


1 Sebab Prediksi; Inferensi; Pertimbangan;
- memantapkan sebab dan Evaluasi
akibat,
- menguji
2 Transformasi  Analogi
- mengaitkan karakteristik yang Metafor
sudah dan belum  diketahui, Induksi logis
menciptakan makna
3 Relasi Fakta dan pola; Analisis dan sintesis; Urutan
- mendeteksi operasi reguler dan pilihandeduksi logis
4 Klasifikasi Persamaan dan perbedaan pengelompokan dan
- menentukan ciri umum pemilahan perbandingan dan pemisahan
5 Kualifikasi Unit identitas dasar
- menentukan karakteristik  definisi, fakta-fakta
unik pengenalan masalah

Pemecahan masalah dapat dilakukan melalui dua metode yang ber-beda, yaitu analitis
dan kreatif. Tahapan pemecahan masalah secara anali-tis dilakukan melalui beberapa langkah,
yaitu (1) mendefinisikan masalah; (2) membuat akternatif pemecahan masalah; (3) evaluasi alter-
natif peme-cahan masalah; dan (4) solusi dan tindak lanjut. Mendefinisikan masalah adalah
langkah pertama yang perlu dila-kukan dalam metode analitis adalah mendefinisikan masalah
yang terjadi. Pada tahap ini, dilakukan diagnosis terhadap sebuah situasi, peristiwa atau kejadian,
untuk memfokuskan perhatian pada masalah sebenarnya, dan bukan pada gejala yang muncul.
Agar dapat memfokuskan perhatian pada masalah sebenarnya, dan bukan pada gejala yang
muncul, maka dalam proses mendefiniskan suatu masalah, diperlukan upaya untuk mencari in-
formasi yang diperlukan sebanyak-banyaknya, agar masalah dapat dide-finisikan dengan tepat.
Beberapa karakteristik dari pendefinisian masalah yang baik ada-lah (1) Fakta dipisahkan
dari opini atau spekulasi, dan data objektif dipi-sahkan dari persepsi; (2) Semua pihak yang
terlibat diperlakukan sebagai sumber informasi; (3) Masalah harus dinyatakan secara eksplisit/
tegas. Hal ini seringkali dapat menghindarkan kita dari pembuatan definisi yang tidak jelas; (4)
Definisi yang dibuat harus menyatakan dengan jelas ada-nya ketidaksesuaian antara standar atau
harapan yang telah ditetapkan se-belumnya dan kenyataan yang terjadi; (5) Definisi yang dibuat
harus me-nyatakan dengan jelas, pihak-pihak yang terkait atau berkepentingan de-ngan
terjadinya masalah; dan (6) Definisi yang dibuat bukanlah seperti sebuah solusi yang samar.
Langkah kedua yang perlu dilakukan adalah membuat alternatif pe-nyelesaian masalah. Pada tahap
ini, diharapkan dapat menunda untuk me-milih hanya satu solusi, sebelum alternatif yang ada diusulkan.
Penelitian yang pernah dilakukan dalam kaitannya dengan pemecahan masalah men-dukung pandangan bahwa
kualitas solusi yang dihasilkan akan lebih baik bila mempertimbangkan berbagai alternatif. 
Karakteristik dari pembuatan alternatif masalah yang baik adalah (1) Semua alternatif yang ada
sebaiknya diusulkan dan dikemukakan ter-lebih dahulu sebelum kemudian dilakukannya evaluasi terhadap me-
reka; (2) Alternatif yang ada, diusulkan oleh semua orang yang terlibat dalam penyelesaian masalah. Semakin
banyaknya orang yang mengusulkan al-ternatif, dapat meningkatkan kualitas solusi dan penerimaaan
kelompok; (3) Alternatif yang diusulkan harus sejalan dengan tujuan atau kebijakan organisasi. Kritik dapat
menjadi penghambat baik terhadap proses orga-nisasi maupun proses pembuatan alternatif pemecahan
masalah; (4) Alter-natif yang diusulkan perlu mempertimbangkan konsekuensi yang muncul dalam jangka
pendek, maupun jangka panjang; (5) Alternatif yang ada sa-ling melengkapi satu dengan lainnya. Gagasan
yang kurang menarik, bisa menjadi gagasan yang menarik bila dikombinasikan dengan gagasan-gagasan
lainnya. Contoh: Pengurangan jumlah tenaga kerja, namun kepa-da karyawan yang terkena dampak diberikan
paket kompensasi yang me-narik; dan (6) Alternatif yang diusulkan harus dapat menyelesaikan ma-salah yang
telah didefinisikan dengan baik. Masalah lainnya yang mun-cul, mungkin juga penting. Namun dapat
diabaikan bila, tidak secara lang-sung mempengaruhi pemecahan masalah utama yang sedang terjadi.
Langkah ketiga dalam proses pemecahan masalah adalah mela-kukan evaluasi terhadap alternatif yang
diusulkan atau tersedia. Dalam ta-hap ini, kita perlu berhati-hati dalam memberikan bobot terhadap keun-
tungan dan kerugian dari masing-masing alternatif yang ada, sebelum membuat pilihan akhir. Seorang yang
terampil dalam melakukan pemecahan masalah, akan memastikan bahwa dalam memilih alternatif yang ada
dinilai berdasarkan (1) Tingkat kemungkinannya untuk dapat menyelesaikan masalah tanpa menyebabkan
terjadinya masalah lain yang tidak diperkirakan sebelum-nya; (2) Tingkat penerimaan dari semua orang yang
terlibat di dalamnya; (3) Tingkat kemungkinan penerapannya; (4) Tingkat kesesuaiannya de-ngan batasan yang
ada di dalam organisasi; misalnya budget, kebijakan perusahaan.
Karakteristik dari evaluasi alternatif pemecahan masalah yang baik adalah (1) Alternatif yang ada
dinilai secara relatif berdasarkan suatu stan-dar yang optimal, dan bukan sekedar standar yang memuaskan; (2)
Penila-ian terhadap alternatif yang ada dilakukan secara sistematis, sehingga se-mua alternatif yang diusulkan
akan dipertimbangkan; (3) Alternatif yang ada dinilai berdasarkan kesesuaiannya dengan tujuan organisasi dan
mempertimbangkan preferensi dari orang-orang yang terlibat didalamnya; (4) Alternatif yang ada dinilai
berdasarkan dampak yang mungkin ditim-bulkannya, baik secara langsung, maupun tidak langsung; dan (5)
Alterna-tif yang paling dipilih dinyatakan secara eksplisit/tegas.
Langkah terakhir dari metode ini adalah menerapkan dan menin-daklanjuti solusi yang telah diambil.
Dalam upaya menerapkan berbagai solusi terhadap suatu masalah, perlu lebih sensitif terhadap kemungkinan
terjadinya resistensi dari orang yang mungkin terkena dampak dari pene-rapan tersebut. Hampir pada semua
perubahan, terjadi resistensi. Karena itulah seorang yang piawai dalam melakukan pemecahan masalah akan
secara hati-hati memilih strategi yang akan meningkatkan kemungkinan penerimaan terhadap solusi
pemecahan masalah oleh orang yang terkena dampak dan kemungkinan penerapan sepenuhnya dari solusi
yang ber-sangkutan (Whetten & Cameron, 2002).
Karakteristik dari penerapan dan langkah tindak lanjut yang efektif adalah (1) Penerapan solusi
dilakukan pada saat yang tepat dan dalam urutan yang benar. Penerapan tidak mengabaikan faktor yang
membatasi dan tidak akan terjadi sebelum tahap 1, 2, dan 3 dalam proses pemecahan masalah dilakukan; (2)
Penerapan solusi dilakukan dengan menggunakan strategi "sedikit demi sedikit" dengan tujuan untuk
meminimalkan terjadi-nya resistensi dan meningkatkan dukungan; (3) Proses penerapan solusi meliputi juga
proses pemberian umpan balik. Berhasil tidaknya penerapan solusi, harus dikomunikasikan, sehingga terjadi
proses pertukaran infor-masi; (4) Keterlibatan dari orang-orang yang akan terkena dampak dari penerapan
solusi dianjurkan dengan tujuan untuk membangun dukungan dan komitmen; (5) Adanya sistim monitoring
yang dapat memantau pene-rapan solusi secara berkesinambungan. Dampak jangka pendek, maupun jangka
panjang diukur; dan (6) Penilaian terhadap keberhasilan penerapan solusi didasarkan atas terselesaikannya
masalah yang dihadapi, bukan karena adanya manfaat lain yang diperoleh dengan adanya penerapan so-lusi
ini. Sebuah solusi tidak dapat dianggap berhasil bila masalah yang menjadi pertimbangan yang utama tidak
terselesaikan dengan baik, walau-pun mungkin muncul dampak positif lainnya
BAB III
PENUTUP

Proses kompleks ini secara jelas menggambarkan dan mengelabo-rasi keterampilan


esensial. Beberapa keterampilan esensial tertentu dapat lebih signifikan terhadap proses
kompleks yang lain, namun penelitian terbaru tidak menjelaskan pemahaman diskrit tentang
relasi ini. Yang paling penting adalah bahwa siswa mengembangkan kompetensi kete-rampilan
esensial pada awal tahun pertama sekolah dan kemudian ketika memasuki sekolah menengah
pertama mulailah dikenalkan pada proses berpikir yang lebih kompleks pada materi tertentu yang
spesifik yang sa-ngat dekat dengan penggunaan beberapa keterampilan. Saat para siswa berada
di sekolah menengah pertama awal merupakan waktu yang tepat untuk mengenalkan
keterampilan berpikir tingkat tinggi atau proses ber-pikir kompleks ini. Semakin dewasa maka
terjadi pertumbuhan kemampu-an kognitif yang menantang berpikir lebih kompleks.
Beberapa proses berpikir kompleks memang lebih relevan dengan bidang studi tertentu
daripada dengan bidang studi lainnya. Misalnya ke-terampilan berpikir memecahkan masalah
tampak ideal untuk matematika atau sains. Membuat keputusan lebih relevan dengan bidang
sosial dan kejuruan. Berpikir kritis lebih relevan dengan bahasa, seni, masalah de-mokrasi.
Sedangkan berpikir kreatif dapat memperkaya semua bidang stu-di. Yang paling penting adalah
bahwa tujuan dari proses berpikir kom-pleks itu harus saling menguatkan dalam belajar.Dari
uraian di atas dapat dibuat simpulan bahwa dengan membuat peta pikiran dapat melatih siswa
untuk berpikir kreatif,  yang meliputi:  (1) menghasilkan sesuatu yang berbeda dari yang lain
atau orisinil, (2) menghasilkan gagasan yang tidak terbatas atau menghasilkan banyak ide, (3)
mampu berpikir dari yang umum ke hal-hal yang lebih detail, (4) mampu menilai karya sendiri
sehingga selalu ingin memperbaikinya,  dan (5) melihat permasalahan dari berbagai aspek.

DAFTAR PUSTAKA

Baer, J. 1993. Creativity and Divergent Thinking: A Task Specific Approach. London: Lawrence
Erlbaum Associates Publisher.

Gumgum Gumilar. Teori Belajar Sosial dari Albert


Bandura.http://www.gumilarcenter.com/arsipartikel/teoribelajarsosial.html 
Hadis, Abdul, Psikologi Dalam Pendidikan. Bandung: Alfabeta, 2006.
http://aguslistiyono.blogspot.com/2010/10/berpikir-tingkat-tinggi-higher-order.html
http://rohman-makalah.blogspot.com/2008/07/teori-belajar-akhmad-sudrajat-m.html
http://www.erlangga.co.id
http://www.freewebs.com/hijrahsaputra/catatan/TEORI%20BELAJAR%20DAN
%20PEMBELAJARAN.htm
Matakuliah Psikologi Belajar dan Pembelajaran (Dosen : A. Setyandari, S.Pd Psi.)
Syah, Muhibbin, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya,
1997.
Uno, Hamzah B., Orientasi Baru Dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2006.
Winkel, W. S., Psikologi Pengajaran cet. 6. Yogyakarta: Media Abadi, 2004.

http://deceng.wordpress.com/2008/06/09/teori-belajar-kognitif/

http://fisikaumm.blogspot.com/2009/01/psikologi-pembelajaran-kognitif.html

http://neozonk.blogspot.com/2008/02/teori-belajar.html
Diposting 13th December 2011 oleh MARWAN BAJANG LOMBOK
Label: Proses Kognitif Kompleks

Anda mungkin juga menyukai