Anda di halaman 1dari 9

Vol.

PROSIDING
SEMINAR NASIONAL
PENDIDIKAN DASAR
PENGEMBANGAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS,
KREATIVITAS, KOMUNIKASI, DAN KOLABORASI
DALAM PEMBELAJARAN ABAD 21:
INOVASI PEMBELAJARAN ABAD 21

Bandung, 3 Desember 2016

Editor:
Al Jupri, S.Pd., M.Sc., Ph.D.
Dr. Isah Cahyani, M.Pd.
Vina Anggia N. Ariawan, S.Pd.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DASAR


SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
PROSIDING
SEMINAR NASIONAL
PENDIDIKAN DASAR

Pengembangan Kemampuan Berpikir Kritis, Kreativitas,


Komunikasi, dan Kolaborasi dalam Pembelajaran Abad 21:
Inovasi Pembelajaran Abad 21

Vol. 1
Editor:
Al Jupri, S.Pd., M.Sc., Ph.D.
Dr. Isah Cahyani, M.Pd.
Vina Anggia N. Ariawan, S.Pd.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DASAR


SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
PROSIDING SEMINAR NASIONAL
PENGEMBANGAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS, KREATIVITAS,
KOMUNIKASI, DAN KOLABORASI
DALAM PEMBELAJARAN ABAD 21:
INOVASI PEMBELAJARAN ABAD 21

ISBN 978-602-98647-5-5

Editor:
Al Jupri, S.Pd., M.Sc., Ph.D.
Dr. Isah Cahyani, M.Pd.
Vina Anggia N. Ariawan, S.Pd.

Cetakan I Desember 2016

SEKOLAH PASCASARJANA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DASAR
Jln. Dr. Setiabudhi No. 229 Bandung 40154
Tlp. (022) 2001197 Pesawat, 124 Fax. (022) 2001197
Email: pascasarjana@upi.edu

ii
KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS PADA PEMBELAJARAN ABAD 21
DI SEKOLAH DASAR

Nurul Fazriyah
nurulfazriyah@unpas.ac.id
Universitas Pasundan

ABSTRAK
Kemampuan komunikasi (communicating), kolaborasi (collaboration) serta kreativitas
(creativity) dan inovasi adalah kemampuan lainnya yang disebut sebagai 4C super skill
21st century. Tiga kemampuan utama ini adalah kunci hidup dalam pembelajaran serta
ranah kreativitas yang hendaknya dikuasai manusia abad 21 melalui proses pendidikan.
Salah satu dasar penguasaan kemampuan tersebut adalah berpikir kritis dan pemecahan
masalah. Kemampuan berpikir kritis adalah proses kognitif yang melibatkan pikiran,
tentang isi, masalah, atau subjek untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan serta
mencari solusi suatu masalah sehingga dapat menalar informasi secara logis, memberi
keputusan yang tepat, akurat. Kemampuan ini dipandang penting dan menjadi dasar
kemampuan belajar dan penguasaan kemampuan yang lain. Pada pembelajaran abad 21
perlu diterapkan dalam kelas, agar siswa mempunyai berbagai kemampuan yang
menyiapkan mereka menyongsong tantangan masa depan. Kemampuan berpikir kritis
dapat digiatkan melalui pembelajaran serta ditumbuhkembangkan oleh para pendidik
hingga siswa terbiasa dan terbentuk pola pikir yang lebih tinggi tidak hanya ranah
pengetahuan saja. Dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir kritis diharapkan dapat
hadir dalam setiap pembelajaran sekolah dasar demi memenuhi harapan masa depan.
Kata kunci: abad 21, berpikir kritis, kemampuan

PENDAHULUAN
Pembelajaran Abad 21 merupakan dampak perubahan masyarakat global sehingga
menuntut manusia agar belajar secara cepat dan tepat dengan waktu terbatas sesuai
teknologi terkini. Perubahan kompetensi manusia dirasa suatu kewajaran, berawal dari
suatu kekecewaan hasil pendidikan pada era industri sudah tidak sejalan dengan
kemampuan yang dibutuhkan pada tantangan Abad 21 (Trilling & Fadel, 2009). Trilling &
Fadel (2009, hlm. 48) menyatakan bahwa,”tantangan abad 21 menuntut manusia memiliki
3 kemampuan yaitu kemampuan belajar dan inovasi (learning and innovation skills),
kemampuan media, informasi dan teknologi (information, media and technology skills)
dan kemampuan karier dan kecakapan hidup (life and career skill)”.
Kemampuan belajar dan inovasi merupakan kunci penting untuk menguasai
kemampuan lainnya. Kemampuan ini terbagi menjadi 3 yang meliputi kemampuan berpikir
kritis dan pemecahan masalah (expert thinking), komunikasi dan kolaborasi (complex
communicating, kreativitas dan inovasi (applied imagination an invention). Melalui 3
kemampuan tersebut maka dirasa bahwa tujuan pendidikan pada masa ini perlu
disesuaikan dengan kemampuan abad 21 yang menuntut kemampuan tersebut agar dimiliki
oleh proses pendidikan. Alasan utama pembelajaran abad 21 dihadirkan di kelas-kelas
adalah agar pendidik dapat membantu siswa sukses di masa depan dalam menghadapi
perubahan dunia yang cepat serta masyarakat global tanpa sekat.
Hubungan antara kemampuan berpikir kritis pada masa ini jelas sangat dibutuhkan
apalagi dengan pembelajaran abad 21 menuntut manusia yang memiliki kemampuan

285
berpikir dengan baik. Kemampuan berpikir kritis memiliki peranan penting dalam proses
pembelajaran di tingkat pendidikan tinggi terutama melibatkan kemampuan berpikir
tingkat tinggi (NEA, 2016). Dibuktikan melalui penelitian Prof. David. Conley (2016)
yang menemukan bahwa pola pikir seperti analisis, interpretasi, presisi dan akurasi,
pemecahan masalah, dan reasoning lebih penting daripada konten pengetahuan itu sendiri
dalam menempuh pendidikan tinggi. Maka disadari bahwa proses pendidikan hendaknya
berorientasi pada proses perolehan pengetahuan (process of learning) bukan pada isi
pembelajarannya (content of learning).
Berdasarkan pemikiran sebelumnya maka suatu esensi jika kalangan pendidikan
dapat memahami dan memaknai kemampuan berpikir kritis dalam pembelajaran abad 21.
Maka kajian mendalam tentang kemampuan berpikir kritis perlu dilakukan agar dapat
memahami tentang kemampuan ini.
Penerapan kemampuan berpikir kritis merupakan dampak dari pembelajaran abad
21, secara umum bertujuan memaparkan gambaran tepat tentang penerapan kemampuan
berpikir kritis pada pembelajaran di sekolah dasar. Secara khusus tujuan penulisan ini yaitu
(1) menjelaskan definisi kemampuan berpikir kritis; (2) menjabarkan indikator
kemampuan berpikir kritis; (3) menjabarkan penerapan kemampuan berpikir kritis pada
pembelajaran abad 21.

PEMBAHASAN
Kemampuan Berpikir Kritis
Manusia dalam kesehariannya tidak lepas dari kegiatan berpikir. Menurut Santrock
(2007) berpikir adalah kegiatan yang melibatkan manipulasi dan transformasi dalam
memori dengan tujuan membentuk konsep, alasan, pikiran kritis, dan penyelesaian
masalah. Berpikir menurut Vincent (2009, hlm.4) yaitu “Thinking is any mental activity
that help formulate or solve a problem, make a decision, or fulfill a desire to understand. It
is a searching for answer, a reaching for meaning”. Berpikir merupakan kegiatan mental
yang membantu pemecahan masalah, membuat keputusan, atau mencapai pemahaman.
Berpikir merupakan mencari jawaban atau mencari makna. Berpikir dapat dihubungkan
dengan aktivitas mental manusia dalam memenuhi keingintahuannya mencari jawaban
suatu masalah atau hal. Kegiatan ini tentunya melibatkan proses tertentu di otak sehingga
menemukan sesuatu yang tepat dan sesuai untuk digunakan mencari jalan keluar terhadap
masalah yang dihadapinya.
Hasanuddin (2012, hlm. 175) mengemukakan bahwa,”berpikir secara umum
dianggap sebagai proses kognitif, tindakan mental untuk memperoleh pengetahuan”.
Proses kognitif anak mengalami tingkatan perkembangan yang teratur dan berurutan sesuai
dengan umur anak. Seperti disebutkan oleh Piaget (1994) bahwa setiap individu
mengalami tingkatan perkembangan kognitif yang teratur dan berurutan sesuai dimulai
dari tingkat sensori motor (0–2 tahun), praoperasional (2–7 tahun), operasional konkret (7–
11 tahun) dan operasional formal (11 tahun- keatas). Kegiatan berpikir dan kegiatan
pembelajaran memiliki hubungan yang erat. Semakin berkembang keterampilan berpikir
siswa, maka mereka belajar. Jika siswa semakin sering belajar tentang suatu topik, semakin
baik kemampuan berpikir mereka. Menurut Tilaar (2012, hlm. 51) proses berpikir dapat
terwujud dalam dua bentuk, yaitu proses berpikir tingkat rendah dan proses berpikir tingkat
tinggi. Pada manusia kemampuan berpikir tingkat tinggi berbentuk argumentasi,
pemecahan masalah (problem solving), berpikir kritis, berpikir inovatif, dan menjadi
seorang entrepreneur.

286
Konsep kemampuan berpikir tingkat tinggi (higher order thinking skills) berbeda-
beda menurut para peneliti dan berbagai displin. Sook Kim (1998, hlm. 91) menjabarkan
“Some regard all the skills for cognitif process beyond perception and memorization as
HOT, while others think that only the complex thinking skills such as problem solving,
critical thinking, decision making and creative problem solving belong to higher-order
thinking skill.” Berdasarkan penjelasan tersebut diketahui bahwa kemampuan berpikir
kritis masuk ke dalam ranah kemampuan berpikir tingkat tinggi. Kemampuan ini dapat
ditingkatkan pada siswa di sekolah, sesuai pendapat Lev Vygotsky (1998, hlm 52) yang
menyatakan bahwa kemampuan-kemampuan berpikir dapat dikembangkan, diperhalus,
dengan rangsangan-rangsangan sekitar, dalam konteks pembelajaran.
Penggunaan kemampuan berpikir tingkat tinggi pada masa ini digalakkan dalam
pembelajaran di Indonesia. Hal ini berdasarkan pada hasil penenelitian PISA yang
mengungkapkan bahwa hasil pembelajaran pada science masih berputar pada ranah
berpikir tingkat rendah. Maka dapat dikatakan bahwa hasil belajar masih berorientasi
produk bukan proses perolehan pengetahuan. Bila dihubungkan dengan pembelajaran abad
21 maka sangat diperlukan kondisi yang mampu merangsang kemampuan berpikir anak
sehingga kemampuan berpikir tingkat tinggi dapat meningkat.
Johnson (dalam Santrock, 2007, hlm. 44) mengemukakan bahwa,”kemampuan
berpikir dapat dibedakan menjadi berpikir kritis dan berpikir kreatif”. Kedua jenis
kemampuan ini disebut juga keterampilan berpikir tingkat tinggi. Tilaar (2012, hlm 56)
memaparkan bahwa kedua jenis berpikir ini didasarkan keputusan kritis atau judgment.
Keputusan kritis menjadi dasar dari berpikir kritis dan berpikir kreatif. Keputusan kreatif
juga merupakan dasar dari berpikir kritis dan berpikir kreatif. Jadi dapat dikatakan bahwa
berpikir kritis berdasarkan kepada keputusan kritis dan keputusan kreatif. Dengan kata
lain, berpikir kritis termasuk berpikir dan keputusan kritis.
Berdasarkan dari beberapa pendapat di atas maka berpikir didefinisikan sebagai
proses kognitif yang melibatkan pikiran, tentang isi, masalah, atau subjek untuk
memperoleh pengetahuan, keterampilan serta mencari solusi suatu masalah.Manusia
merupakan satu-satunya makhluk yang dapat berpikir dan dapat memilih, artinya dia harus
dapat berpikir secara kritis. Kemajuan peradaban manusia terjadi karena kemampuan
berpikir manusia yang kritis. Dari berpikir kritis inilah yang melahirkan kebudayaan
manusia modern era globalisasi dewasa ini. Para masyarakat awam biasanya menganggap
bahwa berpikir kritis merupakan mencari-cari kesalahan atau mengkritik orang lain. Dalam
hal ini berpikir kritis merupakan kemampuan berpikir tingkat tinggi yang seharusnya
dikembangkan pada diri siswa melalui pembelajaran.
John Dewey (dalam Fisher, 2008) mendefinisikan berpikir kritis adalah
pertimbangan yang aktif, persistent (terus-menerus) dan teliti mengenai sebuah keyakinan
atau bentuk pengetahuan yang diterima begitu saja dipandang dari sudut alasan-alasan
yang mendukungnya dan kesimpulan-kesimpulan lanjutan yang menjadi
kecenderungannya. Menurut Santrock (2007, hlm 44), berpikir kritis adalah melibatkan
cara berpikir instropektif dan produktif serta mengevaluasi kejadian. Sementara itu, Ennis
(2008, hlm. 4) mendefinisikan “berpikir kritis sebagai pemikiran yang masuk akal dan
reflektif yang berfokus untuk memutuskan apa yang mesti dipercaya atau dilakukan. Ennis
menambah makna berpikir kritis dengan pengambilan keputusan”. Menurut Ennis (2011,
hlm. 22), pemahaman berpikir kritis merupakan berpikir reflektif yang berfokus pada
memutuskan apa yang harus dipercaya dan dilakukan. jadi dapat dikatakan kemampuan
berpikir kritits dapat menentukan keputusan seseorang dalam mengambil yang diyakini

287
dan dipercaya. Selain itu Ennis (1996, hlm. 215-216) mendefinisikan berpikir kritis
termasuk di dalamnya:
1. berpikir masuk akal- menggunakan alasan yang benar;
2. berpikir reflektif – pernasaran mencari tahu serta menggunakan alasan yang benar;
3. berpikir fokus – berpikir untuk mencapai tujuan tertentu;
4. memutuskan mana yang dipercaya atau dilakukan- mengevaluasi kedua pernyataan
(apa yang dipercaya) dan tindakan (apa yang dilakukan);
5. kemampuan dan disposisi – kedua kemampuan kognitif (abilities) dan kecenderungan
untuk menggunakan kemampuan (disposition).
Sesuai dengan rincian definisi tersebut maka dapat diperoleh suatu penjelasan
bahwa kemampuan berpikir kritis memiliki tujuan, tidak hanya asal asalan berpikir
sehingga lewat tujuan tersebut mencari alasan sebab akibat yang akan berpengaruh pada
pengambilan keputusan berbagai pendapat tersebut maka definisi kemampuan berpikir
kritis siswa adalah proses kognitif yang melibatkan pikiran, tentang isi, masalah, atau
subjek untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan serta mencari solusi suatu masalah
sehingga dapat menalar informasi secara logis, memberi keputusan yang tepat, akurat.
Perlunya dipelajari suatu indikator bagaimana seorang anak dapat dikatan kritis
atau tidak. Lewat indikatorlah yang membuat garis batas menjadi jelas. Banyak ahli yang
menjelaskan dimensi serta indikator seseorang dapat disebut berpikir kritis. Ennis (1996,
hlm. 218) memaparkan kemampuan berpikir kritis menurut dimensi serta indikatornya
yang dapat diukur : (1) klarifikasi dasar yaitu merumuskan masalah, Menganalisis
argument, bertanya dan menjawab pertanyaan; (2) dasar pendukung berargumentasi yaitu
menilai kredibilitas suatu sumber informasi, Melakukan observasi dan menilai laporan
hasil observasi; (3) menginferensi yaitu membuat deduksi dan menilai deduksi, membuat
induksi dan menilai induksi, mengevaluasi; (4) klarifikasi tingkat lanjut, yaitu
mendefinisikan dan menilai definisi, mengidentifikasi asumsi; (5) strategi dan taktik yaitu
memutuskan dan melaksanakan tindakan, Berinteraksi dengan orang lain.
Menurut Harris dalam Mustaji (2014), indikasi kemampuan berpikir kritis ada 13,
yakni (1) analytic, (2) convergent, (3) vertical, (4) probability, (5) judgment, (6) focused,
(7) Objective, (8) Answer, (9) Left brain, (10) Verbal, (11) Linear, (12) reasoning, (13) yes
but. Facione (Fisher, 2008: hlm.4) membagi proses berpikir kritis menjadi enam kecakapan
yaitu interpretasi, analisis, evaluasi, inference, penjelasan dan regulasi. Perkin (Bailin,
2014) berpendapat bahwa berpikir kritis memiliki 4 karakteristik, yakni (1) bertujuan
untuk mencapai penilaian yang kritis terhadap apa yang akan kita terima atau apa yang
akan kita lakukan dengan alasan logis; (2) memakai standar penilaian sebagai hasil dari
berpikir kritis dan membuat keputusan; (3) menerapkan berbagai strategi yang tersusun
dan memberikan alasan untuk menentukan dan menerapkan standar; (4) mencari dan
menghimpun informasi yang dapat dipercaya untuk dipakai sebagai bukti yang dapat
mendukung suatu penilaian. Dimensi dan Indikator kemampuan berpikir kritis yang
digunakan adalah : memiliiki kemampuan menginduksi, menilai kredibilitas suatu sumber
informasi, mampu mengobservasi, mampu melakukan deduksi dan mengidentifikasi
asumsi.

Kemampuan Berpikir Kritis dalam Pembelajaran Abad 21


Berpikir kritis dalam kegiatan belajar mengajar dapat dilakukan oleh siswa yang
mampu menjawab pertanyaan tentang “bagaimana” (how) dan “mengapa” (why) dengan
menggunakan prinsip-prinsip dan konsep-konsep. Dasar berpikir untuk memecahkan

288
masalah artinya pertanyaan bagaimana yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan atau cara-
cara tentang terjadinya sesuatu hal, sedangkan pertanyaan mengapa berkaitan dengan
kegiatan-kegiatan atau cara-cara dalam membuat suatu kesimpulan setelah tahu tahap-
tahap tentang terjadinya suatu hal. Slavin (1994, hlm. 300) mengatakan bahwa,”tujuan
kunci dalam pembelajaran adalah membangkitkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis
dan membuat keputusan rasional yang berkaitan dengan pekerjaan atau yang
dipercayainya”.
Jika seorang murid berpikir kritis maka menurut Santrock (2007, hlm. 300) akan
melakukan hal-hal di bawah ini :
1. menanyakan bagaimana dan mengapa bukan hanya apa yang terjadi;
2. mencari bukti-bukti yang mendukung suatu “fakta”;
3. beradu pendapat dengan cara yang masuk akal, bukan dengan emosi;
4. mengenali bahwa kadang-kadang ada lebih satu jawaban atau penjelasan;
5. membandingkan jawaban-jawaban yang beragam dan menentukan mana yang terbaik;
6. mengevaluasi apa yang dikatakan orang lain, alih-alih menerima begitu saja sebagai
kebenaran;
7. menanyakan pertanyaan-pertanyaan dan berani berspekulasi untuk menciptakan ide-
ide dan informasi-informasi baru.
Menurut Mustaji (2014) pengembangan kemampuan berpikir ditujukan untuk
beberapa hal, di antaranya adalah (1) mendapat latihan berpikir secara kritis dan kreatif
untuk membuat keputusan dan menyelesaikan masalah dengan bijak, misalnya luwes,
reflektif, ingin tahu, mampu mengambil resiko, tidak putus asa, mau bekerjasama dan lain-
lain; (2) mengaplikasikan pengetahuan, pengalaman dan kemahiran berpikir secara lebih
praktik , baik di dalam atau di luar sekolah; (3) menghasilkan ide atau ciptaan yang kreatif
dan inovatif; (4) mengatasi cara-cara berpikir yang terburu-buru , kabur, dan sempit; (5)
meningkatkan aspek kognitif dan afektif, dan seterusnya perkembangan intelek mereka; (6)
bersikap terbuka dalam menerima dan memberi pendapat, membuat pertimbangan
berdasarkan alasan dan bukti, serta berani memberi pandangan dan kritik.
Sering disebutkan dalam kurikulum, bahwa mengembangkan kemampuan
berpikir kritis peserta didik merupakan tujuan akhir yang sangat penting. (Nitko, 1996).
Termasuk pada kurikulum 2013 salah satu sintaks pendekatan scientific adalah salah
satunya menanya merupakan langkah merangsang kemampuan berpikir kritis siswa SD.
Johnson (2002, hlm.111) berpendapat dalam membuat keputusan, menyelesaikan masalah
yang kompleks, orang yang mempunyai kemampuan berpikir kritis merespon secara
sistematis dan akurat.
Ada berbagai cara menumbuhkan kemampuan berpikir kritis siswa, salah satunya
dengan menghadapkan mereka pada topik-topik yang kontroversial (Santrock, 2007 hlm
296) Tema atau topik pada pembelajaran dapat memancing kemampuan berpikir siswa
terutama jika topik tersebut memerlukan solusi. Pembelajaran yang tepat agar kemampuan
berpikir siswa dapat terasah. sangat tepat jika di sekolah dasar pada masa ini diterapkan
sistem pembelajaran berdasarkan tema. Menurut Bonnie dan Potts (2014) secara singkat
menyimpulkan bahwa ada tiga buah strategi untuk mengajarkan kemampuan-kemampuan
berpikir kritis, yaitu (1) building categories (membuat klasifikasi); (2) finding problem
(menemukan masalah); (3) enhancing the environment (mengkondusifkan lingkungan).
Pembelajaran abad 21 yang mulai digencarkan melalui 4C salah satunya adalah
kemampuan berpikir kritis dapat diterapkan melalui pendekatan scientific yang
menggunakan model tematik terpadu. Kemampuan berpikir kritis bisa dirangsang melalui

289
pemecahan masalah (NEA, 2016). Selain itu pendapat David Thornborg (2016)
menyatakan bahwa guru hendaknya membantu siswa membuat pertanyaan yang bagus
dalam merangsang kemampuan berpikir kritis.

SIMPULAN DAN SARAN


Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan berpikir tingkat tinggi yang
termasuk dalam 4C (critical thinking, communication, collaboration, creativity)
pembelajaran abad 21. Kemampuan 4C adalah kemampuan penting sesuai kemampuan
belajar abad 21. Kemampuan berpikir kritis dapat dikembangkan dan dirangsang melalui
pembelajaran, terutama pembelajaran yang berbasis tema serta masalah. Sangat sesuai jika
diterapkan pada kurikulum yang digunakan saat ini yaitu kurikulum 2013. Guru hendaknya
berorientasi pada perolehan pengetahuan bukan pada produk pengetahuan. Agar siswa
mampu berpikir kritis maka dalam menyiapkan pembelajaran guru merancang
pembelajaran yang menantang siswa, menarik serta dapat menggunakan berbagai metode
dan model salah satunya adalah problem solving. Memberi pertanyaan yang tepat serta
merancang pertanyaan yang analitis dapat dipilih guru sehingga kemampuan berpikir siswa
dapat meningkat, jadi tidak hanya ranah berpikir tingkat rendah namun juga ranah berpikir
tingkat tinggi siswa dapat terasah.

DAFTAR PUSTAKA
Fisher, A. (2008). Berpikir Kritis Sebuah Pengantar. Jakarta: Erlangga.
Johnson, E.B. (2002). Contextual Teaching and Learning. California: Corwin Press.
Mustaji. (2014). Pengembangan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif dalam
Pembelajaran. Diakses dari http://pasca.tp.ac.id/site/pengembangan-kemampuan-
berpikir-kritis-dan-kreatif-dalam-pembelajaran.
NEA. (2016). Preparing 21st Century Students For A Global Society. An Educator Guide
to The “Four CS”. Diakses dari www.Nea.org/assets/docs/a-guide-to-four-cs.pdf
Nitko, A.J. (1996). Educational Assessment of Student. New Jersey: Merril Prentice Hall.
Santrock, J.W. (2007). Perkembangan Anak, 11th Edition. Jakarta: Erlangga.
Slavin, R.E. (1994). Educational Physchology Theory and Practice. 4th Edition.
Massachussetts: Paramount Publishing.
Sunaryo K.,W. (2011). Taksonomi Berpikir. Bandung: Rosda.
Vincent, R.R. (2009). The Art of Thinking. A Guide To Critical and Creative Thought. San
Fransisco: Pearson Education, Inc.
Tilaar, H.A.R. (2012). Pengembangan Kreativitas dan Entrepreunership dalam
Pendidikan Nasional. Jakarta: Buku Kompas.
Trilling, B., & Fadel, C. (2009). 21st Century Skills. Learning For Life In Our Times. San
Fransisco: Jossey-Bass.

290

Anda mungkin juga menyukai