Anda di halaman 1dari 7

Prosiding Konferensi Nasional Kewarganegaraan III p-ISSN 2598-5973 11 November 2017, Universitas Ahmad

Dahlan, Yogyakarta e-ISSN 2599-008X

Penerapan Problem Based Learning dalam Meningkatkan Kemampuan


Berpikir Kritis Peserta Didik pada Pembelajaran Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan Kelas XI SMA
Esty Rahmayanti
Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Program Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta Pos-
el: estyrahmayanti@gmail.com

Abstrak
Keterampilan abad 21 menitikberatkan kepada kemampuan untuk berpikir kritis, menyelesaikan masalah,
komunikasi dan kerjasama yang merupakan bagian dari HOTS (High Order Thinking Skills) atau kemampuan berpikir
tingkat tinggi yang sangat perlu dimiliki oleh peserta didik sebagai bekal dalam menghadapi tantangan global. Salah
satu tujuan khusus Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) dalam Kurikulum 2013 adalah
mengembangkan peserta didik agar mampu berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif serta memiliki semangat
kebangsaan serta cinta tanah air yang dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, semangat Bhinneka Tunggal Ika, dan komitmen Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Namun masalah yang terjadi adalah peserta didik lebih banyak menerima begitu saja materi yang diberikan oleh
guru tanpa mempertimbangkan dengan lebih cermat, sehingga kurang mendorong peserta didik berpikir kritis.
Oleh karena itu dibutuhkan model pembelajaran yang berorientasi pada peserta didik sehingga mampu
mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
Problem-Based Learning (PBL) merupakan salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan pada pembelajaran
PPKn Kurikulum 2013 karena dapat mendorong peserta didik untuk berpikir kritis, keterampilan menyelesaikan
masalah, menghubungkan pengetahuan mengenai masalah-masalah, dan isu-isu dunia nyata.
Kata Kunci : Problem Based Learning, berpikir kritis, PPKn. Proses pembelajaran tidak cukup hanya untuk
meningkatkan pengetahuan, tetapi harus dilengkapi
dengan pengembangan kemampuan kreatif dan
Pendahuluan berpikir kritis, berkarakter kuat dan didukung dengan
Perkembangan zaman abad 21 menuntut peserta kemampuan memanfaatkan informasi dan komunikasi.
didik untuk memiliki kompetensi antara lain memiliki Kemampuan berpikir kritis yang termasuk ke dalam
kemampuan berpikir kritis dan kemampuan ranah berpikir tingkat tinggi (higher order thinking skills)
menghadirkan pemecahan masalah (critical-thinking sangat perlu dimiliki oleh peserta didik sebagai bekal
and problem solving skills), kemampuan berkomunikasi dalam menghadapi berbagai macam tantangan pada
dan bekerjasama (communication and collaboration), era globalisasi yang semakin kompleks. Kemampuan
kemampuan mencipta dan membaharui (creativity and ini akan membiasakan peserta didik memecahkan
innovation skills), kemampuan literasi teknologi suatu masalah, membuat keputusan, dan mencari
informasi dan komunikasi (information and solusi secara bijak terhadap permasalahan yang
communications technology literacy), kemampuan dihadapi. Hal ini juga didukung oleh pendapat
belajar kontekstual (contextual learning skills), dan Partnership for 21 Century (Lei, 2011:4) yang telah
kemampuan informasi dan literasi media (information mengidentifikasi bahwa berpikir kritis sebagai salah
and media literacy skills) (BSNP, 2010:44-45). satu dari beberapa kebutuhan keterampilan belajar
Sebagaimana yang dikatakan oleh Paige (2009:67) dan inovasi untuk mempersiapkan peserta didik
bahwa keterampilan abad 21 menitikberatkan kepada menghadapi tantangan global.
kemampuan untuk berpikir kritis, menyelesaikan Menurut Scriven (2009:10) berpikir kritis adalah
masalah, komunikasi dan kerjasama yang merupakan interpretasi dan evaluasi yang terampil dan aktif
bagian dari HOTS (High Order Thinking Skills) atau terhadap observasi dan komunikasi, informasi dan
kemampuan berpikir tingkat tinggi. Begitu pula argumentasi. Berpikir kritis akan membantu peserta
menurut Cogan & Derricott (1998:116) bahwa salah didik memiliki pemikiran mengenai hal-hal yang dapat
satu tantangan globalisasi di abad 21 menuntut semua dipercaya atau yang tidak dapat dipercaya. Sejalan
orang memiliki karakteristik yang salah satunya dengan pendapat diatas, Aizikovitsh-Udi (2012:455)
memiliki kemampuan kritis dan sistematis. menjelaskan : Critical thinking is a capability essential to

242
Prosiding Konferensi Nasional Kewarganegaraan III p-ISSN 2598-5973 11 November 2017, Universitas Ahmad
Dahlan, Yogyakarta e-ISSN 2599-008X

contemporary life. Futhermore, the benefits of critical thinking diterapkan pada pembelajaran PPKn Kurikulum 2013
are lifelong, supporting students in the regulation of their study karena dapat mendorong peserta didik untuk berpikir
skills, and subsequently empowering individuals to contribute kritis, keterampilan menyelesaikan masalah,
creatively to their chosen profession. menghubungkan pengetahuan mengenai masalah-
masalah, dan isu-isu dunia nyata.
Makna dari kutipan diatas adalah berpikir kritis
merupakan kemampuan berpikir yang penting untuk Pengertian Problem Based Learning (PBL)
kehidupan modern seperti sekarang ini. Selanjutnya,
Problem Based Learning dalam bahasa Indonesia
manfaat dari berpikir kritis adalah sepanjang hayat,
dikenal dengan sebutan pembelajaran berbasis
menunjang peserta didik dalam mengatur kemampuan
masalah merupakan salah satu bentuk model yang
belajar mereka, dan kemudian memberdayakan individu
dikembangkan dari teori belajar konstruktivisme
untuk berkontribusi secara kreatif untuk profesi yang
Piaget dan Vygotsky. Konstruktivisme menekankan
mereka pilih.
pada pengetahuan sebagai hasil konstruksi manusia
Salah satu tujuan khusus Pendidikan Pancasila dan melalui interaksi mereka dengan objek, fenomena,
Kewarganegaraan (PPKn) dalam Kurikulum 2013 adalah pengalaman, dan lingkungan mereka (Trianto, 2007).
mengembangkan peserta didik agar mampu berpikir Menurut Ridwan Abdullah Sani (2014:127),
secara kritis, rasional, dan kreatif serta memiliki semangat pembelajaran ini akan dapat membentuk kemampuan
kebangsaan serta cinta tanah air yang dijiwai oleh nilai-nilai berpikir tinggi (higher order thinking) dan meningkatkan
Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik kemampuan peserta didik berpikir kritis, sejalan
Indonesia Tahun 1945, semangat Bhinneka Tunggal Ika, dengan pendapat Daryanto (2014:30), bahwa PBL
dan komitmen Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pada dapat mengembangkan keterampilan berpikir tingkat
hakikatnya tujuan pembelajaran PPKn yang hendak dicapai tinggi, karena melalui pembelajaran berbasis masalah
guru adalah kemampuan peserta didik untuk berpikir kritis peserta didik belajar menyelesaikan permasalahan
yang akan meningkatkan minat belajar, pemahaman, dan dalam dunia nyata (real world problem) secara
prestasi belajar. Namun pada kenyataannya belum semua terstruktur untuk mengonstruksi pengetahuan
peserta didik memiliki kemampuan berpikir kritis, peserta didik.
sebagaimana dijelaskan oleh Santrock (2011: 357) bahwa
Problem Based Learning merupakan suatu model
hanya sedikit sekolah yang benar-benar mengajarkan
pembelajaran yang didasarkan pada masalah (problem)
peserta didik untuk mengembangkan kemampuan berpikir
sebagai titik awal mendapatkan atau mengintegrasikan
kritis. Dalam proses pembelajaran di sekolah biasanya
pengetahuan (knowledge) baru. (Savery & Duffy,
hanya dihabiskan untuk mengajar peserta didik kemudian
1995). Fatade et al (2014:3) menyatakan bahwa “the
memberikan jawaban yang benar, di sekolah peserta didik
problem based learning is one of the modern model of
lebih banyak menerima begitu saja materi yang diberikan
teaching that allows each learner to construct his/her own
oleh guru. Dengan kata lain, peserta didik yang tidak
schema”. Maksud dari pendapat tersebut bahwa
memiliki kemampuan berpikir kritis akan mudah percaya
problem based learning adalah salah satu model
pada semua hal yang disampaikan oleh orang lain termasuk
pengajaran modern yang memungkinkan setiap
guru tanpa mempertimbangkan dengan lebih cermat,
peserta didik membangun skema pengetahuan
sehingga kurang mendorong peserta didik agar lebih
mereka sendiri.
mengembangkan kemampuan berpikir kritisnya, selain itu
jika melihat realita pembelajaran PPKn saat ini di Indonesia Problem based learning merupakan model
menurut pengamatan Kerr (1999:5-7) menunjukkan pembelajaran yang menyajikan masalah kontekstual
kategori minimal yang hanya mewadahi aspirasi tertentu. sehingga merangsang peserta didik belajar dalam
Bentuk pengajaran PPKn masih berorientasi pada kelompok untuk memecahkan masalah dari
pengetahuan, terikat oleh isi, menitikberatkan pada proses permasalahan dunia nyata dan mengikat peserta didik
pengajaran, dan hasilnya mudah diukur. pada rasa ingin tahu terhadap pembelajaran, sehingga
mereka memiliki model belajar sendiri
Melihat kondisi dunia pendidikan saat ini sangat
(Kemendikbud, 2014:39). Sejalan dengan hal tersebut
membutuhkan penerus generasi muda yang cakap dan
Suharia, Lisdianab, & Widiyaningrum (2013:10)
kritis, peserta didik tidak hanya dituntut untuk
menyatakan bahwa PBL merupakan pembelajaran
menyelesaikan tugas, ataupun mendapatkan nilai yang baik,
yang menghadapkan peserta didik pada masalah dunia
akan tetapi peserta didik juga dituntut agar memiliki
nyata untuk memulai pembelajaran.
kemampuan berpikir kritis. Oleh karena itu dibutuhkan
model pembelajaran yang berorientasi pada peserta didik, Baret & Moore (2011:18) menegaskan: “....
sehingga mampu mengembangkan kemampuan berpikir designing high guality problem is a key succes factor for
kritis dan memecahkan masalah yang dihadapi dalam problem based learning curricula as the problem is the
kehidupan sehari-hari. ProblemBased Learning (PBL) starting point and the driving force learning”. Masalah
merupakan salah satu model pembelajaran yang dapat sebagai titik awal pembelajaran, yang dirancang dan

243
Prosiding Konferensi Nasional Kewarganegaraan III p-ISSN 2598-5973 11 November 2017, Universitas Ahmad
Dahlan, Yogyakarta e-ISSN 2599-008X

dipilih hendaknya memiliki kualitas dan berhubungan masalah nyata yang kritis dan menantang dan
dengan dunia nyata peserta didik, dapat menstimulus pendekatan problem based learning tidak hanya
kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik, serta memfasilitasi akuisisi pengetahuan, tetapi juga
memungkinkan peserta didik menemukan solusi dalam meningkatkan keterampilan komunikasi, teamwork,
diskusi kelompok bersama teman sebaya. jawaban atau pemecahan masalah, kebebasan dalam
belajar, berbagi informasi, dan menghormati orang
Problem based learning merupakan salah satu model
lain.
pembelajaran kontekstual menekankan pada proses
pembelajaran yang berpusat pada peserta didik untuk Duch et al. (2001:6) menyatakan bahwa in the
menemukan materi sendiri, artinya proses belajar problem based learning approach, complex, real-world
berorientasi pada pengalaman langsung dari kehidupan problems are used to motivate students to identify and
sehari-hari peserta didik di lingkungan sosial. Model research the concepts and principles they need to know
pembelajaran berbasis masalah merupakan model to work through those problems. Students works in small
pembelajaran yang mengorganisasikan pembelajaran di learning teams, bringing together collective skill at at
sekitar pertanyaan dan masalah, melalui pengajuan situasi acquiring, communicating, and integrating information.
kehidupan nyata yang autentik dan bermakna, yang
Pendapat tersebut dapat memberikan arti bahwa
mendorong siswa untuk melakukan penyelidikan dan
dalam pembelajaran berbasis masalah, masalah di
inkuiri, dengan menghindari jawaban sederhana, serta
dunia nyata yang kompleks dapat digunakan untuk
memungkinkan adanya berbagai macam solusi dari situasi
memotivasi peserta didik mengidentifikasi, meneliti
tersebut (Krisna, 2013:2). Pembelajaran berbasis masalah
konsep dan prinsip-prinsip yang prlu mereka ketahui
(problem based learning) juga menekankan pemecahan
untuk belajar melalui masalah tersebut. Peserta didik
masalah dengan pendekatan pembelajaran peserta didik
bekerja dalam kelompok kecil, membawa
pada masalah autentik. Peserta didik diupayakan dapat
keterampilan bersama-sama kolektif, berkomunikasi
menyusun pengetahuannya sendiri,
dan mengintegrasikan informasi.
menumbuhkembangkan keterampilan yang lebih tinggi dan
inquiry, memandirikan peserta didik dan meningkatkan Borich (2000:306) menyatakan bahwa model
kepercayaan diri sendiri (Arends, 1997:13). pembelajaran PBL adalah sebuah pembalajaran
berstruktur instruksi organisasi secara bebas pada
“The tutor plays an important role in the problem based
peserta didik dengan beberapa disiplin seperti
learning process and has a direct influence on group
pengetahuan dan kemampuan. Tan (2003:99)
performance”. (Van Berkel & Schmidt, 2000). Jadi guru
menyatakan bahwa in Problem based learning students
memainkan peran penting dalam proses problem based
experience a problem as the trigger, stimulator and
learning dan memiliki pengaruh langsung pada kinerja
motivator for learning. Students work in small goups to
kelompok. Selain itu, “problem based learning prepares
generate hypotesis, identify learning objectives, seek
students to think critically and analytically, and to find and use
source of knpowledge, evaluate infotrmation obtained,
appropriate learning resources”. Ini berarti bahwa problem
reflect integrate and sythezuise plausible solution.
based learning mempersiapkan peserta didik untuk
Pendapat tersebut dapat memberikan arti bahwa
berpikir kritis dan analitis, dan untuk menemukan dan
dalam problem based learning peserta didik menjadikan
menggunakan sumber belajar yang tepat. Kesimpulan dari
masalah sebagai pemicu dalam mendapatkan
beberapa pendapat tentang defenisi problem based learning
pengalaman, stimulus, dan motivasi dalam
adalah suatu pendekatan pembelajaran yang membentuk
pembelajaran. Peserta didik bekerja dalam kelompok
peserta didik untuk bekerja sama dalam kelompok kecil,
kecil untuk menggeneralisasi hipotesis,
memecahkan masalah yang ditemukan dari materi
mengidentifikasi objek pembelajaran, mencari sumber
pelajaran, dan melakukan penelitian untuk menemukan
belajar, mengevaluasi informasi yang telah diperoleh,
solusi masalah serta meningkatkan kemampuan berpikir
dan menggambarkan secara menyeluruh solusi yang
kritis dan analitis. Wood, (2003) bahwa:
telah teruji kebenarannya.
Characterized by small, collaborative groups, problem
Senada dengan hal tersebut, Sage & Torp (2002:
based learning drives learning by using challenging and
15) mempertegas pemahaman PBL dengan melibat-
realistic clinical problems (triggers) dan problem based
kan partisipasi peserta didik yang aktif dalam belajar.
learning facilitates not only the acquisition of knowledge,
but also enhances communication skills, teamwork, “PBL confronts students with a messy, ill-structured
problem solving, independent responsibility for learning, situation in which they assume the role of the
sharing of information, and respect for others. stakeholder or owner of this situation. They identify
the real problem and learn whatever is necessary to
Maksud dari pendapat Wood adalah problem based
arrive at a viable solution through investigation.
learning ditandai oleh adanya kelompok-kelompok kecil,
kolaboratif, proses pembelajaran dengan pendekatan
problem based learning dilakukan dengan menghadirkan

244
Prosiding Konferensi Nasional Kewarganegaraan III p-ISSN 2598-5973 11 November 2017, Universitas Ahmad
Dahlan, Yogyakarta e-ISSN 2599-008X

Teachers use real-world problems as they coach learning Karakteristik Model Problem Based Learning
through probing, questioning, and challenging students
Karakteristik problem based learning dijelaskan pula
thinking”.
oleh Arends (1997:326) yaitu:
Berdasarkan beberapa pendapat yang disampaikan
diatas, dapat disimpulkan bahwa PBL adalah model a. Problems or issues: the starting point for
kontekstual berbasis masalah yang memungkinkan peserta problem based learning lessons and activities is
didik untuk mengeksplorasi setiap kemungkinan penyebab a compelling problem or issue. The content of
maupun dampak serta solusi permasalahan dengan terlibat learning is organized around problems rather
aktif pada persoalan yang nyata, sehingga peserta didik than academic disciplines.
dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan b. Authentic: students seek realistic solutions to
memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah yang real-world and authentic problems. Problems
dihadapi dalam dunia nyata. that focus student inquiries are socially
Tujuan Problem Based Learning important and ones students are likely to
encounter later on in life.
Hosnan (2014:299), menyatakan bahwa tujuan utama
problem based learning bukanlah penyampaian sejumlah c. Investigation and problem solving. Rather than
besar pengetahuan kepada peserta didik, melainkan pada acquiring knowlledge and skills by listening or
pengembangan kemampuan berpikir kritis dan reading, students in problem based learning are
kemampuan pemecahan masalah dan sekaligus actively engaged in learning through inquiry,
mengembangkan kemampuan peserta didik untuk secara investigation, and problem solving.
aktif membangun pengetahuan sendiri. Duch, et al.
(2001:6) menyatakan bahwa: d. Interdisciplinary perspectives. Students explore a
number of perspectives and draw on multiple
In the problem based approach, complex, real-world disciplines while involved in problem based
problems are used to motivate students to identify and learning investigations.
research the concepts and principles they need to know to
work through those problems. Student work in small e. Small-group collaboration. Learning occurs
learning teams, bringing together collective skill at within the context of small five- or six-member,
acquiring, communicating and integrating information. learning groups.
Specifically, the ability to do the following: a) Think critically
f. Products, artifacts, exhibitons, and
and be able to analyze and solve complex, real world
presentations. Students demonstrate their
problems, b) Find, evaluate, and use appropriate learning
learning by creating products, artifacts, and
resources, c) Work cooperativelly in teams and small
exhibits. In many instances, they present the
groups, d) Demonstrate versatile and effective
results of their work to peers and to invited
communication skills, both verbal and written, and e) Use
guests from other classrooms or the community.
content knowledge and intelectual skills acquired.
Karakteristik tersebut berarti:
Maksud dari pendapat tersebut bahwa dalam
pendekatan berbasis masalah, kompleks, masalah dunia a. Masalah atau isu-isu: titik awal pembelajaran
nyata digunakan untuk memotivasi peserta didik dan aktivitas problem based learning adalah
mengidentifikasi dan meneliti konsep dan prinsip-prinsip masalah atau isu yang menarik. Bidang kajian
yang mereka perlu tahu untuk bekerja melalui masalah pembelajaran ini lebih diarahkan pada masalah
tersebut. Peserta didik bekerja dalam tim belajar yang yang ada dilingkungan sekitar peserta didik
kecil, menyatukan kemampuan kolektif yang didapat, daripada masalah yang ada dalam disiplin
berkomunikasi dan mengintegrasikan informasi. akademik.
khususnya, kemampuan untuk melakukan hal berikut: a)
Berpikir kritis dan mampu menganalisis dan memecahkan b. Otentik: peserta didik mencari solusi yang
masalah kompleks, dunia nyata, b) Menemukan, realistik dengan dunia nyata dan masalah yang
mengevaluasi, dan menggunakan sumber belajar yang autentik. Masalah yang berfokus pada peserta
tepat, c) Bekerja sama dalam tim dan kelompok-kelompok didik dan menjadi pertanyaan sosial penting
kecil, d) Menunjukkan keterampilan komunikasi yang dan nantinya peserta didik akan mendapatkan
fleksibel dan efektif, lisan dan tulisan, dan e) Menggunakan masalah yang sama dalam kehidupan.
konten pengetahuan dan kecerdasan keterampilan yang
c. Penyelidikan dan pemecahan masalah. Peserta
diperoleh. didik dalam pembelajaran problem based
learning secara aktif terlibat dalam belajar
melalui penyelidikan dan pemecahan masalah
daripada memperoleh pengetahuan dan

245
Prosiding Konferensi Nasional Kewarganegaraan III p-ISSN 2598-5973 11 November 2017, Universitas Ahmad
Dahlan, Yogyakarta e-ISSN 2599-008X

keterampilan melalui mendengarkan atau kemampuan peserta didik serta memberikan


membaca. kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi
peserta didik, 3) Meningkatkan aktivitas pembelajaran
d. Pandangan interdisipliner. Peserta didik
bagi peserta didik, 4) Membantu peserta didik
mengeksplorasi berbagai disiplin ilmu dan
mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami
memberikan gambaran dari beberapa perspektif
masalah dalam kehidupan nyata, 5) Membantu peserta
mereka ketika terlibat dalam penyelidikan problem
didik untuk mengembangkan pengetahuan barunya
based learning.
dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang
e. Kolaborasi kelompok kecil. Pembelajaran terjadi mereka lakukan. Sedangkan kelemahan Model
dalam kelompok yang terdiri dari 5-6 orang Pembelajaran Problem Based
anggota kelompok. Learning adalah: 1) Ketika peserta didik tidak memiliki
minat atau kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari
f. Produk, artefak, exhibitons, dan presentasi. sulit dipecahkan, mereka akan merasa enggan untuk
Peserta didik menunjukkan hasil pembelajaran mencoba, 2) Keberhasilan pembelajaran melalui
mereka dengan menciptakan produk, artefak, dan problem solving membutuhkan cukup waktu untuk
pameran. Dalam banyak kasus, mereka persiapan, 3) Tanpa pemahaman mengapa mereka
mempresentasikan hasil pekerjaan mereka untuk berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang
teman-teman dan tamu undangan dari kelas lain dipelajari, mereka tidak akan belajar apa yang mereka
atau masyarakat. ingin pelajari (Hamruni, 2012:108).
Adapun characteristic of problem based learning menurut Langkah-langkah Penerapan Model
Savin-Baden (2007:8) adalah: Pembelajaran PBL
a) Complex, real world situations that have no one ‘right’ Tabel 1 Sintak Model Pembelajaran Problem Based
answer are the organizing focus for learning., b) Students Learning
work in teams to confront the problem, to identify learning Tahap Keterangan
gaps, and to develop viable solutions., c) Students gain new
Tahap 1 Guru menjelaskan tujuan
information though self-directed learning, d) Staff act as
Mengorientasikan pembelajaran dan sarana atau
facilitators, e) Problems lead to the development of clinical peserta didik logistik yang dibutuhkan.
problemsolving capabilities. terhadap masalah.
Maksud dari pendapat tersebut bahwa karakteristik Tahap 2 Guru membantu peserta didik
dari problem based learning menurut Savin-Baden adalah: Mengorganisasi mendefinisikan dan
(a) lengkap artinya situasi dunia yang nyata tidak hanya peserta didik untuk mengorganisasi tugas belajar
terdapat satu jawaban 'benar' sehingga peserta didik belajar. yang berhubungan dengan
terfokus untuk belajar; (b) peserta didik bekerja dalam tim masalah yang sudah
untuk menghadapi masalah ini, untuk mengidentifikasi diorientasikan pada tahap
sebelumnya.
kesenjangan pembelajaran, dan mengembangkan solusi
berkelanjutan; (c) peserta didik memperoleh informasi Tahap 3 Membimbing Guru mendorong peserta
penyelidikan didik untuk mengumpulkan
baru meskipun melalui belajar mandiri; (d) staf bertindak
individual maupun informasi yang sesuai dan
sebagai fasilitator; (e) masalah dijadikan pengembangan
kelompok. melaksanakan eksperimen
kemampuan pemecahan masalah klinis.
untuk mendapatkan kejelasan
Semua pendapat yang menjelaskan karakteristik yang diperlukan untuk
problem based learning memiliki pandangan yang sama menyelesaikan masalah.
bahwa problem based learning didasarkan masalah atau isu Tahap 4 Guru membantu peserta didik
yang ada di sekitar tempat tinggal peserta didik, berkaitan Mengembangkan dan untuk berbagi tugas dan
dengan disiplin ilmu yang lain, penyelidikan dilakukan menyajikan hasil karya. merencanakan karya yang sesuai
dengan autentik untuk memecahkan masalah, secara sebagai hasil pemecahan
kolaborasi, produk yang dihasilkan dalam bentuk hasil masalah dalam bentuk laporan.
karya sebagai proyek dari hasil belajar yang telah dilakukan Tahap 5 Guru membantu peserta didik
baik itu secara tulis dalam bentuk laporan maupun dengan Menganalisis dan untuk melakukan refleksi atau
benda konkret hasil proyek. mengevaluasi proses evaluasi terhadap proses
pemecahan masalah. pemecahan masalah yang
Keunggunlan dan kelemahan Model dilakukan.
Pembelajaran Problem Based Learning Sumber : Nur, 2011
Keunggulan Model Pembelajaran Problem Based Penerapan Problem Based Learning dalam
Learning adalah : 1) Merupakan teknik yang cukup bagus
untuk lebih memahami isi pelajaran, 2) Menantang

246
Prosiding Konferensi Nasional Kewarganegaraan III p-ISSN 2598-5973 11 November 2017, Universitas Ahmad
Dahlan, Yogyakarta e-ISSN 2599-008X

Pembelajaran PPKn 2) Kelompok peserta didik melakukan


eksperimen berdasarkan rancangan yang
Contoh penerapan PBL dalam pembelajaran PPKn
telah mereka buat dengan bimbingan guru.
SMA Kelas XI dengan mengambil salah satu materi pokok
di semester 1 ialah Peran dan fungsi penegak hukum dalam c. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
perlindungan dan penegakan hukum. Dengan mempelajari (tahap 4)
materi ini peserta didik diharapkan mampu memahami
hakikat perlindungan dan penegakkan hukum, mengerti Peserta didik dalam kelompok mengembangkan
peran lembaga penegak hukum dalam menjamin keadilan laporan hasil penelitian sesuai format yang
dan kedamaian, dan mampu menganalisis berbagai kasus disepakati. Kelompok terpilih mempresentasikan
pelanggaran HAM. hasil eksperimen, dan kelompok lain menanggapi.

Berikut adalah contoh kegiatan PBL, khususnya pada d. Menganalisis dan mengevaluasi proses peme-
mata pelajaran PPKn, yang terdiri atas tahapan cahan masalah (tahap 5)
pendahuluan, inti, dan penutup. 3. Penutup
1. Pendahuluan Dengan bimbingan guru, peserta didik
Pada tahap ini dilakukan tahap 1 sintaks PBL, yaitu menyimpulkan hasil diskusi. Guru dapat melakukan
mengorientasi peserta didik pada masalah. Masalah kegiatan pengayaan dan remidi.
tersebut dapat disajikan dalam bentuk gambar, film
pendek, atau power point. Dalam hal ini, masalah tersebut Simpulan
terkait berbagai kasus pelanggaran HAM. Setelah peserta Problem Based Learning dalam bahasa Indonesia
didik mencermati (mengamati) sajian masalah, guru dikenal dengan sebutan pembelajaran berbasis
mengajukan pertanyaan (menanya) untuk mendorong masalah merupakan salah satu bentuk model yang
peserta didik memprediksi atau mengajukan dugaan dikembangkan dari teori belajar konstruktivisme
(hipotesis) mengenai dampak dari berbagai kasus Piaget dan Vygotsky. Problem Based Learning
pelanggaran HAM. merupakan suatu model pembelajaran yang
didasarkan pada masalah (problem) sebagai titik awal
2. Inti
mendapatkan atau mengintegrasikan pengetahuan
a. Mengorganisasikan peserta didik untuk belajar (tahap (knowledge) baru. Model pembelajaran Problem Based
2) Learning (PBL) berguna untuk merangsang peserta
didik berpikir kritis dalam situasi yang berorientasi
1) Melalui kegiatan tanya jawab (menanya), guru pada masalah, mendorong pembelajar (peserta didik)
mengingatkan kembali langkah-langkah atau untuk menerapkan berpikir kritis, keterampilan
metode ilmiah. menyelesaikan masalah, menghubungkan pengetahuan
2) Guru mengorganisasi peserta didik untuk belajar mengenai masalah-masalah dan isu-isu dunia nyata.
dalam bentuk diskusi kecil. Dalam penerapan model PBL guru diharuskan
menyiapkan masalah yang sesuai dengan KD dalam
3) Guru membimbing peserta didik secara
bentuk dokumen, selanjutnya peserta didik akan
individual maupun kelompok dalam merancang
menelaah dan menyelesaikan masalah tersebut sesuai
eksperimen untuk menguji hipotesis yang
dengan langkah-langkah penerapan model PBL.
diajukan. Masing-masing kelompok
Langkah-langkah penerapannya sebagai berikut: 1)
mempresentasikan hipotesis dan rancangan
menyadari masalah, 2) merumuskan masalah, 3)
eksperimennya untuk mendapatkan saran dari
merumuskan hipotesis, 4) mengumpulkan data, 5)
kelompok lain maupun dari guru.
menguji hipotesis, dan 6) menentukan pilihan
b. Membimbing penyelidika individual maupun penyelesaian.
kelompok (tahap 3) Keunggulan Model Pembelajaran Problem Based
1) Guru memberi bimbingan kepada peserta didik Learning adalah : 1) Merupakan teknik yang cukup
untuk melakukan penyelidikan atau eksperimen. bagus untuk lebih memahami isi pelajaran, 2)
Bimbingan tersebut meliputi pengumpulan Menantang kemampuan peserta didik serta
informasi yang berkaitan dengan materi yang memberikan kepuasan untuk menemukan
diangkat dalam permasalahan, misalnya mengenai pengetahuan baru bagi peserta didik, 3) Meningkatkan
peran dan fungsi penegak hukum dalam aktivitas pembelajaran bagi peserta didik, 4)
perlindungan dan penegakan hukum. Membantu peserta didik mentransfer pengetahuan
mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan
nyata, 5) Membantu peserta didik untuk

247
Prosiding Konferensi Nasional Kewarganegaraan III p-ISSN 2598-5973 11 November 2017, Universitas Ahmad
Dahlan, Yogyakarta e-ISSN 2599-008X

mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung Lie, A. (2007). Cooperative Learning (Mempraktikan
jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan. Cooperatif Learning di Ruang-Ruang Kelas). Jakarta:
Sedangkan kelemahan Model Pembelajaran Problem Based Grasindo.
Learning ialah: 1) Ketika peserta didik tidak memiliki minat
Nur, M. (2011). Pembelajaran berbasis masalah.
atau kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit
Surabaya: PSMS Unesa.
dipecahkan, mereka akan merasa enggan untuk mencoba,
2) Keberhasilan pembelajaran melalui problem solving Paige, R.M. (2009). The georgetown consortium
membutuhkan cukup waktu untuk persiapan, 3) Tanpa project: Interventions for student learning aboard
pemahaman mengapa mereka berusaha untuk fronticus. The interdisciplinary journal of study
memecahkan masalah yang sedang dipelajari, mereka tidak abroad, XVIII, 1-75.
akan belajar apa yang mereka ingin pelajari. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik
Daftar Pustaka Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar
Isi.
Aizikovisth-Udi, E. (2012). Developing critical thinking
through probability models, intuitive judgements and Ridwan Abdullah Sani. (2014). Pembelajaran saintifik
decision making under uncertainty. Published doctoral untuk implementasi kurikulum 2013. Jakarta: Bumi
dissertation, Saarbrucken: LAP Lambert Academic Aksara.
Publishing, ISBN 978-3-8383-7240-2.
Sage, S, & Torp, L. (2002). Problems as possibilities:
Arends, S. (1997). Classroom instruction and management. Problem based learning for K-16. Virginia: ASCD.
New York: McGraw Hill.
Santrock, J. W. (2011). Perkembangan Anak Edisi 7 Jilid
Badan Standar Nasional Pendidikan. (2010). Paradigma 2. (Terjemahan: Sarah Genis B) Jakarta: Erlangga.
Pendidikan Nasional di Abad 21. Jakarta. BSNP.
Savery, J.R., dan T.M. Duffy. (1995). Problem based
Barrett, T, & Moore, S. (2011). New approaches to problem learning: An instructional model and its constructivist
based learning. New York: Routledge. framework. Educational Technology.
Borich, G.D (2000). Effective teaching metthods. austin: Savin, M, & Baden. (2007). A practical guide to problem
Prentice-Hall, Inc. based learning online. Boston: Routledge.
Cogan, J.J. dan Derricot, R. (1998). Citizenship for the 21 st Suharia, M, Lisdianab, & Widiyaningrum, P. (2013).
Century. British Library: London. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Zat
Adiktif dan Psikotropika Problem Based Learning
Daryanto.(2014). Pendekatan pemeblajaran saintifik
di SMP. Journal of Innovative Science Education, II (1),
kurikulum 2013. Yogyakarta: Gava media.
8-13.
Duch, B,.J et al. (2001). The power of problem-based
Scriven, M. (2009). Critical for survival. National
learning. Sterling: Stylus Publishing.
forum, vol 55, p.9-12.
Fatade, A, et al. 2014. Effect of Problem Based Learning
Tan, Oon-Seng. (2003). Problem based learning
on Senior Secondary School Students’ Achievements
innovation; using problem to power learning in the 21
in Further. Acta Didactica
st century. Singapore : Seng Lee Press.
Napocensia , 6 (3): 27-43.
Trianto. (2007). Model-model pembelajaran inovatif
Hamruni. (2012). Strategi Pembelajaran. Yogyakarta: Insan
berorientasi konstruktivistik. Jakarta: Prestasi
Madawi.
Pustaka.
Hosnan, M. (2014). Pendekatan saintifik dan kontekstual
Van Berkel, H. J,. & Schmidt, H.G.( 2000). Motivation
dalam pembelajaran abad 21. Bogor: Ghalia Indonesia.
to commit oneself as a determinant achievement
Kerr, D. (1999). Citizenship Education in the Curriculum : an in problem-based learning. Higher Education, 40,
International Review. The School Field, 10 (3/4), 5-31. 231-242.
Krisna, Evi Dwi, dkk. (2013). Pengaruh Model Wood, D.F. (2003). ABC of learning and teaching in
Pembelajaran Berbasis Masalah Berbantuan medicine: Problem Based Learning. Clinical review:
Pertanyaan Metakognitif Terhadap Prestasi Belajar BMJ Volume 326.
Matematika Siswa Ditinjau Dari Motivasi Berprestasi.
E-journal Program Pascasarjana Universitas
Pendidikan Ganesha Program Studi Matematika, 2: 1-
11.

248

Anda mungkin juga menyukai