ABSTRAK
Artikel ini sebagai kajian literature review bertujuan untuk mengetahui
pentingnya penerapan model Problem Based Learning dalam membangun
kemampuan berpikir kritis siswa Sekolah Dasar. Kemampuan berpikir
kritis tidak terjadi secara alamiah dimiliki siswa namun diperlukan proses
pembiasaan melalui kegiatan pembelajaran di kelas. Keterampilan berpikir
kritis dibutuhkan bagi siswa dalam kehidupan nyata, namun seringkali
terabaikan dalam proses pembelajaran. Keterampilan berpikir kritis siswa
dapat dikembangkan melalui proses pembelajaran dengan menggunakan
model Problem Based Learning. Model ini memiliki keunggulan dimana
siswa akan memiliki pola pikir yang terbuka, reflektif, kritis, dan belajar
aktif, serta memfasilitasi keberhasilan memecahkan masalah, komunikasi,
kerja kelompok, dan keterampilan interpersonal dengan lebih baik.
Penerapan model Problem Based Learning sebagai model pembelajaran
yang sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif dan juga karakteristik
siswa SD. Siswa SD mampu berpikir secara sistematis melalui benda-
benda konkret ataupun memecahkan masalah-masalah nyata. Siswa SD
memiliki karakteristik senang bermain, senang bergerak, senang
berkelompok, dan senang melakukan sesuatu secara langsung.
Berdasarkan hal tersebut penerapan model Problem Based Learning sangat
cocok digunakan di Sekolah Dasar dalam membangun kemampuan
berpikir kritis siswa. Kemampuan berpikir kritis inilah yang akan
membawa siswa mampu memecahkan permasalahan yang muncul dalam
dunia nyata siswa.
Kata Kunci: Model Problem Based Learning, Berpikir Kritis, Siswa
Sekolah Dasar
57
p-ISSN: 2442-7470
Jurnal Cakrawala Pendas Vol. 3 No.2 Edisi Juli 2017
e-ISSN: 2579-4442
pembelajaran. Kelemahan tersebut menurut merumuskan ide secara ringkas dan tepat;
Mustaji (2009) sebagai berikut: (1) (3) mengidentifikasi, membangun, dan
manakala peserta didik tidak memiliki mengevaluasi argument; (4) mengevaluasi
minat atau tidak mempunyai kepercayaan posisi pro dan kontra atas sebuah
bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk keputusan; (5) mengevaluasi bukti dan
dipecahkan, maka mereka akan merasa hipotesis; (6) mendeteksi inkonsistensi dan
susah untuk mencoba; (2) keberhasilan kesalahan umum dalam penalaran; (7)
strategi pembelajaran melalui pemecahana menganalisis masalah secara sistematis; (8)
masalah membutuhkan cukup waktu untuk mengidentifikasi relevan dan pentingnya
persiapan.; (3) tanpa pemahaman mengapa ide; (9) menilai keyakinan dan nilai-nilai
mereka berusaha untuk memecahkan yang dipegang seseorang; dan (10)
masalah yang sedang dipelajari, maka mengevaluasi kemampuan berpikir
mereka tidak akan belajar apa yang mereka seseorang.
ingin pelajari. Seorang pemikir kritis tidak hanya
dapat dilihat pada karakteristiknya saja
Berpikir Kritis melainkan pada sikap. Lau (2011: 6)
Stobaugh (2013:2-3) menjelaskan bahwa pemikir kritis
mendefinisikan berpikir kritis adalah hendaknya memiliki sikap sebagai berikut:
kemampuan memberikan jawaban yang (1) berpikir merdeka (bebas); (2) berpikir
bukan bersifat hafalan. Eggen and Kauchak terbuka; (3) berkepala dingin; (4) adil,
(2012: 119) menyebutkan bahwa berpikir objektif, dan tidak memihak; dan (5)
kritis sebagai kemampuan dan analisis dan reflektif. Sedangkan menurut
kecendrungan untuk membuat dan Eggen and Kauchak (2012: 119) bahwa
melakukan asesmen terhadap kesimpulan seorang pemikir kritis jika memiliki sikap
berdasarkan bukti. Rainbolt dan Dwyer sebagai baerikut: (1) hasrat untuk
(2012: 5) menyatakan bahwa berpikir kritis mendapatkan informasi dan mencari bukti;
adalah keterampilan mengevaluasi (2) sikap berpikiran terbuka dan
argumen –argumen yang dibuat orang lain skeptisisme sehat; (3) kecenderungan untuk
dengan benar dan membuat sendiri menunda penghakiman; (4) rasa hormat
argument-argumen yang baik dan benar. terhadap pendapat orang lain; (5) toleransi
Selanjutnya menurut Santrock (2011:303) bagi ambiguitas. Berdasarkan pernyataan
menyebutkan bahwa berfikir kritis diatas, dapat disimpulkan bahwa sikap
mencakup berfikir reflektif, produktif, dan seorang pemikir kritis memiliki
evaluatif terhadap sebuah kejadian. kecenderungan berpikir terbuka untuk
Berdasarkan pendapat para ahli diatas, pengambilan keputusan pada suatu masalah
dapat disimpulkan bahwa berfikir kritis sehingga keputusan yang diambil
adalah kemampuan yang harus dimiliki berdasarkan bukti.
peserta didik dalam memberikan jawaban Ada beberapa kompetensi yang
berdasarkan bukti yang bersifat reflektif, harus dimiliki siswa dalam menghadapi
produktif dan evaluatif terhadap suatu tantangan pada pendidikan abad 21. Dikutip
kejadian. pada The Partnership for 21st Century Skills
Seseorang dapat dikatakan memiliki (Trilling dan Fadel, 2012) menyebutkan ada
kemampuan berpikir kritis apabila memiliki beberapa kompetensi berpikir kritis yang
karakteristik tertentu. Ada beberapa harus diajarkan kepada siswa dalam
karakteristik seseorang dikatakan memiliki konteks pendidikan abad ke-21 adalah
pemikir kritis. Lau (2011: 2) menyebutkan sebagai berikut: (1) siswa diharapkan
seorang pemikir kritis jika seseorang mampu bernalar secara efektif; (2) siswa
mampu melakukan: (1) memahami mampu menggunakan sistem berpikir; (3)
hubungan logis antara ide-ide; (2) siswa mampu membuat pertimbangan dan
60
p-ISSN: 2442-7470
Jurnal Cakrawala Pendas Vol. 3 No.2 Edisi Juli 2017
e-ISSN: 2579-4442
keputusan; serta (4) siswa mampu sebaya karena siswa dapat belajar aspek-
memecahkan masalah. Penyataan diatas, aspek penting dalam proses sosialisasi, dan
bahwa kompetensi berpikir kritis bagi siswa 4) Senang Merasakan atau Melakukan
sangat penting dilakukan melalui proses Secara Langsung; Karakteristik ini
pembelajaran di kelas sehingga siswa berkaitan dengan psikologi perkembangan
terbiasa menggunakan sistem bernalar kognitif siswa SD dimana anak dilibatkan
untuk memecahkan masalah yang dihadapi langsung dalam permasalahan konkret.
siswa.
Model Problem Based Learning dalam
Siswa Sekolah Dasar Membangun Kemampuan Berpikir
Siswa Sekolah Dasar merupakan Kritis Siswa SD
anak yang memiliki rentang usia 7 sampai Eggen and Kauchack (2012)
11 tahun. Hal ini sesuai dengan pendapat menyebutkan bahwa pelajaran dari
Piaget (dalam Susanto, 2013: 77) pembelajaran berbasis masalah memiliki
menyebutkan bahwa “ Siswa Sekolah Dasar tiga karakteristik yaitu: 1) pelajaran
berada pada tahap operasional konkrit (usia berfokus pada memecahkan masalah, 2)
7-11 tahun)”. Pada tahap ini siswa SD tanggung jawab untuk memecahkan
sudah mulai memahami aspek-aspek masalah bertumpu pada siswa, dan 3) guru
kumulatif materi, mempunyai kemampuan mendukung proses saat siswa mengerjakan
mengkombinasikan golongan benda dengan masalah. Model Problem Based Learning
tingkatan yang bervariasi, serta mampu merupakan model pembelajaran yang
berpikir secara sistematis mengenai benda- memberikan kesempatan kepada peserta
benda konkrit maupun peristiwa-peristiwa didik untuk mengkonstruksi pengetahuan
nyata. Pendapat tersebut dapat disimpulkan dalam proses kognitifnya. Peserta didik
bahwa siswa Sekolah Dasar dalam dapat benar-benar memahami dan dapat
penerapan pembelajaran diperlukan latihan menerapkan pengetahuan tentunya perlu
dalam memecahkan masalah konkrit didorong untuk bekerja memecahkan
mengenai masalah yang dihadapi siswa. masalah, menemukan segala sesuatu untuk
Pada proses pembelajaran di kelas dirinya, dan berupaya keras mewujudkan
hendaknya guru memperhatikan dengan ide- idenya. Proses pembelajaran melalui
karakteristik anak usia SD. Hal ini Model Problem Based Learning tentunya
berkaitan dengan model pembelajaran yang dapat membiasakan peserta didik untuk
digunakan guru di kelas. Guru perlu mengembangan keterampilan berpikir kritis
merancang model pembelajaran yang siswa. Keterampilan berpikir kritis yang
inovatif dan sesuai dengan karakterististik dimiliki peserta didik sangat berguna bagi
anak usia SD. Sumantri dan Syaodah kehidupan nyata dimana kehidupan penuh
(2006) menyebutkan karakteristik anak usia tantangan yang datang baik dalam
SD adalah sebagai berikut: 1) Senang kehidupan sehari-hari maupun tantangan
Bermain; Karakteristik tersebut menuntut dalam dunia kerja karena siswa memiliki
guru SD dalam melaksanaan kegiatan pola pikir yang terbuka, reflektif, kritis,
pembelajaran di kelas seyogyanya belajar aktif, memecahkan masalah,
merancang model pembelajaran terdapat komunikasi, kerja kelompok, dan
unsur permainan, 2) Senang Bergerak; keterampilan interpersonal dengan lebih
Karakteristik ini menandakan bahwa siswa baik.
SD tidak mau duduk diam melainkan siswa
SD dapat duduk dengan tenang paling lama SIMPULAN DAN SARAN
30 menit, 3) Senang Bekerja dalam Berdasarkan hasil kajian yang telah
Kelompok; Karakteristik ini bahwa siswa dipaparkan diatas, bahwa model Problem
SD senang bergaul dengan kelompok
61
p-ISSN: 2442-7470
Jurnal Cakrawala Pendas Vol. 3 No.2 Edisi Juli 2017
e-ISSN: 2579-4442
Eggen, Paul & Kauchack, Don. (2012). Santrock, J.W. (2001). Educational
Strategi dan Model Pembelajaran: Psychology. Fifth Edition. New York:
Mengajarkan Konten dan McGraw-Hill.
Keterampilan Berpikir. Jakarta: PT.
Indeks. Stobaugh, R. (2013). Assesing Critical
Thinking in Middle and High
Huda, Miftahul. (2013). Model-model Schools: Meeting the Common Core.
Pengajaran dan Pembelajaran. New York: Routledge.
Malang: Pustaka Pelajar.
Sumantri, M dan Syaodah, N.,(2006).
Kemendikbud (2013b). Materi Pelatihan Perkembangan Peserta Didik.
Guru Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta: Universitas Terbuka.
Jakarta: Kemendikbud.
Susanto, Ahmad. (2013). Teori Belajar dan
Lau, J.Y.F. (2011). An Introduction to Pembelajaran di Sekolah Dasar.
Critical Thinking and Creativity. New Jakarta: Kencana Prenada Media
Jersey: John Wiley & Sons, Inc. Group.
62
p-ISSN: 2442-7470
Jurnal Cakrawala Pendas Vol. 3 No.2 Edisi Juli 2017
e-ISSN: 2579-4442
63