Anda di halaman 1dari 7

p-ISSN: 2442-7470

Jurnal Cakrawala Pendas Vol. 3 No.2 Edisi Juli 2017


e-ISSN: 2579-4442

MODEL PROBLEM BASED LEARNING MEMBANGUN


KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA SEKOLAH DASAR

Yuyun Dwi Haryanti


Yuyundwiharyanti18@gmail.com
Universitas Majalengka

ABSTRAK
Artikel ini sebagai kajian literature review bertujuan untuk mengetahui
pentingnya penerapan model Problem Based Learning dalam membangun
kemampuan berpikir kritis siswa Sekolah Dasar. Kemampuan berpikir
kritis tidak terjadi secara alamiah dimiliki siswa namun diperlukan proses
pembiasaan melalui kegiatan pembelajaran di kelas. Keterampilan berpikir
kritis dibutuhkan bagi siswa dalam kehidupan nyata, namun seringkali
terabaikan dalam proses pembelajaran. Keterampilan berpikir kritis siswa
dapat dikembangkan melalui proses pembelajaran dengan menggunakan
model Problem Based Learning. Model ini memiliki keunggulan dimana
siswa akan memiliki pola pikir yang terbuka, reflektif, kritis, dan belajar
aktif, serta memfasilitasi keberhasilan memecahkan masalah, komunikasi,
kerja kelompok, dan keterampilan interpersonal dengan lebih baik.
Penerapan model Problem Based Learning sebagai model pembelajaran
yang sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif dan juga karakteristik
siswa SD. Siswa SD mampu berpikir secara sistematis melalui benda-
benda konkret ataupun memecahkan masalah-masalah nyata. Siswa SD
memiliki karakteristik senang bermain, senang bergerak, senang
berkelompok, dan senang melakukan sesuatu secara langsung.
Berdasarkan hal tersebut penerapan model Problem Based Learning sangat
cocok digunakan di Sekolah Dasar dalam membangun kemampuan
berpikir kritis siswa. Kemampuan berpikir kritis inilah yang akan
membawa siswa mampu memecahkan permasalahan yang muncul dalam
dunia nyata siswa.
Kata Kunci: Model Problem Based Learning, Berpikir Kritis, Siswa
Sekolah Dasar

57
p-ISSN: 2442-7470
Jurnal Cakrawala Pendas Vol. 3 No.2 Edisi Juli 2017
e-ISSN: 2579-4442

PENDAHULUAN Model Problem Based Learning


Pendidikan pada abad ke-21 berbeda sebagai model pembelajaran yang
dengan pendidikan dekade yang lalu. difokuskan untuk menjebatani siswa agar
Perbedaan yang fundamental terletak pada memperoleh pengalaman belajar dalam
pencapaian hasil belajar peserta didik. Hasil mengorganisasikan, meneliti, dan
belajar pada pendidikan abad ke-21 tidak memecahkan masalah-masalah kehidupan
hanya pada penguasaan seluruh materi yang kompleks (Torp dan Sage, 2002).
pembelajaran saja melainkan menuntut Guru sebaiknya menerapkan pembelajaran
peserta didik agar memiliki keterampilan sesuai karakteristik siswa SD serta
kognitif dan keterampilan sosial. menekankan aktivitas peserta didik baik
Keterampilan tersebut tentunya dapat aktivitas mengevaluasi dan menganalisis
membekali peserta didik dalam menghadapi apa yang dipelajarinya. Pengalaman belajar
perkembangan zaman yang penuh dengan akan bermakna apabila dialami oleh peserta
tantangan. Tantangan yang dihadapi didik itu sendiri. Piaget (dalam Susanto,
semakin rumit dan kompleks dimana 2013) menyebutkan bahwa tingkat
informasi berkembang dengan cepat serta perkembangan kognitif siswa Sekolah
teknologi semakin canggih. Perkembangan Dasar berada pada tahap operasional
teknologi saat ini sudah digunakan dalam konkret dimana siswa mampu berpikir
berbagai dimensi kehidupan sehari-hari melalui benda-nyata maupun masalah nyata.
hingga pada kehidupan dunia kerja. Paul dan Elder (2007: 8)
Selayaknya pendidikan yang diterapkan menyatakan bahwa “ Satu-satunya kapasitas
menghasilkan sumber daya manusia yang bisa digunakan untuk belajar adalah
berkualitas sehingga mampu beradaptasi kemampuan berpikir”. Salah satu
pada perubahan zaman yang selalu berubah keterampilan berpikir yang penting
dan penuh tantangan tersebut. dikembangkan adalah keterampilan berpikir
Permendikbud No. 103 tahun 2014 kritis. Macpherson & Stanovich, 2007
menyebutkan bahwa “Peserta didik adalah (dalam Eggen & Kauchak, 2012)
subjek yang memiliki kemampuan untuk berpendapat bahwa manusia tidak memiliki
secara aktif mencari, mengolah, kecenderungan alamiah untuk berpikir
mengkonstruksi, dan menggunakan secara kritis. Orang yang memiliki motivasi
pengetahuan”. Untuk itu dalam proses berprestasi tinggi pun sering berpikir sama
pembelajaran peserta didik tidak hanya tidak kritisnya ketimbang mereka yang
menerima pengetahuan yang diberikan oleh memiliki motivasi berprestasi rendah.
guru saja melainkan peserta didik dituntut Keterampilan berpikir kritis perlu
untuk aktif dalam proses pembelajaran. dibiasakan dalam proses pembelajaran
Pembelajaran harus memberikan sehingga peserta didik memiliki
kesempatan kepada peserta didik untuk kemampuan menyelesaikan permasalahan
mengkonstruksi pengetahuan dalam proses yang dihadapi. Hal ini senada dengan
kognitifnya sehingga benar-benar pendapat Yaumi, (2012: 67)
memahami dan dapat menerapkan mengemukakan “berpikir kritis adalah
pengetahuannya. Peserta didik perlu kemampuan kognitif untuk mengatakan
didorong untuk bekerja memecahkan sesuatu dengan penuh keyakinan karena
masalah, menemukan segala sesuatu untuk bersandar pada alasan yang logis dan bukti
dirinya, dan berupaya keras mewujudkan empiris yang kuat.
ide-idenya Berdasarkan amanat
permendikbud tersebut Salah satu langkah Model Problem Based Learning
yang dapat ditempuh melalui penerapan Model Problem Based Learning
model pembelajaran yang tepat sesuai atau dikenal dengan istilah model berbasis
dengan pendidikan abad ke-21. masalah sebagai salah satu model
58
p-ISSN: 2442-7470
Jurnal Cakrawala Pendas Vol. 3 No.2 Edisi Juli 2017
e-ISSN: 2579-4442

pembelajaran yang diterapkan dalam Rusman (2011) menyebutkan bahwa


kurikulum 2013. Margetson (dalam langkah-langkah Model pembelajaran
Rusman, 2011) menyebutkan bahwa berbasis masalah (Problem Based Learning)
Problem Based Learning sebagai model adalah sebagai berikut: (1) Orientasi siswa
pembelajaran yang dapat membantu siswa kepada masalah dimana Guru menjelaskan
untuk meningkatkan perkembangan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik
keterampilan belajar sepanjang hayat dalam yang dibutuhkan, memotivasi siswa agar
pola pikir yang terbuka, reflektif, kritis, dan terlibat pada pemecahan masalah yang
belajar aktif, serta memfasilitasi dipilihnya; (2) Mengorganisasi siswa untuk
keberhasilan memecahkan masalah, belajar dimana guru membantu siswa
komunikasi, kerja kelompok, dan mendefinisikan dan mengorganisasikan
keterampilan interpersonal dengan lebih tugas belajar yang berhubungan dengan
baik dibanding model lain. masalah tersebut; (3) Membimbing
Ibrahim dan Nur (2005) penyelidikan individual dan kelompok
menyebutkan tujuan model berbasis dimana guru mendorong siswa untuk
Masalah (Problem Based Learning) adalah mengumpulkan informasi yang sesuai,
sebagai berikut: (1) keterampilan berpikir melaksanakan eksperimen, untuk
dan keterampilan memecahkan masalah, (2) mendapatkan penjelasan dan pemecahan
pemodelan peranan orang dewasa, dan (3) masalahnya; (4) Mengembangkan dan
belajar pengarahan sendiri. Berdasarkan menyajikan hasil karya dimana guru
tujuan model pembelajaran tersebut bahwa membantu siswa merencanakan dan
model Problem Based Learning menyiapkan karya yang sesuai seperti
menitikberatkan pada pengembangan laporan, video dan model serta membantu
kemampuan tingkat berpikir tinggi dengan mereka berbagi tugas dengan temannya;
bantuan seorang guru sebagai fasilitator dan (5) Menganalisis dan mengevaluasi
sehingga siswa dapat menentukan sendiri proses pemecahan masalah dimana guru
apa yang harus dipelajari, dan dari mana membantu siswa melakukan refleksi atau
informasi tersebut diperoleh . evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan
Ibrahim dan Nur (2005) menyebutkan proses-proses yang mereka gunakan.
bahwa pembelajaran berbasis masalah Model Problem Based Learning
memiliki karakteristik sebagai berikut: (1) dipandang memiliki keunggulan dalam
pengajuan masalah atau pertanyaan secara proses pembelajaran. Keunggulan tersebut
sosial penting dan secara pribadi bermakna sesuai yang dipaparkan dalam
untuk siswa karena sesuai dengan kemendikbud (2013b) sebagai berikut: (1)
kehidupan nyata autentik, menghidari proses pembelajaran bermakna bagi peserta
jawaban sederhana dan memungkinkan didik dimana siswa belajar memecahkan
adanya berbagai macam solusi untuk situasi masalah melalui penerapan pengetahuan
tersebut; (2) berfokus pada keterkaitan yang dimilikinya; (2) peserta didik
antara berbagai disiplin ilmu; (3) mengintegrasikan pengetahuan dan
penyelidikan autentik dimana siswa keterampilan secara simultan dan
menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengaplikasikannya dalam konteks yang
mengembangkan hipotesis dan membuat relevan; (3) meningkatkan kemampuan
ramalan, mengumpulkan dan menganalisis berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif
informasi, melakukan eksperimen (jika peserta didik dalam bekerja, motivasi
diperlukan), membuat inferensi dan internal untuk belajar, dan dapat
merumuskan kesimpulan; dan (4) mengembangkan hubungan interpersonal
menghasilkan produk atau karya dan dalam bekerja kelompok.
memamerkannya. Model Problem Based Learning
juga memiliki kelemahan dalam proses
59
p-ISSN: 2442-7470
Jurnal Cakrawala Pendas Vol. 3 No.2 Edisi Juli 2017
e-ISSN: 2579-4442

pembelajaran. Kelemahan tersebut menurut merumuskan ide secara ringkas dan tepat;
Mustaji (2009) sebagai berikut: (1) (3) mengidentifikasi, membangun, dan
manakala peserta didik tidak memiliki mengevaluasi argument; (4) mengevaluasi
minat atau tidak mempunyai kepercayaan posisi pro dan kontra atas sebuah
bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk keputusan; (5) mengevaluasi bukti dan
dipecahkan, maka mereka akan merasa hipotesis; (6) mendeteksi inkonsistensi dan
susah untuk mencoba; (2) keberhasilan kesalahan umum dalam penalaran; (7)
strategi pembelajaran melalui pemecahana menganalisis masalah secara sistematis; (8)
masalah membutuhkan cukup waktu untuk mengidentifikasi relevan dan pentingnya
persiapan.; (3) tanpa pemahaman mengapa ide; (9) menilai keyakinan dan nilai-nilai
mereka berusaha untuk memecahkan yang dipegang seseorang; dan (10)
masalah yang sedang dipelajari, maka mengevaluasi kemampuan berpikir
mereka tidak akan belajar apa yang mereka seseorang.
ingin pelajari. Seorang pemikir kritis tidak hanya
dapat dilihat pada karakteristiknya saja
Berpikir Kritis melainkan pada sikap. Lau (2011: 6)
Stobaugh (2013:2-3) menjelaskan bahwa pemikir kritis
mendefinisikan berpikir kritis adalah hendaknya memiliki sikap sebagai berikut:
kemampuan memberikan jawaban yang (1) berpikir merdeka (bebas); (2) berpikir
bukan bersifat hafalan. Eggen and Kauchak terbuka; (3) berkepala dingin; (4) adil,
(2012: 119) menyebutkan bahwa berpikir objektif, dan tidak memihak; dan (5)
kritis sebagai kemampuan dan analisis dan reflektif. Sedangkan menurut
kecendrungan untuk membuat dan Eggen and Kauchak (2012: 119) bahwa
melakukan asesmen terhadap kesimpulan seorang pemikir kritis jika memiliki sikap
berdasarkan bukti. Rainbolt dan Dwyer sebagai baerikut: (1) hasrat untuk
(2012: 5) menyatakan bahwa berpikir kritis mendapatkan informasi dan mencari bukti;
adalah keterampilan mengevaluasi (2) sikap berpikiran terbuka dan
argumen –argumen yang dibuat orang lain skeptisisme sehat; (3) kecenderungan untuk
dengan benar dan membuat sendiri menunda penghakiman; (4) rasa hormat
argument-argumen yang baik dan benar. terhadap pendapat orang lain; (5) toleransi
Selanjutnya menurut Santrock (2011:303) bagi ambiguitas. Berdasarkan pernyataan
menyebutkan bahwa berfikir kritis diatas, dapat disimpulkan bahwa sikap
mencakup berfikir reflektif, produktif, dan seorang pemikir kritis memiliki
evaluatif terhadap sebuah kejadian. kecenderungan berpikir terbuka untuk
Berdasarkan pendapat para ahli diatas, pengambilan keputusan pada suatu masalah
dapat disimpulkan bahwa berfikir kritis sehingga keputusan yang diambil
adalah kemampuan yang harus dimiliki berdasarkan bukti.
peserta didik dalam memberikan jawaban Ada beberapa kompetensi yang
berdasarkan bukti yang bersifat reflektif, harus dimiliki siswa dalam menghadapi
produktif dan evaluatif terhadap suatu tantangan pada pendidikan abad 21. Dikutip
kejadian. pada The Partnership for 21st Century Skills
Seseorang dapat dikatakan memiliki (Trilling dan Fadel, 2012) menyebutkan ada
kemampuan berpikir kritis apabila memiliki beberapa kompetensi berpikir kritis yang
karakteristik tertentu. Ada beberapa harus diajarkan kepada siswa dalam
karakteristik seseorang dikatakan memiliki konteks pendidikan abad ke-21 adalah
pemikir kritis. Lau (2011: 2) menyebutkan sebagai berikut: (1) siswa diharapkan
seorang pemikir kritis jika seseorang mampu bernalar secara efektif; (2) siswa
mampu melakukan: (1) memahami mampu menggunakan sistem berpikir; (3)
hubungan logis antara ide-ide; (2) siswa mampu membuat pertimbangan dan
60
p-ISSN: 2442-7470
Jurnal Cakrawala Pendas Vol. 3 No.2 Edisi Juli 2017
e-ISSN: 2579-4442

keputusan; serta (4) siswa mampu sebaya karena siswa dapat belajar aspek-
memecahkan masalah. Penyataan diatas, aspek penting dalam proses sosialisasi, dan
bahwa kompetensi berpikir kritis bagi siswa 4) Senang Merasakan atau Melakukan
sangat penting dilakukan melalui proses Secara Langsung; Karakteristik ini
pembelajaran di kelas sehingga siswa berkaitan dengan psikologi perkembangan
terbiasa menggunakan sistem bernalar kognitif siswa SD dimana anak dilibatkan
untuk memecahkan masalah yang dihadapi langsung dalam permasalahan konkret.
siswa.
Model Problem Based Learning dalam
Siswa Sekolah Dasar Membangun Kemampuan Berpikir
Siswa Sekolah Dasar merupakan Kritis Siswa SD
anak yang memiliki rentang usia 7 sampai Eggen and Kauchack (2012)
11 tahun. Hal ini sesuai dengan pendapat menyebutkan bahwa pelajaran dari
Piaget (dalam Susanto, 2013: 77) pembelajaran berbasis masalah memiliki
menyebutkan bahwa “ Siswa Sekolah Dasar tiga karakteristik yaitu: 1) pelajaran
berada pada tahap operasional konkrit (usia berfokus pada memecahkan masalah, 2)
7-11 tahun)”. Pada tahap ini siswa SD tanggung jawab untuk memecahkan
sudah mulai memahami aspek-aspek masalah bertumpu pada siswa, dan 3) guru
kumulatif materi, mempunyai kemampuan mendukung proses saat siswa mengerjakan
mengkombinasikan golongan benda dengan masalah. Model Problem Based Learning
tingkatan yang bervariasi, serta mampu merupakan model pembelajaran yang
berpikir secara sistematis mengenai benda- memberikan kesempatan kepada peserta
benda konkrit maupun peristiwa-peristiwa didik untuk mengkonstruksi pengetahuan
nyata. Pendapat tersebut dapat disimpulkan dalam proses kognitifnya. Peserta didik
bahwa siswa Sekolah Dasar dalam dapat benar-benar memahami dan dapat
penerapan pembelajaran diperlukan latihan menerapkan pengetahuan tentunya perlu
dalam memecahkan masalah konkrit didorong untuk bekerja memecahkan
mengenai masalah yang dihadapi siswa. masalah, menemukan segala sesuatu untuk
Pada proses pembelajaran di kelas dirinya, dan berupaya keras mewujudkan
hendaknya guru memperhatikan dengan ide- idenya. Proses pembelajaran melalui
karakteristik anak usia SD. Hal ini Model Problem Based Learning tentunya
berkaitan dengan model pembelajaran yang dapat membiasakan peserta didik untuk
digunakan guru di kelas. Guru perlu mengembangan keterampilan berpikir kritis
merancang model pembelajaran yang siswa. Keterampilan berpikir kritis yang
inovatif dan sesuai dengan karakterististik dimiliki peserta didik sangat berguna bagi
anak usia SD. Sumantri dan Syaodah kehidupan nyata dimana kehidupan penuh
(2006) menyebutkan karakteristik anak usia tantangan yang datang baik dalam
SD adalah sebagai berikut: 1) Senang kehidupan sehari-hari maupun tantangan
Bermain; Karakteristik tersebut menuntut dalam dunia kerja karena siswa memiliki
guru SD dalam melaksanaan kegiatan pola pikir yang terbuka, reflektif, kritis,
pembelajaran di kelas seyogyanya belajar aktif, memecahkan masalah,
merancang model pembelajaran terdapat komunikasi, kerja kelompok, dan
unsur permainan, 2) Senang Bergerak; keterampilan interpersonal dengan lebih
Karakteristik ini menandakan bahwa siswa baik.
SD tidak mau duduk diam melainkan siswa
SD dapat duduk dengan tenang paling lama SIMPULAN DAN SARAN
30 menit, 3) Senang Bekerja dalam Berdasarkan hasil kajian yang telah
Kelompok; Karakteristik ini bahwa siswa dipaparkan diatas, bahwa model Problem
SD senang bergaul dengan kelompok
61
p-ISSN: 2442-7470
Jurnal Cakrawala Pendas Vol. 3 No.2 Edisi Juli 2017
e-ISSN: 2579-4442

Based Learning memiliki andil yang sangat


besar dalam mengembangkan kemampuan M. Ibrahim dan Nur. (2005). Pengajaran
berpikir kritis siswa. Kemampuan berpikir Berdasarkan Masalah. Surabaya:
kritis siswa dapat dikembangkan dalam University Press.
proses pembelajaran melalui langkah-
langkah pembelajaran model Problem Mustaji, (2009). Pengembangan berpikir
Based Learning. Salah satu karakteristik kritis dan kreatif dalam Beyer:
model tersebut ada pada penyajian masalah Critical Thinking. Social Education,
sebagai fokus pembelajaran. Masalah yang 45 (4)
digunakan bersifat kontekstual dan otentik
bagi peserta didik. Hal ini sesuai dengan Paul, R., & Elde, L. (2007). A Guide for
tingkat perkembangan kognitif siswa serta Educators to Critical Thinking
karakteristik siswa SD. Melalui penyajian Competency Standards. Second
masalah peserta didik dituntut untuk Edition. California: Foundation for
berpikir tingkat tinggi dalam memecahkan Critical Thinking.
masalah tersebut.
Seseorang dikatakan memiliki Peraturan Menteri Pendidikan dan
kemampuan berpikir kritis apabila siswa Kebudayaan Republik Indonesia No.
mampu memberikan jawaban yang bersifat 103 (2014). Pembelajaran Pada
reflektif, produktif dan evaluatif terhadap Pendidikan Dasar dan Pendidikan
suatu permasalahan terhadap suatu Menengah. Jakarta: Kemendikbud.
kejadian. Dengan demikian,Penerapan
model Problem Based Learning sangat Rainbolt, G. W. dan Dwyer, S.L. (2012).
penting untuk diterapkan dalam proses Critical Thinking: The Art of
pembelajaran karena sesuai dengan Argument. Boston: Wadsworth,
pendidikan dalam konteks abad ke-21. Cengage Learning.
Dimana pada pendidikan sekarang ini
peserta didik harus lebih tanggap terhadap Rusman, (2011). Model-model
perubahan zaman. Pembelajaran Mengembangkan
Profesionalisme Guru. Jakarta:
DAFTAR PUSTAKA Rajagrafindo Persada.

Eggen, Paul & Kauchack, Don. (2012). Santrock, J.W. (2001). Educational
Strategi dan Model Pembelajaran: Psychology. Fifth Edition. New York:
Mengajarkan Konten dan McGraw-Hill.
Keterampilan Berpikir. Jakarta: PT.
Indeks. Stobaugh, R. (2013). Assesing Critical
Thinking in Middle and High
Huda, Miftahul. (2013). Model-model Schools: Meeting the Common Core.
Pengajaran dan Pembelajaran. New York: Routledge.
Malang: Pustaka Pelajar.
Sumantri, M dan Syaodah, N.,(2006).
Kemendikbud (2013b). Materi Pelatihan Perkembangan Peserta Didik.
Guru Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta: Universitas Terbuka.
Jakarta: Kemendikbud.
Susanto, Ahmad. (2013). Teori Belajar dan
Lau, J.Y.F. (2011). An Introduction to Pembelajaran di Sekolah Dasar.
Critical Thinking and Creativity. New Jakarta: Kencana Prenada Media
Jersey: John Wiley & Sons, Inc. Group.
62
p-ISSN: 2442-7470
Jurnal Cakrawala Pendas Vol. 3 No.2 Edisi Juli 2017
e-ISSN: 2579-4442

Torp, S. dan Sage, S. (2002). Problems as


Possibilities: Problem-Based
Learning for K-16 Education.
Alexandria: ASCD.

Trilling, B. & Fadel. C. (2009). 21st


Century Skill: Learning for Life in
Our Times. San Francisco: Jossey-
Bass A Wiley Imprint.

Yaumi, (2012). Pembelajaran Berbasis


Multiple Intelegences. Jakarta: Dian
Rakyat.

63

Anda mungkin juga menyukai