Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teori

Pada deskripsi teori akan dibahas mengenai pembelajaran matematika

SMP, kemampuan berpikir kreatif matematis, model problem based learning,

model discovery learning, model konvensional, dan materi.

1. Pembelajaran Matematika SMP

Pembelajaran merupakan proses untuk membantu peserta didik agar dapat

belajar dengan baik. Dalam proses pembelajaran terjadi interaksi antara siswa dan

guru. Syaiful Sagala (2008:61) menyatakan “pembelajaran merupakan proses

komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik,

sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik atau murid” Sedangkan menurut

Ridwan (2013:40) pembelajaran adalah “penyediaan kondisi yang mengakibatkan

terjadinya proses belajar pada diri peserta didik. Kondisi belajar dapat dilakukan

dengan bantuan pendidik (guru) atau ditemukan sendiri oleh individu (belajar

secara otodidak)”. Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa

pembelajaran adalah suatu proses belajar mengajar yang dilakukan antara guru

dan peserta didik pada suatu lingkungan belajar untuk mencapai tujuan tertentu.

Matematika adalah simbol yang terdefinisikan secara sistematik, antara

satu konsep dengan konsep yang lain saling berkaitan dan pembuktian matematika

dibangun dengan penalaran deduktif (Mulia, (2013). Sedangkan Sumardyono,

(2014:28) mendefinisikan matematika sebagai berikut :

7
8

1. Matematika sebagai struktur yang terorganisir. Agak berbeda dengan ilmu dan
pengetahuan yang lain, matematika merupakan suatu bangunan struktur yang
terorganisir. Sebagai sebuah struktur, ia terdiri dari beberapa komponen yang
antara lain meliputi aksioma/postulat, pengertian pangkal/primitif, dan
dalil/teorema
2. Matematika sebagai alat (tool), matematika juga sering dipandang sebagai alat
dalam mencari solusi berbagai masalah kehidupan sehari-hari.
3. Matematika sebagai pola pikir deduktif seperti telah disinggung pada bagian di
muka, matematika merupakan pengetahuan yang berpola pikir deduktif,
artinya suatu teori atau pernyataan dalam matematika diterima kebenarannya
bila telah dibuktikan secara deduktif (umum).
4. Matematika sebagai cara bernalar (the way of thinking), matematika dapat pula
dipandang sebagai cara bernalar, paling tidak karena beberapa hal, seperti
matematika memuat cara pembuktian yang sahih (valid), rumus-rumus atau
aturan yang umum, atau sifat penalaran matematika yang sistematis.
5. Matematika sebagai bahasa artifisial simbol merupakan ciri paling menonjol
dalam matematika. Bahasa matematika adalah bahasa simbol yang bersifat
artifisial, yang baru memiliki arti bila dikenakan pada suatu konteks.
6. Matematika sebagai seni yang kreatif penalaran yang logis dan efisien serta
perbendaharaan ide-ide dan pola-pola yang kreatif dan menakjubkan, maka
matematika sering pula disebut sebagai seni, khususnya merupakan seni
berpikir yang kreatif.

Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang selalu diajarkan

disetiap jenjang pendidikan. Pada pembelajaran matematika, guru harus

mengupayakan siswa untuk belajar agar mencapai tujuan tertentu. Peraturan

Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 64 Tahun 2013 tentang

standar isi untuk tingkat dasar dan menengah, menjelaskan bahwa mata pelajaran

matematika SMP bertujuan sebagai berikut:

1. Menunjukkan sikap logis, kritis, analitis, kreatif, cermat dan teliti,


bertanggung jawab, responsif, dan tidak mudah menyerah dalam
memecahkan masalah.
2. Memiliki rasa ingin tahu, percaya diri, dan ketertarikan pada matematika
3. Memiliki rasa percaya pada daya dan kegunaan matematika, serta sikap kritis
yang terbentuk melalui pengalaman belajar
4. Memiliki sikap terbuka, santun, objektif, dan menghargai karya teman dalam
interaksi kelompok maupun aktivitas sehari-hari
5. Memiliki kemampuan mengkomunikasikan gagasan matematika dengan jelas
dan efektif
9

Sedangkan proses pembelajaran matematika kurikulum 2013 diperoleh siswa

dari pengalaman mengamat (observing), menanya (questioning), mencoba

(experimenting), menalar (associating),serta membentuk jejaring (networking).

Pembelajaran dari proses ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan

matematis siswa, khususnya dalam pembelajaran matematika. Berdasarkan hal di

atas jelas bahwa pembelajaran matematika di sekolah dimaksudkan sebagai

tempat untuk siswa dapat mengembangkan kemampuan-kemampuan yang

dimiliki siswa, salah satunya kemampuan berpikir kreatif matematis siswa.

2. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis

Berpikir merupakan suatu proses atau cara seseorang dalam memcahkan

suatu permasalahan. “Proses berpikir dalam menyelesaikan masalah adalah

aktifitas kognitif yang melibatkan manipulasi pengetahuan untuk menghasilkan

pemecahan masalah sebagai proses melengkapkan kompleks yang terjadi dalam

pikiran seseorang”(Widada,2011:173). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

(KBBI) berpikir adalah menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan,

memutuskan sesuatu. Menurut Khodijah, (2004:103) mendefinisikan berpikir

adalah “sebuah representasi simbol dari beberapa peristiwa atau item dalam

dunia”. ketika seseorang dihadapkan kepada suatu peristiwa. Seseorang tersebut

membutuhkan proses dalam mendefinisikan peristiwa itu yang kemudian menjadi

suatu keputusan. Misalnya ketika cowok melihat seorang cewek kemudian cowok

tersebut mendefinisikan apakah cewek tersebut cantik atau tidak.

Sedangkan menurut Ling & Catling, (2012:181) mengemukakan berpikir

merupakan proses di mana persepsi-persepsi indra muncul dan dimanipulasi“.


10

Persepsi-persepsi indera muncul dan dimanipulasi misalnya ketika seseorang

melihat pemandang, hal ini berarti yang digunakan saat melihat pemandangan

adalah alat indra yaitu mata . Selanjutnya seseorang tersebut memproses dan

mengolah menjadi sebuah keputasan apakah pemandangan itu indah atau tidak.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa berpikir merupakan suatu

aktivitas mental yang memiliki tujuan tertentu dimana tujuan yang dimaksud

adalah pengetahuan yang benar.

Berpikir kreatif adalah “kemampuan siswa dalam memahami masalah dan

menemukan penyelesaian dengan strategi atau metode yang bervariasi (divergen)”

(Supardi 2012:257).Sementara menurut Sutrisno.et. al, (2016:8) kemampuan

berpikir kreatif adalah suatu proses berpikir untuk menghasilkan suatu cara,

gagasan-gagasan, ide yang baru, dan tepat, untuk dijadikan penyelesaian suatu

masalah. Jadi, dari dapat disimpulkan berpikir kreatif adalah kegiatan mental

yang disadari secara logis dan divergen untuk menemukan ide-ide atau gagasan

yang bervariasi dan bersifat baru terhadap suatu permasalahan.

Berpikir kreatif dalam matematika lebih tepat diistilahkan sebagai berpikir

kreatif matematis. Berpikir kreatif matematis merujuk pada kemampuan untuk

menghasilkan solusi bervariasi yang bersifat baru terhadap masalah matematika

yang bersifat terbuka (Livne, 2008). Jadi, berdasarkan pendapat di atas berpikir

kreatif matematis artinya adalah suatu kemampuan sesorang dalam menanggapi

sutu permasalahan matematika dengan menghasilkan banyak jawaban dan lain

daripada yang lain.


11

Banyak para ahli mengemukakan kriteria kemampuan berpikir kreatif

matematis diantaranya :Indriana. et. al, (2015) mengatakan kemampuan berpikir

kreatif matematis meliputi 3 aspek yaitu lancar (fluent), fleksibel (flexible), dan

baru (original). Sedangkan menurut Munandar (2009) mengatakan kemampuan

berpikir kreatif matematis meliputi empat kriteria yaitu :

1. Kelancaran dalam berpikir merupakan kemampuan untuk menghasilkan


banyak gagasan dan jawaban penyelesaian dan suatu masalah yang relevan,
arus pemikiran lancar,
2. Kelenturan (fleksibilitas) dalam berpikir merupakan kemampuan untuk
memberikan jawaban/gagasan yang seragam namun arah pemikiran yang
berbeda-beda, mampu mengubah cara atau pendekatan dan dapat melihat
masalah dari berbagai sudut pandang tinjauan,
3. Keaslian (orisinalitas) merupakan kemampuan melahirkan ungkapan yang
baru, unik dan memikirkan cara yang tidak lazim, yang lian dari yang lain,
yang diberikan kebanyakan orang,
4. Keterperincian (elaborasi) dalam berpikir merupakan kemampuan untuk
memperkaya, mengembangkan menambah suatu gagasan, memperinci detail-
detail dan memperluas suatu gagasan.

Sementara itu menurut Sutrisno.et. al, (2016) menyimpulkan indikator

berpikir kreatif matematis adalah sebagai berikut:

1. Kepekaan (sensitivity) yaitu kemampuan mendeteksi (mengenali dan


memahami) serta menanggapi suatu pertanyaan, situasi dan masalah,
2. Kelancaran (fluency) yaitu menghasilkan banyak gagasan atau jawaban yang
relevan,
3. Keluwesan (flexibility) yaitu mempunyai arah pemikiran yang
berbeda-beda dan menghasilkan gagasan atau jawaban yang seragam.
4. Keaslian (originality) yaitu memberikan jawaban yang tidak lazim, yang lain
dari yang lain dan yang jarang diberikan kebanyakan orang,
5. Keterperincian (elaboration) yaitu mengembangkan, menambah, memperkaya
suatu gagasan dan memperluas suatu gagasan.

Berdasarkan pendapat para ahli diatas dalam penelitian ini kriteria

kemampuan berpikir kreatif matematis yang digunakan adalah sebagai berikut :

1. Kepekaan (sensitivity)
12

Kepekaan (sensitivity) yaitu kemampuan mendeteksi (mengenali dan

memahami) serta menanggapi suatu suatu permasalahan, misalnya diberikan

permasalahan yang berkaitan dengan geometri untuk mengukur luas persegi

panjang dengan panjang 10 cm dan lebar 5 cm dengan beberapa cara. Individu

yang peka terhadap permasalahan maka dia akan paham hal apa yang harus

dikerjakan diantaranya menuliskan hal-hal yang diketahui dari permasalahan

yaitu diketahui panjang 10 cm dan lebar 5 cm, ditanya luas persegi panjang

2. Kelancaran (fluency)

Kelancaran (fluency) yaitu menghasilkan banyak gagasan atau jawaban

yang relevan, misalnya diberikan permasalahan yang berkaitan dengan

geometri untuk mengukur luas persegi dengan beberapa cara. Individu yang

lancar terhadap permasalahan maka dia akan memberikan jawaban dengan

lebih dari satu penyelesaian. Cara pertama dengan langsung mengalikan kedua

sisinya maka akan diperoleh luas persegi, cara yang kedua membuat persegi

satuan di dalam persegi yang diketahui kemudian menjumlahkan persegi

satuan tersebut, dan sebagainya.

3. Keluwesan (flexibility)

Keluwesan (flexibility) yaitu mempunyai arah pemikiran yang berbeda-

beda dan menghasilkan gagasan atau jawaban yang seragam dari suatu

permasalahan.Misalnya diberikan permasalahan geometri. Diketahui luas


2
persegi 200 cm . Gambarlah bangun datar lain yang luasnya sama dengan luas

persegi beserta ukurannya. Aspek keluwesan dilihat dari siswa menjawab lebih

dari satu jawaban


13

4. Keaslian (originality)

Keaslian (originality) yaitu memberikan jawaban yang tidak lazim,

yang lain dari yang lain dan yang jarang diberikan kebanyakan orang dari

suatu permasalahan, misalnya desainlah kain dasar dengan menggunakan

motif basurek yang berbentuk segiempat dan segitiga. Dari permasalahan

tersebut individu akan memberikan jawaban yang tidak lazim, yang lain dari

yang lain dan jarang diberikan oleh orang.

5. Keterperincian (elaboration)

Keterperincian (elaboration) yaitu mengembangkan, menambah,

memperkaya suatu gagasan dan memperluas suatu gagasan.misalnya Ahmad

pergi ke gramedia untuk membeli 2 buku komik, 1 buku pelajaran

matematika dan 3 buku pelajaran agama. lengkapilah data tersebut sehingga

tersusun suatu masalah sistem persamaan linear dua variabel, Kemudian

selesaikan masalah tadi. Contoh ini memberikan indikator bahwa siswa dapat

melengkapi data untuk menyusun suatu masalah dan menyelesaikannya.

3. Model Problem Based Learning

Problem based learning merupakan salah satu pendekatan dalam

pembelajaran matematika yang diamanatkan didalam kurikulum 2013. Problem

based learning merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang menyajikan

masalah kontekstual sehingga merangsang peserta didik untuk belajar. Problem

based learning dapat diartikan sebagai pembelajaran berbasis masalah. Menurut

Hery (2017), mengemukan pembelajaran berbasis masalah adalah suatu proses

dimana siswa dituntut untuk mandiri dalam meneyelesaikan masalah yang ada
14

sehingga siswa mampu berfikir kritis yang dapat mengembangkan keterampilan

berpikirnya. Pembelajaran berbasis masalah ini memiliki karakteristik diantaranya

adalah (1) belajar dimulai dengan suatu masalah, (2) memastikan bahwa masalah

yang diberikan berhubungan dengan dunia siswa, (3) mengorganisasikan pelajaran

di seputar masalah bukan di seputar disiplin ilmu (4) memberikan tanggung jawab

yang besar kepada pelajar dalam membentuk dan menjalankan secara langsung

proses belajar mengajar mereka sendiri, (5) menggunakan kelompok kecil, dan (6)

menuntut pelajar untuk mendemonstrasikan apa yang telah mereka pelajari dalam

bentuk produk atau kinerja (Depdiknas:2013).

Tujuan dari pembelajaran berasis masalah adalah untuk merangsang

peserta didik untuk belajar melalui berbagai masalah yang nyata dalam kehiduan

sehari-hari dikaitkan dengan pengetahuan yan telah atau dipelajari (Depniknas

2004). Memanfaatkan lingkungan sekitar siswa dimaksudkan agar siswa

mendapatkan pengalaman belajar yang baru. Pengalaman belajar merupakan

aktivitas belajar yang harus dilakukan peserta didik dalam rangka mencapai

pengausaan standar kompetensi, kemampuan dasar dan materi pembelajaran.

Problem besed learning memiliki kelebihan-kelebihan dibandingkan

dengan pendekatan pembelajarn yang lain, diantaranya adalah (1) dengan problem

based learning akan terjadi pembelajaran bermakna, (2) peserta didik dapat

mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan secara simultan dan

mengaplikasikannya dalam konteks yang nyata, (3) dapat mengembangkan

kemampuan berpikir kreatif menumbuhkan inisiatif peserta didikdalam bekerja


15

motivasi internal dalam belajar dan (5) dapat mengembangkan hubungan

interpersonal dalam bekerja kelompok (Depdiknas 2004)

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa probem based

learning adalah suatu model pembelajaran yang ditujukan untuk merangsang

siswa belajar melalui apa yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.

Pembelajarn problem based learning memiliki beberapa fase yaitu : Fase 1

orientasi peserta didik dalam masalah, Fase 2 mengorganisasikan peserta didik

dalam pendefinisian masalah, Fase 3 membimbing penyelidikan individu dan

kelompok dalam pembelajaran mandiri, Fase 4 mengenbangkan dan menyajikan

hasil karya, dan Fase 5 penilaian (Depdiknas 2004). Sedangkan berdasarkan

penelitian Wahyu (2012) merekomendasikan suatu sintaks model pembelajaran

berbasis masalah dengan langkah-langkah yaitu : (1) Pendahuluan, (2) kegiatan

inti, yang terdiri dari : a) fase pemberian masalah, b) fase berpikir c) fase

berpasangan, fase eksplorasi, d) fase diskusi hasil eksplorasi, e) fase penyimpulan,

(3) penutup. Arends (dalam Ali, 2016:75) menjelaskan langkah-langkah model

pembelajaran berbasis masalah adalah sebagai berikut.

Tabel 2.1. Sintaks Model Pembelajaran Berbasis Masalah


Tahap Aktivitas Guru Aktivitas Peserta
Didik
1. Kegiatan Awal
a.Orientasi anak pada masalah Guru menjelaskan tujuan Peserta didik
pembelajaran, menyimak dengan
menjelaskan logistik baik.
yang dibutuhkan,
mengajukan fenomena
atau demonstrasi atau
cerita untuk
memunculkan masalah,
memotivasi peserta didik
untuk terlibat dalam
16

pemecahan masalah yang


dipilih.
b. Mengorganisasi peserta Guru membantu peserta Peserta didik
didik untuk belajar didik untuk membuat definisi
mendefinisikan dan dan
mengorganisasikan tugas mengorganisasikan
belajar yang tugas belajar.
berhubungan dengan
masalah tersebut
2. Kegiatan Inti

a.Membimbing penyelidikan Guru mendorong peserta Peserta didik


individu atau kelompok didik untuk mengumpulkan
mengumpulkan informasi informasi yang
yang sesuai, sesuai dengan
melaksanakan pembahasan materi
eksperimen, untuk dan melakukan
mendapatkan penjelasan eksperimen
dan pemecahan masalah
b. Mengembangkan dan Guru membantu peserta Peserta didik
menyajikan hasil karya didik dalam merencanakan karya
merencanakan dan baik berupa produk
menyiapka karya yang baik berupa laporan
sesuai seperti laporan, maupun hasil
video dan model serta rekaman peserta
membantu mereka untuk didik
berbagi tugas dengan mempresentasikan
temannya produk yang
ditemukan baik
secara individual
maupun kelompok
3. Kegiatan Penutup

Menganalisi dan Guru membantu peserta Peserta didik


mengevaluasi proses didik untuk melakukan melakukan refleksi
pemecahan masalah refleksiterhadap terhadap
penyelidikan mereka dan penyelidikan
proses-prosesyang
mereka gunakan.
Guru melakukan evaluasi
17

4. Model Discovery Learning

Model discovery learning menurut Umi (2015: 1140) adalah model

pembelajaran dimana proses belajar didalamnya tidak menyajikan konsep dalam

bentuk jadi, tetapi siswa dituntut untuk mengorganisasi sendiri cara belajarnya

dalam menemukan suatu konsep. Model pembelajaran discovery merupakan suatu

cara untuk mengembangkan belajar siswa aktif dengan menemukan sendiri,

menyelidiki sendiri, maka hasil yang akan diperoleh akan tahan lama dalam

ingatan, tidak mudah dilupakan siswa. Dalam mengaplikasikan model discovery

learning guru berperan sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan

kepada siswa untuk belajar secara aktif, sebagaimana pendapat guru harus dapat

membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan.

Model pembelajaran discovery learning memiliki dua langkah operasional

yang harus dilaksanakan yaitu langkah persiapan dan pelaksanaan.

1. Langkah persiapan

Dalam rangka mengaplikasikan metode discovery learning di dalam

kelas, seorang guru bidang studi harus melakukan beberapa persiapan terlebih

dahulu. Berikut ini tahap perencaan menurut Bruner (dalam Agus, 2013: 248).

a. Menentukan tujuan pembelajaran

b. Melakukan identifikasi karakteristik siswa

c. Memilih materi pelajaran

d. Menentukan topik yang harus dipelajari siswa secara induktif

e. Mengembangkan bahan-bahan ajar


18

f. Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari

konkret ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai simbolik.

g. Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa.

2. Langkah pelaksanaan

Tahap pelaksanaan model discovery learning menurut Kemendikbud

tahun (2013) terdiri dari beberapa tahap yaitu :stimulation, Problem Statement,

data collection, Verification, Generalization. Sintak ini dapat dilihat pada

tabel berikut:

Tabel 2.2 Sintaks Model Pembelajaran Discovery Learning

Pelaksanaan

Stimulation Pada tahap ini pelajar dihadap pada suatu yang


(stimulasi/pemberia menimbulkan kebingungannya, agar timbul keinginan
n rangsangan) untuk menyelidiki sendiri. Disamping itu guru dapat
memulai kegiatan PBM dengan mengajukan pertanyaan,
anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya
yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah.

Problem Statement Setelah dilakukan stimulasi langkah selanjutnya adalah


(pernyataan/identifi guru memberi kesempatan kepada siswa untuk
kasi masalah) mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda masalah
yang relevan dengan bahan ajar, kemudian salah satunya
dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis.

Data Collection Ketika eksplorasi berlangsung guru memberi


(pengumpulan data) kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan
informasi sebanyak-banyaknya yang relevan. Pada tahap
ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau
membuktikan benar tidaknya hipotesis, dengan
demikian anak didik diberi kesempatan untuk
mengumpulkan (Collection) berbagai informasi yang
relevan, membaca literature, mengamati objek,
wawancara dengan narasumber, melakukan uji coba
sendiri dan sebagainya

Data Processing Pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan


(pengolahan data) informasi yang telah diperoleh para siswa lalu
19

ditafsirkan. Semua informasi hasil bacaan, wawancara,


obsevasi, semuanya diolah, diklasifikasikan, ditabulasi,
bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertenru serta
ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu.

Verification Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara


(Pembuktian) cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya
hipotesis yang ditetapkan dengantemuan alternatif,
dihubungkan dengan hasil data processing Verification
bertujuan agar proses belajar berjalan dengan baik dan
kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa
untuk menemukan suatu konsep, teori, pemahaman
melalui contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya.

Generalitazion Tahap generalisasi adalah proses menarik sebuah


(menarik kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan
kesimpulan/ berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama ,
generalisasi dengan memperhatikan hasil verifikasi. Berdasarkan
hasil verifikasi maka dirumuskan prinsip-prinsip yang
mendasari generalisasi.

Sumber: Kemendikbud 2013

Berdasarkan fakta dan hasil pengamatan, penerapan pendekatan Discovery

Learning dalam pembelajaran memiliki kelebihan-kelebihan dan kelemahan-

kelemahan. Menurut Kemendikbud (2013) kelebihan dan kekurangan model

discovery learning adalah sebagai berikut:

1. Kelebihan Penerapan Discovery Learning


a. Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-
keterampilan dan proses-proses kognitif. Usaha penemuan merupakan
kunci dalam proses ini, seseorang tergantung bagaimana cara belajarnya.
b. Pengetahuan yang diperoleh melalui metode ini sangat pribadi dan ampuh
karena menguatkan pengertian, ingatan dan transfer.
c. Menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa menyelidiki
dan berhasil.
d. Metode ini memungkinkan siswa berkembang dengan cepat dan sesuai
dengan kecepatannya sendiri.
e. Menyebabkan siswa mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan
melibatkan akalnya dan motivasi sendiri.
f. Metode ini dapat membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena
memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya.
20

g. Berpusat pada siswa dan guru berperan sama-sama aktif mengeluarkan


gagasangagasan. Bahkan gurupun dapat bertindak sebagai siswa, dan
sebagai peneliti di dalam situasi diskusi.
h. Membantu siswa menghilangkan skeptisme (keragu-raguan) karena
mengarah pada kebenaran yang final dan tertentu atau pasti.
i. Siswa akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik.
j. Membantu dan mengembangkan ingatan dan transfer kepada situasi proses
belajar yang baru.
k. Mendorong siswa berpikir dan bekerja atas inisiatif sendiri.
l. Mendorong siswa berpikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri.
m. Memberikan keputusan yang bersifat intrinsik.
n. Situasi proses belajar menjadi lebih terangsang.
o. Proses belajar meliputi sesama aspeknya siswa menuju pada pembentukan
manusia seutuhnya.
p. Meningkatkan tingkat penghargaan pada siswa.
q. Kemungkinan siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber
belajar.
r. Dapat mengembangkan bakat dan kecakapan individu.
2. Kelemahan Penerapan Discovery Learning
a. Metode ini menimbulkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk
belajar. Bagi siswa yang kurang pandai, akan mengalami kesulitan abstrak
atau berpikir atau mengungkapkan hubungan antara konsep-konsep, yang
tertulis atau lisan, sehingga pada gilirannya akan menimbulkan frustasi.
b. Metode ini tidak efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak, karena
membutuhkan waktu yang lama untuk membantu mereka menemukan
teori atau pemecahan masalah lainnya.
c. Harapan-harapan yang terkandung dalam metode ini dapat buyar
berhadapan dengan siswa dan guru yang telah terbiasa dengan cara-cara
belajar yang lama.
d. Pengajaran discovery lebih cocok untuk mengembangkan pemahaman,
sedangkan mengembangkan aspek konsep, keterampilan dan emosi secara
keseluruhan kurang mendapat perhatian.
e. Pada beberapa disiplin ilmu, misalnya IPA kurang fasilitas untuk
mengukur gagasan yang dikemukakan oleh para siswa
f. Tidak menyediakan kesempatan-kesempatan untuk berpikir yang akan
ditemukan oleh siswa karena telah dipilih terlebih dahulu oleh guru.

5. Model Pembelajaran Konvensional

Model konvensional dapat juga disebut sebagai model tradisional.model

konvensional adalah suatu pembelajaran yang mana dalam proses belajar

mengajar dilakukan dengan cara yang lama. Mukhtarimin (2014) mengemukan

prosedur pelaksanaan pembelajaran konvensional dalam matematika adalah (a)


21

apersepsi. Pada apersepsi, guru menghubungkan antara materi yang diajarkan

dengan materi sebelumnya. (b) motivasi. Pada motivasi ini, guru memotivasi

siswa agar siswa tertarik untuk mempelajari matematika. Motivasi dapat berupa

manfaat yang akan diperoleh siswa setelah mempelajari materi pelajaran

matematika. (c) menjelaskan materi kepada siswa. Untuk menjelaskan materi

kepada siswa, guru dapat menggunakan metode ceramah atau ceramah bervariasi

yang diselingi dengan tanya jawab. Dalam metode ceramah, guru menjelaskan

materi dan siswa mencatat materi yang dijelaskan guru.Pada saat kegiatan Tanya

jawab, guru memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada siswa untuk pengetahuan

siswa. (d) memberikan soal-soal latihan kepada siswa. Untuk mengetahui sampai

dimana pemahaman siswa, guru memberikan soal-soal latihan. (e) membimbing

siswa membuat kesimpulan. Diakhir kegiatan pembelajaran, guru membimbing

siswa membuat kesimpulan tentang materi yang mereka pelajari

Berdasarkan prosedur model pembelajaran konvensional di atas artinya

kegiatan pembelajaran model konvensional menggunakan metode ceramah.

Menurut Tukiran (2011 : 45) Ceramah adalah sebuah bentuk interaksi melalui

penerangan dan penuturan lisan dari guru kepada peserta didik. Dalam

pembelajaran metode ceramah guru menjadi center, murid kebanyakan hanya

mendengar. Munurut Ali dkk (2016 : 106) masih ada beberapa kelemahan dalam

metode ceramah, seperti :

1. Membuat peserta didik pasif dan apa yang didapat peserta didik akan sangat
terbatas pada apa yang dikuasai guru.
2. Sukar mengontrol sejauh mana memperoleh belajar anak didik.
3. Kegiatan belajar menjadi verbalisme karena dalam proses penyajiannya guru
hanya mengandalkan bahasa verbal dan peserta didik hanya mengandalkan
kemapuan auditifnya.
22

Permasalahanya setiap peserta didik memiliki kemampuan yang tidak sama


dalam menangkap materi pembelajaran melalui pendengaran.
4. Bila guru tidak memiliki kemampuan bertutur yang baik, ceramah bisa
dianggap sebagai metode yang membosankan.

Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran ceramah kurang mampu membuat

siswa aktif. Kemungkinan kurang menumbuh kembangkan kemampuan berpikir

kreatif matematis siswa karena hanya berpusat pada guru, bukan siswa.

6. Materi

Materi yang dibahas pada penelitian ini adalah tentang luas permukaan dan

volume Limas. Hal ini karena penyelesaian dari soal-soal yang terdapat pada

materi luas permukaan dan volume Limas dibutuhkan kemampuan berpikir kreatif

matematis siswa (Nuniek, 2007: 212-215).

a. Luas Permukaan Limas

Sama halnya dengan prisma, luas permukaan limas pun dapat diperoleh

dengan cara menentukan jaring-jaring limas tersebut. Kemudian, menjumlahkan

luas bangun datar dari jarring-jaring yang terbentuk. Untuk lebih jelasnya coba

kamu pelajari uraian berikut.

Gambar 2.1: gambar limas ABCDE dan jarring-jaringnya

Gambar 2.1 Memperlihatkan sebuah limas segiempat E.ABCD beserta

jering-jaringnya. Dengan demikian, luas permukaan limastersebut adalah sebagai

berikut.
23

Luas permukaan limas E. ABC = luas ABCD + Luas Δ ABE + Luas Δ

BCE +

luas Δ CDE + Luas Δ ADE

= luas ABCD + (Luas Δ ABE + Luas Δ BCE +

luas Δ CDE + Luas Δ ADE)

secara umum, luas permukaan limas adalah sebagai berikut:


Luas permukaan Limas = Luas alas + jumlah luas sisi-sisi tegak

b. Volume Limas

Gambar 2.2 : kubus dan limas

Gambar 2.2 menunjukkan sebuah kubus ABCD.EFGH. kubus tersebut

memiliki 4 buah diagonal ruang yang saling berpotongan di titik O. jika diamati

secara cermat, keempat diagonal ruang tersebut membentuk6 buah limas

segiempat, yaitu limas segiempat O.ABCD, O.EFGH, O.ABFE, O.BCGF,

O.CDHG, dan O.DAEH. Dengan demikian, volume kubus ABCD.EFGH

merupakan gabungan volume keenam limas tersebut.

1
6 x Volume limas O.ABCD = 6 x AB x BC x CG

1
= 6 x S x S xS

1
= 6 x S2 x S
24

1 2S
= 6 x S2 x 2

2 S
= 6 x S2 x 2

1 S
= 3 x S2 x 2

s
Oleh karena S2 merupakan luas alas kubus ABCD.EFGH dan
2

merupakan tinggi limas O.ABCD, maka :

1 S
Volume limas O.ABCD = 3 x S2 x 2

1
= 3 x Luas alas limas x tinggi

Rumus tersebut berlaku untuk menetukan volume limas-limas yang lain.

B. Hasil penelitian yang Relevan

Relevansi dalam sebuah penelitian diperlukan sebagai pembanding dengan

penelitian-penelitian sebelumnya. Dengan adanya relevansi dapat disajikan

referensi dan menjadi acuan bagi penelitian tersebut, Seperti:

1. Hasil penelitian yang dilakukan Purwaningrum (2016) menyimpulkan bahwa

terdapat peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis antara siswa yang

belajar melalui problem-based learning “what’s another way” dengan siswa

yang belajar melalui discovery learning.

2. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mukhtarimin (2014), menyimpulkan

bahwa kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang diajarkan dengan


25

model problem based learning lebih tinggi dibandingkan model pembelajaran

konvensional pada materi bangun ruang.

3. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Tazkiya (2018), menyimpulkan bahwa

kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang diajarkan dengan model

discovery learning lebih baik dibandingkan model pembelajaran konvensional

Berdasarkan hasil-hasil penelitian yang relevan di atas, sehingga dapat

dijadikan landasan untuk dilakukan penelitian lanjutan tentang kemampuan

berfikir kreatif matematis siswa pada model problem based learning dan model

discovery learning

C. Kerangka Pikir

Salah satu tujuan dari pembelajaran matematika agar siswa memiliki

kompetensi sikap logis, kritis, analisis, kreatif, cermat, teliti, bertanggung jawab,

reponsif, dan tidak menyerah dalam memecahkan masalah. Dalam penelitian ini

peneliti mendalami tentang kemampuan berpikir kreatif matematis siswa.

Kemampuan berpikir kreatif matematis adalah kemampuan berpikir dalam

menemukan solusi terhadap suatu masalah matematika dengan kriteria

permasalahan yaitu kepekaan (sensitivity), kefasihan (fluency), keluwesan

(flexibility), kebaruan (originality), dan elaborasi (elaboration).

Pada pembelajaran konvensional kemampuan berpikir kemampuan

berpikir kreatif matematis sering diabaikan oleh guru karena beberapa kendala.

Anak hanya mencatat apa yang diberikan oleh guru dan tidak memahami apa yang

ia pelajari. Hal ini menyebabkan pembelajaran membosankan bagi sebagian siswa


26

dan kemampuan berpikir kemampuan berpikir kreatif matematis siswa tidak

berkembang.

Berdasarkan hal tersebut guru sebagai fasilator dan motivator bagi siswa

harus menciptakan suatu pembelajaran yang bermakna dan berkesan bagi siswa.

Hal ini untuk mengembangkan kemampuan kemampuan berpikir kreatif

matematis siswa. Model pembelajaran yang dapat menumbuh kembangkan

kemampuan berpikir kreatif matematis siswa adalah model problem based

learning dan discovery learning.

Model problem based learning adalah proses pembelajaran yang

menggunakan pendekatan sistematis untuk memecahkan masalah atau

menghadapi tantangan yang akan diperlukan dalam kehidupan nyata. Sedangkan

model discovery learning adalah model pembelajaran dimana proses belajar

didalamnya tidak menyajikan konsep dalam bentuk jadi, tetapi siswa dituntut

untuk mengorganisasi sendiri cara belajarnya dalam menemukan suatu konsep.

Belajar penemuan melatih keterampilan kognitif peserta didik untuk menemukan

dan memecahkan masalah tanpa pertolongan orang lain.

Secara teori melalui model problem based learning dan discovery learning

tepat untuk diaplikasikan dalam pembelajaran matematika. dengan demikian

diharapkan dapat menumbuh kembangkan kemampuan berpikir kreatif matematis

siswa.

Berikut skema kerangka berpikir dari penelitian ini :

Model problem Model discovery Model pembelajaran


based learning learning konvensional
27

Kegiatan belajar Kegiatan belajar Kegiatan belajar

kemampuan
? kemampuan berpikir ? kemampuan berpikir
berpikir kreatif kreatif matematis kreatif matematis
matematis siswa siswa siswa

Gambar 2.3 Bagan kerangka pikir

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan tinjauan pustaka dan hasil-hasil penelitian yang relevan.

Maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah “Ada perbedaan yang

signifikan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa pada model problem

based learning, model discovery learning dan model pembelajaran konvensional”.


28

Anda mungkin juga menyukai