MATEMATIS
(Disusun untuk memenuhi Ujian Akhir Semester mata kuliah Pengembangan Keterampilan
Berpikir Matematik)
Disusun oleh:
TAHUN 2019/2020
A. Teori Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis
1) Pengertian Berpikir Reflektif
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berpikir diartikan sebagai suatu
proses yang menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu;
serta menimbang-nimbang dalam kegiatan. Berpikir menjadi bagian penting dalam
belajar, sebab dengan berpikir seseorang dapat memahami apa yang sedang dipelajarinya
sehingga mendapat berbagai pengetahuan. Salah satu jenis berpikir yaitu berpikir
reflektif.
Teori mengenai berpikir reflektif ini dimulai dari pemikiran filsuf amerika dan
ahli pendidikan yaitu John Dewey. Dalam pemikirannya John Dewey (1933)
mendefinisikan bahwa berpikir reflektif sebagai, “active, persistent, and careful
consideration of any belief or supposed from of knowledge in the light of the grounds that
support it and the conclusion to which it tends.”1 yang memiliki arti bahwa berpikir
reflektif sebagai pertimbangan secara aktif, terus-menerus dan hati-hati dalam suatu
keyakinan atau bentuk dugaan dari pengetahuan dengan alasan jelas yang mendukung dan
untuk menuju suatu kesimpulan lebih lanjut. Dengan kata lain, berpikir reflektif
merupakan pengambilan keputusan yang matang berdasarkan pengetahuan yang dimiliki
seseorang dalam menghadapi suatu permasalahan. Sejalan dengan pemikiran John
Dewey, Abdul Muin berpendapat bahwa, “reflective thinking is a thinking process that
reflects the knowledge or information or new issues that are facing towards the
knowledge or experience that has been previously owned for its association with new
information.”2
Menurut Kartika (2017: 8) berpikir reflektif merupakan salah satu berpikir tingkat
tinggi, karena digunakan untuk menyelesaikan suatu masalah yang dimana seseorang
menggunakan pengetahuan yang telah dimilikinya untuk menjawab masalah yang sedang
dihadapi sehingga mendapatkan suatu kesimpulan. Hal ini sejalan dengan yang
disampaikan Krulik (2003) yaitu, “Higher order thinking skills include critical, logical,
reflective thinking, metacognitive, and creative thinking”, jika berpikir tingkat tinggi
meliputi berpikir kritis, logis, berpikir reflektif, metakognisi dan berpikir kreatif.3
1
Anies Fuady, “Berpikir Reflektif dalam Pembelajaran Matematika”, Jurnal Ilmiah Pendidikan
Matematika, Vol. 1, No. 2, 2016, h. 105.
2
Abdul Muin, “The Situations That Can Bring Reflective Thinking Process In Mathematics Learning”,
Makalah disampaikan pada Seminar International dan Konferensi Nasional Pendidikan Matematika ke IV
“Building the Nation Character through Humanistic Mathematics Education”, Departemen Pendidikan
Matematika, UNY, Yogyakarta, 21-23 Juli 2011, h. 231-232.
3
Anies Fuady, Loc. Cit., h. 104.
Lebih lanjut, Gurol (2011) mendeskripsikan berpikir reflektif sebagai suatu
kegiatan terarah dan tepat, dimana adanya suatu proses menganalisis, mengevaluasi,
memotivasi, mendapatkan makna yang mendalam dan menggunakan strategi yang tepat,
sehingga didapatkannya jawaban terhadap suatu permasalahan.4 Dapat dikatakan bahwa
berpikir reflektif terjadi melalui proses yang bermakna, sebab adanya kegiatan
menghubungkan serta memperhitungkan hal-hal yang berkaitan dengan konteks
permasalahan untuk membuat suatu keputusan dalam memecahkan permasalahan.
Berdasarkan uraian terkait berpikir reflektif di atas, maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa berpikir reflektif merupakan proses berpikir bermakna yaitu mempertimbangkan
pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki dalam membuat suatu keputusan solusi yang
akan digunakan untuk menyelesaikan permasalahan sehingga diperoleh suatu jawaban
atau kesimpulan yang tepat.
4
Anies Fuady, Ibid., h. 105.
5
Fadhila Putri, dkk., “Pengaruh Pendekatan Metakognitif dan Kemampuan Awal Matematis terhadap
Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis Siswa”, ALGORITMA Journal of Mathematics Education (AJME),
Vol. 1, No. 2, 2019, h. 136.
6
Hepsi Nindiasari, “Pengembangan Bahan Ajar dan Instrumen untuk Meningkatkan Berpikir Reflektif
Matematis Berbasis Pendekatan Metakognitif pada Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA)”, Makalah
dipresentasikan dalam Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika dengan tema “Matematika
dan Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran”, Jurusan Pendidikan Matematika, UNY, Yogyakarta, 3
Desember 2011, h. 252.
dengan mempertimbangkan informasi yang berkaitan untuk memecahkan permasalahan
tersebut sehingga diperolehnya sebuah kesimpulan.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas terkait kemampuan berpikir reflektif, maka
dapat ditarik kesimpulan bahwa kemampuan berpikir reflektif adalah kesanggupan
seseorang dalam melibatkan dan mempertimbangkan pengetahuan yang dimilikinya
dalam merumuskan masalah yang dihadapi hingga membuat keputusan solusi secara hati-
hati yang akan digunakan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut sehingga
diperolehnya suatu jawaban atau kesimpulan yang tepat.
7
Abdul Muin, op. cit., h. 237.
8
Lia Kurniawati, “Pengaruh Pendekatan Pembelajaran Shift-Problem Lesson terhadap Kemampuan
Berpikir Reflektif Matematis Siswa”, ALGORITMA Journal of Mathematics Education (AJME), Vol. 1, No. 1,
2019, h. 37.
Kemampuan berpikir reflektif matematis merupakan salah satu kemampuan
berpikir yang diperlukan di dalam proses pemecahan masalah matematis. Nindiasari
(2011: 251) menyatakan bahwa kemampuan berpikir reflektif matematis sebagai
kemampuan seseorang dalam mereviu, memantau, dan memonitor proses solusi di dalam
pemecahan masalah.
Berdasarkan uraian terkait kemampuan berpikir reflektif matematis di atas, maka
dapat ditarik kesimpulan bahwa kemampuan berpikir reflektif matematis adalah
kemampuan berpikir bermakna yang menghubungkan serta mempertimbangkan
pengetahuan sebelumnya dalam menganalisis suatu permasalahan matematika,
menentukan solusinya, serta memutuskan suatu pengambilan solusi untuk memecahkan
permasalahan matematika yang dihadapi sehingga diperoleh suatu jawaban atau
kesimpulan yang jelas dan tepat.
9
Carol Rodgers, Defining Reflection: Another Look at John Dewey and Reflective Thinking, (State
University of New York: teachers College Record, 2002), p.845
suatu komunitas dan membutuhkan sikap yang menghargai pertumbuhan intelektual diri
sendiri serta orang lain.
Boody (2008), Hamilton (2005), Schon (1987) dalam Schon (2012) menjelaskan
bahwa karakteristik berpikir reflektif adalah sebagai berikut10:
a. Refleksi sebagai analisis retrospektif, yaitu suatu kemampuan untuk merefleksikan
pemikirannya dalam menggabungkan pengalaman sebelumnya dan bagaimana dari
pengalaman tersebut berpengaruh terhadap masalah yang sedang dihadapi.
a. Refleksi sebagai proses pemecahan masalah, yaitu kesadaran perlunya mengambil
langkah-langkah untuk menganalisis dan menjelaskan masalah sebelum mengambil
tindakan.
b. Refleksi kritis pada diri, yaitu mengembangkan perbaikan diri secara terus menerus.
Refleksi kritis dapat dianggap sebagai proses analisis, mempertimbangkan kembali
dan mempertanyakan pengalaman dalam konteks yang luas dari suatu permasalahan.
c. Refleksi pada keyakinan dan keberhasilan diri. Keyakinan lebih efektif dibandingkan
dengan pengetahuan dalam mempengaruhi seseorang pada saat menyelesaikan tugas
maupun masalah. Selain itu, keberhasilan merupakan peran yang sangat penting
dalam menentukan praktik dari kemampuan berpikir reflektif.
Sedangkan Given mengemukakan jika dalam berpikir reflektif siswa diajak untuk
memikirkan tentang proses berpikir mereka, seperti mempertimbangkan keberhasilan dan
kegagalan tentang proses belajarnya, menanyakan apa yang sudah dikerjakan, apa yang
tidak, dan apa yang memerlukan perbaikan.11
Untuk lebih jelas, John Dewey (1933) menjabarkan bahwa siswa yang berpikir
reflektif akan mengikuti langkah-langkah berikut ini12:
1) Merasakan adanya suatu masalah.
2) Melokalisasi dan membatasi pemahaman terhadap masalahnya.
3) Menemukan hubungan-hubungan masalahnya dan merumuskan hipotesis pemecahan
atas dasar pengetahuan yang telah dimilikinya.
4) Mengevaluasi hipotesis yang ditentukan, apakah akan menerima atau menolaknya.
5) Menerapkan cara pemecahan masalah yang sudah ditentukan dan dipilih, kemudian
hasilnya apakah ia menerima atau menolak hasil kesimpulannya.
10
Anies Fuady, op. cit., h. 105.
11
Hepsi Nindiasari, op. cit., h. 252.
12
Anies Fuady, op. cit., h. 106.
Sehingga menurut Santrock (2010) (dalam Suharna, 2013: 147), siswa yang
memiliki gaya reflektif cenderung menggunakan lebih banyak waktu untuk merespons
dan merenungkan akurasi jawabannya, mereka berhati-hati dalam memberikan respons,
tapi cenderung memberikan jawaban secara benar.
13
Hea Jin Lee, Understanding and Assessing Preservice Teachers’ Reflective Thinking, (USA: The Ohio
State University-Lima, 2004), p. 703.
14
Hepsi Nindiasari, op. cit., h. 254.
8) Mampu memecahkan masalah matematis.
Sedangkan Abdul Muin, Yaya S. Kusumah, dan Utari Sumarmo berpendapat
bahwa berpikir reflektif matematis dalam pembelajaran matematika dapat diartikan
sebagai proses berpikir yang menunjukkan kemampuan seseorang dalam15:
1) Mendeskripsikan situasi atau masalah matematik, yaitu menjelaskan situasi atau
masalah yang diberikan menggunakan konsep matematika yang terkait.
2) Mengidentifikasi situasi atau masalah matematik, yaitu memilih dan menentukan
konsep dan atau rumus matematika yang terlibat dalam soal matematika yang tidak
sederhana.
3) Menginterpretasi, yaitu memberikan penafsiran tentang suatu situasi masalah
berdasarkan konsep yang terlibat di dalamnya.
4) Mengevaluasi, yaitu menyelidiki kebenaran suatu argument berdasarkan konsep yang
digunakan.
5) Memprediksi cara penyelesaian, yaitu memperkirakan suatu penyelesaian masalah
atau alternative penyelesaian lain menggunakan konsep matematika yang sesuai.
6) Membuat kesimpulan, yaitu membuat keputusan secara umum mengenai suatu
masalah menggunakan konsep matematika yang sesuai.
Berdasarkan uraian di atas, adapun indikator berpikir reflektif matematis yang
digunakan dalam penyusunan instrumen dijabarkan dalam tabel berikut ini:
No. Indikator Deskripsi
1. Mendeskripsikan situasi Menjelaskan situasi atau masalah yang diberikan
atau masalah matematik menggunakan konsep matematika yang terkait.
2. Mengidentifikasi situasi Memilih dan menentukan konsep dan atau rumus
atau masalah matematik matematika yang terlibat dalam soal matematika yang
tidak sederhana.
3. Mengevaluasi Menyelidiki kebenaran suatu argumen berdasarkan
konsep yang digunakan.
4. Membuat kesimpulan Membuat keputusan secara umum mengenai suatu
masalah menggunakan konsep matematika yang sesuai.
Amelia Rhaudyatun, “Pengaruh Metode Cornell Note-Taking terhadap Kemampuan Berpikir Reflektif
15
Matematis Siswa”, Skripsi pada Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta, 2017, h. 12.
B. Instrumen Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis
Dalam pembuatan instrumen kemampuan berpikir reflektif matematis berikut ini,
penyusun mengambil jenjang SMP dengan materi Bangun Ruang Sisi Datar dan Bangun
Ruang Sisi Lengkung.
Materi : Bangun Ruang Sisi Datar dan Bangun Ruang Sisi Lengkung
Jenjang : SMP
Kompetensi Dasar (KD) :
1. Membedakan dan menentukan luas permukaan dan volume bangun ruang sisi
datar (kubus, balok, prisma, dan limas).
2. Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan luas permukaan dan volume
bangun ruang sisi datar (kubus, balok, prima dan limas), serta gabungannya.
3. Membuat generalisasi luas permukaan dan volume berbagai bangun ruang sisi
lengkung (tabung, kerucut, dan bola).
4. Menyelesaikan masalah kontekstual yang berkaitan dengan luas permukaan dan
volume bangun ruang sisi lengkung (tabung, kerucut, dan bola), serta gabungan
beberapa bangun ruang sisi lengkung.
karton tersebut untuk membuat 25 alas topi. untuk lingkaran besar adalam
cm2
Sehingga luas permukaan bangun pertama:
Dianti, Ana. dkk. “Pengaruh Problem Based Learning terhadap Kemampuan Berpikir
Reflektif Matematis dan Self Confidence”. Jurnal Pendidikan Matematika UNILA. Vol.
6. No. 5. 2018.
Fuady, Anies. “Berpikir Reflektif dalam Pembelajaran Matematika”. Jurnal Ilmiah
Pendidikan Matematika. Vol. 1. No. 2. 2016.
Jin Lee, Hea. Understanding and Assessing Preservice Teachers’ Reflective Thinking. USA:
The Ohio State University-Lima. 2004).
Kurniawati, Lia. “Pengaruh Pendekatan Pembelajaran Shift-Problem Lesson terhadap
Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis Siswa”. ALGORITMA Journal of Mathematics
Education (AJME). Vol. 1. No. 1. 2019.
Muin, Abdul. “The Situations That Can Bring Reflective Thinking Process In Mathematics
Learning”. Makalah disampaikan pada Seminar International dan Konferensi Nasional
Pendidikan Matematika ke IV “Building the Nation Character through Humanistic
Mathematics Education”. 21-23 Juli. Yogyakarta: Departemen Pendidikan Matematika
UNY 2011.
Nindiasari, Hepsi. “Pengembangan Bahan Ajar dan Instrumen untuk Meningkatkan Berpikir
Reflektif Matematis Berbasis Pendekatan Metakognitif pada Siswa Sekolah Menengah
Atas (SMA)”. Makalah dipresentasikan dalam Seminar Nasional Matematika dan
Pendidikan Matematika dengan tema “Matematika dan Pendidikan Karakter dalam
Pembelajaran”. 3 Desember. Yogyakarta: Jurusan Pendidikan Matematika UNY. 2011.
Pratikno, Dian Bagus Eko. “Analisis Kemampuan Berpikir Reflektif dalam Menyelesaikan
Soal Cerita Matematika Sub Pokok Bahasan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel
Siswa Kelas X Pembangkit Listrik (PBL) SMK Negeri 2 Jember.” Skripsi pada
Universitas Jember. Jember: 2016.
Putri, Fadhila. dkk. “Pengaruh Pendekatan Metakognitif dan Kemampuan Awal Matematis
terhadap Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis Siswa”. ALGORITMA Journal of
Mathematics Education (AJME). Vol. 1. No. 2. 2019.
Rhaudyatun, Amelia. “Pengaruh Metode Cornell Note-Taking terhadap Kemampuan Berpikir
Reflektif Matematis Siswa”. Skripsi pada Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta: 2017. tidak dipublikasikan.
Rodgers, Carol. Defining Reflection: Another Look at John Dewey and Reflective Thinking.
State University of New York: teachers College Record. 2002.