Anda di halaman 1dari 16

TEORI DAN INSTRUMEN KEMAMPUAN BERPIKIR REFLEKTIF

MATEMATIS

(Disusun untuk memenuhi Ujian Akhir Semester mata kuliah Pengembangan Keterampilan
Berpikir Matematik)

Dosen Pengampu: Lia Kurniawati, M.Pd

Disusun oleh:

Suci Prahadini Yunita


11170170000006
Kelas 6A

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

TAHUN 2019/2020
A. Teori Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis
1) Pengertian Berpikir Reflektif
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berpikir diartikan sebagai suatu
proses yang menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu;
serta menimbang-nimbang dalam kegiatan. Berpikir menjadi bagian penting dalam
belajar, sebab dengan berpikir seseorang dapat memahami apa yang sedang dipelajarinya
sehingga mendapat berbagai pengetahuan. Salah satu jenis berpikir yaitu berpikir
reflektif.
Teori mengenai berpikir reflektif ini dimulai dari pemikiran filsuf amerika dan
ahli pendidikan yaitu John Dewey. Dalam pemikirannya John Dewey (1933)
mendefinisikan bahwa berpikir reflektif sebagai, “active, persistent, and careful
consideration of any belief or supposed from of knowledge in the light of the grounds that
support it and the conclusion to which it tends.”1 yang memiliki arti bahwa berpikir
reflektif sebagai pertimbangan secara aktif, terus-menerus dan hati-hati dalam suatu
keyakinan atau bentuk dugaan dari pengetahuan dengan alasan jelas yang mendukung dan
untuk menuju suatu kesimpulan lebih lanjut. Dengan kata lain, berpikir reflektif
merupakan pengambilan keputusan yang matang berdasarkan pengetahuan yang dimiliki
seseorang dalam menghadapi suatu permasalahan. Sejalan dengan pemikiran John
Dewey, Abdul Muin berpendapat bahwa, “reflective thinking is a thinking process that
reflects the knowledge or information or new issues that are facing towards the
knowledge or experience that has been previously owned for its association with new
information.”2
Menurut Kartika (2017: 8) berpikir reflektif merupakan salah satu berpikir tingkat
tinggi, karena digunakan untuk menyelesaikan suatu masalah yang dimana seseorang
menggunakan pengetahuan yang telah dimilikinya untuk menjawab masalah yang sedang
dihadapi sehingga mendapatkan suatu kesimpulan. Hal ini sejalan dengan yang
disampaikan Krulik (2003) yaitu, “Higher order thinking skills include critical, logical,
reflective thinking, metacognitive, and creative thinking”, jika berpikir tingkat tinggi
meliputi berpikir kritis, logis, berpikir reflektif, metakognisi dan berpikir kreatif.3

1
Anies Fuady, “Berpikir Reflektif dalam Pembelajaran Matematika”, Jurnal Ilmiah Pendidikan
Matematika, Vol. 1, No. 2, 2016, h. 105.
2
Abdul Muin, “The Situations That Can Bring Reflective Thinking Process In Mathematics Learning”,
Makalah disampaikan pada Seminar International dan Konferensi Nasional Pendidikan Matematika ke IV
“Building the Nation Character through Humanistic Mathematics Education”, Departemen Pendidikan
Matematika, UNY, Yogyakarta, 21-23 Juli 2011, h. 231-232.
3
Anies Fuady, Loc. Cit., h. 104.
Lebih lanjut, Gurol (2011) mendeskripsikan berpikir reflektif sebagai suatu
kegiatan terarah dan tepat, dimana adanya suatu proses menganalisis, mengevaluasi,
memotivasi, mendapatkan makna yang mendalam dan menggunakan strategi yang tepat,
sehingga didapatkannya jawaban terhadap suatu permasalahan.4 Dapat dikatakan bahwa
berpikir reflektif terjadi melalui proses yang bermakna, sebab adanya kegiatan
menghubungkan serta memperhitungkan hal-hal yang berkaitan dengan konteks
permasalahan untuk membuat suatu keputusan dalam memecahkan permasalahan.
Berdasarkan uraian terkait berpikir reflektif di atas, maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa berpikir reflektif merupakan proses berpikir bermakna yaitu mempertimbangkan
pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki dalam membuat suatu keputusan solusi yang
akan digunakan untuk menyelesaikan permasalahan sehingga diperoleh suatu jawaban
atau kesimpulan yang tepat.

2) Kemampuan Berpikir Reflektif


Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kemampuan diartikan sebagai
kesanggupan dan kecakapan seseorang dalam melakukan sesuatu. Adapun kemampuan
berpikir reflektif adalah suatu kemampuan berpikir untuk merenungkan informasi-
infomasi yang telah diterima untuk menyelesaikan suatu permasalahan yang sedang
dihadapi.5
Lebih lanjut, Bruning, et al., mengemukakan bahwa kemampuan berpikir reflektif
yaitu kemampuan yang melibatkan kemahiran berpikir seperti menafsirkan masalah,
membuat kesimpulan, menilai, menganalisis, kreatif dan suatu aktivitas metakognitif.6
Muin (2011: 235) mendefinisikan keterampilan berpikir reflektif sebagai kemampuan
yang apabila dimiliki akan digunakan untuk memahami, mengkritik, menguji,
menemukan solusi alternatif, dan mengevaluasi suatu persoalan atau masalah yang
sedang dipelajari atau dihadapi.
Lalu menurut Pratikno (2016: 8) kemampuan berpikir reflektif yaitu kemampuan
seseorang dalam mengidentifikasi suatu masalah dan mengajukan alternatif penyelesaian

4
Anies Fuady, Ibid., h. 105.
5
Fadhila Putri, dkk., “Pengaruh Pendekatan Metakognitif dan Kemampuan Awal Matematis terhadap
Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis Siswa”, ALGORITMA Journal of Mathematics Education (AJME),
Vol. 1, No. 2, 2019, h. 136.
6
Hepsi Nindiasari, “Pengembangan Bahan Ajar dan Instrumen untuk Meningkatkan Berpikir Reflektif
Matematis Berbasis Pendekatan Metakognitif pada Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA)”, Makalah
dipresentasikan dalam Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika dengan tema “Matematika
dan Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran”, Jurusan Pendidikan Matematika, UNY, Yogyakarta, 3
Desember 2011, h. 252.
dengan mempertimbangkan informasi yang berkaitan untuk memecahkan permasalahan
tersebut sehingga diperolehnya sebuah kesimpulan.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas terkait kemampuan berpikir reflektif, maka
dapat ditarik kesimpulan bahwa kemampuan berpikir reflektif adalah kesanggupan
seseorang dalam melibatkan dan mempertimbangkan pengetahuan yang dimilikinya
dalam merumuskan masalah yang dihadapi hingga membuat keputusan solusi secara hati-
hati yang akan digunakan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut sehingga
diperolehnya suatu jawaban atau kesimpulan yang tepat.

3) Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis


Dalam mempelajari matematika seseorang harus berpikir agar mampu memahami
dan menggunakan konsep-konsep yang telah dipahami tersebut secara tepat ketika harus
memecahkan suatu permasalahan matematika. Oleh karenanya, kemampuan berpikir
matematis merupakan kemampuan utama dalam pelajaran matematika yang dapat
membantu siswa menentukan keputusan secara tepat saat menghadapi permasalahan
matematika.
Kemampuan berpikir reflektif matematis merupakan salah satu dari kemampuan
berpikir matematis. Menurut Abdul Muin kemampuan berpikir reflektif matematis adalah
kemampuan berpikir yang dinamis melalui refleksi pada tindakan yang akan diambil
dalam memilih dan menentukan solusi alternatif, memutuskan solusi yang digunakan,
serta memperkirakan solusi berdasarkan pengetahuan atau pengalaman yang telah
diperoleh.7
Lia Kurniawati, Fida Muthi’ah dan Ramdani Miftah berpendapat bahwa
kemampuan berpikir reflektif matematis merupakan kemampuan berpikir yang
mempertimbangkan ide-ide suatu permasalahan untuk memutuskan solusi yang akan
digunakan dalam memecahkan permasalahan matematika dan membuat kesimpulan
dengan alasan yang jelas.8 Dalam prosesnya berpikir reflektif terdapat dua situasi, situasi
pertama memilih solusi-solusi yang akan digunakan untuk menyelesaikan permasalahan
dan situasi kedua untuk memutuskan solusi yang cocok untuk menyelesaikan
permasalahan.

7
Abdul Muin, op. cit., h. 237.
8
Lia Kurniawati, “Pengaruh Pendekatan Pembelajaran Shift-Problem Lesson terhadap Kemampuan
Berpikir Reflektif Matematis Siswa”, ALGORITMA Journal of Mathematics Education (AJME), Vol. 1, No. 1,
2019, h. 37.
Kemampuan berpikir reflektif matematis merupakan salah satu kemampuan
berpikir yang diperlukan di dalam proses pemecahan masalah matematis. Nindiasari
(2011: 251) menyatakan bahwa kemampuan berpikir reflektif matematis sebagai
kemampuan seseorang dalam mereviu, memantau, dan memonitor proses solusi di dalam
pemecahan masalah.
Berdasarkan uraian terkait kemampuan berpikir reflektif matematis di atas, maka
dapat ditarik kesimpulan bahwa kemampuan berpikir reflektif matematis adalah
kemampuan berpikir bermakna yang menghubungkan serta mempertimbangkan
pengetahuan sebelumnya dalam menganalisis suatu permasalahan matematika,
menentukan solusinya, serta memutuskan suatu pengambilan solusi untuk memecahkan
permasalahan matematika yang dihadapi sehingga diperoleh suatu jawaban atau
kesimpulan yang jelas dan tepat.

4) Kriteria dan Karakteristik Berpikir Reflektif


John Dewey menjabarkan bahwa ada empat kriteria dari berpikir reflektif9 antara
lain sebagai berikut:
a. Reflection is a meaning-making process that moves a learner from one experience
into the next with deeper understanding of its relationships with and connections to
other experiences and ideas. It is the thread that makes continuity of learning
possible, and ensures the progress of the individual and, ultimately, society. It is a
means to essentially moral ends.
b. Reflection is a systematic, rigorous, disciplined way of thinking, with its roots in
scientific inquiry.
c. Reflection needs to happen in community, in interaction with others.
d. Reflection requires attitudes that value the personal and intellectual growth of oneself
and of others.
Secara keseluruhan, dalam kriteria berpikir reflektif menurut John Dewey, refleksi
adalah suatu proses pembuatan makna yang dimana bergerak dari satu pengalaman ke
pengalaman berikutnya dengan pemahaman yang dalam terkait hubungan antar
pengalaman tersebut sehingga adanya kesinambungan dalam pembelajaran yang
diperoleh dengan cara berpikir sistematis, teliti, dan disiplin. Refleksi perlu terjadi dalam

9
Carol Rodgers, Defining Reflection: Another Look at John Dewey and Reflective Thinking, (State
University of New York: teachers College Record, 2002), p.845
suatu komunitas dan membutuhkan sikap yang menghargai pertumbuhan intelektual diri
sendiri serta orang lain.
Boody (2008), Hamilton (2005), Schon (1987) dalam Schon (2012) menjelaskan
bahwa karakteristik berpikir reflektif adalah sebagai berikut10:
a. Refleksi sebagai analisis retrospektif, yaitu suatu kemampuan untuk merefleksikan
pemikirannya dalam menggabungkan pengalaman sebelumnya dan bagaimana dari
pengalaman tersebut berpengaruh terhadap masalah yang sedang dihadapi.
a. Refleksi sebagai proses pemecahan masalah, yaitu kesadaran perlunya mengambil
langkah-langkah untuk menganalisis dan menjelaskan masalah sebelum mengambil
tindakan.
b. Refleksi kritis pada diri, yaitu mengembangkan perbaikan diri secara terus menerus.
Refleksi kritis dapat dianggap sebagai proses analisis, mempertimbangkan kembali
dan mempertanyakan pengalaman dalam konteks yang luas dari suatu permasalahan.
c. Refleksi pada keyakinan dan keberhasilan diri. Keyakinan lebih efektif dibandingkan
dengan pengetahuan dalam mempengaruhi seseorang pada saat menyelesaikan tugas
maupun masalah. Selain itu, keberhasilan merupakan peran yang sangat penting
dalam menentukan praktik dari kemampuan berpikir reflektif.
Sedangkan Given mengemukakan jika dalam berpikir reflektif siswa diajak untuk
memikirkan tentang proses berpikir mereka, seperti mempertimbangkan keberhasilan dan
kegagalan tentang proses belajarnya, menanyakan apa yang sudah dikerjakan, apa yang
tidak, dan apa yang memerlukan perbaikan.11
Untuk lebih jelas, John Dewey (1933) menjabarkan bahwa siswa yang berpikir
reflektif akan mengikuti langkah-langkah berikut ini12:
1) Merasakan adanya suatu masalah.
2) Melokalisasi dan membatasi pemahaman terhadap masalahnya.
3) Menemukan hubungan-hubungan masalahnya dan merumuskan hipotesis pemecahan
atas dasar pengetahuan yang telah dimilikinya.
4) Mengevaluasi hipotesis yang ditentukan, apakah akan menerima atau menolaknya.
5) Menerapkan cara pemecahan masalah yang sudah ditentukan dan dipilih, kemudian
hasilnya apakah ia menerima atau menolak hasil kesimpulannya.

10
Anies Fuady, op. cit., h. 105.
11
Hepsi Nindiasari, op. cit., h. 252.
12
Anies Fuady, op. cit., h. 106.
Sehingga menurut Santrock (2010) (dalam Suharna, 2013: 147), siswa yang
memiliki gaya reflektif cenderung menggunakan lebih banyak waktu untuk merespons
dan merenungkan akurasi jawabannya, mereka berhati-hati dalam memberikan respons,
tapi cenderung memberikan jawaban secara benar.

5) Indikator Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis


Untuk mengukur kemampuan berpikir reflektif matematis siswa, dapat digunakan
indikator-indikator dari kemampuan berpikir reflektif matematis yang menjadi kriteria
dalam pembuatan instrumen penilaian. Sedangkan dalam kriteria level untuk menilai
kedalaman kemampuan berpikir reflektif, Lee membaginya menjadi tiga kategori13, yaitu:
1) Recal level (R1): seseorang mampu menggambarkan pengalamannya, menafsirkan
situsi berdasarkan pengalamanmya dan mengikuti cara-cara yang pernah diamati dan
dilakukannya.
2) Rationalization level (R2): seseorang mampu mencari hubungan dari pengalaman-
pengalamannya, menafsirkan situsi berdasarkan alasan yang masuk akal, seperti
mencari informasi ‘mengapa hal tersebut dapat terjadi’ dan menggeneralisasi
pengalaman yang dimiliki.
3) Reflectivity level (R3): seseorang mampu mengingat pengalamannya agar dapat
memperbaikinya di masa depan, menganalisis pengalamannya dari berbagai
perspektif.
Menurut Hepsi Nindiasari, terdapat indikator berpikir reflektif matematis yang
dipakai untuk mengembangkan suatu instrumen14, yaitu siswa:
1) Mampu menginterpretasi suatu kasus berdasarkan konsep matematika yang terlibat.
2) Mampu mengidentifikasi konsep dan atau rumus matematika yang terlibat dalam soal
matematika yang tidak sederhana.
3) Mampu mengevaluasi/ memeriksa kebenaran suatu argumen berdasarkan konsep/
sifat yang digunakan.
4) Mampu menarik analogi dari dua kasus yang serupa.
5) Mampu menganalisis dan mengklarifikasi pertanyaan dan jawaban.
6) Mampu menggeneralisasi dan menganalisis generalisasi.
7) Mampu membedakan antara data yang relevan dan tidak relevan.

13
Hea Jin Lee, Understanding and Assessing Preservice Teachers’ Reflective Thinking, (USA: The Ohio
State University-Lima, 2004), p. 703.
14
Hepsi Nindiasari, op. cit., h. 254.
8) Mampu memecahkan masalah matematis.
Sedangkan Abdul Muin, Yaya S. Kusumah, dan Utari Sumarmo berpendapat
bahwa berpikir reflektif matematis dalam pembelajaran matematika dapat diartikan
sebagai proses berpikir yang menunjukkan kemampuan seseorang dalam15:
1) Mendeskripsikan situasi atau masalah matematik, yaitu menjelaskan situasi atau
masalah yang diberikan menggunakan konsep matematika yang terkait.
2) Mengidentifikasi situasi atau masalah matematik, yaitu memilih dan menentukan
konsep dan atau rumus matematika yang terlibat dalam soal matematika yang tidak
sederhana.
3) Menginterpretasi, yaitu memberikan penafsiran tentang suatu situasi masalah
berdasarkan konsep yang terlibat di dalamnya.
4) Mengevaluasi, yaitu menyelidiki kebenaran suatu argument berdasarkan konsep yang
digunakan.
5) Memprediksi cara penyelesaian, yaitu memperkirakan suatu penyelesaian masalah
atau alternative penyelesaian lain menggunakan konsep matematika yang sesuai.
6) Membuat kesimpulan, yaitu membuat keputusan secara umum mengenai suatu
masalah menggunakan konsep matematika yang sesuai.
Berdasarkan uraian di atas, adapun indikator berpikir reflektif matematis yang
digunakan dalam penyusunan instrumen dijabarkan dalam tabel berikut ini:
No. Indikator Deskripsi
1. Mendeskripsikan situasi Menjelaskan situasi atau masalah yang diberikan
atau masalah matematik menggunakan konsep matematika yang terkait.
2. Mengidentifikasi situasi Memilih dan menentukan konsep dan atau rumus
atau masalah matematik matematika yang terlibat dalam soal matematika yang
tidak sederhana.
3. Mengevaluasi Menyelidiki kebenaran suatu argumen berdasarkan
konsep yang digunakan.
4. Membuat kesimpulan Membuat keputusan secara umum mengenai suatu
masalah menggunakan konsep matematika yang sesuai.

Amelia Rhaudyatun, “Pengaruh Metode Cornell Note-Taking terhadap Kemampuan Berpikir Reflektif
15

Matematis Siswa”, Skripsi pada Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta, 2017, h. 12.
B. Instrumen Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis
Dalam pembuatan instrumen kemampuan berpikir reflektif matematis berikut ini,
penyusun mengambil jenjang SMP dengan materi Bangun Ruang Sisi Datar dan Bangun
Ruang Sisi Lengkung.

Instrumen untuk SMP


dalam Mengembangkan Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis Siswa

Materi : Bangun Ruang Sisi Datar dan Bangun Ruang Sisi Lengkung
Jenjang : SMP
Kompetensi Dasar (KD) :
1. Membedakan dan menentukan luas permukaan dan volume bangun ruang sisi
datar (kubus, balok, prisma, dan limas).
2. Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan luas permukaan dan volume
bangun ruang sisi datar (kubus, balok, prima dan limas), serta gabungannya.
3. Membuat generalisasi luas permukaan dan volume berbagai bangun ruang sisi
lengkung (tabung, kerucut, dan bola).
4. Menyelesaikan masalah kontekstual yang berkaitan dengan luas permukaan dan
volume bangun ruang sisi lengkung (tabung, kerucut, dan bola), serta gabungan
beberapa bangun ruang sisi lengkung.

Kisi-kisi Soal Tes Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis


Indikator Kemampuan No. Jumlah
Berpikir Reflektif Matematis Indikator Soal Butir Butir
Siswa Soal Soal
Mendeskripsikan situasi atau Mendeskripsikan permasalahan 1 1
masalah matematik, yaitu bangun ruang yang diberikan
menjelaskan situasi atau masalah berdasarkan ide/konsep yang
yang diberikan menggunakan relevan.
konsep matematika yang terkait.
Mengidentifikasi situasi atau Mengidentifikasi konsep yang 2 1
masalah matematik, yaitu digunakan dalam menyelesaikan
memilih dan menentukan konsep permasalahan terkait bangun
dan atau rumus matematika yang ruang kerucut.
terlibat dalam soal matematika
yang tidak sederhana.
Mengevaluasi kebenaran 3 1
pernyataan tentang pengaruh
Mengevaluasi, yaitu menyelidiki pembesaran ukuran diameter dan
kebenaran suatu argumen tinggi bangun ruang kerucut
berdasarkan konsep yang terhadap volumenya.
digunakan. Mengevaluasi situasi atau 5 1
masalah yang berkaitan dengan
bangun ruang
Membuat kesimpulan mengenai 4 1
Membuat kesimpulan, yaitu
luas permukaan gabungan dari
membuat keputusan secara umum
dua buah bangun. Bangun
mengenai suatu masalah
pertama terdiri dari limas dan
menggunakan konsep matematika
balok, sedangkan bangun kedua
yang sesuai.
terdiri dari kerucut dan tabung.

Instrumen Tes Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis


No. Soal Jawaban
1. Pak Ridwan ingin membuat sebuah Berdasarkan soal cerita, maka dapat
kerangka akuarium dengan diketahui bahwa akuarium yang ingin dibuat
menggunakan alumunium. Ukuran Pak Ridwan berbentuk balok seperti gambar
kerangka aquarium yang ingin berikut.
dibuat rencananya adalah sebagai
berikut, .
Harga alumunium per meternya
adalah Rp.35.000,00. Deskripsikan
jawabannmu dalam bentuk gambar
dan tentukan biaya yang perlu
dikeluarkan Pak Ridwan dalam Pada gambar dapat dilihat bahwa total buah
membuat kerangka akuarium kerangka alumunium yaitu 4 buah untuk
tersebut! masing-masing panjang, lebar, dan tinggi
akuarium.
Sehingga panjang total kerangka balok
adalah

Karena harga alumunium per meternya


adalah Rp.35.000, maka harga untuk 13,6 m
alumunium adalah

Jadi, biaya yang perlu dikeluarkan Pak


Ridwan dalam membuat kerangka akuarium
tersebut sebesar Rp.476.000,00
2. Dalam merayakan ulang tahun Dari gambar di samping dapat diketahui
Dena, orang tuanya membuatkan bahwa luas karton yang diperlukan untuk
topi ulang tahun dengan membuat satu buah topi sama dengan luas
menggunakan kertas karton seperti selimut kerucut serta luas lingkaran (dengan
gambar berikut ini. lubang) sebagai alas.
 Cari garis pelukis (s) dahulu yang akan
digunakan untuk menghitung luas selimut
kerucut. Gunakan pythagoras untuk
mencari s.

Pada acara ulang tahun itu Dena


mengundang temannya sebanyak
 Menghitung luas selimut kerucut
25 orang. Jika luas kertas karton
yang dimiliki orang tua Dena seluas
, cukupkah persedian kertas  Menghitung lingkaran (berlubang) sebagai

karton tersebut untuk membuat 25 alas topi. untuk lingkaran besar adalam

topi? 10 cm, sedangkan lingkaran kecil sama


dengan kerucut.
 Menghitung luas karton untuk satu topi

 Menghitung luas karton untuk 25 topi

Luas kertas karton yang dimiliki orang tua


Dena seluas maka:
(sisa)

Berdasarkan perhitungan menggunakan


konsep yang terkait, maka persediaan kertas
karton yang dimiliki orang tua Dena cukup
untuk membuat 25 topi.
3. Suatu kerucut masing-masing dari Misalkan jari-jari dan tinggi kerucut pertama
diameter dan tingginya akan adalah dan maka:
diperbesar dari ukuran semula.
Diameter kerucut akan diperbesar 5
kali sedangkan tinggi kerucut akan
Berdasarkan soal diameter kerucut
diperbesar 3 kali. Jika volume
diperbesar 5 kali, maka
kerucut mula-mula 49 cm3, maka
volume kerucut akan berubah
menjadi 3500 cm3. Evaluasilah
kebenaran dari pernyataan tersebut
dan berikan penjelasanmu disertai Berdasarkan soal tinggi kerucut diperbesar 3
konsep yang digunakan! kali, maka
Diperoleh:
(substitusi V kerucut awal)

Berdasarkan perhitungan, diperoleh V akhir


sebesar 3675 cm3, hal ini bertentangan
dengan pernyataan pada soal jika V akan
berubah menjadi 3500 cm3. Karena
bertentangan, maka pernyataan pada soal
tidak benar. Sedangkan, konsep yang
digunakan adalah konsep volume kerucut
dan metode substitusi.
4. Rara mendapat tugas membuat Menghitung kertas minyak yang dibutuhkan
kerajinan tangan dari guru untuk bangun pertama
prakaryanya. Untuk memenuhi Luas permukaan bangun pertama = Luas
tugas tersebut Rara berniat selimut kerucut + Luas permukaan tabung
membuat lampion menggunakan tanpa tutup
kertas minyak dengan desain  Luas selimut kerucut dengan
seperti salah satu bangun datar di dan , maka
bawah ini. Harga kertas minyak cm2
3000 per 50cm2. Untuk menekan  Luas permukaan tabung tanpa tutup
biaya pengeluarannya Rara ingin
dengan dan , maka
memilih desain yang menggunakan
kertas minyak lebih sedikit.

cm2
Sehingga luas permukaan bangun pertama:

Menghtiung biaya yang dikeluarkan untuk


membuat bangun pertama yaitu
Menghitung kertas minyak yang dibutuhkan
untuk bangun kedua
Luas permukaan bangun kedua = Luas
permukaan limas tanpa alas + Luas
permukaan balok tanpa tutup
 Luas permukaan limas tanpa alas dengan
tinggi dan panjang alas pada segitiga tegak
masing-masing dan a = 12 cm,
Tentukan bangun datar manakah maka:
yang membuat Rara mengeluarkan
biaya lebih sedikit? Buatlah
kesimpulan berdasarkan hasil yang
kamu peroleh!

 Luas permukaan balok tanpa tutup dengan


dan ,
maka

Sehingga luas permukaan bangun kedua:

Menghtiung biaya yang dikeluarkan untuk


membuat bangun kedua yaitu

Berdasarkan hasil perhitungan, dapat


disimpulkan bahwa bangun ruang yang
mengeluarkan biaya lebih sedikit adalah
bangun ruang pertama, sebab kertas minyak
yang digunakan pada bangun ruang pertama
lebih sedikit dibandingkan dengan bangun
ruang yang kedua.
5. Ruang tamu rumah Pak Anwar Pada soal, sudah diketahui bahwa ruang
berbentuk balok dengan ukuran tamu rumah Pak Anwar berbentuk balok
panjang 7 meter, lebar 5 meter dan dengan ukuran
tinggi 4 meter. Dinding bagian Karena hanya dinding bagian dalam yang
dalam ruang tamu tersebut ingin dicat (bagian alas dan bagian atap tidak
Pak Anwar cat dengan biaya mungkin dicat), maka luas permukaan yang
Rp.30.000,00 per meter persegi. di cat:
Pak Anwar berpendapat bahwa
biaya pengecatan dinding ruang
tamu rumahnya tidak lebih dari
Rp.2.500.000. Benarkah pendapat Sehingga, biaya pengecatan dinding yang
Pak Anwar tersebut? Berikan dibutuhkan sebesar
penjelasanmu disertai konsep yang
digunakan!
Berdasarkan perhitungan, diperoleh biaya
sebesar Rp.2.880.000, hal ini bertentangan
dengan pendapat Pak Anwar. Karena
bertentangan, maka pendapat Pak Anwar
tidak benar. Sedangkan, konsep yang
digunakan adalah konsep luas permukaan
balok.
DAFTAR PUSTAKA

Dianti, Ana. dkk. “Pengaruh Problem Based Learning terhadap Kemampuan Berpikir
Reflektif Matematis dan Self Confidence”. Jurnal Pendidikan Matematika UNILA. Vol.
6. No. 5. 2018.
Fuady, Anies. “Berpikir Reflektif dalam Pembelajaran Matematika”. Jurnal Ilmiah
Pendidikan Matematika. Vol. 1. No. 2. 2016.
Jin Lee, Hea. Understanding and Assessing Preservice Teachers’ Reflective Thinking. USA:
The Ohio State University-Lima. 2004).
Kurniawati, Lia. “Pengaruh Pendekatan Pembelajaran Shift-Problem Lesson terhadap
Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis Siswa”. ALGORITMA Journal of Mathematics
Education (AJME). Vol. 1. No. 1. 2019.
Muin, Abdul. “The Situations That Can Bring Reflective Thinking Process In Mathematics
Learning”. Makalah disampaikan pada Seminar International dan Konferensi Nasional
Pendidikan Matematika ke IV “Building the Nation Character through Humanistic
Mathematics Education”. 21-23 Juli. Yogyakarta: Departemen Pendidikan Matematika
UNY 2011.
Nindiasari, Hepsi. “Pengembangan Bahan Ajar dan Instrumen untuk Meningkatkan Berpikir
Reflektif Matematis Berbasis Pendekatan Metakognitif pada Siswa Sekolah Menengah
Atas (SMA)”. Makalah dipresentasikan dalam Seminar Nasional Matematika dan
Pendidikan Matematika dengan tema “Matematika dan Pendidikan Karakter dalam
Pembelajaran”. 3 Desember. Yogyakarta: Jurusan Pendidikan Matematika UNY. 2011.
Pratikno, Dian Bagus Eko. “Analisis Kemampuan Berpikir Reflektif dalam Menyelesaikan
Soal Cerita Matematika Sub Pokok Bahasan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel
Siswa Kelas X Pembangkit Listrik (PBL) SMK Negeri 2 Jember.” Skripsi pada
Universitas Jember. Jember: 2016.
Putri, Fadhila. dkk. “Pengaruh Pendekatan Metakognitif dan Kemampuan Awal Matematis
terhadap Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis Siswa”. ALGORITMA Journal of
Mathematics Education (AJME). Vol. 1. No. 2. 2019.
Rhaudyatun, Amelia. “Pengaruh Metode Cornell Note-Taking terhadap Kemampuan Berpikir
Reflektif Matematis Siswa”. Skripsi pada Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta: 2017. tidak dipublikasikan.
Rodgers, Carol. Defining Reflection: Another Look at John Dewey and Reflective Thinking.
State University of New York: teachers College Record. 2002.

Anda mungkin juga menyukai