Anda di halaman 1dari 14

BAB II

KERANGKA TEORETIK, KERANGKA BERPIKIR DAN

PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Deskripsi Teori

1. Berpikir Kreatif

a. Pengertian Berpikir Kreatif

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KKBI), berpikir

adalah penggunaan dari akal budi dalam mempertimbangkan dan

memutuskan sesuatu. Menurut Yudhanegara (2012) berpikir

didefinisikan sebagai kemampuan untuk menghubung-hubungkan

(asosiasi) sesuatu dengan sesuatu yang lainnya untuk memecahkan

suatu persoalan atau permasalahan. (Akmalia, dkk 2016, h. 183).

De Bono (2007) mendefinisikan berpikir sebagai keterampilan

mental yang memadukan kecerdasan dengan pengalaman.

(Marliani 2015, h. 16). Menurut pendapat dari beberapa ahli

tersebut dapat disimpulkan bahwa berpikir merupakan proses

dimana seseorang menghubungkan hal-hal yang lainnya.

Kreativitas menurut Munandar (2009) merupakan

kemampuan umum untuk menciptakan suatu yang baru, sebagai

kemampuan untuk memberi gagasan-gagasan baru yang dapat

diterapkan dalam pemecahan atau sebagai kemampuan untuk

melihat hubungan-hubungan baru antara unsur-unsur yang sudah


ada sebelumnya. (Akmalia, dkk 2016, h. 184). Menurut Nasution

(2013) menjelaskan bahwa kreativitas siswa dapat muncul dan

berkembang melalui kemampuan berpikir yang divergen yaitu

dapat menyelesaikanpermasalahan matematika melalui cara-cara

non prosedural dengan melihat sisi lain dari permasalahan

matematika tersebut. (Marliani, 2015, h. 18). Kreativitas

merupakan kemampuan manusia menciptakan hal-hal baru atau

mengembangkan hal-hal sudah ada.

Menurut McGroger (2007) mendefinisikan berpikir kreatif

adalah berpikir yang mengarah pada cara memperoleh wawasan

baru, pendekatan baru, perspektif baru, atau cara baru pada saat

memahami sesuatu. (Solehuzain, 2017, h.104). Menurut Hidayat

(2011) berpikir kreatif matematis adalah kemampuan yang

meliputi keaslian, kelancaran, kelenturan, dan keterperincian

respon siswa dalam menggunakan konsep-konsep matematika.

(Marliani, 2015, h. 20).

Berdasarkan beberapa pengertian diatas, peneliti

menyimpulkan bahwa berpikir kreatif merupakan kemampuan

berpikir untuk menciptakan hal-hal baru, atau mengembangkan

hal-hal yang sudah ada, ataupun mencari solusi dan permasalahan

matematika yang diberikan.


b. Indikator Kemampuan Berpikir Kreatif

Kemampuan berpikir kreatif adalah kemampuan untuk

menghasilkan ide atau gagasan yang baru dalam menghasilkan

sesuatu cara dalam menyelesaikan masalah, bahkan menghasilkan

cara yang baru sebagai solusi alternatif. Kemampuan berpikir

kreatif menurut Torrance (1969), yaitu:

a. Kelancaran (fluency), yaitu mempunyai banyak ide/gagasan

dalam berbagai katagori.

b. Keluwesan (flexibility), yaitu mempunyai ide/gagasan yang

beragam.

c. Keaslian (originality), yaitu mempunyai ide/gagasan baru

untuk menyelesaikan persoalan.

d. Elaborasi (elaboration), yaitu mampu mengembangkan

ide/gagasan untuk menyelesaikan masalah secara rinci.

(Rosmala, h. 89)

Menurut Filsaime (2008), “Berpikir kreatif adalah proses

berpikir yang memiliki ciri-ciri kelancaran (fluency),

keluwesan (flexibility), keaslian atau originalitas (originality)

dan merinci atau elaborasi (elaboration)” (h. 9). Artinya

berpikir kreatif mengharuskan siswa dapat mengembangkan

kemampuan yang dimiliki, dan mencari ide-ide baru dalam

proses pembelajaran matematika.


Menurut munandar (1992), merinci ciri-ciri keempat

komponen berpikir kreatif sebagai proses sebagai berikit. Ciri-

ciri Fluency: 1) Mencetuskan banyak ide, banyak jawaban,

banyak penyelesaian masalah, banyak bertanya dengan lancar;

2) Memberikan banyak cara atau saran untuk melakukan

berbagai hal; 3) Selalu memikirkan lebih dari satu jawaban.

Ciri-ciri Flexibility diantaranya adalah: 1) Menghasilkan

gagasan, jawaban, atau pertanyaan yang bervariasi, dapat

melihat sudut pandang yang berbeda-beda; 2) Mencari banyak

alternatif atau arah yang berbeda-beda; 3) Mampu mengubah

cara pendekatan atau pemikiran. Ciri-ciri Originality

diantaranya adalah: 1) Mampu melahirkan ungkapan yang baru

dan unik; 2) Memikirkan cara yang tidak lazim untuk

mengungkapkan diri; 3) Mampu membuat kombinasi-

kombinasi yang tidak lazim dari bagian-bagian atau unsur-

unsur. Ciri-ciri Elaboration diantaranya adalah: 1) Mampu

memperkaya dan mengembangkan suatu gagasan atau produk;

2) Menambah atau merinci detail-detail dari suatu objek,

gagasan, atau situasi sehingga menjadi lebih menarik.

(Hendriana, Soemarno 2017, h. 43)

Berdasarkan beberapa pengertian diatas, peneliti

menyimpulkan bahwa indiktor berpikir kreatif sebagai berikut:


a. Kelancaran (fluency), yaitu mampu mencetuskan banyak

gagasan atau jawaban, menyelesaikan masalah atau

pertanyaan, selalu memikirkan lebih dari satu jawaban

atau kemampuan untuk menghasilkan banyak gagasan

yang relevan dengan pemikiran yang lancar

b. Keluwesan (flexibility), yaitu mampu mengungkapkan

gagasan, jawaban, atau pertanyaan yang bervariasi atau

kemampuan untuk menghasilkan pemikiran yang berbeda-

beda dan mampu mengubah cara.

c. Keaslian (originality), yaitu mampu mengungkapkan hal-

hal baru dan unik.

d. Elaborasi (elaboration), yaitu mampu mengembangkan

atau menambahkan suatu gagasan secara rinci.

2. Pembelajaran Model Polya

a. Pengertian Pembelajaran Model Polya

Melalui pembelajaran matematika diharapkan siswa dapat

mengembangkan cara berpikir sehingga dapat memberikan kemudahan

bagi mereka dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan

matematika, berkomunikasi secara matematis, dan dapat mengaitkan

ide matematis dengan kegiatan intelektual lainnya. Salah satu model

yang sesuai untuk mengembangkan kemampuan masalah Matematika

yaitu model Polya. Model Polya dirasa sesuai karena tahapan-

tahapannya memberikan tuntunan kepada siswa untuk dapat


menyelesaikan suatu masalah Matematika. Polya (dalam Billstein dkk.,

2007) mengungkapkan bahwa tahapan-tahapan model Polya meliputi,

understanding the problem (Kemampuan memahami masalah),

devising a plan (Merencanakan penyelesaian), carrying out the plan

(Melaksanakan perhitungan), looking back (Memeriksa kembali).

Pada tahap understanding the problem, Aisyah, dkk. (2007)

menyebutkan bahwa ada beberapa pertanyaan yang perlu dimunculkan

untuk membantu siswa memahami masalah diantaranya, “apakah yang

diketahui dari soal?, apakah yang ditanyakan soal?, apakah saja

informasi yang diperlukan?, bagaimana akan menyelesaikan soal?”.

Selanjutnya, setelah siswa memahami masalah yang disajikan, siswa

memilih strategi pemecahan masalah yang sesuai. Prihandoko (2005)

mengatakan bahwa, “langkah ini berkenaan dengan pengorganisasian

konsep-konsep yang bersesuaian untuk menyusun strategi, termasuk di

dalamnya penentuan sarana yang dipergunakan dalam pemecahan

masalah”.

Billstein, dkk. (2007) mengatakan bahwa pada devising a plan, hal

yang dapat dilakukan yaitu, “examine related problems and determine

if the same technique applied to them can be applied to the current

problem”. Artinya, siswa dapat meninjau kembali masalah serupa

yang pernah dipecahkan sebelumnya dan menentukan apakah teknik

yang sama dapat diterapkan pada masalah yang sedang dipecahkan

sekarang. Selain itu, siswa juga dapat mengerjakan masalah serupa


yang lebih sederhana untuk menambah wawasan untuk dapat

menemukan solusi dari permasalahan utama.

Rencana yang telah disusun pada tahap dua kemudian

diimplementasikan untuk mendapatkan sebuah penyelesaian. Polya

(dalam Hensberry dan Jacobbe, 2012) mengatakan bahwa, “carrying

out the plan thus includes computation as well as pausing after each

step to check one’s work and ensuring that the chosen plan is still the

best choice”. Artinya, pada tahap ini siswa melakukan perhitungan

berdasarkan rencana yang telah dibuat. Selanjutnya, siswa memeriksa

tiap langkah yang telah dikerjakan dan memastikan bahwa rencana

yang dipilih merupakan pilihan yang tepat untuk menyelesaikan

masalah. Pada tahap terakhir yaitu looking back, Musser, dkk. (2008)

menyatakan ada 3 pertanyaan yang perlu dimunculkan diantaranya,

“1) Is your solution correct? Does your answer satisfy the statement of

the problem?, 2) Can you see an easier solution?, 3) Can you see how

you can extend your solution to a more general case?”. Pertanyaan-

pertanyaan tersebut dapat diartikan yaitu 1) apakah jawaban yang

didapat sudah benar?, 2) apakah ada penyelesaian yang lebih mudah?,

dan 3) apakah penyelesaian yang diperoleh dapat digeneralisasikan

pada kasus yang lebih umum?. (I Kd. Agus Mustika dan Pt. Nanci

Riastini, 2017).

Mengacu pada langkah-langkah model Polya, siswa akan

diarahkan untuk memiliki kemampuan berpikir logis, analitis,


sistematis, kritis dan kreatif dalam pemecahan masalah. Berkaitan

dengan penerapan langkah-langkah model Polya tersebut, Saiful

(dalam Marlina, 2013) mengatakan bahwa, “siswa akan terbiasa untuk

mengerjakan soal-soal yang tidak hanya mengandalkan ingatan yang

baik saja, tetapi siswa diharapkan dapat mengaitkannya dengan situasi

nyata yang pernah dialaminya atau yang pernah dipikirkannya”.

Berdasarkan pendapat para ahli dapat disimpulan tahapan-tahapan

pembelajaran Model Polya disajakan table 2.1 sebagai berikut:

Tabel 2.1 Tahapan-tahapan Pembelajaran Model Polya

Tahap Aktivitas

understanding the problem Ada beberapa pertanyaan yang perlu


(Kemampuan memahami dimunculkan untuk membantu siswa
masalah) memahami masalah diantaranya:

1) Apakah yang diketahui dari


soal?
2) Apakah yang ditanyakan soal?
3) Apakah saja informasi yang
diperlukan?
4) Bagaimana akan menyelesaikan
soal?.
Selanjutnya, setelah siswa
memahami masalah yang
disajikan, siswa memilih
strategi pemecahan masalah
yang sesuai.

Siswa dapat meninjau kembali masalah


devising a plan serupa yang pernah dipecahkan
sebelumnya dan menentukan apakah
(Merencanakan
teknik yang sama dapat diterapkan pada
penyelesaian)
masalah yang sedang dipecahkan
sekarang. Selain itu, siswa juga dapat
mengerjakan masalah serupa yang lebih
sederhana untuk menambah wawasan
untuk dapat menemukan solusi dari
permasalahan utama.

carrying out the plan Pada tahap ini siswa melakukan


perhitungan berdasarkan rencana yang
(Melaksanakan perhitungan) telah dibuat. Selanjutnya, siswa
memeriksa tiap langkah yang telah
dikerjakan dan memastikan bahwa
rencana yang dipilih merupakan pilihan
yang tepat untuk menyelesaikan
masalah.

looking back (Memeriksa Ada 3 pertanyaan yang perlu


kembali). dimunculkan diantaranya:

1) Apakah jawaban yang didapat


sudah benar?
2) Apakah ada penyelesaian yang
lebih mudah?
3) Apakah penyelesaian yang
diperoleh dapat
digeneralisasikan pada kasus
yang lebih umum?.

B. Penelitian yang Releven

Berdasarkan landasan teori diatas,berikut ini dikemukakan beberapa

penelitian terdahulu yang releven dengan penelitian yang ingin dilakukan

oleh peneliti yaitu:

1. Skripsi Nuraprilliani pada tahun 2014 yang berjudul “Efektivitas

Strategi Pemecahan Masalah Polya Untuk Meningkatkan Kemampuan

Berpikir Kreatif Matematis Siswa Di Kelas V MI Al Mursyidiyyah”

menunjukan adanya Strategi Pemecahan Masalah Polya Untuk

Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa hal ini


ditandai bahwa disetiap siklusnya yang menunjukan hasil rata-rata tes

siklus I sebesar 62,4 menjadi 79,1 pada tes siklus II. Hasil pengamatan

keseluruhan aktivitas siswa mengalami peningkatan yang menunjukan

rata-rata presentase pada siklus I sebesar 60,94% menjadi 85,16% pada

siklus II. Hal ini juga berdampak pada tiap-tiap aspek aktivitas siswa

mengalami peningkatan dari katagori baik menjadi sangat baik.

Sedangkan respon siswa berdasarkan rata-rata presentase angket

menunjukan katagori positif siklus I sebesar 69,33% meningkat pada

siklus II menjadi 86,67%

2. Penelitian yang dilakukan oleh Sari Kusuma Dewi, Suarjana, &

Sumantri pada tahun 2014 yang berjudul “Penerapan Model Polya

Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Dalam Memecahkan Soal Cerita

Matematika Siswa Kelas V” menunjukan adanya peningkatan

persentase hasil belajar matematika siswa kelas V semester genap SD

No. 2 Sepang sebesar 19, 28% dari siklus I ke siklus II. Terjadinya

peningkatan dikarenakan siswa bebas mengeluarkan jawaban atas

argumen masing-masing tentang konsep pemecahan masalah

matematika sesuai kemampuan awal siswa di taham selanjutnya, guru

mengoreksi dengan seksama jawaban yang benar atau mendekati

benar, untuk disempurnakan sesuai konsep pemecahan masalah

matematika yang sebenarnya. Dengan demikian, siswa belajar dan

mampu memperbaiki konsep awal serta berani menganalisis jawaban


dengan lebih terarah, sehingga kemampuan pemecahan masalah

meningkat.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Kokom Komariah pada tahun 2011

dalam penelitian yang berjudul “Penerapan Metode Pembelajaran

Problem Solving Model Polya Untuk Meningkatkan Kemampuan

Memecahkan Masalah Bagi Siswa Kelas IX J Di SMPN 3 CIMAHI”

menunjukan bahwa pada siklus 1 siswa melakukan pemecahan

masalah sesuai dengan model Polya. Pada proses menganalisis

masalah siswa sudah terampil menentukan factor yang diketahui ,dan

factor yang ditanyakan. Namun masih ditemukan kendala dalam

menyusun rencana penyelesaian masalah dikarenakan hal- hal seperti

berikut ini: 1. Sempitnya wawasan siswa terhadap konsep-konsep yang

terkait dengan suatu masalah. 2. Kurangnya kemampuan siswa dalam

materi apersepsi. Karena keterbatasan tersebut maka kemampuan

siswa dalam memecahkan masalah belum ada peningkatan yang

signifikan yaitu baru terjadi kenaikan rata- rata nilai sebesar 3,7 yaitu

dari 52,4 menjadi 56 ,1. Berdasarkan hasi refleksi pada siklus 1 maka

disusun rencana untuk pelaksanaan siklus 2 yaitu dengan penugasan

terstruktur mengenai keterampilan siswa dalam menyusun rencana

penyelesaian masalah dengan menekankan pada keterampilan siswa

menganalisis konsep- konsep yang terkait dari suatu masalah

matematika yang diberikan dan mengingatkan kembali penguasaan

materi apersepsi yang terkait tersebut. Dengan diterapkannya rencana


tersebut pada siklus ke- 2 terdapat peningkatan kemampuan siswa

dalam memecahkan masalah, hal ini bisa dilihat dari adanya

peningkatan ratarata nilai sebesar 8,9 yaitu dari 56,1 menjadi 65,0.

C. Kerangka Berpikir

Dalam mempelajari matematika, berpikir merupakan hal penting

dalam pembelajaran matematika karena dalam pembelajaran matematika

siswa akan dihadapkan dengan berbagai masalah pembelajaran yang

beragam. Dalam pembelajaran matematika siswa diharapkan dapat

berpikir secara kreatif untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi.

Menurut Filsaime (2008), “Berpikir kreatif adalah proses berpikir yang

memiliki ciri-ciri kelancaran (fluency), keluwesan (flexibility), keaslian

atau originalitas (originality) dan merinci atau elaborasi (elaboration)” (h.

9). Artinya berpikir kreatif mengharuskan siswa dapat mengembangkan

kemampuan yang dimiliki, dan mencari ide-ide baru dalam proses

pembelajaran matematika. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru

matematika di SMP Negeri 2 Sepatan, Kabupaten Tangerang, kemampuan

berpikir kreatif siswa masih tergolong rendah, karena dari presentase guru

sebagian besar siswa tersebut kurang menguasai materi dasar matematika

yang berdampak pada sulitnya siswa menjawab soal yang diberikan pada

guru, banyak siswa yang hanya terpaku pada satu langkah dalam
menyelesaikan suatu permasalahan atau cenderung hanya mengikuti pada

contoh soal yang diberikan pada guru. Pembelajaran matematika di SMP

Negri 2 Sepatan juga belum bervariasi.

Untuk mengatasi masalah diatas diperlukan pengajaran matematika

dengan model pembelajaran yang mampu membuat kemampuan berpikir

kreatif siswa meningkat. Salah satu model yang sesuai untuk

mengembangkan kemampuan masalah Matematika yaitu model Polya.

Model Polya dirasa sesuai karena tahapan-tahapannya memberikan

tuntunan kepada siswa untuk dapat menyelesaikan suatu masalah

Matematika. Polya (dalam Billstein dkk., 2007) mengungkapkan bahwa

tahapan-tahapan model Polya meliputi, “understanding the problem

(Kemampuan memahami masalah), devising a plan (Merencanakan

penyelesaian), carrying out the plan (Melaksanakan perhitungan), looking

back (Memeriksa kembali)” (I Kd. Agus Mustika dan Pt. Nanci Riastini,

2017). Dengan diberikan pembelajaran model polya yang menghadapkan

siswa pada permasalahan-permasalahan diharapkan dapat meningkatkan

kemempuan berpikir kreatif siswa.

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka berpikir di atas, dapat diajukan hipotesis penelitian

sebagai berikut:

1. Hipotesis Penelitian Pretes

H 0: Tidak terdapat perbedaan kemampuan berpikir kreatif awal siswa

kelas eksperimen dan kelas kontrol.


H i : Terdapat perbedaan kemampuan berpikir kreatif awal siswa kelas

eksperimen dan siswa kelas kontrol.

2. Hipotesis Penelitian Postest

H 0 : Tidak terdapat perbedaan berpikir kreatif siswa yang

menggunakan pembelajaran model polya dengan siswa yang

menggunakan pembelajaran berupa metode ceramah.

Hi : Terdapat perbedaan berpikir kreatif siswa yang menggunakan

pembelajaran model polya dengan siswa yang menggunakan

pembelajaran berupa metode ceramah.

3. Hipotesis Penelitian N-Gain

H 0 : Kemampuan berpikir kreatif siswa yang menggunakan

pembelajaran model polya tidak lebih baik atau sama dengan

siswa yang mendapatkan pembelajaran berupa metode

ceramah.

H i : Kemampuan berpikir kreatif siswa yang menggunakan

pembelajaran model polya lebih baik dari pada siswa yang

mendapatkan pembelajaran berupa metode ceramah.

Anda mungkin juga menyukai