Anda di halaman 1dari 16

perpustakaan.uns.ac.

id 9
digilib.uns.ac.id

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori
1. Berpikir
Menurut Purwanto (2004: 43) berpikir adalah suatu keaktifan
pribadi manusia yang mengakibatkan penemuan yang terarah kepada
suatu tujuan. Di sisi lain, Radford (2009: 115) menyatakan, “...thinking is
a pure mental activity, something immaterial, independent of the body,
occuring in the head”. Berpikir adalah suatu aktivitas mental yang alami,
sesuatu yang tidak berwujud, kebebasan dari tubuh, terjadi di dalam
kepala. Oleh karena itu berpikir tidak terlihat oleh indera manusia.
Costa (dalam Zaleha Izhab Hassoubah, 2008: 35) berpikir adalah
suatu proses kognitif, suatu tindakan mental untuk memperoleh
pengetahuan. Proses berpikir berhubungan dengan tingkah laku yang lain
dan memerlukan keterlibatan aktif seseorang yang melakukannya.
Menurut Alex Sobur (2003) berpikir merupakan suatu proses yang
mempengaruhi penafsiran terhadap rangsangan-rangsangan yang
melibatkan proses sensasi, persepsi, dan memori. Saat seseorang
menghadapi persoalan, awalnya ia melibatkan proses sensasi, yaitu
menangkap tulisan, gambar, atau suara. Selanjutnya, ia mengalami proses
persepsi, yaitu membaca, mendengar, dan memahami apa yang diminta
dalam persoalan. Pada saat itu pun, ia melibatkan proses memori untuk
memahami istilah-istilah baru yang ada pada persoalan tersebut atau
melakukan recall atau recognition ketika menghadapi soal yang sama
pada waktu yang berbeda. (Matlin, 1994: 10).
Berdasarkan pendapat ahli di atas, berpikir dalam penelitian ini
adalah proses mental yang menghubungkan pengertian yang satu dengan
pengertian lainnya dalam sistem kognitif yang diarahkan untuk
menghasilkan solusi dalam memecahkan masalah.
commit to user

9
perpustakaan.uns.ac.id 10
digilib.uns.ac.id

2. Proses Berpikir
Marpaung (dalam Tatag Yuli Eko Siswono, 2002: 45) menyatakan
proses berpikir adalah proses yang dimulai dari penemuan informasi (dari
luar atau diri siswa), pengolahan, penyimpanan dan memanggil kembali
informasi itu dari ingatan siswa. Di sisi lain, Alex Sobur (2003)
menyatakan bahwa dalam proses berpikir termuat kegiatan memastikan,
merancang, menghitung, mengukur, mengevaluasi, membandingkan,
menggolongkan, memilah-milah atau membedakan, menghubungkan,
menafsirkan, melihat kemungkinan-kemungkinan yang ada, menganalisis,
sintesis, menalar atau menarik kesimpulan dari premis yang ada,
menimbang, dan memutuskan.
Menurut Agus Sujanto (2004: 55) terdapat 4 langkah dalam proses
berpikir, antara lain:
a. Pembentukan pengertian yaitu membuang ciri-ciri tambahan dalam
suatu masalah.
b. Pembentukan pendapat yaitu menggabungkan atau memisahkan
beberapa pengertian yang menjadi tanda khas masalah tersebut.
c. Pembentukan keputusan yaitu menggabungkan pendapat-pendapat
tersebut.
d. Penarikan kesimpulan yaitu menarik keputusan dari keputusan-
keputusan yang lain.
Berdasarkan pendapat ahli di atas, proses berpikir dalam penelitian
ini adalah suatu proses yang dimulai dari menerima, mengolah dan
menyimpan informasi serta memanggil kembali informasi dari ingatan
saat dibutuhkan dalam memecahkan masalah.

3. Proses Berpikir Kritis


Menurut Johnson (2010: 183) berpikir kritis merupakan sebuah
proses terarah dan jelas yang digunakan dalam kegiatan mental seperti
memecahkan masalah, mengambil keputusan, membujuk, menganalisis
commit toilmiah.
asumsi, dan melakukan penelitian user Hal ini sesuai dengan pendapat
perpustakaan.uns.ac.id 11
digilib.uns.ac.id

Walker dan Finney (1999: 540) menyatakan berpikir kritis adalah suatu
proses intelektual dalam pembuatan konsep, mengaplikasikan,
menganalisis, mensintesis, atau mengevaluasi sebagai informasi yang
didapat dari hasil observasi, pengalaman, refleksi, di mana hasil proses ini
digunakan sebagai dasar saat mengambil tindakan. Selanjutnya berusaha
menemukan alternatif lain dalam memecahkan masalah.
Paul dan Elder (2007: 6) menyatakan bahwa:
Critical thinking is the process of analyzing and assessing thinking
with a view to improving it. Critical thinking presupposes
knowledge of the most basic structures in thinking (the elements of
thought) and the most basic intellectual standards for thinking
(universal intellectual standards). The key to the creative side of
critical thinking (the actual improving of thought) is in
restructuring thinking as a result of analyzing and effectively
assessing it.

Pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa berpikir kritis


merupakan proses menganalisa atau cara seseorang untuk meningkatkan
kualitas dari hasil pemikiran menggunakan teknik sistemasi cara berpikir
dan menghasilkan daya pikir intelektual dalam ide-ide yang digagas.
Berpikir kritis merupakan standar intelektual paling dasar untuk berpikir
dimana sisi kreatifnya adalah membangun pemikiran sebagai hasil dari
menganalisa dan menilai secara efektif.
Berpikir kritis merupakan pilar utama dalam pendidikan yang
diperlukan dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah yang terjadi
dalam kehidupan yang dinamis, sarat tantangan, dan penuh kompetisi.
Hal ini sesuai dengan pendapat Paul (Gibby, 2013: 149) yang
menyatakan “...critical thinking is the essential foundation for education
because it is the essential foundation for adaptation to the everyday
personal, social and professional demands of the 21st century and
thereafter”. Berpikir kritis adalah dasar penting untuk pendidikan karena
berperan penting untuk adaptasi terhadap kehidupan sehari-hari, sosial,
tuntutan abad ke-21 dan sesudahnya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 12
digilib.uns.ac.id

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, proses berpikir kritis dalam


penelitian ini adalah proses dalam menemukan informasi penting,
menganalisis, menarik kesimpulan, mengevaluasi, dan menemukan
alternatif penyelesaian dari suatu masalah.
Siswa harus menerapkan proses berpikir kritis dalam memecahkan
masalah. Penerapan proses berpikir kritis yang baik menunjukkan bahwa
siswa mampu mengkoordinasi pengetahuan yang dimiliki. Proses berpikir
kritis yang akan diteliti dalam penelitian ini meliputi beberapa tahapan.
Norris and Ennis (dalam Davidson dan Dunham, 1997: 45)
membagi 5 tahapan proses berpikir kritis, yaitu:
a. Klarifikasi dasar (Elemetary clarification) yaitu tahap dimana siswa
memahami masalah, mengajukan dan menjawab pertanyaan untuk
mencapai klarifikasi umum suatu masalah.
b. Pendukung dasar (Basic support) yaitu tahap dimana siswa
memutuskan sumber yang kredibel, membuat dan menilai hasil
pengamatan sendiri sehingga dapat merencanakan solusi.
c. Inferensi (Inference) yaitu tahap dimana siswa membuat dan
memutuskan kesimpulan secara deduktif dan induktif.
d. Klarifikasi lanjutan (Advanced clarification) yaitu tahap dimana
siswa mengidentifikasi istilah-istilah dan definisi serta menentukan
konteks definisi berdasarkan alasan yang tepat sehingga dapat
mengevaluasi solusi yang direncanakan.
e. Strategi dan cara-cara (Strategi and tactics) yaitu tahap dimana siswa
berinteraksi dengan orang lain untuk menentukan tindakan yang
sesuai dan menentukan solusi kemungkinan yang lain.
Jacob dan Sam (2008) menyebutkan bahwa terdapat 4 tahapan
proses berpikir kritis, yaitu:
a. Klarifikasi (Clarification) yaitu tahap dimana siswa memahami
masalah kemudian menyebutkan semua data yang diketahui dan
pokok permasalahan dengan tepat.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 13
digilib.uns.ac.id

b. Asesmen (Assessment) yaitu tahap dimana siswa menganalisis


informasi dengan cara mengidentifikasi informasi yang relevan dan
menemukan pertanyaan-pertanyaan penting dalam masalah serta
menentukan alasan logis yang mendukung informasi tersebut
kemudian mengusulkan solusi.
c. Inferensi (Inference), yaitu tahap dimana siswa membuat kesimpulan
berdasarkan informasi yang diperoleh dengan cara menggabungkan
informasi yang relevan kemudian membuat generalisasi.
d. Strategi (Strategies) yaitu tahap di mana siswa berpikir secara
terbuka dalam memecahkan masalah dengan cara mengevaluasi
langkah-langkah dan hasil pemecahan masalah serta menentukan
solusi lain dalam pemecahan masalah.
White (2010: 15) membagi 4 tahapan proses berpikir kritis, yaitu:
a. Pengenalan (Recognition), yaitu tahap dimana siswa memahami
masalah kemudian menentukan pokok permasalahan dengan tepat.
b. Analisis (Analysis) yaitu tahap dimana siswa menganalisis informasi,
mengidentifikasi informasi yang relevan dengan masalah disertai
alasan yang logis, menentukan langkah pemecahan masalah
kemudian membuat kesimpulan.
c. Evaluasi (Evaluation), yaitu tahap dimana siswa mengevaluasi
langkah pemecahan masalah dan kesimpulan yang telah dibuat.
d. Alternatif penyelesaian (Thinking about alternatives), yaitu tahap
dimana siswa menemukan solusi lain dalam pemecahan masalah.
Berdasarkan tahapan proses berpikir kritis yang di kemukakan
oleh para ahli di atas, terlihat bahwa pada tahap pertama memiliki makna
yang sama meskipun menggunakan istilah yang berbeda yaitu klarifikasi
dasar (Norris and Ennis), klarifikasi (Jacob dan Sam), pengenalan
(White). Pada dasarnya tahap ini adalah tahap dimana siswa memahami
masalah, mencari dan mengumpulkan informasi. Pada tahap kedua,
memiliki makna yang sama meskipun menggunakan istilah yang berbeda
commit to
yaitu pendukung dasar (Norris danuser
Ennis), asesmen (Jacob dan Sam),
perpustakaan.uns.ac.id 14
digilib.uns.ac.id

analisis (White). Pada dasarnya tahap ini adalah tahap dimana siswa
menganalisis masalah, mengidentifikasi informasi yang relevan dengan
masalah, dan merencanakan solusi pemecahan masalah. Pada tahap
ketiga, inferensi (Norris dan Ennis), inferensi (Jacob dan Sam),
sedangkan tahap kedua Analisis (White). Pada dasarnya tahap ini adalah
tahap dimana siswa menarik kesimpulan. Pada tahap keempat, strategi
(Jacob dan Sam), klarifikasi lanjutan (Norris dan Ennis), Evaluasi
(White) dan tahap kelima strategi dan cara-cara (Norris dan Ennis),
alternatif penyelesaian (White) pada dasarnya merupakan tahap dimana
siswa mengevaluasi solusi yang telah dibuat dan mencari alternatif
penyelesaian yang lain.
Hasil penelitian para ahli di atas, menunjukkan bahwa terdapat
kesamaan makna dalam tahapan proses berpikir kritis meskipun
istilahnya berbeda. Pada prinsipnya tahapan proses berpikir kritis
meliputi memahami masalah, menganalisis masalah, mengidentifikasi
informasi yang relevan dengan masalah, merencanakan solusi, menarik
kesimpulan, mengevaluasi solusi yang telah dibuat dan mencari alternatif
lain dalam penyelesaian masalah. Pada penelitian ini, prinsip-prinsip
tahapan proses berpikir tersebut di bagi menjadi 3 tahapan, yaitu
klarifikasi, analisis, dan strategi penyelesaian. Memahami masalah
termasuk dalam tahap klarifikasi. Tahap analisis meliputi menganalisis
masalah, mengidentifikasi informasi yang relevan dengan masalah
disertai alasan logis, merencanakan solusi, dan menarik kesimpulan. Hal
ini sejalan dengan tahap analisis yang dikemukakan oleh White. Tahap
strategi penyelesaian meliputi mengevaluasi solusi yang telah dibuat dan
mencari alternatif lain dalam penyelesaian masalah. Hal ini sejalan
dengan tahap strategi yang dikemukakan oleh Jacob dan Sam. Adapun
cara memperoleh tahapan proses berpikir kritis pada penelitian ini
disajikan dalam Tabel 2.1 berikut ini.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 15
digilib.uns.ac.id

Tabel 2.1. Cara Memperoleh Tahapan Proses Berpikir Kritis


Prinsip Tahapan Tahapan Proses Berpikir Kritis
Proses Berpikir Norris dan Jacob dan White
Kritis Ennis Sam
Memahami Klarifikasi
Klarifikasi Pengenalan
masalah dasar
Menganalisis
masalah
Mengidentifikasi
informasi yang Pendukung
Asesmen
relevan dengan dasar
Analisis
masalah
Merencanakan
solusi
Menarik
Inferensi Inferensi
kesimpulan
Mengevaluasi
Klarifikasi
solusi yang telah Evaluasi
lanjutan
dibuat
Mencari alternatif Strategi
lain dalam Strategi dan Alternatif
penyelesaian cara-cara penyelesaian
masalah

Penjelasan ketiga tahapan tersebut adalah sebagai berikut:


a. Klarifikasi
Pada tahap ini, siswa memahami dan menyatakan maksud masalah
dengan menyebutkan informasi yang diketahui dan ditanyakan
dengan tepat setelah melakukan analisis.
b. Analisis
Pada tahap ini, siswa menganalisis informasi kemudian
mengidentifikasi informasi yang relevan dengan menalar hubungan
antara informasi yang dibutuhkan dengan pertanyaan sehingga dapat
memberikan alasan yang logis. Siswa merencanakan langkah
pemecahan masalah kemudian membuat kesimpulan yang beralasan
dengan mengembalikan hasil akhir ke konteks masalah.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 16
digilib.uns.ac.id

c. Strategi penyelesaian
Pada tahap ini, siswa mengevaluasi hasil pemecahan masalah dengan
mengkritisi setiap pengerjaan berdasarkan alasan yang logis
kemudian berusaha menemukan alternatif pemecahan masalah yang
lain.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka indikator tahapan proses
berpikir kritis dalam pemecahan masalah pada penelitian ini disajikan
pada Tabel 2.2 berikut ini.
Tabel 2.2. Indikator Tahapan Proses Berpikir Kritis dalam Pemecahan Masalah
Tahapan Indikator
Klarifikasi  Menyebutkan informasi yang diketahui
dari masalah dengan tepat.
 Menyebutkan hal yang ditanya dari
masalah dengan tepat.
Analisis  Mengidentifikasi informasi yang relevan
dengan masalah disertai alasan yang
logis.
 Merencanakan langkah pemecahan
masalah.
 Membuat kesimpulan.
Strategi  Mengevaluasi hasil pemecahan masalah.
penyelesaian  Menemukan alternatif pemecahan
masalah yang lain.

4. Masalah
Menurut Krulik dan Posamentier (2009: 2) “A problem is a
situation that confronts the learner, that requires resolution, and for
which the path to the answer is not immediately known”. Masalah
merupakan keadaan yang dihadapi siswa, kemudian siswa membutuhkan
pemecahan dan jawaban dari masalah tersebut tetapi penyelesaiannya
tidak dapat segera diketahui. Di sisi lain Gorman (dalam Sintha Sih
Dewanti, 2011) menyatakan bahwa masalah adalah situasi yang
mengandung kesulitan bagi seseorang dan mendorongnya untuk mencari
solusi. Terdapat beberapa jenis masalah, yaitu 1) masalah yang prosedur
commit
pemecahannya sudah ada to userdiketahui oleh siswa; 2) masalah
dan telah
perpustakaan.uns.ac.id 17
digilib.uns.ac.id

yang prosedur pemecahannya belum diketahui oleh siswa, meskipun


siswa lain telah mengetahuinya; 3) masalah yang sama sekali belum
diketahui prosedur pemecahannya dan atau belum diketahui data yang
diperlukan untuk mencari solusinya. Menurut Fadjar Shadiq (2004: 10)
suatu pertanyaan akan menjadi masalah jika pertanyaan itu menunjukkan
suatu tantangan yang tidak dapat dipecahkan oleh suatu prosedur rutin.
Polya (dalam Dewiyani, 2008) membagi masalah menjadi dua
jenis, meliputi a) soal mencari (problem to find), yaitu mencari,
menentukan, atau mendapatkan nilai atau objek tertentu yang tidak
diketahui dalam soal dan memenuhi kondisi atau syarat yang sesuai
dengan soal; b) soal membuktikan (Problem to prove), yaitu prosedur
untuk menentukan apakah suatu pernyataan benar atau tidak benar.
Berdasarkan pendapat ahli di atas, masalah matematika dalam
penelitian ini adalah suatu pertanyaan matematika yang menantang bagi
siswa dan yang menuntut adanya pemecahan dari siswa tetapi tidak dapat
dipecahkan oleh suatu prosedur rutin. Jenis masalah matematika dalam
penelitian ini adalah problem to find. Suatu masalah matematika bersifat
relatif karena masalah yang diberikan kepada seseorang mungkin bukan
suatu masalah bagi orang lain. Masalah matematika yang diteliti dalam
penelitian ini adalah masalah program linear. Masalah program linear
adalah persoalan untuk menentukan besarnya variabel-variabel sehingga
fungsi tujuan menjadi optimum (maksimum atau minimum).

5. Pemecahan Masalah
Menurut Branca et al (Jacob dan Sam, 2008: 2) “Problem solving
has been operationally defined as a ‘process’ by which students apply
previously acquired skills and knowledge to new and unfamiliar
situations”. Pemecahan masalah adalah proses pemikiran siswa yang
diperoleh melalui keterampilan dan pengetahuan sebelumnya untuk
menghadapi situasi baru. Hal ini diperkuat dengan pendapat Krulik dan
Rudnick (dalam Carson, commit to user
2007: 12) yang menyatakan “...problem solving
perpustakaan.uns.ac.id 18
digilib.uns.ac.id

is essentially applying old knowledge to a new situation”. Pemecahan


masalah adalah penerapan pengetahuan sebelumnya ke situasi yang baru.
Menurut Waminton (dalam Yandika Nugraha, 2013: 12) pemecahan
masalah merupakan bagian dari kurikulum matematika yang sangat
penting, karena siswa memperoleh pengalaman menggunakan
pengetahuan serta keterampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan
pada pemecahan masalah. Berdasarkan pendapat ahli di atas, pemecahan
masalah matematika pada penelitian ini adalah proses siswa dalam
menyelesaikan suatu masalah matematika dengan menggunakan
pengetahuan dan keterampilan sebelumnya untuk menghadapi situasi
baru.

6. Kemampuan Awal Matematika


Menurut Pentatito (2008: 28) kemampuan awal adalah kemampuan
yang telah melekat pada seseorang dan yang terkait dengan hal baru yang
akan dipelajari. Setiap siswa mempunyai kemampuan belajar yang
berbeda. Kemampuan awal ini menggambarkan kesiapan siswa dalam
menerima pelajaran yang akan disampaikan oleh guru. Oleh karena itu,
guru hendaknya memperhatikan kemampuan awal siswa untuk
mengetahui sejauh mana materi prasyarat yang dimiliki siswa untuk
mengikuti pembelajaran.
Ausubel (dalam Depdiknas, 2006) menyatakan kemampuan awal
matematika merupakan kemampuan yang dapat menjadi dasar untuk
menerima pengetahuan baru. Pengetahuan yang sudah dimiliki siswa
sangat menentukan bermakna tidaknya suatu proses pembelajaran. Oleh
karena itu kemampuan awal matematika merupakan salah satu faktor
yang menentukan kesuksesan siswa dalam belajar. Siswa diarahkan
belajar melalui suatu proses secara bertahap dari konsep yang sederhana
sampai kompleks sehingga siswa mengerti, memahami, menguasai dan
mampu mengaplikasikannya dalam pemecahan masalah kehidupan
sehari-hari. Kemampuancommit to usermenjadi tiga yaitu tinggi, sedang,
awal dibagi
perpustakaan.uns.ac.id 19
digilib.uns.ac.id

dan rendah. Krutetski (dalam Etika Khaerunnisa, 2013) menyatakan


bahwa siswa berkemampuan tinggi selalu cepat memahami materi
matematika, membuat generalisasi dan membuat pembuktian.
Berdasarkan pendapat ahli di atas, kemampuan awal matematika
pada penelitian ini adalah kemampuan yang telah dimiliki siswa sebagai
dasar pijakan untuk menerima pengetahuan baru dalam pembelajaran
matematika. Kemampuan awal matematika dalam penelitian ini dibagi
menjadi tiga yaitu tinggi, sedang, dan rendah.

7. Perkembangan Kognitif Siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)


Perkembangan kognitif merupakan salah satu aspek yang sangat
penting dalam perkembangan siswa. Hal ini dikarenakan siswa
merupakan objek yang berkaitan langsung dengan proses pembelajaran,
sehingga perkembangan kognitif sangat menentukan keberhasilan siswa
di sekolah. Dalam perkembangan kognitif di sekolah, guru sebagai
tenaga kependidikan yang bertanggung jawab dalam melaksanakan
interaksi edukatif dan pengembangan kognitif peserta didik, perlu
memiliki pemahaman yang sangat mendalam tentang perkembangan
kognitif pada anak didiknya.
Menurut Jean Piaget (dalam Desmita, 2009), perkembangan
kognitif siswa SMK yang berada pada rentang usia 16–19 tahun
termasuk dalam tahap pertumbuhan operasi formal (period of formal
operations) yaitu periode terakhir dan tertinggi dalam perkembangan
kognitif. Pada periode ini, remaja sudah memiliki pola pikir sendiri
dalam usaha memecahkan masalah yang kompleks dan abstrak.
Kemampuan berpikir remaja berkembang sehingga mereka dengan
mudah dapat membayangkan banyak alternatif pemecahan masalah
beserta kemungkinan akibat atau hasilnya. Kapasitas berpikir secara logis
dan abstrak berkembang sehingga mampu berpikir multi-dimensi seperti
ilmuwan. Remaja tidak lagi menerima informasi apa adanya, tetapi akan
memproses informasi itucommit
serta to user
mengadaptasikannya dengan pemikiran
perpustakaan.uns.ac.id 20
digilib.uns.ac.id

sendiri. Remaja juga mampu mengintegrasikan pengalaman masa lalu


dan sekarang untuk ditransformasikan menjadi konklusi, prediksi, dan
rencana untuk masa depan. Dengan kemampuan operasional formal ini,
remaja mampu mengadaptasikan diri dengan lingkungan sekitar mereka.
Menurut Desmita (2009) kemampuan yang dimiliki pada tahap
operasional formal, meliputi (a) Berpikir abstrak yaitu remaja tidak lagi
terbatas pada hal-hal yang aktual, serta pengalaman yang benar-benar
terjadi. Mampu mememunculkan kemungkinan-kemungkinan hipotesis
atau dalil-dalil dan penalaran yang benar-benar abstrak; (b) Berpikir
fleksibel dan kompleks yaitu remaja mampu menemukan alternatif
jawaban atau penjelasan tentang suatu hal. Berbeda dengan seorang anak
yang baru mencapai tahap operasi konkret yang hanya mampu
memikirkan satu penjelasan untuk suatu hal. Hal ini memungkinkan
remaja berpikir secara hipotetis. Remaja sudah mampu memikirkan suatu
situasi yang masih berupa rencana atau suatu bayangan; (c) Berpikir logis
yaitu remaja sudah mulai mempunyai pola berpikir sebagai peneliti,
dimana mereka mampu membuat suatu perencanaan untuk mencapai
suatu tujuan di masa depan. Mulai mampu mengembangkan hipotesis
atau dugaan terbaik akan jalan keluar suatu masalah, menyusun rencana
untuk memecahkan masalah dan menguji pemecahan masalah secara
sistematis. Dapat berpikir deduktif dan induktif. Pemikiran deduktif
adalah pemikiran yang menarik kesimpulan yang spesifik dari sesuatu
yang umum. Sedangkan pemikiran induktif adalah pengambilan
kesimpulan yang lebih umum berdasarkan kejadian-kejadian yang
khusus.
Di negara-negara berkembang (termasuk Indonesia), masih banyak
remaja yang belum mampu mencapai tahap perkembangan kognitif
operasional formal ini. Sebagian masih tertinggal pada tahap
perkembangan sebelumnya, yaitu operasional konkrit, dimana pola pikir
yang digunakan masih sangat sederhana dan belum mampu melihat
commitSebagian
masalah dari berbagai dimensi. to user masih memiliki pola pikir yang
perpustakaan.uns.ac.id 21
digilib.uns.ac.id

sangat sederhana. Hal ini terjadi karena sistem pendidikan di Indonesia


banyak menggunakan metode belajar mengajar satu arah atau ceramah,
sehingga daya kritis belajar seorang anak kurang meningkat. Penyebab
lain adalah pola asuh orang tua yang cenderung masih memperlakukan
remaja seperti anak-anak sehingga mereka tidak punya keleluasan dalam
memenuhi tugas perkembangan sesuai dengan usianya. Seharusnya
seorang remaja harus sudah mencapai tahap perkembangan pemikiran
abstrak supaya saat lulus sekolah menengah, sudah terbiasa berpikir kritis
dan mampu untuk menganalisis masalah dan mencari solusi. (Hurlock,
E.B., 1980).

B. Penelitian yang Relevan


Penelitian ini relevan dengan beberapa penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya. Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah
sebagai berikut.
Penelitian yang dilakukan oleh Chukwuyenum, A.N (2013: 21) yang
berjudul “Impact of Critical thinking on Performance in Mathematics among
Senior Secondary School Students in Lagos State”. Hasil penelitian
menyatakan proses berpikir kritis kritis siswa SMA sebagai berikut: (1) siswa
memahami dan menyatakan maksud berbagai data dan pertanyaan dengan
mengkategorikan informasi dan mengklarifikasi makna; (2) siswa
mengidentifikasi hubungan antara pernyataan dengan pertanyaan kemudian
memeriksa ide-ide dan mendeteksi argumen dengan menunjukkan langkah-
langkah pemecahan masalah; (3) siswa menarik kesimpulan yang relevan
dengan mengikuti langkah pemecahan masalah; (4) siswa menjelaskan hasil
proses penalaran tentang langkah pemecahan masalah dengan alasan logis;
(5) siswa menilai kembali pengerjaannya dengan memeriksa langkah dan
jawaban kemudian bersikap terbuka untuk berusaha menemukan alternatif
pemecahan yang lain. Persamaan penelitian Chukwuyenum, A.N dengan
penelitian ini adalah sama-sama mendeskripsikan proses berpikir kritis.
Adapun perbedaanya yaitu commit to user
pada penelitian Chukwuyenum, A.N subjek
perpustakaan.uns.ac.id 22
digilib.uns.ac.id

penelitian adalah siswa SMA sedangkan penelitian ini siswa SMK


berkemampuan awal matematika tinggi, sedang, dan rendah. Selain itu juga
pada lokasi penelitian dan materi penelitian, penelitian Chukwuyenum, A.N
meneliti materi barisan aritmatika, sedangkan pada penelitian ini materi
program linear.
Penelitian lain oleh Rasiman (2013) dengan judul “Proses Berpikir
Kritis Siswa SMA dalam Menyelesaikan Masalah Matematika bagi Siswa
dengan Kemampuan Matematika Rendah”. Temuannya adalah proses
berpikir kritis siswa SMA dalam menyelesaikan masalah matematika
bagi siswa dengan kemampuan matematika rendah yaitu (1) memahami
masalah, subjek dapat menyebutkan semua data yang diketahui dan pokok
permasalahan, setelah mendapatkan stimulus suatu pertanyaan; (2)
merencanakan langkah-langkah penyelesaian, subjek belum membuat
secara lengkap; (3) melaksanakan penyelesaian, subjek penelitian dalam
menerapkan langkah-langkah maupun cara memilih definisi/aturan
trigonometri yang pernah dipelajari sebelumnya tidak lengkap dan
pengerjaannya tidak urut. Subjek juga melakukan kesalahan-kesalahan baik
dalam menulis aturan trigonometri maupun dalam operasi hitung, (4)
memeriksa kembali, subjek belum melakukan evaluasi tentang langkah yang
telah dilakukan, karena subjek hanya membaca kembali. Subjek penelitian
belum dapat mengambil kesimpulan yang didasarkan pada alasan yang tepat.
Persamaan penelitian Rasiman dengan penelitian ini adalah sama-sama
mendeskripsikan proses berpikir kritis. Adapun perbedaanya yaitu pada
penelitian Rasiman, subjek penelitian adalah siswa SMA berkemampuan
awal matematika rendah sedangkan penelitian ini siswa SMK berkemampuan
awal matematika tinggi, sedang, dan rendah. Selain itu juga pada lokasi
penelitian dan materi penelitian, penelitian Rasiman meneliti materi
trigonometri, sedangkan pada penelitian ini materi program linear.
Ali Syahbana (2012: 54) dalam penelitiannya yang berjudul
“Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP Melalui
commit
Pendekatan Contextual Teaching to user
and Learning”. Temuannya adalah siswa
perpustakaan.uns.ac.id 23
digilib.uns.ac.id

berkemampuan awal matematika tinggi, peningkatan kemampuan berpikir


kritisnya lebih baik daripada siswa berkemampuan sedang dan rendah. Siswa
berkemampuan sedang, peningkatan kemampuan berpikir kritisnya lebih baik
daripada siswa berkemampuan rendah. Oleh karena itu, pendekatan CTL
tidak cocok digunakan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa
berkemampuan rendah. Persamaan penelitian Ali Syahbana dengan penelitian
ini adalah sama-sama mendeskripsikan berpikir kritis dan kemampuan awal.
Adapun perbedaanya yaitu lokasi penelitan, dan subjek penelitian. Pada
penelitian Ali Syahbana, subjek penelitian adalah siswa SMP yang diberi
pembelajaran CTL, sedangkan penelitian ini siswa SMK.

C. Kerangka Berpikir
Proses berpikir kritis adalah proses dalam menemukan informasi
penting, menganalisis, menarik kesimpulan, mengevaluasi, dan menemukan
alternatif penyelesaian dari suatu masalah. Oleh karena itu, proses berpikir
kritis diperlukan dalam pemecahan masalah karena memberikan arahan yang
tepat dalam berpikir dan bekerja, serta membantu menemukan keterkaitan
faktor yang satu dengan yang lain secara tepat.
Kemampuan awal matematika berkaitan dengan proses berpikir kritis.
Hal ini dikarenakan siswa yang mampu mengkoordinasi pengetahuan yang
dimiliki sebelumnya akan melakukan proses berpikir kritis dalam
memecahkan masalah. Penelitian tentang proses berpikir kritis telah banyak
dilakukan. Peneliti ingin mengkaji teori yang telah dikemukakan oleh para
ahli dengan data yang terjadi di lapangan sehingga peneliti bisa melihat
sampai sejauh mana proses berpikir kritis siswa kelas XI Farmasi SMK Citra
Medika Sragen untuk masing-masing tahapan pada siswa berkemampuan
awal matematika tinggi, sedang, dan rendah.
Siswa berkemampuan awal matematika tinggi mempunyai pengetahuan
luas tentang materi yang diajarkan. Selain itu, siswa berkemampuan tinggi
mempunyai kemampuan berpikir kritis yang lebih baik daripada siswa
berkemampuan sedang dan commit
rendah.to Oleh
user karena itu, ketika melakukan
perpustakaan.uns.ac.id 24
digilib.uns.ac.id

pemecahan masalah dimungkinkan siswa mampu berpikir kritis pada setiap


tahapan proses berpikir kritis. Siswa berkemampuan awal matematika sedang
mempunyai pengetahuan tentang materi yang diajarkan. Namun, siswa belum
mampu menggunakan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya secara optimal.
Oleh karena itu, ketika melakukan pemecahan masalah dimungkinkan siswa
kurang mampu berpikir kritis pada setiap tahapan proses berpikir kritis. Siswa
berkemampuan awal matematika rendah mempunyai pengetahuan yang
kurang tentang materi yang diajarkan. Oleh karena itu, ketika melakukan
pemecahan masalah dimungkinkan siswa belum mampu berpikir kritis pada
setiap tahapan proses berpikir kritis.

commit to user

Anda mungkin juga menyukai