Anda di halaman 1dari 14

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Kajian Pustaka
1. Kemampuan Berpikir Analitis
a. Pengertian Kemampuan Berpikir Analitis
Berpikir merupakan proses untuk memperoleh pengetahuan.
Kemampuan berpikir merupakan ciri peserta didik telah melakukan aktifitas
belajardengan menghubungan antar bagian-bagian pengetahuan (Suryabrata,
2006). Proses berpikir terdiri dari beberapa langkah sesuai yang dijelaskan
sebagai berikut:
Berpikir sebagai proses menentukan hubungan-hubungan secara
bermakna antara aspek-aspek dari suatu bagian pengetahuan, berpikir
merupakan proses dinamis yang terdiri dari tiga langkah yaitu:1)
pembentukan pengertian yaitu proses mendiskripsikan ciri-ciri objek, 2)
pembentukan pendapat yaitu meletakkan atau mencari hubungan antar
dua buah pengertian atau lebih dan melalui hubungan itu dapat
dirumuskan secara verbal pendapat menolak, pendapat menerima dan
pendapat asumtif yaitu mengungkapkan kemungkinan-kemungkinan
suatu sifat, 3) pembentukan keputusan, yaitu penarikan kesimpulan yang
berupa keputusan sebagai hasil pekerjaan akal berupa pendapat baru yang
dibentuk berdasarkan pendapat - pendapat yang sudah ada
(Sagala, 2010: 129).

Berdasarkan pengertian dari beberapa referensi diatas maka dapat


disimpulkan bahwa berpikir adalah proses keaktifan manusia dengan
menghubungkan antar pengetahuan secara bermakna untuk menentukan
penemuan-penemuan sesuai dengan tujuan yang dikehendaki.
Kemampuan berpikir menurut Suprihatiningrum (2013)
menjelaskan, “Berpikir merupakan salah satu bagian dari hasil belajar yang
termasuk dalam dimensi kognitif” (hlm. 38). Hasil belajar kognitif terdiri
dari beberapa tingkat atau jenjang.mulai dari yang paling rendah dan
sederhana sampai yang paling tinggi. Setiap penguasaan tingkat kognitif
yang lebih tinggi perlu penguasaan tingkat kognitif sebelumnya dan
semakin tinggi tingkatan kognitif maka semakin kompleks. Berdasarkan
commit to user

7
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

klasifikasi yang dibuat oleh Benjamin S Bloom, secara hirarki tingkat hasil
belajar kognitif terdiri dari enam tingkat yaitu:
1) Kemampuan menghafal (knowledge) merupakan kemampuan kognitif
paling rendah. Kemampuan ini merupakan kemampuan memanggil
kembali fakta yang disimpan dalam otak yang digunakan untuk merespon
suatu masalah. 2) Kemampuan pemahaman (comprehension) adalah
kemampuan untuk melihat hubungan fakta dengan fakta lainya. 3)
Penerapan (application) adalah kemampuan kognitif untuk memahami
aturan, hukum, rumus dan menggunakannuya untuk memecahkan suatu
masalah. 4) Kemampuan analisis (analysis) adalah kemampuan
memahami sesuatu dengan menguraikannya kedalam unsur-unsur. 5)
Kemampuan sintesis (synthesis) adalah kemampuan memahami dengan
mengorganisasikan bagian-bagian kedalam kesatuan. 6) Kemampuan
evaluasi (evaluation) adalah kemampuan membuat penilaian dan
mengambil keputusan dari hasil penilaian (Purwanto, 2013 : 50-51)

Berdasarkan tingkatan kognitif yang tersusun atas enam tingkatan,


Cruickshank, Jenkins & Metcalf (2014) menjelaskan:
Kebanyakan pendidik hanya menuntut tingkat rendah dari tipe belajar
yaitu tingkat pengetahuan dan pemahaman. Para guru kurang sering
mendorong siswa untuk membangun tingkatan yang lebih tinggi yang
terdiri dari tingkat kemampuan aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi.
Meskipun pengetahuan tingkat rendah adalah dasar yang penting
untuk pemikiran tingkat tinggi, namun penting juga bagi guru untuk
menciptakan tujuan dan persiapan pelajaran yang menantang para
siswa meraih semua kemampuan kognitif (hlm. 201).

Penjelasan mengenai tingkatan kognitif menyatakan bahwa kemampuan


berpikir merupakan ranah kognitif yang terdiri dari enam tingkatan yang
dapat digolongkan menjadi tingkatan rendah yaitu pengetahuan dan
pemahaman serta tingkatan kognitif tinggi yaitu tingkat aplikasi, analisis,
sintesis dan evaluasi. Semua tingkat kemampuan kognitif perlu untuk
dilatihkan kepada peserta didik sehingga guru perlu menciptakan tujuan dan
persiapan pelajaran.
Kemampuan berpikir analitis merupakan bagian dari kemampuan
berpikir tingkat tinggi. Menurut Sudjana (2009) menjelaskan “analisis
adalah usaha memilah suatu integritas unsur-unsur atau bagian-bagian
sehingga jelas hirarkinya. Analitis merupakan kecakapan yang kompleks
commit to user
yang memanfaatkan kecakapan pada tingkat sebelumnya.”(hlm. 27).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Kemampuan berpikir analitis terdiri dari beberapa jenis yaitu:


pertama, kemampuan analisis elemen yaitu kemampuan untuk mengenali
asumsi-asumsi yang tak dikenal, membedakan fakta dan hipotesis. Kedua,
kemampuan analisis hubungan yaitu kemampuan untuk menghubungkan
antara unsur-unsur dari suatu sistem. Ketiga, analisis prinsip
pengorganisasian yaitu kemampuan untuk menganalisis pokok-pokok yang
melandasi tatanan suatu organisasi (Anderson & Krathwohl, 2010).
Penguasaan kemampuan berpikir analitis bermanfaat bagi peserta
didik. Kemampuan berpikir analitis merupakan sebuah kebutuhan yang
perlu dilatihkan kepada peserta didik sejak muda karena diperlukan untuk
mengklasifikasikan komponen yang berbeda dalam beberapa bagian, dan
menemukan hubungan antar komponen tersebut. Selain itu kemampuan
berpikir analitis yang termasuk dalam kemampuan berpikir tingkat tinggi
juga membantu peserta didik untuk mengklasifikasikan informasi yang
bermanfaat dan tidak bermanfaat dan mengevalusi kebenaran informasi
dalam membuat keputusan dan memecahkan kebutuhan sehari-hari (Art-in,
2012).
Kemampuan berpikir analitis dapat ditingkatkan dengan fluent
thinking skill programe. Program fluent thinking skill yaitu program yang
secara sistematis melatih peserta didik untuk berpikir mengenai topik yang
dipelajari dengan membimbing peserta didik untuk menyusun berbagai
pertanyaan. Pertanyaan yang disusun peserta didik dari permasalahan atau
topik tanpa membaca terlebih dahulu.Berdasarkan pertanyaaan yang telah
disusun peserta didk dibimbing untuk mencari jawaban melalui kegiatan
percobaan ataupun membaca materi dari berbagai sumber (Robbin, 2011).

b. Aspek Kemampuan Berpikir Analitis


Kemampuan berpikir analitis mempunyai aspek yang terdiri dari
proses-proses kognitif yaitu membedakan, mengorganisasi dan
mengatribusikan. Tujuan dari proses kognitif membedakan yaitu untuk
commit informasi
menentukan potongan-potongan to user yang relevan atau penting.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

10

Mengorganisasikan bertujuan supaya peserta didik dapat menentukan cara -


cara untuk menata informasi data yang diperoleh. Proses kognitif
mengatribusikan yaitu untuk menentukan tujuan dibalik informasi yang
disajikan (Anderson &Karthwohl, 2010). Penjelasan secara lengkap
mengenai setiap aspek dan penilaian kemampuan berpikir analitis yaitu:
1) Membedakan
Membedakan mempunyai nama lain yaitu menyendirikan,
memilah, memfokuskan dan memilih. Aspek membedakan terjadi pada
saat peserta didik memilah informasi yang relevan dengan yang tidak
relevan. Membedakan mempunyai ciri yaitu melibatkan proses
mengorganisasi secara struktural, menentukan bagian-bagian sesuai
dengan struktur keseluruhan, menggunakan konteks yang lebih luas
dalam menjelaskan informasi yang relevan atau penting.
Aspek membedakan pada pembelajaran sains bertujuan untuk
menentukan tahap - tahap pokok dalam sebuah tulisan. Penilaian dalam
menentukan kemampuan dalam membedakan yaitu dengan soal-soal
jawaban singkat atau pilihan sehingga peserta didik dapat memilih
jawaban yang paling relevan atau penting (Anderson & Karthwohl,
2010).
2) Mengorganisasikan
Mengorganisasikan mempunyai nama lain yaitu
menstrukturkan, memadukan koherensi, membuat garis besar dan
mendiskripsikan peran. Proses kognitif mengorganisasikan membimbing
peserta didik untuk dapat mengidentifikasi elemen komunikasi atau
situasi yang dapat membentuk suatu struktur yang koheren, membangun
hubungan - hubungan yang sistematis antar informasi yang didapat.
Mengorganisasikan dapat dilakukan secara bersamaan dengan proses
kognitif membedakan dan mengatribusikan.
Tujuan proses kognitif mengorganisasikan dalam pelajaran
Sains yaitu belajar menganalisis laporan-laporan penelitian berdasarkan
commit
empat poin yaitu hipotesis, to user
metode, data dan kesimpulan. Penilaian dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

11

mengorganisasikan yaitu dapat berupa soal jawaban singkat atau soal


pilihan. Soal jawaban singkat dilakukan dengan meminta peserta didik
untuk menulis garis besar dari suatu tulisan sedangkan dalam soal pilihan
dengan memilih satu dari beberapa struktur yang paling sesuai dengan
inti dari suatu tulisan.
3) Mengatribusikan
Mengatribusikan mempunyai nama lain mendekonstruksi,
proses kognitif mengatribusikan membimbing peserta didik untuk dapat
memberikan atau menentukan sudut pandang, pendapat, nilai atau tujuan
informasi.
Penilaian dari mengatribusikan dilakukan dengan meminta
peserta didik untuk menentukan sudut pandang atau pendapat mengenai
suatu permasalahan, yang dapat dilakukan dengan menggunakan pilihan
dan soal jawaban singkat.

2. Model Discovery Learning


a. Pengertian Discovery Learning
Discovery mempunyai beberapa definisi yang disampaikan oleh
beberapa ahli yaitu pembelajaran discovery merupakan proses mental
melalui belajar yang mendorong peserta didik untuk mengasimilasi sendiri
suatu proses atau prinsip - prisip suatu pengetahuan. Adapun proses mental
misalnya mengamati, menjelaskan, mengelompokkan, membuat kesimpulan
(Hamdani, 2011). Pembelajaran penemuan (discovery learning) adalah
pembelajaran yang mendorong peserta didik untuk belajar sendiri melalui
keterlibatan aktif dengan konsep dan prinsip yang diperoleh dari
pengalaman maupun melakukan eksperimen, melalui discovery learning
peserta didik dilatih untuk menganalisis data (Slavin, 2011). Discovery
learning adalah proses pembelajaran untuk menemukan sesuatu yang baru.
Kegiatan belajar yang dilakukan dengan memberikan bahan pembelajaran
secara tidak langsung. Peserta didik dibimbing untuk memperoleh bahan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

12

pembelajaran melalui pendekatan pemecahan masalah (problem solving)


(Illahi, 2012)
Berdasarkan beberapa pengertian diatas, maka Pembelajaran
Discovery adalah proses mental yang melibatkan peserta didik secara aktif
untuk mengasimilasi konsep atau prinsip suatu pengetahuan secara mandiri
melalui kegiatan eksperimen, melatih untuk menganalisis data, pendekatan
pemecahan masalah dan kegiatan yang tidak langsung memberikan bahan
pembelajaran untuk menemukan sesuatu yang baru.

b. Kelebihandan Kekurangan Discovery Learning


Kelebihan dari pembelajaran Discovery Learning menurut
beberapa sumber yaitu:
1) Meningkatkan motivasi
Kelebihan Pembelajaran discovery yang pertama adalah
meningkatkan motivasi. Pembelajaran discovery dapat meningkatkan
motivasi melalui bimbingan untuk menggali informasi. Proses menggali
informasi dilakukan melalui mengeksplorasi pengetahuan yang ingin
diketahui oleh peserta didik dan membentuk pengalaman langsung
dengan lingkungan. Pembelajaran discovery dapat meningkatkan
motivasi yang mempengaruhi kepercayaan pada diri sendiri dan memberi
peluang peserta didik untuk mengembangkan keingintahuan sesuai
dengan kemampuan dan minat (Hanafiah &Suhana, 2012).
2) Meningkatkan Retensi
Kelebihan discovery learning kedua yaitu retensi. Retensi
menurut Suprihatiningrum (2013) menjelaskan, “Retensi adalah kesan
yang tertinggal dan dapat diingat kembali setelah peserta didik
mempelajari sesuatu” (hlm.88). Pembelajaran discovery learning
meningkatan retensi peserta didik karena pembelajaran dilakukan dengan
melakukan eksperimen dan berpikir tingkat tinggi sehingga membimbing
peserta didik untuk mengkonstruk pengetahuan sendiri.
commitinformasi
3) Menekankan proses pengkajian to user dan fakta konkret
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

13

Pembelajaran discovery learning membimbing peserta didik


dalam proses pengkajian informasi dan fakta konkret untuk menemukan
pengetahuan yang baru. Pengetahuan yang diperoleh dari fakta konkret
akan membentuk kreativitas peserta didik dan kemampuan profesional
sehingga dapat meningkatkan self potential (potensi diri) peserta didik
(Illahi,2012).
4) Model pembelajaran pemecahan masalah
Pembelajaran discovery membimbing peserta didik untuk
belajar secara intens dengan memecahkan masalah yang diberikan,
sehingga melatih peserta didik untuk menghadapi kehidupan masyarakat
(Illahi,2012)
5) Mengembangkan kesiapan serta penguasaan keterampilan dalam proses
kognitif ( Hanafiah & Suhana, 2012)
Beberapa kekurangan discovery learning dalam proses
pembelajaran discovery learningyaitu:
1) Pembelajaran discovery learning membutuhkan waktu yang lama,
2) Belajar melalui discovery learning menuntut kemandirian, kepercayaan
dan kebiasaan bertindak sebagai subjek,
3) Tidak sesuai untuk diterapkan kepada kelas dengan peserta didik yang
berjumlah banyak (Illahi,2012),
4) Dibutuhkan kemampuan peserta didik yang memiliki rasa ingin tahu
yang tinggi (Hanafiah & Suhana, 2012).
Rasa ingin tahu adalah keinginan untuk mengetahui sesuatu,
dorongan untuk mencari pengalaman, dan memperoleh informasi
mengenai pengetahuan. Peserta didik tidak selalu ingin belajar secara
aktif, sehingga diperlukan dorongan untuk membuat peserta didik aktif
(Litman, 2005). Rasa ingin tahu peserta didik dibangun dari pengalaman
sehingga menciptakan pertanyaan dalam diri peserta didik (DePorter,
Reardon dan Singer, 2010).
Berdasarkan penjelasan dari referensi maka rasa ingin tahu
commit todiscovery
diperlukan dalam pembelajaran user learning untuk membantu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

14

peserta didik dalam mengasimilasi pengetahuan baru melalui pertanyaan


- pertanyaan dari pengalaman belajar yang diperoleh.

c. Sintaks Discovery Learning


Sintaks discovery learning terdiri dari 5 tahapan yaitu:
orientation, hypothesis generation, hypothesis testing, conclusion dan
regulation. Penjelasan mengenai setiap tahap dijabarkan dalam tabel berikut
ini:
Tabel 1. Sintaks Discovery Learning
Sintaks Penjelasan
Orientation Tahap membangun ide awal dari materi yang
dipelajari. Tahapan untuk memperoleh ide awal yaitu
melalui mengidentifikasi variabel yang berkaitan,
membaca sumber belajar, mengeksplorasi pengetahuan
yang berkaitan dengan materi, menghubungkan
pengetahuan yang telah dimiliki peserta didik dengan
pengetahuan yang sedang dipelajari. Hasil dari proses
orientation merupakan pendukung untuk proses
selanjutnya.
Hypotesis Tahap penyusunan hipotesis dari masalah yang
Generation diperoleh dari proses sebelumnya. Hipotesis adalah
pernyataan tentang hubungan antara dua atau lebih
variabel yang berkaitan dengan pengetahuan yang
dipelajari. Hipotesis dapat diperoleh melalui mencari
pengetahuan yang berhubungan dengan masalah yang
dipelajari, berdasarkan ide atau gagasan sendiri
terhadap pengetahuan yang dipelajari maupun berasal
dari hipotesis lain yang telah disusun.
Hypotesis Testing Kebenaran hipotesis yang disusun pada tahap
hypothesis generation belum terjamin sehingga perlu
pengujian yang dilakukan oleh peserta didik. Tahap
hypothesis testing untuk menguji kebenaran hipotesis
dilakukan dengan cara merancang eksperimen,
mengamati objek, mengumpulkan data,
menginterpretasikan hasil pembelajaran dan
membuktikan kebenaran dari hipotesis.
Conclusion Tahap membandingkan kesesuaian antara hasil
eksperimen dengan hipotesis yang telah disusun pada
tahap sebelumnya. Produk dari tahap conclusion
adalah kesimpulan yang memuat tentang konsep.
Regulation Merupakan tahap mengelola hasil yang diperoleh
peserta didik melalui proses pembelajaran discovery
yang telah dilakukan.Tahap regulation terdiri dari
commit
proses to user untuk pembelajaran berikutnya,
perencanaan
monitoring dan evaluasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

15

Sumber : Veermans dalam Saab, (2006)

d. Hubungan Antara Kemampuan Berpikir Analitis dan Discovery


Learning
Hubungan antar kemampuan berpikir analitis dan discovery
learning dapat diidentifikasi dari sintaks discovery learning yang terdiri dari
lima tahap pembelajaran. Hubungan tahap discovery dalam meningkatkan
kemampuan berpikir analitis dapat dijelaskan sebagai berikut:
Tahap orientation adalah tahap membangun ide awal. Orientasi
dalam pembelajaran bertujuan untuk membantu guru dalam memberi
pemahaman pada peserta didik dalam mengidentifikasi pelajaran serta
membangun pengetahuan peserta didik yang mengakibatkan terjadi proses
belajar (Opfer, Pedder, & Lavicza, 2010). Menurut Barak, et al. (2007)
menyatakan bahwa pembelajaran dengan membangun pengetahuan peserta
didik merupakan pembelajaran yang bersifat konstruktivisme yang dapat
meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi salah satunya adalah
kemampuan berpikir analitis.
Tahap hypothesis generation adalah penyusunan hipotesis dari
permasalahan sebelumnya. Penyusunan hipotesis merupakan penunjang
untuk meningkatkan kemampuan prediksi (Liliasari,2005). Prediksi
bertujuan untuk menganalisis solusi atau perkiraan yang efektif dalam
memecahkan masalah (Burns, Leppien, Omdal, Gubbins, Muller & Vahidi,
2006).
Tahap hypothesis testing adalah tahap pengujian kebenaran
hipotesis diantaranya dengan cara mengumpulkan data dan
menginterpretasikan hasil pembelajaran. Menurut Illahi (2012), Pengujian
kebenaran hipotesis dilakukan dengan menganalisis data.
Tahap conclusion adalah tahapan pembandingan hasil eksperimen
dengan hipotesis untuk menghasilkan kesimpulan. Pembandingan
merupakan kegiatan analisa dua atau lebih ide dalam menemukan kesamaan
untuk mengetahui ide yangcommit to user
akan digunakan, mengorganisasikan informasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

16

baru. Kemampuan pembandingan (comparing) merupakan kemampuan


dasar yang melatih peserta didik untuk berpikir kompleks (Burns, et al.,
2006).
Tahap regulation adalah proses mengelola hasil yang diperoleh
peserta didik dari proses pembelajaran. Tahap regulation memerlukan
kemampuan berpikir analitis terhadap pembelajaran untuk mewujudkan
hasil pembelajaran yang lebih baik (Illahi, 2012).
Kegiatan dalam tahap discovery juga memberi peran penting
dalam meningkatkan kemampuan berpikir analitis. Kegiatan discovery
yang terdiri dari mengumpulkan informasi, diskusi, bertanya, komunikasi
secara dua arah antara guru dengan peserta didik maupun antar peserta didik
serta menginterpretasikan data (Illahi,2012). Pengumpulan data melatih
peserta didik untuk dapat menentukan informasi yang relevan yang dapat
mendukung persoalan yang dihadapi. Hal ini sesuai dengan proses yang
dilakukan pada aspek membedakan yaitu peserta didik memilah-milah
bagian-bagian yang relevan dari sebuah struktur (Anderson & Krathwohl,
2010). Kegiatan bertanya dan berdiskusi yang melibatkan komunikasi dua
arah merupakan suatu hal yang didorong untuk dilakukan pada setiap tahap
discovery learning karena mempunyai implikasi yang besar dalam
merangsang peserta didik dalam mengembangkan daya pikir, kemampuan
intelektual, menumbuhkan keberanian dan keterampilan menyampaikan
pendapat yang sesuai dengan kemampuan mengatribusi yaitu proses
memberi sudut pandang, pendapat, nilai terhadap suatu masalah. Pada tahap
menginterpretasikan data untuk menguji kebenaran hipotesis peserta didik
dilatih kemampuan berpikir analitis pada proses mengorganisasikan yaitu
proses membangun hubungan-hubungan yang sistematis dan koheren
antarpotongan informasi.
B. Kerangka Berpikir
Hasil observasi pembelajaran di kelas X 2 menunjukkan kemampuan
berpikir analitis peserta didik rendah. Pembelajaran secara umum di kelas X 2
SMAN Gondangrejo disampaikancommit melaluitoceramah
user sehingga pembelajaran masih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

17

bersifat teacher centered yang mengakibatkan peserta didik pasif dan hanya
menerima materi yang disampaikan tanpa melakukan analisis. Selain itu
pembelajaran yang bersifat teacher centered kurang mengakomodasi peserta didik
untuk berpikir. Salah satu kemampuan berpikir yang kurang dilatihkan dalam
pembelajaran yaitu kemamapuan berpikir analitis.
Berdasarkan kenyataan tersebut maka perlu adanya inovasi model
pembelajaran yang melatih peserta didik untuk berpikir analitis. Salah satu inovasi
yang diajukan yaitu pembelajaran dengan menggunakan model discovery
learning. Penggunaan model discovery dapat mengaktifkan peserta didik dan
membangun pengetahuan secara mandiri melalui kegiatan pengumpulan data yang
diperoleh dari eksplorasi terhadap lingkungan maupun literatur buku.
Penggunaan model discovery learning telah banyak diteliti dan
berdasarkan hasil penelitiandiketahui dapat meningkatkan kemampuan peserta
didik. Beberapa penelitian yang mendukung yaitu:
1. Pengaruh Penerapan model discovery learning Berbantu Modul Ekosistem
Pantai terhadap Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa SMAN 1
Tanjungsari tahun ajaran 2013/2014 oleh Sulastri. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pembelajaran discovery learning mempengaruhi
kemampuan berpikir tingkat tinggi dibandingkan dengan pembelajaran
konvensional.
2. Pengaruh Model Guided Discovery learning Berbantu concept map dengan
Model Konvensional terhadap Kemampuan Berpikir Analitis Siswa Kelas XI
IPA SMAN 5 Surakarta pada Materi Sistem Imun oleh Tri wahyuni. Penelitian
yang dilakukan merupakan penelitian Quasi Experimental Research yang
menunjukkan hasil bahwa penerapan model guided discovery learning
berbantu concept map berpengaruh positif terhadap kemampuan berpikir
analitis.
3. Penerapan Model Pembelajaran Guided Discovery untuk meningkatkan
Kemampuan berpikir Analitis Pada Materi Sistem Ekskresi Siswa Kelas XI
IPA 5 SMA MTA Surakarta oleh Heni Rahmawati. Penelitian yang dilakukan
commit
merupakan penelitian Tindakan kelas to(PTK)
user yang menunjukkan hasil bahwa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

18

pembelajaran dengan menggunakan Guided Discovery dapat meningkatkan


kemampuan berpikir analitis peserta didik kelas XI IPA 5 SMA MTA
Surakarta.
Berdasarkan penjelasan dan hasil penelitian diketahui bahwa
pembelajaran discovery dapat meningkatkan kemampuan berpikir tingkat
tinggi peserta didik. Berdasarkan hasil- hasil penelitian yang telah dilaksanakan
maka dalam mengatasi masalah yang terjadi di kelas X 2 SMAN Gondangrejo
dilakukan dengan menggunakan model pembelajaran discovery yang bertujuan
untuk meningkatkan kemampuan analitis. Pembelajaran discovery learning
diharapkan meningkatkan kemampuan berpikir analitis peserta didik sehingga
kondisi pembelajaran di kelas X 2 dapat berjalan sesuai dengan kondisi ideal
yaitu pembelajaran Biologi yang bersifat student cetered yang menekankan
pada hakikat Biologi. Peserta didik mampu memperoleh pengetahuan Biologi
dengan membangun pengetahuan secara sistematis sesuai kemampuan berpikir
analitis. Alur kerangka berpikir penelitian digambarkan sebagai berikut:

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

19

Fakta Ideal
- Pembelajaran Biologi - Hakikat pembelajaran Sains
di kelas X2 SMAN (Biologi) yang terdiri dari 4 hal
Gondangrejo yaitu: produk, proses, teknologi
menekankan pada dan sikap (Rustaman,2005)
produk - Prinsip pembelajaran student
- Pembelajaran bersifat centered (Permendikbud RI No
teacher centered 81A tahun 2013)
- Cara belajar dengan - Melatihkan kemampuan berpikir
cara menghafal analitis (BSNP,2006)
-
-

Solusi: Penggunaan Model Discovery


Learning
Sintaks Kelebihan
- Orientation - Melibatkan peserta didik secara aktif dan melakukan
- Hypothesis analisis (Slavin,2012)
generation - Meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi
- Hypothesis testing (Cruickshank, Jenkins & Metcalf, 2014)
- Conclusion - Melatih peserta didik untuk berpikir solutif melalui
- Regulation pemecahan masalah yang disusun sendiri
- Melatih peserta dididk untuk mengaitkan
pengetahuan yang telah dimiliki dengan
pengetahuan yang baru.

Target
Meningkatkan kemampuan berpikir analitis Biologi 25%

Gambar 1.Kerangka Berpikir

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

20

C. Hipotesis Tindakan

Hipotesis tindakan penelitian yaitu “Ada peningkatan kemampuan berpikir


analitis peserta didik melalui model discovery learning dikelas X 2 SMAN
Gondangrejo”.

commit to user

Anda mungkin juga menyukai