Anda di halaman 1dari 11

KEMAMPUAN MENGANALISIS SISWA

Menurut Krathwohl dalam A revision of Bloom's Taxonomy: an overview -


Theory Into Practice menyatakan bahwa indikator untuk mengukur kemampuan
berpikir tingkat tinggi meliputi:1
a. Menganalisis
1) Menganalisis informasi yang masuk dan membagi-bagi atau menstrukturkan
informasi ke dalam bagian yang lebih kecil untuk mengenali pola atau
hubungannya.
2) Mampu mengenali serta membedakan faktor penyebab dan akibat dari sebuah
skenario yang rumit.
3) Mengidentifikasi atau merumuskan pertanyaan.

b. Mengevaluasi
1) Memberikan penilaian terhadap solusi, gagasan, dan metodologi dengan
menggunakan kriteria yang cocok atau standar yang ada untuk memastikan nilai
efektivitas atau manfaatnya.
2) Membuat hipotesis, mengkritik dan melakukan pengujian.
3) Menerima atau menolak suatu pernyataan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan.

c. Mengkreasi
1) Membuat generalisasi suatu ide atau cara pandang terhadap sesuatu.
2) Merancang suatu cara untuk menyelesaikan masalah.
3) Mengorganisasikan unsur-unsur atau bagian-bagian menjadi struktur baru yang
belum pernah ada sebelumnya.
Kemampuan menganalisis merupakan gerbang dari kemampuan berpikir tingkat
tinggi, tetapi kemampuan menganalisis merupakan jenis kemampuan yang banyak
dituntut dari kegiatan pembelajaran di sekolah-sekolah. Berbagai mata pelajaran
menuntut siswa memiliki kemampuan menganalisis dengan baik. Tuntutan terhadap
siswa untuk memiliki kemampuan menganalisis sering kali cenderung lebih penting

1
Lewy, Zulkardi, Nyimas Aisyah, Pengembangan Soal untuk Mengukur Kemampuan Berpikir Tingkat
Tinggi Pokok Bahasan Barisan dan Deret Bilangan di Kelas IX Akselerasi SMP Xaverius Maria
Palembang, Jurnal Pendidikan Matematika, 3, 2009, h. 16
daripada dimensi proses kognitif yang lain seperti mengevaluasi dan menciptakan.
Kegiatan pembelajaran sebagian besar mengarahkan siswa untuk mampu membedakan
fakta dan pendapat, menghasilkan kesimpulan dari suatu informasi pendukung.
This process category includes the cognitive processes of differentiating,
organizing, and atributing. Objectives classified as Analyze include learning to
determine the relevant or important pieces of a massage (differentiating), the ways in
which the pieces of a massage are organized (organizing), and the underlying purpose
of the massage (atributing).2
Kategori proses menganalisis ini meliputi proses-proses kognitif membedakan,
mengorganisasi, dan mengatribusikan. Tujuan-tujuan pendidikan yang diklasifikasikan
dalam menganalisis mencakup belajar untuk menentukan potongan-potongan
informasi yang relevan atau penting (membedakan), menentukan cara-cara untuk
menata potongan-potongan informasi tersebut (mengorganisasikan), dan menentukan
tujuan di balik informasi itu (mengatribusikan). Secara rinci, kategori menganalisis
sebagai berikut:
1). Membedakan
Membedakan adalah memilah bagian-bagian yang relevan atau penting dari
sebuah struktur. Membedakan terjadi sewaktu siswa mendiskriminasikan informasi
yang relevan dan tidak relevan, yang penting dan tidak penting, dan kemudian
memilihkan informasi yang relevan atau penting. Kemampuan membedakan berbeda
dengan proses-prose kognitif dalam kategori memahami, karena membedakan
melibatkan proses mengorganisasi secara struktural dan terutama, menentukan
bagaimana bagian-bagian sesuai dengan struktur keseluruhannya.
Differentiating involves distinguishing the parts of a whole structure in terms of
their relevance or importance. Differentiating occurs when a student discriminates
relevant from irrelevant information, or important from unimportant information, and
then attends to the relevant or important information. Differentiating is different from
the cognitive processes assosiated with Understand because it involves structural
organization and, in particular, determining how the parts fit into the overall structure
or whole.3
2) Mengorganisasi

2
Lorin W Anderson and David R Krathwohl, A Taxonomy for Learning, Teaching, and Assessing: A
Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives, (New York: Addison Wesley, 2001), h. 79
3
ibid., h. 80
Mengorganisasi adalah memadukan bagian-bagian yang relevan atau penting
dalam suatu struktur. Mengorganisasikan melibatkan proses mengidentifikasi elemen-
elemen komunikasi atau situasi dan proses mengenali bagaimana elemen-elemen
tersebut dapat membentuk sebuah struktur yang koheren.
1) Mengorganisasikan dapat terjadi bersamaan dengan membedakan ketika
kegiatan pembelajaran diawali dengan mengidentifikasi bagian-bagian relevan
atau dari sesuatu, kemudian menentukan bagaimana bagian-bagian tersebut
membentuk sebuah struktur.
2) Mengorganisasikan dapat terjadi bersamaan dengan mengatribusikan ketika
fokus kegiatan pembelajaran adalah menentukan tujuan atau sudut pandang
penulis. Nama lain mengorganisasikan adalah memadukan, menstrukturkan,
menemukan koherensi, membuat garis besar, dan mendeskripsikan peran.
Organizing involves identifying elements of a communication or situation and
recognizing how they fit together into a coherent stucture. In organizing, a student
builds systematic and coherent connection among pieces of presented information.
Organizing usualy occurs in conjunction with differentiating. The student first
identifies the relevant or important elements and then determines the overall stucture
within which the element fit. Organizing can also occur in conjunction with attributing,
in which the focus is on determining the author’s intention or point of view. Alternative
terms for organizing are structuring, integrating, finding coherence, outlining, and
parsing.4

3) Mengatribusikan
Mengatribusikan terjadi ketika siswa dapat menentukan sudut pandang,
pendapat, nilai, atau tujuan dibalik komunikasi. Mengatribusikan melibatkan proses
dekonstruksi, yang di dalamnya siswa menentukan tujuan pengarang suatu tulisan yang
diberikan oleh guru. Berkebalikan dengan menafsirkan, yang di dalamnya siswa
berusaha memahami makna tulisan tersebut, mengatribusikan melampaui pemahaman
dasar untuk menarik kesimpulan tentang tujuan atau sudut pandang di balik tulisan itu.
Attributing occurs when a student is able to ascertain the point of view, biases,
value, or intention underlying communications. Attributing involves a process of
deconstruction, in which a student determines the intentions of the author of presented

4
Ibid., h. 81
material. In contast to interpreting, in which the student seeks to Understand the
meaning of the presented material, attributing involves an extension beyond basic
understanding to infer the intention or point of view underlying the presented material.5

KETERAMPIAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI


A) Pengertian Keterampilan Berpikir
Berpikir dapat diartikan sebagai keterampilan kognitif untuk memperoleh
pengetahuan.6 Berpikir dianggap sebagai sebuah tindakan dan kegiatan. Berpikir
merupakan sebuah tindakan yang melebihi informasi yang diberikan dan kegiatan
untuk menemukan pengetahuan yang benar.7
Keterampilan berpikir dibagi menjadi berpikir dasar dan berpikir kompleks. Proses
berpikir dasar adalah menemukan hubungan, menghubungkan sebab akibat,
mentransformasikan, mengklasifikasi, dan memberi kualifikasi. Sedangkan proses
berpikir kompleks yang dikenal sebagai proses berpikir tingkat tinggi dikategorikan
dalam 4 kelompok yaitu pemecahan masalah, pembuatan keputusan, berpikir kritis,
dan berpikir kreatif.8

B) Pengertian Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi


Taksonomi Bloom dianggap sebagai dasar untuk mengelompokkan
keterampilan berpikir. Dalam taksonomi Bloom revisi, yang termasuk ke dalam
kategori recalling yang merupakan bagian kemampuan berpikir tingkat rendah,
diantaranya kemampuan mengingat, memahami, dan mengaplikasikan. Sementara,
yang termasuk ke dalam kategori transferring atau processing yang merupakan bagian
dari berpikir tingkat tinggi, diantaranya kemampuan analisis, evaluasi, dan
mengkreasi.9 HOTS (Higher Order Thinking Skills) atau keterampilan berpikir tingkat
tinggi merupakan keterampilan menghubungkan, memanipulasi, dan mentransformasi

5
Ibid., h. 82
6
Eka Sastrawati, Muhammad Rusdi dan Syamsurizal, Problem-Based Learning, Strategi Metakognisi,
dan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa, Tekno-Pedagogi, Vol. 1 No. 2 September 2011. ISSN:
2088-205X, h. 6
7
Maya Kusumaningrum dan Abdul Aziz Saefudin, Mengoptimalkan kemampuan Berpikir Matematika
Melalui Pemecahan Masalah Matematika, Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan
Matematika FMIPA UNY, 10 November 2012, ISBN: 978-97916353-8-7), h.573
8
Hilda Karli, Model Pembelajaran Untuk Mengembangkan Keterampilan Berpikir, Jurnal Pendidikan
Penabur, No. 18, Tahun ke 11, Juni 2012, h.60
9
Muslimin Ibrahim, Berpikir Tingkat Tinggi (Higher Order Thinking), makalah yang disampaikan pada
seminar Pendidikan FMIPA di Universitas Negeri Jakarta, Jakarta, 11 April 2015, h. 4
pengetahuan dan pengalaman yang sudah dimiliki untuk berpikir secara kritis dan
kreatif dalam upaya menentukan keputusan dan memecahkan masalah pada situasi
baru.10 Keterampilan berpikir tingkat tinggi ini bukan hanya keterampilan yang
mengandalkan ingatan saja, namun membutuhkan keterampilan lain seperti
keterampilan berpikir kritis, kreatif dan pemecahan masalah.11 Menurut Kemendikbud,
untuk mewujudkan HOTS, maka level berpikir tersebut diintegrasikan dalam proses
belajar dan evaluasi. Dalam proses pembelajaran harus melibatkan pendekatan saintifik
5M yang meliputi mengamati, menanya, menalar, melakukan dan
mengomunikasikan.12

C) Indikator Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi


HOTS (Higher Order Thinking) atau keterampilan berpikir tingkat tinggi dilatih
dan dipraktikan dengan merujuk pada tindakan menganalisis (analyze), menilai
(evaluate) dan menciptakan (create) pengetahuan yang dilakukan oleh anak didik
dalam pembelajaran, yang disesuaikan dengan dimensi melibatkan pengetahuan
konseptual (conceptual knowledge), pengetahuan prosedural (procedural knowledge),
dan pengetahuan metakognisi (metacognitive knowledge).13 Menganalisis melibatkan
proses memecah-mecah materi dari bagianbagian kecil dan menentukan bagaimana
hubungan antarbagian dan antara setiap bagian dan struktur keseluruhannya.14 Kategori
menganalisa meliputi menguraikan suatu permasalahan atau obyek ke unsur-unsur
penyusunnya dan menentukan bagaimana saling keterkaitan antar unsur-unsur
penyusun tersebut dengan struktur besarnya.15 Pada level kognitif menganalisis,
terdapat tiga kategori proses yaitu membedakan, mengorganisasi dan mengatribusikan.
Membedakan melibatkan proses memilah-milah bagian-bagian yang relevan atau

10
Abdul Malik, Chandra Ertikanto dan Agus Suyatna, Deskripsi Kebutuhan HOTS Assessment Pada
Pembelajaran Fisika dengan Metode Inkuiri Terbimbing., Prosiding Seminar Nasional Fisika (E-Journal)
SNF2015, Volume IV, Oktober 2015. p-ISSN: 2339-0654, e-ISSN: 2476-9398), h. 1-2
11
Rosnawati, Enam Tahapan Aktifitas dalam Pembelajaran Matematika Untuk Mendayagunakan
Berpikir Tingkat Tinggi Siswa, disampaikan dalam Seminar Nasional dengantema: ”Revitalisasi MIPA
dan Pendidikan MIPA dalam rangka Penguasaan Kapasitas Kelembagaan dan Profesionalisme Menuju
WCU” pada tanggal 16 Mei 2009, h. 1
12
Desy Eka Wahyuni dan Alimufi Arief. Implemetasi Pembelajaran Scientific Approach dengan Soal
Higher Order Thinking Skill pada Materi Alat-alat Optik Kelas X di SMA Nahdlatul Ulama 1 Gresik,
Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika (JIPF), Vol. 04 No. 03, September 2015, 3237. ISSN: 2302-4496), h. 34
13
Hatta Saputra. Ibid, h. 106
14
Lorin W Anderson dan David R. Krathwohl. Diterjemahkan oleh Agung Prihantoro. Kerangka
Landasan Untuk Pembelajaran, Pengajaran dan Asesmen. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), h. 120
15
Ramlan Effendi, Konsep Revisi Taksonomi Bloom dan Implementasinya pada Pelajaran Matematika
SMP, Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika: Volume 2 Nomor 1 P-ISSN: 2502-7638; E-ISSN: 2502-
8391, h. 75
penting dari sebuah struktur.16 Mengorganisasi melibatkan proses mengidentifikasi
elemen-elemen komunikasi atau situasi dan proses mengenali bagaimana elemen-
elemen ini membentuk sebuah struktur yang koheren.17 Mengatribusikan terjadi ketika
siswa dapat menentukan sudut pandang, pendapat, nilai atau tujuan di balik
komunikasi.18 Mengevaluasi didefinisikan membuat suatu pertimbangan atau penilaian
berdasarkan kriteria dan standar yang ada.19 Kriteria-kriteria yang paling sering
digunakan adalah kualitas, efektivitas, efisiensi, dan konsistensi.20 Pada level kognitif
mengevaluasi, terdapat dua kategori proses yaitu memeriksa dan mengkritik.
Memeriksa melibatkan proses menguji inkonsistensi atau kesalahan internal dalam
suatu operasi atau produk.21 Mengkritik melibatkan proses penilaian suatu produk atau
proses berdasarkan kriteria dan standar eksternal.22 Mengkreasi atau mencipta yaitu
menempatkan elemen bersama-sama untuk membentuk satu kesatuan yang utuh atau
fungsional; yaitu, reorganisasi unsur ke dalam pola atau struktur yang baru. 23 Pada
level kognitif mencipta, terdapat tiga kategori proses yaitu merumuskan, merencanakan
dan memproduksi. Merumuskan melibatkan proses menggambarkan masalah dan
membuat pilihan atau hipotesis yang memenuhi kriteria-kriteria tertentu.24 Merencakan
melibatkan proses merencanakan metode penyelesaian masalah yang sesuai dengan
kriteriakriteria masalahnya, yakni membuat rencana untuk menyelesaikan masalah.25
Memproduksi melibatkan proses melaksanakan rencana untuk menyelesaikan masalah
yang memenuhi spesifikasi-spesifikasi tertentu.26

Masing-masing komponen dalam proses kognitif dan level dimensi


pengetahuan yang merupakan bagian dari HOTS akan diuraikan sebagai berikut.

1. Menganalisis (analyzing)
Menganalisis meliputi kemampuan untuk memecah suatu kesatuan menjadi
bagianbagian dan menentukan bagaimana bagianbagian tersebut dihubungkan satu
dengan yang lain atau bagian tersebut dengan keseluruhannya (Anderson & Krathwohl,

16
Lorin W Anderson dan David R. Krathwohl. Ibid., h. 121
17
Ibid., h. 122
18
Ibid., h. 124
19
Ramlan Effendi, Ibid., h. 76
20
Lorin W Anderson dan David R. Krathwohl. Ibid., h. 125
21
Ibid., h. 126
22
Ibid., h. 127
23
Ramlan Effendi, Op Cit
24
Lorin W Anderson dan David R. Krathwohl. Ibid., h. 130
25
Ibid., h. 131
26
Ibid., h. 132-133
2001). Analisis menekankan pada kemampuan merinci sesuatu unsur pokok menjadi
bagianbagian dan melihat hubungan antar bagian tersebut. Pada tingkat analisis,
seseorang akan mampu menganalisis informasi yang masuk dan membagi-bagi atau
menstrukturkan informasi ke dalam bagian yang lebih kecil untuk mengenali pola atau
hubungannya dan mampu mengenali serta membedakan faktor penyebab dan akibat
dari sebuah skenario yang rumit. Kategori menganalisis terdiri kemampuan
membedakan (differentiating), mengorganisasi (organizing), dan mengatribusikan
(attributing) (Anderson & Krathwohl, 2001).
Membedakan meliputi kemampuan membedakan bagianbagian dari
keseluruhan struktur dalam bentuk yang sesuai. Membedakan terjadi sewaktu siswa
mendeskriminasikan informasi yang relevan dan tidak relevan, yang penting dan tidak
penting, kemudian memperhatikan informasi yang relevan dan penting. Membedakan
berbeda dengan proses-proses kognitif dalam kategori memahami, karena
membedakan melibatkan proses mengorganisasi secara struktural dan menentukan
bagaimana bagian-bagian sesuai dengan struktur keseluruhannya. Mengorganisasi
meliputi kemampuan mengidentifikasi unsur-unsur secara bersamasama menjadi
struktur yang saling terkait.
Proses mengorganisasi terjadi ketika siswa membangun hubungan-hubungan
yang sistematis dan koheren (terkait) antar potongan informasi. Mengorganisasi juga
biasanya terjadi bersamaan dengan proses membedakan. Siswa mula-mula
mengidentifikasi elemen-elemen yang relevan atau penting dan kemudian menentukan
sebuah struktur yang terbentuk dari elemen-elemen itu. Mengorganisasi juga bisa
terjadi bersamaan dengan proses mengatribusikan, yang fokusnya adalah menentukan
tujuan atau sudut pandang seseorang. Mengatribusikan adalah kemampuan siswa untuk
menyebutkan tentang sudut pandang, bias, nilai atau maksud dari suatu masalah yang
diajukan. Mengatribusikan membutuhkan pengetahuan dasar yang lebih agar dapat
menarik kesimpulan atau maksud dari inti permasalahan yang diajukan.
Mengatribusikan juga melibatkan proses dekonstruksi, yang didalamnya siswa
menentukan tujuan dari suatu permasalahan yang diberikan oleh guru.

2. Mengevaluasi (evaluate)
Mengevaluasi didefinisikan sebagai kemampuan melakukan judgement
berdasar pada kriteria dan standar tertentu (Anderson & Krathwohl, 2001). Kriteria
sering digunakan untuk menentukan kualitas, efektifitas, efisiensi, dan konsistensi,
sedangkan standar digunakan dalam menentukan kuantitas maupun kualitas.
Evaluasi mencakup kemampuan untuk membentuk suatu pendapat mengenai
sesuatu atau beberapa hal, bersama dengan pertanggungjawaban pendapat itu yang
berdasar pada kriteria tertentu. Adanya kemampuan ini dinyatakan dengan
memberikan penilaian terhadap sesuatu. Kategori menilai terdiri dari memeriksa
(checking) dan mengkritisi (critiquing) (Anderson & Krathwohl, 2001).
Memeriksa adalah kemampuan untuk menguji konsistensi internal atau
kesalahan pada operasi atau hasil serta mendeteksi keefektifan prosedur yang
digunakan. Jika dipadukan dengan dengan merencanakan (proses kognitif dalam
kategori mencipta) dan mengimplementasikan (proses kognitif dalam kategori
mengaplikasikan), memeriksa melibatkan proses menentukan seberapa baik rencana
itu berjalan. Mengkritisi adalah kemampuan memutuskan hasil atau operasi
berdasarkan kriteria dan standar tertentu, dan mendeteksi apakah hasil yang diperoleh
berdasarkan suatu prosedur menyelesaikan suatu masalah mendekati jawaban yang
benar.
Proses mengkritik terjadi ketika siswa mencatat ciri-ciri positif dan negatif dari
suatu produk dan membuat keputusan, setidaknya sebagian berdasarkan ciri-ciri
tersebut. Mengkritik merupakan inti dari apa yang disebut berpikir kritis.

3. Mencipta (create)
Mencipta dapat didefinisikan sebagai menggeneralisasi ide baru, produk atau
cara pandang yang baru dari sesuatu kejadian (Anderson & Krathwohl, 2001).
Mencipta juga dapat diartikan sebagai meletakkan beberapa elemen dalam satu
kesatuan yang menyeluruh sehingga terbentuklah dalam satu bentuk yang koheren atau
fungsional. Siswa dikatakan mampu mencipta jika dapat membuat produk baru dengan
merombak beberapa elemen atau bagian kedalam bentuk atau stuktur yang belum
pernah dijelaskan oleh guru sebelumnya. Proses mencipta umumnya berhubungan
dengan pengalaman belajar siswa yang sebelumnya. Meskipun mencipta
mengharuskan cara berpkir kreatif, namun mencipta bukanlah ekspresi kreatif yang
bebas sama sekali sehingga membuat orang lain kesulitan untuk melakukan atau
memahaminya.
Proses mencipta dapat dipecah menjadi tiga fase, yaitu merumuskan/membuat
hipotesis (generating), merencanakan (planing), dan memproduksi (producing)
(Anderson & Krathwohl, 2001). Merumuskan atau membuat hipotesis, melibatkan
proses menggambarkan masalah dan membuat pilihan yang memenuhi kriteriakriteria
tertentu. Sering kali, cara menggambarkan masalah adalah dengan menunjukkan
bagaimana solusi-solusinya, dan merumuskan ulang atau mengambarkan kembali
masalahnya dan menunjukkan solusisolusi yang berbeda.
Ketika merumuskan melampaui batas-batas pengetahuan lama dan teori-teori
yang ada, poses-proses kognitif ini melibatkan proses berpikir divergen dan menjadi
inti dari berpikir kreatif. Merencanakan melibatkan proses merencanakan metode
penyelesaian suatu masalah yang sesuai dengan kriteria masalahanya. Merencanakan
adalah mempraktikan langkah untuk menciptakan solusi yang nyata bagi suatu
masalah. Proses merencanakan dapat terjadi ketika siswa dapat menentukan sub-sub
tujuan, atau merinci tugas menjadi sub-sub tugas yang harus dilakukan ketika
menyelesaikan masalahnya. Memproduksi seyogyanya melibatkan proses
melaksanakan rencana untuk menyelesaikan suatu masalah yang memenuhi spesifikasi
tertentu. Tujuan-tujuan dalam kategori mencipta, bisa atau bisa pula tidak memasukkan
orisinalitas atau kekhasan sebagai salah satu spesifikasinya, sedangkan tujuan yang
memasukkan orisinalitas atau kekhasan merupakan tujuan dari memproduksi.

KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH


Kemampuan pemecahan masalah adalah kemampuan seseorang untuk menemukan
solusi melalui suatu proses yang melibatkan pemerolehan dan pengorganisasian
informasi.27 Kemampuan pemecahan masalah merupakan aktivitas kognitif kompleks
yang didalamnya termasuk mendapatkan informasi dan mengorganisasikan dalam
bentuk struktur pengetahuan sedangkan faktor yang mempengaruhi pemecahan
masalah fisika adalah struktur pengetahuan yang dimiliki siswa yang memecahkan
masalah dan karakter masalah itu sendiri.28 Karakteristik masalah yang dapat
diselesaikan untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah, yaitu29 :
1. Masalah yang disajikan merupakan masalah yang kompleks.
2. Masalahnya harus dirancang agar siswa tertarik untuk memecahkan.
3. Masalah dirancang agar pemecahan masalah tidak dapat dipecahkan dalam satu
atau dua langkah saja.
4. Masalah yang disajikan relevan dengan permasalahan dalam dunia nyata.
5. Tujuan untuk memecahkan permasalahan jelas.

27
E. Sujarwanto, A. Hidayat, Wartono, Kemampuan pemecahan masalah siswa fisika pada modeling
interuction pada siswa sma kelas XI, Jurnal Pendidikan IPA Indensia, 2014, h.67
28
Ibid
29
. Ken Heller, Strategies for learning to sove physics problems,Jurnal School of Physics and
Astronomy, University of Minnesota,h.14
Kemampuan pemecahan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kemampuan pemecahan masalah menurut Heller yang terdiri atas lima tahapan seperti
tabel 2.3 sebagai berikut: 30

Tahapan. Indikator
Visualize the problem (Memahami a. Menggambar sebuah sketsa dari
masalah) sebuah situasi
b. Mengindentifikasi yang diketahui
dan tidak diketahui
c. Menulis ulang pertanyaan
d. Mengidentifikasi konsep dan
prinsip yang sesuatu dengan
situasi masalah.
Describe the problem in physics term a. Menuliskan variabel yang
(Mendeskripsikan masalah ke dalam diketahui dan tidak diketahui
konsep fisika) dengan simbolsimbol fisika.
b. Menuliskan variabel yang
ditanyakan menggunakan simbol
fisika
Plan a solution (Merencanakan a. Mengidentifikasi konsep dan
Solusi) prinsip fisika kedalam sebuah
persamaan.
b. Menerapkan prinsip-prinsip
secara sistematis ke dalam bentuk
persamaan.
Execute the plan (Menggunakan a. Mensubtitusi nilai-nilai dari
solusi variabel ke dalam persamaan
fisika.
Check and evaluate (Mengevaluasi a. Memeriksa apakah solusi sudah
Solusi) lengkap.
b. Memeriksa apakah jawaban
benar.

30
Patricia Heller, Ronald Keith, and Scott Anderson, Teaching problem solving through cooperative
grouping. Part 1: Group versus individual problem solving, Jurnal Departement of curriculum and
instruction, University of Minnesota, 1991, h.630
c. Memeriksa apakah hasil jawaban
masuk akal.

Anda mungkin juga menyukai