Anda di halaman 1dari 26

MATERI 1 TAKSONOMI BLOOM RANAH KOGNITIF (SEBELUM REVISI)

Taksonomi Bloom mengklasifikasikan perilaku menjadi enam kategori, dari yang sederhana
(mengetahui) sampai dengan yang lebih kompleks (mengevaluasi) (Gunawan & Paluti, 2017). Ranah kognitif
terdiri atas (berturut-turut dari yang paling sederhana sampai yang paling kompleks), ialah:

a. Pengetahuan (Knowledge ) / C – 1

Pengetahuan dapat dibedakan menjadi tiga, yakni: (1) pengetahuan tentang hal-hal pokok;
Pengetahuan tentang hal-hal pokok yaitu mengingat kembali hal-hal yang spesifik, penekanannya pada simbol-
simbol dari acuan yang konkret. (2) pengetahuan tentang cara memperlakukan hal-hal pokok; Pengetahuan
tentang cara memperlakukan hal-hal pokok yaitu pengetahuan tentang cara-cara untuk mengorganisasi,
mempelajari, menilai, dan mengkritik. dan (3) pengetahuan tentang hal yang umum dan abstraksi;
Pengetahuan tentang hal yang umum (universalitas) dan abstraksi dalam suatu bidang yaitu pengetahuan
tentang skema-skema dan pola-pola pokok untuk mengorganisasi fenomena dan ide.

b. Pemahaman (Comprehension) / C – 2

Pemahaman bersangkutan dengan inti dari sesuatu, ialah suatu bentuk pengertian atau pemahaman
yang menyebabkan seseorang mengetahui apa yang sedang dikomunikasikan, dan dapat menggunakan bahan
atau ide yang sedang dikomunikasikan itu tanpa harus menghubungkannya dengan bahan lain. Pemahaman
dibedakan menjadi tiga, yakni: (1) penerjemahan (translasi) yaitu kemampuan untuk memahami suatu ide
yang dinyatakan dengan cara lain dari pada pernyataan asli yang dikenal sebelumnya; (2) penafsiran
(interpretasi) yaitu penjelasan atau rangkuman atas suatu komunikasi, misalnya menafsirkan berbagai data
sosial yang direkam, diubah, atau disusun dalam bentuk lain seperti grafik, tabel, diagram; dan (3) ekstrapolasi
yaitu meluaskan kecenderungan melampaui datanya untuk mengetahui implikasi, konsekuensi, akibat,
pengaruh sesuai dengan kondisi suatu fenomena pada awalnya, misalnya membuat pernyataan-pernyataan
yang eksplisit untuk menyikapi kesimpulan-kesimpulan dalam suatu karya sastra.

c. Penerapan (Application) / C – 3

Di tingkat ini, seseorang memiliki kemampuan untuk menerapkan gagasan, prosedur, metode, rumus,
teori, prinsip di dalam berbagai situasi. Sebagai contoh: agar teh dalam gelas cepat mendingin, maka tutup
gelas harus dibuka (bidang fisika), orang perlu menyirami tanaman agar tidak layu (bidang biologi); dan jari
yang terlukai harus diberi obat merah (bidang kesehatan).

d. Analisis (Analysis) / C – 4

Analisis diartikan sebagai pemecahan atau pemisahan suatu komunikasi (peristiwa, pengertian)
menjadi unsur-unsur penyusunnya, sehingga ide (pengertian, konsep) itu relatif menjadi lebih jelas dan/atau
hubungan antar ide-ide lebih eksplisit. Analisis merupakan memecahkan suatu isi komunikasi menjadi elemen-
elemen sehingga hierarki ide-idenya menjadi jelas. Kategori analisis dibedakan menjadi tiga, yakni: (1) analisis
elemen yaitu analisis elemen-elemen dari suatu komunikasi; (2) analisis hubungan yaitu analisis koneksi dan
interaksi antara elemen-elemen dan bagian-bagian dari suatu komunikasi; dan (3) analisis prinsip
pengorganisasian yaitu analisis susunan dan struktur yang membentuk suatu komunikasi.

e. Sintesis (Synthesis) / C – 5

Sintesis adalah memadukan elemen-elemen dan bagian-bagian untuk membentuk suatu kesatuan.
Sintesis bersangkutan dengan penyusunan bagian- bagian atau unsur-unsur sehingga membentuk suatu
keseluruhan atau kesatuan yang sebelumnya tidak tampak jelas. Kategori sintesis dibedakan menjadi tiga
yakni: (1) penciptaan komunikasi yang unik, yaitu penciptaan komunikasi yang di dalamnya penulis atau
pembicara berusaha mengemukakan ide, perasaan, dan pengalaman kepada orang lain; (2) penciptaan rencana
yaitu penciptaan rencana kerja atau proposal operasi; dan (3) penciptaan rangkaian hubungan abstrak yaitu
membuat rangkaian hubungan abstrak untuk mengklasifikasikan data tertentu.
f. Evaluasi (Evaluation) / C – 6

Evaluasi adalah menentukan nilai materi dan metode untuk tujuan tertentu. Evaluasi bersangkutan
dengan penentuan secara kuantitatif atau kualitatif tentang nilai materi atau metode untuk sesuatu maksud
dengan memenuhi tolok ukur tertentu. Kategori evaluasi dibedakan menjadi dua, yakni: (1) evaluasi
berdasarkan bukti internal yaitu evaluasi terhadap ketetapan komunikasi berdasarkan logika, konsistensi, dan
kriteria-kriteria internal lain misalnya, menunjukkan kesalahan-kesalahan logika dalam suatu argumen; dan
(2) evaluasi berdasarkan bukti eksternal yaitu evaluasi terhadap materi berdasarkan kriteria yang ditetapkan
atau diingat, misalnya membandingkan teori-teori, generalisasigeneralisasi, dan fakta-fakta pokok tentang
kebudayaan tertentu (Handayani, 2020).

A. Taksonomi Bloom Revisi

Tingkatan-tingkatan dalam Taksonomi Bloom tersebut telah digunakan hampir setengah abad sebagai
dasar untuk penyusunan tujuan-tujuan pendidikan, penyusunan tes, dan kurikulum di seluruh dunia. Kerangka
pikir ini memudahkan guru memahami, menata, dan mengimplementasikan tujuan-tujuan pendidikan.
Berdasarkan hal tersebut Taksonomi Bloom menjadi sesuatu yang penting dan mempunyai pengaruh yang luas
dalam waktu yang lama. Namun pada tahun 2001 terbit sebuah buku A Taxonomy for Learning, Teaching, and
Assesing: A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educatioanl Objectives yang disusun oleh Lorin W. Anderson dan
David R. Krathwohl.

Ada beberapa alasan mengapa Handbook Taksonomi Bloom perlu direvisi, yakni: Alasan Pertama
adalah adanya kebutuhan untuk memadukan pengetahuanpengetahuan dan pemikiran-pemikiran baru dalam
sebuah kerangka kategorisasi tujuan pendidikan. Dan alasan yang kedua yaitu proporsi yang tidak sebanding
dalam penggunaan taksonomi pendidikan untuk perencanaan kurikulum dan pembelajaran dengan
penggunaan taksonomi pendidikan untuk asesmen.

Perubahan pengetahuan dalam taksonomi Bloom menjadi dimensi tersendiri yaitu dimensi
pengetahuan dalam taksonomi revisi. Pengetahuan tetap dipertahankan dalam taksonomi revisi namun
berubah menjadi dimensi tersendiri karena diasumsikan bahwa setiap kategori-kategori dalam taksonomi
membutuhkan pengetahuan sebagai apa yang harus dipelajari oleh siswa.

Sehingga Taksonomi Bloom ranah kognitif yang telah direvisi Anderson dan Krathwohl (2001:66-88)
yakni: mengingat (remember), memahami/mengerti (understand), menerapkan (apply), menganalisis
(analyze), mengevaluasi (evaluate), dan menciptakan (create).

a. Mengingat (Remember)

Mengingat merupakan usaha mendapatkan kembali pengetahuan dari memori atau ingatan yang telah
lampau, baik yang baru saja didapatkan maupun yang sudah lama didapatkan. Mengingat merupakan dimensi
yang berperan penting dalam proses pembelajaran yang bermakna (meaningful learning) dan pemecahan
masalah (problem solving).

b. Memahami/mengerti (Understand)

Memahami/mengerti berkaitan dengan membangun sebuah pengertian dari berbagai sumber seperti
pesan, bacaan dan komunikasi. Memahami/mengerti berkaitan dengan aktivitas mengklasifikasikan
(classification) dan membandingkan (comparing). Mengklasifikasikan akan muncul ketika seorang siswa
berusaha mengenali pengetahuan yang merupakan anggota dari kategori pengetahuan tertentu.

c. Menerapkan (Apply)

Menerapkan menunjuk pada proses kognitif memanfaatkan atau mempergunakan suatu prosedur
untuk melaksanakan percobaan atau menyelesaikan permasalahan. Menerapkan berkaitan dengan dimensi
pengetahuan prosedural (procedural knowledge). Menerapkan meliputi kegiatan menjalankan prosedur
(executing) dan mengimplementasikan (implementing).
d. Menganalisis (Analyze)

Menganalisis merupakan memecahkan suatu permasalahan dengan memisahkan tiap-tiap bagian dari
permasalahan dan mencari keterkaitan dari tiaptiap bagian tersebut dan mencari tahu bagaimana keterkaitan
tersebut dapat menimbulkan permasalahan. Kemampuan menganalisis merupakan jenis kemampuan yang
banyak dituntut dari kegiatan pembelajaran di sekolah-sekolah. Berbagai mata pelajaran menuntut siswa
memiliki kemampuan menganalisis dengan baik. Tuntutan terhadap siswa untuk memiliki kemampuan
menganalisis sering kali cenderung lebih penting daripada dimensi proses kognitif yang lain seperti
mengevaluasi dan menciptakan

e. Mengevaluasi (Evaluate)

Evaluasi berkaitan dengan proses kognitif memberikan penilaian berdasarkan kriteria dan standar
yang sudah ada. Kriteria yang biasanya digunakan adalah kualitas, efektivitas, efisiensi, dan konsistensi.
Kriteria atau standar ini dapat pula ditentukan sendiri oleh siswa. Standar ini dapat berupa kuantitatif maupun
kualitatif serta dapat ditentukan sendiri oleh siswa. Perlu diketahui bahwa tidak semua kegiatan penilaian
merupakan dimensi mengevaluasi, namun hampir semua dimensi proses kognitif memerlukan penilaian.
Perbedaan antara penilaian yang dilakukan siswa dengan penilaian yang merupakan evaluasi adalah pada
standar dan kriteria yang dibuat oleh siswa.

f. Menciptakan (Create)

Menciptakan mengarah pada proses kognitif meletakkan unsur-unsur secara bersama-sama untuk
membentuk kesatuan yang koheren dan mengarahkan siswa untuk menghasilkan suatu produk baru dengan
mengorganisasikan beberapa unsur menjadi bentuk atau pola yang berbeda dari sebelumnya. Menciptakan
sangat berkaitan erat dengan pengalaman belajar siswa pada pertemuan sebelumnya. Meskipun menciptakan
mengarah pada proses berpikir kreatif, namun tidak secara total berpengaruh pada kemampuan siswa untuk
menciptakan.

B. Dimensi Pengetahuan Taksonomi Bloom (Setelah Revisi)

Dimensi pengetahuan merupakan dimensi tersendiri dalam Taksonomi Bloom revisi. Dalam dimensi ini
akan dipaparkan empat jenis kategori pengetahuan. Tiga jenis pertama dalam taksonomi revisi ini mencakup
semua jenis pengetahuan yang terdapat dalam taksonomi Bloom, namun mengganti sebagian nama jenisnya
dan mengubah sebagian subjenisnya ke dalam kategorikategori yang lebih umum (Nafiati, 2021).

a. Pengetahuan Faktual

Pengetahuan faktual meliputi elemen-elemen dasar yang digunakan oleh para pakar dalam
menjelaskan, memahami, dan secara sistematis menata disiplin ilmu mereka. Pengetahuan faktual berisikan
elemen-elemen dasar yang harus diketahui siswa jika mereka akan mempelajari suatu disiplin ilmu atau
menyelesaikan masalah dalam disiplin ilmu tersebut. Pengetahuan faktual terbagi menjadi dua subjenis yaitu:
(1) pengetahuan tentang terminologi; dan (2) pengetahuan tentang detail-detail dan elemen-elemen yang
spesifik. Pengetahuan tentang terminologi melingkupi pengetahuan tentang label dan simbol verbal dan
nonverbal (kata, angka, tanda, gambar). Setiap materi kajian mempunyai banyak label dan simbol, baik verbal
maupun nonverbal, yang merujuk pada maknamakna tertentu. Contoh-contoh penggunaan pengetahuan
terminologi antara lain pengetahuan tentang alfabet, pengetahuan tentang angka-angka Romawi, pengetahuan
tentang kosakata dalam bahasa Indonesia, dan pengetahuan tentang simbol-simbol pada peta. Contoh-contoh
penggunaan pengetahuan terminologi antara lain pengetahuan tentang alfabet, pengetahuan tentang angka-
angka Romawi, pengetahuan tentang kosakata dalam bahasa Indonesia, dan pengetahuan tentang simbol-
simbol pada peta informasi, dan semacamnya.

b. Pengetahuan Konseptual
Pengetahuan konseptual mencakup pengetahuan tentang kategori, klasifikasi, dan hubungan antara dua
atau lebih kategori pengetahuan yang lebih kompleks dan tertata. Pengetahuan konseptual meliputi skema,
model, mental, dan teori yang mempresentasikan pengetahuan manusia tentang bagaimana suatu materi kajian
ditata dan distrukturkan, bagaimana bagian-bagian informasi saling berkaitan secara sistematis, dan
bagaimana bagian-bagian ini berfungsi bersama. Pengetahuan konseptual terdiri dari tiga subjenis yaitu: (1)
pengetahuan tentang klasifikasi dan kategori; (2) pengetahuan tentang prinsip dan generalisasi; dan (3)
pengetahuan tentang teori, model, dan struktur. Klasifikasi dan kategori merupakan landasan bagi prinsip dan
generalisasi. Prinsip dan generalisasi menjadi dasar bagi teori, model, dan struktur.

c. Pengetahuan Prosedural

Pengetahuan prosedural adalah “pengetahuan tentang cara” melakukan sesuatu. Pengetahuan ini
mencakup pengetahuan tentang keterampilan, algoritma, teknik, dan metode, yang semuanya disebut dengan
prosedur (Alexander, dkk., 1991; Anderson, 1983; deJong dan Ferguson-Hessler, 1996; Dochy dan Alexander,
1995). Pengetahuan prosedural berkaitan dengan pertanyaan “bagaimana”. Pengetahuan prosedural ini terbagi
menjadi tiga subjenis yaitu: (1) pengetahuan tentang keterampilan dalam bidang tertentu dan algoritma; (2)
pengetahuan tentang teknik dan metode dalam bidang tertentu; dan (3) pengetahuan tentang kriteria untuk
menentukan kapan harus menggunakan prosedur yang tepat.

d. Pengetahuan Metakognitif

Pengetahuan metakognitif merupakan dimensi baru dalam taksonomi revisi. Pencantuman


pengetahuan metakognitif dalam kategori dimensi pengetahuan dilandasi oleh hasil penelitian-penelitian
terbaru tentang peran penting pengetahuan siswa mengenai kognisi mereka sendiri dan kontrol mereka atas
kognisi itu dalam aktivitas belajar (Bransford, dkk.,1999; Sternberg, 1985; Zimmerman dan Schunk, 1998).
Salah satu ciri belajar dan penelitian tentang pembelajaran yang berkembang adalah menekankan pada metode
untuk membuat siswa semakin menyadari dan bertanggung jawab atas pengetahuan dan pemikiran mereka
sendiri. Pengetahuan metakognitif terbagi menjadi tiga subjenis yaitu: (1) pengetahuan strategis; (2)
pengetahuan tentang tugas-tugas kognitif yang meliputi pengetahuan kontekstual dan kondisional; dan (3)
pengetahuan diri.

MATERI 2: PROSES BERFIKIR KAITANNYA DENGAN TAKSONOMI BLOOM DAN ANDERSON

Konsep Berpikir Tingkat Tinggi


Keterampilan berpikir tingkat tinggi yang dalam bahasa umum dikenal sebagai Higher Order Thinking
Skills (HOTS) dipicu oleh empat kondisi berikut.

a. Sebuah situasi belajar tertentu yang memerlukan strategi pembelajaran yang spesifik dan tidak dapat
digunakan di situasi belajar lainnya.
b. Kecerdasan yang tidak lagi dipandang sebagai kemampuan yang tidak dapat diubah, melainkan
kesatuan pengetahuan yang dipengaruhi oleh berbagai faktor yang terdiri dari lingkungan belajar,
strategi, dan kesadaran dalam belajar.
c. Pemahaman pandangan yang telah bergeser dari unidimensi, linier, hirarki atau spiral menuju
pemahaman pandangan ke multidimensi dan interaktif.
d. Keterampilan berpikir tingkat tinggi yang lebih spesifik seperti penalaran, kemampuan analisis,
pemecahan masalah, dan keterampilan berpikir kritis dan kreatif.

Menurut beberapa ahli, definisi keterampilan berpikir tingkat tinggi salah satunya dari Resnick (1987)
adalah proses berpikir kompleks dalam menguraikan materi, membuat kesimpulan, membangun representasi,
menganalisis, dan membangun hubungan dengan melibatkan aktivitas mental yang paling dasar. Keterampilan
ini juga digunakan untuk menggaris bawahi berbagai proses tingkat tinggi menurut jenjang taksonomi Bloom.
Menurut Bloom, keterampilan dibagi menjadi dua bagian. Pertama adalah keterampilan tingkat rendah yang
penting dalam proses pembelajaran, yaitu: mengingat (remembering), memahami (understanding), dan
menerapkan (applying), dan kedua adalah yang diklasifikasikan ke dalam keterampilan berpikir tingkat tinggi
berupa keterampilan menganalisis (analyzing), mengevaluasi (evaluating), dan mencipta (creating).

Pembelajaran yang berorientasi pada Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi adalah pembelajaran yang
melibatkan 3 aspek keterampilan berpikir tingkat tinggi yaitu: transfer of knowledge, critical and creative
thinking, dan problem solving. Dalam proses pembelajaran keterampilan berpikir tingkat tinggi tidak
memandang level Kompetensi Dasar (KD), apakah KD nya berada pada tingkatan C1, C2, C3, C4, C5, atau C6.

2.1 KETERAMPILAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI SEBAGAI TRANSFER OF KNOWLEDGE

Keterampilan berpikir tingkat tinggi erat kaitannya dengan keterampilan berpikir sesuai dengan ranah
kognitif, afektif, dan psikomotor yang menjadi satu kesatuan dalam proses belajar dan mengajar.

1) Ranah Kognitif

Ranah kognitif meliputi kemampuan dari peserta didik dalam mengulang atau menyatakan kembali
konsep/prinsip yang telah dipelajari dalam proses pembelajaran yang telah didapatnya. Proses ini berkenaan
dengan kemampuan dalam berpikir, kompetensi dalam mengembangkan pengetahuan, pengenalan,
pemahaman, konseptualisasi, penentuan, dan penalaran. Tujuan pembelajaran pada ranah kognitif menurut
Bloom merupakan segala aktivitas pembelajaran menjadi enam tingkatan sesuai dengan jenjang terendah
sampai tertinggi.

PROSES KOGNITIF DEFINISI


C L Mengingat Mengambil pengetahuan yang relevan dari ingatan
1 O
C T Memahami Membangun arti dari proses pembelajaran, termasuk komunikasi
2 S lisan, tertulis, dan gambar
C Menerapkan/ Melakukan atau menggunakan prosedur di dalam situasi yang tidak
3 mengaplikasikan biasa
C H Menganalisis Memecah materi ke dalam bagian-bagiannya dan menentukan
4 O bagaimana bagian-bagian itu terhubungkan antarbagian dan ke
T struktur atau tujuan keseluruhan
C S Menilai/mengevaluasi Membuat pertimbangan berdasarkan kriteria atau standard
5
C Mengkreasi/mencipta Menempatkan unsur-unsur secara bersamasama untuk membentuk
6 keseluruhan secara koheren atau fungsional; menyusun kembali
unsur-unsur ke dalam pola atau struktur baru

Anderson dan Krathwoll melalui taksonomi yang direvisi memiliki rangkaian proses-proses yang menunjukkan
kompleksitas kognitif dengan menambahkan dimensi pengetahuan, seperti:

a) Pengetahuan factual

Pengetahuan faktual berisi elemen-elemen dasar yang harus diketahui para peserta didik jika mereka
akan dikenalkan dengan suatu disiplin atau untuk memecahkan masalah apapun di dalamnya. Elemenelemen
biasanya merupakan simbol-simbol yang berkaitan dengan beberapa referensi konkret, atau "benang-benang
simbol" yang menyampaikan informasi penting. Sebagian terbesar, pengetahuan faktual muncul pada level
abstraksi yang relatif rendah. Dua bagian jenis pengetahuan faktual adalah:

 Pengetahuan terminologi meliputi nama-nama dan simbol-simbol verbal dan nonverbal tertentu
(contohnya kata-kata, angka-angka, tanda-tanda, dan gambar-gambar).
 Pengetahuan yang detail dan elemen-elemen yang spesifik mengacu pada pengetahuan peristiwa-
peristiwa, tempat-tempat, orang-orang, tanggal, sumber informasi, dan semacamnya.
b) Pengetahuan konseptual

Pengetahuan konseptual meliputi skema-skema, model-model mental, atau teori-teori eksplisit dan
implisit dalam model-model psikologi kognitif yang berbeda. Pengetahuan konseptual meliputi tiga jenis:

 Pengetahuan klasifikasi dan kategori meliputi kategori, kelas, pembagian, dan penyusunan spesifik
yang digunakan dalam pokok bahasan yang berbeda;
 Prinsip dan generalisasi cenderung mendominasi suatu disiplin ilmu akademis dan digunakan untuk
mempelajari fenomena atau memecahkan masalah-masalah dalam disiplin ilmu; dan
 Pengetahuan teori, model, dan struktur meliputi pengetahuan mengenai prinsip-prinsip dan
generalisasi-generalisasi bersama dengan hubunganhubungan di antara mereka yang menyajikan
pandangan sistemis, jelas, dan bulat mengenai suatu fenomena, masalah, atau pokok bahasan yang
kompleks.

c) Pengetahuan procedural

"pengetahuan mengenai bagaimana" melakukan sesuatu. Hal ini dapat berkisar dari melengkapi
latihan-latihan yang cukup rutin hingga memecahkan masalah-masalah baru. Pengetahuan prosedural sering
mengambil bentuk dari suatu rangkaian langkah-langkah yang akan diikuti. Hal ini meliputi pengetahuan
keahlian-keahlian, algoritma-algoritma, teknik-teknik, dan metode-metode secara kolektif disebut sebagai
prosedur-prosedur.

 Pengetahuan keahlian dan algoritma spesifik suatu subjek.


Pengetahuan prosedural dapat diungkapkan sebagai suatu rangkaian langkah-langkah, yang secara
kolektif dikenal sebagai prosedur. Kadangkala langkah-langkah tersebut diikuti perintah yang pasti, di
waktu yang lain keputusan-keputusan harus dibuat mengenai langkah mana yang dilakukan
selanjutnya. Dengan cara yang sama, kadang-kadang hasil akhirnya pasti, dalam kasus lain hasilnya
tidak pasti. Meskipun proses tersebut bisa pasti atau lebih terbuka, hasil akhir tersebut secara umum
dianggap pasti dalam bagian jenis pengetahuan.
 Pengetahuan teknik dan metode spesifik suatu subjek.
Pengetahuan teknik dan metode spesifik suatu subjek meliputi pengetahuan yang secara luas
merupakan hasil dari konsensus, persetujuan, atau normanorma disipliner daripada pengetahuan yang
lebih langsung merupakan suatu hasil observasi, eksperimen, atau penemuan. Bagian jenis
pengetahuan ini secara umum menggambarkan bagaimana para ahli dalam bidang atau disiplin ilmu
tersebut berpikir dan menyelesaikan masalah-masalah daripada hasilhasil dari pemikiran atau
pemecahan masalah tersebut.
• Pengetahuan kriteria untuk menentukan kapan menggunakan prosedurprosedur yang tepat.
Sebelum terlibat dalam suatu penyelidikan, para peserta didik diharapkan dapat mengetahui metode-
metode dan teknik-teknik yang telah digunakan dalam penyelidikan-penyelidikan yang sama. Pada
suatu tingkatan nanti dalam penyelidikan tersebut, mereka dapat iharapkan untuk menunjukkan
hubungan-hubungan antara metode-metode dan teknik-teknik yang mereka benar-benar lakukan dan
metode-metode yang dilakukan oleh peserta didik lain.

d) Pengetahuan metakognitif

Pengetahuan metakognitif adalah pengetahuan mengenai kesadaran secara umum sama halnya dengan
kewaspadaan dan pengetahuan tentang kesadaran pribadi seseorang. Penekanan kepadapeserta didik untuk
lebih sadar dan bertanggung jawab terhadap pengetahuandan pemikiran mereka sendiri. Perkembangan para
peserta didik akan menjadi lebih sadar dengan pemikiran mereka sendiri sama halnya dengan lebih banyak
mereka mengetahui kesadaran secara umum, dan ketika mereka bertindak dalam kewaspadaan ini, mereka
akan cenderung belajar lebih baik.
a. Pengetahuan strategi. Pengetahuan strategi adalah pengetahuan mengenai strategi-strategi umum untuk
pembelajaran, berpikir, dan pemecahan masalah.
b. Pengetahuan mengenai tugas kognitif, termasuk pengetahuan kontekstual dan kondisional.
Para peserta didik mengembangkan pengetahuan mengenai strategi-strategi pembelajaran dan berpikir,
pengetahuan ini mencerminkan baik strategistrategi umum apa yang digunakan dan bagaimana mereka
menggunakan.
c. Pengetahuan diri. Kewaspadaan diri mengenai keluasan dan kedalaman dari dasar pengetahuan dirinya
merupakan aspek penting pengetahuan diri. Para peserta didik perlu memperhatikan terhadap jenis
strategi yang berbeda. Kesadaran seseorang cenderung terlalu bergantung pada strategi tertentu, dimana
terdapat strategistrategi lain yang lebih tepat untuk tugas tersebut, dapat mendorong ke arah suatu
perubahan dalam penggunaan strategi.

Kombinasi dimensi pengetahuan dan dimensi proses kognitif dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Berdasarkan gambar di atas, Jailaini dkk. mengutip dari Anderson, L. W., & Krathwohl, D. R. menjelaskan
pengkategorian HOTS yang lebih modern tidak lagi hanya melibatkan satu dimensi (dimensi proses kognitif
saja), tetapi HOTS merupakan irisan antara tiga komponen dimensi proses kognitif teratas (menganalisis,
mengevaluasi, dan mencipta) dan tiga komponen dimensi pengetahuan tertinggi (konseptual, prosedural, dan
metakognitif). Sehingga dalam perumusan indikator pembelajaran di luar irisan tersebut dalam taksonomi
Bloom revisi tidak dapat dianggap sebagai HOTS. Sebagai contoh, indikator pembelajaran yang memuat proses
kognitif mengevaluasi (memeriksa, mengkritisi), tetapi pada dimensi pengetahuan berada pada level faktual
(penggunaan lambang, simbol, notasi), bukan merupakan indikator dari HOTS. Hal tersebut karena level
faktual pada dimensi pengetahuan tidak termasuk bagian dari HOTS.

2) Ranah Afektif

Kartwohl & Bloom juga menjelaskan bahwa selain kognitif, terdapat ranah afektif yang berhubungan dengan
sikap, nilai, perasaan, emosi serta derajat penerimaan atau penolakan suatu objek dalam kegiatan
pembelajaran dan membagi ranah afektif menjadi 5 kategori, yaitu seperti pada tabel di bawah.
Kata kerja operasional yang dapat digunakan dalam ranah afektif dapat dilihat pada tabel dilampiran.

3) Ranah Psikomotor
Keterampilan proses psikomotor merupakan keterampilan dalam melakukan pekerjaan dengan
melibatkan anggota tubuh yang berkaitan dengan gerak fisik (motorik) yang terdiri dari gerakan refleks,
keterampilan pada gerak dasar, perseptual, ketepatan, keterampilan kompleks, ekspresif, dan
interperatif. Keterampilan proses psikomotor dapat dilihat pada tabel di bawah.

Proses Definisi
psikomotor
P1 Imitasi Imitasi berarti meniru tindakan seseorang
P2 Manipulasi Manipulasi berarti melakukan keterampilan atau menghasilkan produk dengan cara
mengikuti petunjuk umum, bukan berdasarkan observasi. Pada kategori ini, peserta
didik dipandu melalui instruksi untuk melakukan keterampilan tertentu.
P3 presisi Presisi berarti secara independen melakukan keterampilan atau menghasilkan
produk dengan akurasi, proporsi, dan ketepatan. Dalam bahasa sehari-hari, kategori
ini dinyatakan sebagai “tingkat mahir”.
P4 Artikulasi Artikulasi artinya memodifikasi keterampilan atau produk agar sesuai dengan
situasi baru, atau menggabungkan lebih dari satu keterampilan dalam urutan
harmonis dan konsisten.
P5 Naturalisasi Naturalisasi artinya menyelesaikan satu atau lebih keterampilan dengan mudah dan
membuat keterampilan otomatis dengan tenaga fisik atau mental yang ada. Pada
kategori ini, sifat aktivitas telah otomatis, sadar penguasaan aktivitas, dan
penguasaan keterampilan terkait sudah pada tingkat strategis (misalnya dapat
menentukan langkah yang lebih efisien).

2.3 KETERAMPILAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI SEBAGAI CRITICAL AND CREATIVE THINKING
John Dewey mengemukakan bahwa berpikir kritis secara esensial sebagai sebuah proses aktif, dimana
seseorang berpikir segala hal secara mendalam, mengajukan berbagai pertanyaan, menemukan informasi yang
relevan daripada menunggu informasi secara pasif (Fisher, 2009).

Berpikir kritis merupakan proses dimana segala pengetahuan dan keterampilan dikerahkan dalam
memecahkan permasalahan yang muncul, mengambil keputusan, menganalisis semua asumsi yang muncul dan
melakukan investigasi atau penelitian berdasarkan data dan informasi yang telah didapatkan sehingga
menghasilkan informasi atau simpulan yang diinginkan.

Elemen dasar tahapan keterampilan berpikir kritis, FRISCO


Berfikir kreatif merupakan kemampuan yang sebagian besar dari kita yang terlahir bukan pemikir
kreatif alami. Perlu teknik khusus untuk membantu menggunakan otak kita dengan cara yang berbeda. Masalah
pada pemikiran kreatif adalah bahwa hampir secara definisi dari setiap ide yang belum diperiksa akan
terdengar aneh dan mengada-ngada bahkan terdengar gila. Tetapi solusi yang baik mungkin akan terdengar
aneh pada awalnya. Namun demikian, solusi tersebut jarang diungkapkan dan dicoba.

Berpikir kreatif dapat berupa pemikiran imajinatif, menghasilkan banyak kemungkinan solusi, berbeda,
dan bersifat lateral

Keterampilan berpikir kritis dan kreatif berperan penting dalam mempersiapkan peserta didik agar
menjadi pemecah masalah yang baik dan mampu membuat keputusan maupun kesimpulan yang matang dan
mampu dipertanggungjawabkan secara akademis.

2.4 KETERAMPILAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI SEBAGAI PROBLEM SOLVING


Keterampilan berpikir tingkat tinggi sebagai problem solving diperlukan dalam proses pembelajaran,
karena pembelajaran yang dirancang dengan pendekatan pembelajaran berorientasi pada keterampilan tingkat
tinggi tidak dapat dipisahkan dari kombinasi keterampilan berpikir dan keterampilan kreativitas untuk
pemecahan masalah.

Keterampilan pemecahan masalah merupakan keterampilan para ahli yang memiliki keinginan kuat
untuk dapat memecahkan masalah yang muncul pada kehidupan sehari-hari. Peserta didik secara individu
akan memiliki keterampilan pemecahan masalah yang berbeda dan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut
Mourtos, Okamoto, dan Rhee [16], ada enam aspek yang dapat digunakan untuk mengukur sejauh mana
keterampilan pemecahan masalah peserta didik, yaitu:

1) Menentukan masalah. Mendefinisikan masalah, menjelaskan permasalahan, menentukan kebutuhan


data dan informasi yang harus diketahui sebelum digunakan untuk mendefinisikan masalah sehingga
menjadi lebih detail, dan mempersiapkan kriteria untuk menentukan hasil pembahasan dari masalah
yang dihadapi;
2) Mengeksplorasi masalah. Menentukan objek yang berhubungan dengan masalah, memeriksa masalah
yang terkait dengan asumsi, dan menyatakan hipotesis yang terkait dengan masalah;
3) Merencanakan solusi. Peserta didik mengembangkan rencana untuk memecahkan masalah, memetakan
sub-materi yang terkait dengan masalah, memilih teori prinsip dan pendekatan yang sesuai dengan
masalah, dan menentukan informasi untuk menemukan solusi;
4) Melaksanakan rencana. Pada tahap ini peserta didik menerapkan rencana yang telah ditetapkan;
5) Memeriksa solusi. Mengevaluasi solusi yang digunakan untuk memecahkan masalah; dan
6) Mengevaluasi. Pada langkah ini, solusi diperiksa, asumsi yang terkait dengan solusi dibuat,
memperkirakan hasil yang diperoleh ketika mengimplementasikan solusi dan mengomunikasikan
solusi yang telah dibuat.

A. MATERI 3: KURIKULUM IPA DI INDONESIA

Kurikulum nasional yang pertama kali diterbitkan oleh pemerintah Indonesia adalah kurikulum 1968.
Kurikulum ini bertujuan untuk memantapkan pondasi kewarganegaraan dan kenegaraan dengan menanamkan
ideologi Pancasila. Dalam kurikulum ini, porsi terbanyak adalah pada pendidikan moral dan kewarganegaraan,
dan pendidikan agama. Sementara itu, pendidikan sains masih belum mendapatkan tempat yang memadai.
(Sularto, 2005 dalam Yaumi, 2006). Pada periode ini terdapat 4 tingkatan sekolah, yaitu Sekolah Dasar (SD),
Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA).

Kurikulum 1968 direvisi dengan adanya kurikulum 1975 yang berusaha mengembangkan aspek
kognitif, psikomotor, dan afektif. Pendidikan IPA merupakan elemen penting, sedangkan Bahasa Inggris
dimasukan sebagai mata pelajaran tambahan. Pada era ini, Indonesia bersiap untuk hubungan internasional
yang lebih mendunia sehingga porsi Bahasa Inggris ditambah.

Kurikulum 1985 menekankan penerapan Cara Belajar Siswa Aktif yang menginginkan peran guru
sebagai fasilitator dan tidak mendominasi pembelajaran. Berdasarkan CBSA, seharusnya pembelajaran IPA
dilakukan di laboratorium, dan peserta didik ditempatkan sebagai subjek pembelajaran. Akan tetapi, pada
kenyataannya, pengadaan laboratorium masih terbatas. Dalam kurikulum ini, pendidikan IPA dianggap penting
sehingga jumlah jam untuk pembelajaran IPA juga ditingkatkan menjadi 34 jam untuk satu catur wulan.

Pada kurikulum-kurikulum selanjutnya, yaitu kurikulum 1994 hingga kurikulum KBK 2004, pendidikan
IPA sudah memiliki proses yang ter tata rapi dalam suatu proses pembelajaran formal di sekolah, mulai dari
pengenalan tematik ketika di prasekolah (TK) hingga tingkat perguruan tinggi pada level "to create". Proses
pembelajaran IPA di sekolah secara holistik dipengaruhi oleh beberapa hal. Pemahaman pembelajaran IPA
mulai dari pengertian dan hakikat IPA, teori-teori belajar yang melatar belakangi seorang individu belajar IPA,
karakteristik peserta didik model- model pembelajaran yang digunakan dalam mengemas materi IPA agar
mudah dipahami dan bermakna bagi peserta didik, nilai-nilai yang akan membentuk karakter peserta didik
sebagai efek pengiring (nurturant effect) dan efek pembelajaran (instructional effect) IPA, hingga penyesuaian
materi (content) IPA yang akan diajarkan dengan penataan lingkungan belajar atau sistem sosial, dan prinsip
reaksi yang mampu mengoptimalkan keseluruhan komponen yang dimiliki peserta didik untuk mencapai
kompetensi yang diharapkan.

Proses pembelajaran IPA yang bermakna diharapkan mampu meningkatkan kualitas pendidikan di
Indonesia. Hal ini berdasarkan fakta yang ada di lapangan, bahwa proses pembelajaran IPA masih berorientasi
pada hasil (result oriented), yaitu pencapaian nilai Ujian Nasional (UN). Proses pembelajaran IPA belum
menyentuh pada ranah kebermaknaan dari konsep yang diperoleh di bangku sekolah/kuliah. Mastery learning
(belajar tuntas) dan meaningful learning (belajar bermakna) dalam proses pembelajaran IPA akan mampu
meningkatkan motivasi belajar peserta didik.

Konsep belajar bermakna dalam proses pembelajaran IPA akan mampu menjawab permasalahan yang
dijumpai seorang peserta didik. Sebagai contoh, peserta didik yang tinggal di daerah lereng gunung merapi,
yang secara periodik mengalami erupsi, akan melakukan belajar bermakna jika dalam proses pembelajaran IPA
berkaitan dengan erupsi merapi. Proses pembelajaran IPA pada peserta didik tersebut dilaksanakan dengan
mengemas dampak yang ditimbulkan dari erupsi merapi terhadap ekosistem dan material-material yang
dihasilkan. Kemasan tersebut disebut proses pembelajaran "integrative science".

Perkembangan kurikulum di Indonesia pada tahun 2013 untuk pembelajaran IPA mengarah pada
konsep proses pembelajaran "integrative science". Konsep "integrative science" berlandaskan teori belajar
behaviorisme, teori perolehan informasi, dan teori psikologi kognitif (konstruktivisme). Dalam pencapaian
tujuan yang terdapat dalam kurikulum, seorang guru harus dapat menciptakan suasana belajar yang sesuai
dengan karakteristik peserta didik dan karakter materi yang akan disampaikan dalam bentuk model
pembelajaran dilengkapi sumber belajar dan media perumusan tujuan dalam kurikulum dan penataan proses
pembelajaran adalah assessment/evaluasi pembelajaran.

Kurikulum 2013 bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik baik kemampuan sikap
religius, sikap sosial, intelektual, kemampuan berkomunikasi, sikap peduli, dan partisipasi aktif dalam
membangun kehidupan berbangsa dan bermasyarakat yang lebih baik. Kurikulum ini menuntut guru memiliki
kreativitas dan pola berpikir tingkat tinggi (Higher Order Thinking) dalam pelaksanaan proses pembelajaran
IPA di kelas.

B. KURIKULUM PEMBELAJARAN IPA SD DI INDONESIA

Dalam melakukan proses pembelajaran IPA SD, guru dipandu oleh Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP) yang telah disusun guru. Akan tetapi, dari manakah guru memperoleh acuan tentang tujuan
pembelajaran IPA, kompetensi yang dikembangkan dalam pembelajaran IPA, bagaimana pembelajaran IPA
akan dilakukan, dan bagaimanakah cara menilainya? Acuan guru adalah kurikulum IPA SD pada sekolah yang
bersangkutan.

Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta
cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu. Kurikulum sekolah dikembangkan dengan mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional (Permendiknas). Acuan pengembangan kurikulum adalah Permendiknas nomor 22 tahun 2006
tentang Standar Isi dan Permendiknas nomor 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan.

1. Tujuan mata pelajaran IPA SD

Mata pelajaran IPA SD/MI bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:

a. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan,
keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-Nya;
b. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari;
c. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling
mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat;
d. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan
membuat keputusan;
e. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan
lingkungan alam;
f. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan
Tuhan;
g. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan
pendidikan ke SMP/MTS.
(Depdiknas Ditjen Manajemen Dikdasmen Ditjen Pembinaan TK dan SD, 2007: 13-14).

2. Ruang lingkup Mata Pelajaran IPA SD/MI

secara garis besar terinci menjadi empat (4) kelompok yaitu:

a. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan
lingkungan, serta kesehatan;
b. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat, dan gas;
c. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana;
d. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya.
(Depdiknas Ditjen Manajemen Dikdasmen Ditjen Pembinaan TK dan SD, 2007: 14)
Keempat kelompok bahan kajian IPA SD/MI tersebut disajikan secara , artinya setiap bahan kajian disajikan di
semua tingkat kelas tetapi dengan tingkat kedalaman yang berbeda; semakin tinggi tingkat kelas semakin
dalam bahasannya.

3. Pemecahan Masalah sebagai Salah Satu Tujuan Pembelajaran IPA SD

Di dalam tujuan mata pelajaran IPA terdapat frasa "pemecahan masalah". Pada kenyataannya, setiap
orang selalu berhadapan dengan masalah yang perlu diselesaikan. Masalah timbul karena adanya jurang
pemisah antar harapan dengan kenyataan dan Anda tidak tahu bagaimana cara menuju ke arah tujuan tersebut.
Pemecahan masalah merupakan sebuah proses yang mengikuti pola umum (heuristik) atau mengikuti langkah-
langkah tertentu (algoritmik). Langkah-langkah penyelesaian masalah adalah sebagai berikut.

a. Mengidentifikasi dan mendefinisikan masalah.


b. Menyusun strategi pemecahan masalah.
c. Menerapkan strategi pemecahan masalah
d. Mengevaluasi.

C. MATERI IPA DI SEKOLAH DASAR BERDASARKAN KURIKULUM 2013

Kurikulum 2013 merupakan kurikulum baru yang mulai diterapkan pada tahun ajaran 2014/2015.
Kurikulum 2013 adalah pengembangan dari kurikulum yang sudah ada yaitu kurikulum Berbasis Kompetensi
dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Kurikulum 2013 menekankan pada peningkatan dan keseimbangan
soft skill dan hard skill yang meliputi aspek kompetensi sikap, pengetahuan, dan ketrampilan. Kedudukan
kompetensi yang semula diturunkan dari mata pelajaran, berubah menjadi mata pelajaran dikembangkan dari
kompetensi (Mulyasa, 2013).

Mulai tahun pelajaran 2013/2014, pemerintah memberlakukan Kurikulum 2013 yang merupakan
penyempurnaan dari kurikulum 2006. Perlu diketahui, bahwa KD IPA pada kurikulum 2013 diorganisasikan ke
dalam empat Kompetensi Inti (KI). Kompetensi Inti (KI) 1 berkaitan dengan sikap diri terhadap Tuhan Yang
Maha Esa. Kompetensi Inti (KI) 2 berkaitan dengan karakter diri dan sikap sosial. Kompetensi Inti (KI) 3 berisi
KD tentang pengetahuan terhadap materi ajar, sedangkan Kompetens Inti (KI) 4 berisi KD tentang penyajian
pengetahuan. Kompetensi Inti (KI) 1, Kompetensi Inti (KI) 2, dan Kompetensi Inti (KI) 4 harus dikembangkan
dan ditumbuhkan melalui proses pembelajaran setiap materi pokok yang tercantum dalam Kompetensi Inti
(KI) 3. Kompetensi Inti (KI) 1 dan Kompetensi Inti (KI) 2 tidak diajarkan langsung (direct teaching), tetapi
indirect teaching pada setiap kegiatan pembelajaran.

Dalam implementasi Kurikulum 2013, kegiatan pembelajaran IPA dikembangkan dengan pendekatan
scientific (observing, measuring, questioning, experiment, communicating) dan keterampilan proses sains
lainnya. Kegiatan yang berbasis scientific inilah yang harus dimunculkan baik ketika menyusun RPP, LKPD
maupun ketika pelaksanaan pembelajaran IPA. Dalam Kurikulum 2013, sebagian besar rumusan Kompetensi
Dasar sudah terpadu (terintegrasi). Hal ini berbeda dengan rumusan kompetensi dasar pada KTSP yang masih
terpisah pisah. Mengacu pada KD yang sudah terpadu tersebut, (silabus, RPP dan LKPD) diarahkan untuk
dirancang berbasis keterpaduan (Susilowati, 2014).

Rincian materi ajar IPA SD sesuai kurikulum 2013 dapat dilihat pada Tabel :

KELAS MATERI PEMBELAJARAN IPA (KURIKULUM 2013)


I Makhluk Hidup dan Proses Kehidupan; Melestarikan lingkungan; Sifat-sifat benda; Energi
dan Perubahannya; Benda langit dan peristiwa alam (cuaca dan musim).
II Makhluk Hidup dan Proses Kehidupan; Sifat-sifat benda; Energi dan Perubahannya; Bumi
dan Alam Semesta.
III Pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup; Perubahan wujud benda; Energi dan
perubahannya; Perkembangan teknologi.
IV Sifat-sifat bunyi dan keterkaitannya dengan indera pendengaran; Sumber energi dan
perubahannya; Hubungan antara bentuk dan fungsi bagian tubuh pada hewan dan
tumbuhan: Sumber Daya Alam dan lingkungan; Sifat-sifat cahaya dan keterkaitannya
dengan indera penglihatan; Siklus hidup dan pelestarian makhluk hidup; Macam-macam
gaya, antara lain: gaya otot, gaya listrik, gaya magnet, gaya gravitasi, dan gaya gesekan;
Gerak.
V Alat gerak dan fungsinya pada hewan dan manusia; Organ pernafasan dan fungsinya pada
hewan dan manusia; Organ pencernaan dan fungsinya pada hewan dan manusia;
Ekosistem dan jaring-jaring makanan; Konsep perpindahan kalor; Siklus air; Zat tunggal
dan campuran
VI Perkembangbiakan tumbuhan dan hewan; Adaptasi makhluk hidup dengan
lingkungannya; Komponen-komponen listrik: Energi listrik: Magnet; Ciri-ciri pubertas dan
kesehatan reproduksi; Sistem tata surya dan benda-benda langit.

D. MATERI IPA DI SEKOLAH DASAR BERDASARKAN KURIKULUM MERDEKA BELAJAR

Mata pelajaran IPA (ilmu pengetahuan alam) dan IPS ( ilmu pengetahuan sosial) pada jenjang sekolah
dasar di gabungkan menjadi IPAS (Ilmu pengetahuan alam dan sosial). Ilmu Pengetahuan Alam dan Sosial
(IPAS) adalah ilmu pengetahuan yang mengkaji tentang makhluk hidup dan benda mati di alam semesta serta
interaksinya, dan mengkaji kehidupan manusia sebagai individu sekaligus sebagai makhluk sosial yang
berinteraksi dengan lingkungannya.

Secara umum, ilmu pengetahuan diartikan sebagai gabungan berbagai pengetahuan yang disusun
secara logis dan bersistem dengan memperhitungkan sebab dan akibat (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2016).
Pengetahuan ini melingkupi pengetahuan alam dan pengetahuan sosial.

Pendidikan IPAS memiliki peran dalam mewujudkan Profil Pelajar Pancasila sebagai gambaran ideal
profil peserta didik Indonesia. IPAS membantu peserta didik menumbuhkan keingintahuannya terhadap
fenomena yang terjadi di sekitarnya. Keingintahuan ini dapat memicu peserta didik untuk memahami
bagaimana alam semesta bekerja dan berinteraksi dengan kehidupan manusia di muka bumi.

Pemahaman ini dapat dimanfaatkan untuk mengidentifikasi berbagai permasalahan yang dihadapi dan
menemukan solusi untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan. Prinsip-prinsip dasar metodologi
ilmiah dalam pembelajaran IPAS akan melatih sikap ilmiah (keingintahuan yang tinggi, kemampuan berpikir
kritis, analitis dan kemampuan mengambil kesimpulan yang tepat) yang melahirkan kebijaksanaan dalam diri
peserta didik.

a. Capaian Pembelajaran IPAS Fase A (Umumnya untuk kelas I dan II SD/MI/Program Paket A)

Rasional Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dan Sosial (IPAS) Tantangan yang dihadapi umat
manusia kian bertambah dari waktu ke waktu. Permasalahan yang dihadapi saat ini tidak lagi sama dengan
permasalahan yang dihadapi satu dekade atau bahkan satu abad yang lalu. Ilmu pengetahuan dan teknologi
terus dikembangkan untuk menyelesaikan setiap tantangan yang dihadapi. Oleh karenanya, pola pendidikan
Ilmu Pengetahuan Alam dan Sosial (IPAS) perlu disesuaikan agar generasi muda dapat menjawab dan
menyelesaikan tantangan-tantangan yang dihadapi di masa yang akan datang.

Ilmu Pengetahuan Alam dan Sosial (IPAS) adalah ilmu pengetahuan yang mengkaji tentangn makhluk
hidup dan benda mati di alam semesta serta interaksinya, dan mengkaji kehidupan manusia sebagai individu
sekaligus sebagai makhluk sosial yang berinteraksi denganmlingkungannya. Secara umum, ilmu pengetahuan
diartikan sebagai gabungan berbagai pengetahuan yang disusun secara logis dan bersistem dengan
memperhitungkan sebab dan akibat (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2016). Pengetahuan ini melingkupi
pengetahuan alam dan pengetahuan sosial.
Pendidikan IPAS memiliki peran dalam mewujudkan Profil Pelajar Pancasila sebagai gambaran ideal
profil peserta didik Indonesia. IPAS membantu peserta didik menumbuhkan keingintahuannya terhadap
fenomena yang terjadi di sekitarnya. Keingintahuan ini dapat memicu peserta didik untuk memahami
bagaimana alam semesta bekerja dan berinteraksi dengan kehidupan manusia di muka bumi. Pemahaman ini
dapat dimanfaatkan untuk mengidentifikasi berbagai permasalahan yang dihadapi dan menemukan solusi
untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan. Prinsip-prinsip dasar metodologi ilmiah dalam
pembelajaran IPAS akan melatih sikap ilmiah (keingintahuan yang tinggi, kemampuan berpikir kritis, analitis
dan kemampuan mengambil kesimpulan yang tepat) yang melahirkan kebijaksanaan dalam diri peserta didik.

b. Tujuan Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dan Sosial (IPAS)

Dengan mempelajari IPAS, peserta didik mengembangkan dirinya sehingga sesuai dengan profil Pelajar
Pancasila dan dapat:

1. mengembangkan ketertarikan serta rasa ingin tahu sehingga peserta didik terpicu untuk mengkaji
fenomena yang ada di sekitar manusia, memahami alam semesta dan kaitannya dengan kehidupan
manusia;
2. berperan aktif dalam memelihara, menjaga, melestarikan lingkungan alam, mengelola sumber daya
alam dan lingkungan dengan bijak;
3. mengembangkan keterampilan inkuiri untuk mengidentifikasi, merumuskan hingga menyelesaikan
masalah melalui aksi nyata;
4. mengerti siapa dirinya, memahami bagaimana lingkungan sosial dia berada, memaknai bagaimanakah
kehidupan manusia dan masyarakat berubah dari waktu ke waktu;
5. memahami persyaratan yang diperlukan peserta didik untuk menjadi anggota suatu kelompok
masyarakat dan bangsa serta Dengan mempelajari IPAS, peserta didik mengembangkan dirinya
sehingga sesuai dengan profil Pelajar Pancasila dan dapat:
6. mengembangkan ketertarikan serta rasa ingin tahu sehingga peserta didik terpicu untuk mengkaji
fenomena yang ada di sekitar manusia, memahami alam semesta dan kaitannya dengan kehidupan
manusia;
7. berperan aktif dalam memelihara, menjaga, melestarikan lingkungan alam, mengelola sumber daya
alam dan lingkungan dengan bijak;
8. mengembangkan keterampilan inkuiri untuk mengidentifikasi, merumuskan hingga menyelesaikan
masalah melalui aksi nyata
9. mengerti siapa dirinya, memahami bagaimana lingkungan sosial dia berada, memaknai bagaimanakah
kehidupan manusia dan masyarakat berubah dari waktu ke waktu;
10. memahami persyaratan yang diperlukan peserta didik untuk menjadi anggota suatu kelompok
masyarakat dan bangsa

MATERI 4: LITERASI SAINS DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI

A. Pengertian Literasi Sains

Secara harfiah, literasi sains terdiri dari kata yaitu literatus yang berarti melek huruf dan scientia yang
diartikan memiliki pengetahuan. Literasi sains merupakan kemampuan menggunakan pengetahuan sains,
mengidentifikasi pertanyaan, dan menarik kesimpulan berdasarkan bukti-bukti, dalam rangka memahami
serta membuat keputusan berkenaan dengan alam dan perubahan yang dilakukan terhadap alam melalui
aktivitas manusia (OECD, 2003).

Literasi sains menurut PISA diartikan sebagai “ the capacity to use scientific knowledge , to identify questions
and to draw evidence-based conclusions in order to understand and help make decisions about the natural world
and the changes made to it through human activity”. Berdasarkan pemaparan tersebut literasi sains dapat
didefinisikan sebagai kemampuan menggunakan pengetahuan sains, mengidentifikasi pertanyaan, dan menarik
kesimpulan berdasarkan bukti-bukti, dalam rangka memahami serta membuat keputusan berkenaan dengan
alam dan perubahan yang dilakukan terhadap alam melalui aktivitas manusia.
Menurut Poedjiadi (Toharudin, et.al, 2011: 2) seseorang memiliki literasi sains dan teknologi ditandai
dengan memiliki kemampuan untuk menyelesaikan masalah dengan menggunakan konsep-konsep sains yang
diperoleh dalam pendidikan sesuai dengan jenjangnya, mengenal produk teknologi yang ada di sekitarnya
beserta dampaknya, mampu menggunakan produk teknologi dan memeliharanya, kreatif dalam membuat hasil
teknologi yang disederhanakan sehingga peserta didik mampu mengambil keputusan berdasarkan nilai dan
budaya masyarakat.

Tujuan pendidikan sains adalah meningkatkan kompetensi peserta didik untuk dapat memenuhi
kebutuhan hidupnya dalam berbagai situasi termasuk dalam menghadapi berbagai tantangan hidup di era
global. Dengan literasi sains, peserta didik akan mampu belajar lebih lanjut dan hidup di masyarakat modern
yang saat ini banyak dipengaruhi oleh perkembangan sains dan teknologi. Selain itu dengan literasi sains,
peserta didik diharapkan dapat memiliki kepekaan dalam menyelesaikan permasalahan global seperti hal nya
permasalahan lingkungan hidup, kesehatan dan ekonomi hal ini dikarenakan pemahaman sains menawarkan
penyelesaian terkait permasalahan tersebut.

B. Prinsip-prinsip Dasar Literasi Sains

Mengacu pada Kemendikbud (2017:5) prinsip dasar literasi sains untuk peserta didik sekolah dasar adalah:

1. Kontekstual, sesuai dengan kearifan lokal dan perkembangan zaman. Stimulus atau isu yang dibahas dapat
diambil dari permasalahan yang nyata ditemukan dalam kehidupan sekitar peserta didik, menyesuaikan
dengan lokasi daerah, serta memilih isu yang sedang berkembang misalnya saja tentang pandemi COVID-
19.
2. Pemenuhan kebutuhan sosial, budaya, dan kenegaraan. Langkah yang disajikan dalam aktivitas sains
diharapkan mampu meningkatkan keterampilan proses sains peserta didik..
3. Sesuai dengan standar mutu pembelajaran yang sudah selaras dengan pembelajaran abad 21.
Beragam aktivitas yang dikembangkan untuk mewujudkan profil pelajar yang literat khususnya dalam
sains dapat dilakukan melalui pendekatan saintifik.
4. Holistik dan terintegrasi dengan beragam literasi lainnya Pembelajaran sains yang optimal terjadi jika
peserta didik diarahkan untuk mencari tahu melalui serangkaian proses penemuan sehingga membantu
mereka memperoleh pemahaman yang lebih mendalam (Listiyani, 2015).
5. Kolaboratif dan partisipatif. Diperlukan dukungan kerja sama dan partisipasi yang baik dari warga
sekolah dan orang tua dalam melaksanakan aktivitas sains agar kegiatan dapat optimal.

C. Ruang Lingkup Literasi Sains

Secara umum, pembelajaran idealnya dapat menyeimbangkan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Seperti halnya dalam pembelajaran, ruang lingkup sains dapat dikaji dari tiga komponen utama tersebut yakni
sains dilihat dari aspek produk (pengetahuan), aspek keterampilan proses (psikomotorik), dan aspek sikap
ilmiah (afektif). Aspek produk dalam sains meliputi beragam produk dan hasil temuan dalam sains diantaranya
fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori. Beragam isu yang dapat diangkat sebagai kajian dalam literasi sains
adalah kesehatan, sumber daya alam, lingkungan, dan bencana alam. Bagaimana mengenalkan peserta didik
pada kondisi aman bencana, meningkatkan kepedulian peserta didik terhadap energi, air, pengelolaan sampah
dan menjaga kelangsungan keanekaragaman hayati merupakan beberapa contoh isu yang dapat diangkat oleh
guru menjadi sebuah aktivitas untuk mengoptimalkan literasi sains peserta didik sekolah dasar.

Sains dilihat dari sikap ilmiah dapat diartikan berbagai keyakinan, pendapat, dan nilai-nilai yang harus
dipertahankan oleh seorang ilmuwan khususnya ketika mencari atau mengembangkan pengetahuan baru.
Contoh sikap ilmiah antara lain: rasa ingin tahu, obyektif terhadap fakta, rasa tanggung jawab, disiplin, tekun,
jujur, terbuka terhadap pendapat orang lain, teliti, kehati-hatian, tidak tergesa-gesa mengambil kesimpulan,
kerja sama, tidak mudah putus asa, dan disiplin.
Sebagai suatu keterampilan proses, sains merupakan suatu metode yang digunakan untuk memperoleh
pengetahuan. Metode yang biasa digunakan dikenal dengan nama metode ilmiah atau metode keilmuan.
Metode keilmuan merupakan perpaduan antara pengetahuan yang didapat melalui pikiran (rasionalisme) dan
pengetahuan melalui pengalaman (empirisme). Franscis Bacon merupakan tokoh yang dikenal sebagai bapak
metode ilmiah. Langkah-langkah dalam metode ilmiah diantaranya adalah sebagai berikut: (1) sadar akan
adanya masalah dan perumusan masalah; (2) merumuskan hipotesis (dugaan sementara); (3)
mengamati/observasi (penyusunan dan klasifikasi data); (4) menguji kebenaran hipotesis melalui
penyelidikan; dan (5) membuat kesimpulan.

D. Sumber Belajar Literasi Sains

Pengembangan ragam sumber belajar berbasis literasi sains di satuan pendidikan dapat dilakukan satuan
pendidikan dan guru, antara lain sebagai berikut:

1. Penyediaan buku-buku berkaitan dengan sains, baik fiksi, nonfiksi, maupun referensi yang sejalan dengan
perkembangan peserta didik sekolah dasar. Bukubuku dimaksud merupakan buku bermutu yang dapat
diakses oleh warga sekolah akan berpengaruh dalam mencetak warga sekolah yang literat sains.
2. Penyusunan dan pengembangan bahan ajar berupa rancangan proses pembelajaran yang berisi hakikat
sains, literasi sains, pola pikir sistem (system thinking), serta bekerja dan berpikir kolaboratif.
3. Penggunaan permainan tradisional edukatif tentang sains yang dapat memperkaya pengalaman belajar
peserta didik. Permainan edukatif dapat dikembangkan dalam berbagai bentuk baik secara fisik maupun
online.
4. Kegiatan Festival Literasi Sains dengan dengan berbagai aktivitas, misalnya: (1) Pelibatan orang tua untuk
melakukan kegiatan bersama dengan peserta didik dalam membuat atau mengembangkan alat peraga dan
permainan sains di rumah. (2) Pameran hasil karya proyek peserta didik (hasil Project-Based Learning)
yang bersifat interdisipliner dengan sains sebagai salah satu unsurnya.
5. Memperbanyak kegiatan jelajah alam sekitar. Lingkungan alam sekitar juga dapat menjadi sumber belajar
yang dapat dieksplorasi semaksimal mungkin oleh peserta didik. Kegiatan tersebut dapat dilakukan di
dalam dan di luar jam sekolah. Guru dapat memberikan panduan kegiatan, kemudian peserta didik
melakukan eksplorasi, observasi, klasifikasi, pengukuran, prediksi, penentuan, dan inferensi bersama
kelompok atau individu.

E. Penilaian Literasi Sains

Penilaian literasi sains yaitu menilai pemahaman peserta didik terhadap konten sains, proses sains, dan
konteks aplikasi sains. Konten dalam literasi sains meliputi materi yang terdapat dalam kurikulum dan materi
yang bersifat lintas kurikulum dengan penekanan pada pemahaman konsep dan kemampuan untuk
menggunakannya dalam kehidupan. Proses sains merujuk pada proses mental yang terlibat ketika peserta
didik memecahkan permasalahan. Sedangkan konteks adalah area aplikasi dari konsep-konsep sains. Sesuai
dengan pandangan tersebut, penilaian literasi sains tidak semata-mata berupa pengukuran tingkat pemahaman
terhadap pengetahuan sains tetapi juga pemahaman terhadap berbagai aspek proses sains serta kemampuan
mengaplikasikan pengetahuan dan proses sains dalam situasi nyata yang dihadapi peserta didik, ini berarti
bahwa penilaian literasi sains tidak hanya berorientasi pada penguasaan materi sains akan tetapi juga pada
penguasaan kecakapan hidup, kemampuan berpikir dan kemampuan dalam melakukan proses-proses sains
pada kehidupan nyata peserta didik.

F. Media Pembelajaran Literasi Sains

Media pembelajaran merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam menciptakan keefektifan proses
pembelajaran. Media pembelajaran selayaknya dipilih sesuai dengan tujuan pembelajaran, materi ajar dan juga
karakteristik peserta didik sebagai subjek belajar. Penggunaan media sebagai alat pendukung penguasaan
kompetensi literasi sains dan kompetensi abad 21 dapat memainkan peranan pentingnya apabila dijadikan
sebagai alat berpikir kritis dan digunakan dalam kegiatan inkuiri yang dilakukan oleh peserta didik.
Apabila dilihat dari karakteristiknya siswa sekolah dasar pada umumnya berada pada tahap berpikir
oprasional kongkrit, hal ini berdampak pada pemilihan media pembelajaran yang akan digunakan yang mana
pada pembelajaran hendaknya media yang digunakan merupakan media konkrit yang dapat dioprasikan secara
langsung sehingga konsep yang dipelajari dapat lebih mudah diterima dan difahami oleh peserta didik. Namun
pemilihan media juga harus senantiasa didasarkan pada keterwakilan media tersebut dalam mengembangkan
kemampuan berpikir kritis peserta didik.

G. Implementasi Literasi Sains

Mengimplementasikan literasi sains dalam pembelajaran IPA di Sekolah Dasar siswa diharapkan memiliki
kemampuan dalam hal pengetahuan dan pemahaman tentang konsep-konsep ilmiah dan proses yang
diperlukan untuk partisipasi dalam masyarakat di era digital dan siswa juga diharapkan mampu
mengidentifikasi serta mengatasi segala problematika yang ditemui siswa dalam pembelajaran di kehidupan
sehari-hari. Dengan adanya literasi sains, siswa diharapkan mampu memenuhi berbagai tuntutan zaman yaitu
dengan menjadi problem solver (pemecah masalah) dengan pribadi yang kompetitif, inovatif, kreatif,
kolaboratif serta berkarakter sesuai dengan perkembangan kompetensi abad 21.

Literasi sains merupakan bagian terpenting dalam penentuan ketercapaian penguasaan Pendidikan IPA di
Sekolah Dasar. Tentunya harus diiringi dengan proses pembelajaran yang interaktif, inspratif, menyengkan,
menentang, dan dapat memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif dalam proses belajar. Pembelajaran yang
menitikberatkan pada tercapainya penerapan literasi sains adalah pembelajaran yang sesuai dengan hakikat
pembelajaran yang mana tidak hanya beriorentasi pada pengetahuan saja melainkan juga pada proses
terintegrasinya konsep dan pengamalan serta ketercapaian dari sikap ilmiah. Oleh karena itu penerapan
literasi sains juga harus diimbangi dengan pembelajaran inquiry ilmiah untuk menumbuhkan kemampuan
berfikir kritis pada siswa agar mampu menyelesaikan segala persoalan yang ada sehingga siswa akan
memperoleh pemahaman yang lebih mendalam terhadap alam sekitar.

Penerapan literasi sains di sekolah dasar sejalan dengan empat pilar pendidikan universal yang
dirumuskan UNESCO yaitu learning to know, learning to do, learning to be dan learning to live. Pembelajran
yang diharapkan di tingkat Sekolah Dasar adalah penekanan pada pembelajaran salingtemas (sains,
lingkungan, teknologi dan masyarakat). Pembelajaran ini lebih diarahkan pada pengalaman belajar untuk
merancang suatu karya melalui penerapan konsep IPA. Adapun untuk metode dan pendekatan yang digunakan
dalam pembelajaran tidak dibatasi, artinya guru bebas menggunakan metode apapun dengan penekanan
tujuan utama literasi sains tetap tercapai. Tujuan utama tersebut merupakan hasil pembelajaran interaksi guru
dengan siswa, yaitu pengembangan dan penguasaan sikap ilmiah serta ketarampilan proses sains. Dapat
dikatakan bahwa proses pembelajarannya menitikberatkan pada pemberian pengalaman langsung dan
pengaplikasian hakikat sains. Meski metode pembelajaran tidak dibatasi, guru dianjurkan untuk menggunakan
metode pembelajaran yang sesuai dengan pembelajaran sains seperti, problem based learning, project based
learning, inquiry dan discovery learning. Jika dicermati, metode / model pembelajaran ini sesuai dengan model
pembelajaran yang dianjurkan dalam kurikulum 2013. Sementara pemberian pengalaman langsung dan
pengaplikasian sains diperoleh melalui pratikum. Pratikum merupakan suatu rangkaian kegiatan yang
memungkinkan seorang siswa mengaplikasikan keterampilan atau mempraktikkan sesuatu (Daniah, 2020).

Melalui pratikum diharapkan siswa tertarik untuk belajar, ikut serta dan tidak apatis. Setidaknya ada 3
faktor yang penting diperhatikan guru dalam menerapkan literasi sains di SD yaitu: 1. Stimulus siswa agar siap
bealajar. 2. Libatkan siswa dalam pembelajaran. 3. Ciptakan suasana belajar yang menyengkan. Praktikum di
atas termasuk salah satu cara menciptakan suasana belajar yang menyenangkan.

MATERI 5:

2.1. PENDEKATAN PEMBELAJARAN

Pendekatan pembelajaran adalah salah satu cara yang dilakukan oleh guru dalam pelaksanaan
pembelajaran agar konsep yang disajikan bisa beradaptasi dengan siswa. Atau pendekatan pembelajaran
adalah berbagai cara atau strategi yang ingin digunakan siswa untuk menunjukkan keefektifan dan efisiensi
dalam. proses pembelajaran materi tertentu. Strategi dalam hal ini berarti seperangkat langkah operasional
yang direkayasa sedemikian rupa untuk memecahkan masalah atau mencapai tujuan pembelajaran tertentu.
Strategi yang dipilih oleh seorang guru melibatkan pendekatan, metode dan teknik yang lazim digunakan
dalam pembelajaran.

Pendekatan pembelajaran berarti aturan pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan-kemampuan


kognitif, afektif dan psikomotorik siswa dalam pengolahan pesan sehingga tercapai sasaran belajar. Selain itu,
pendekatan pembelajaran adalah arah suatu kebijaksanaan yang dilakukan guru atau siswa dalam mencapai
tujuan pengajaran dilihat dari bagaimana materi disajikan. Pengertian lain dari pendekatan pembelajaran
adalah suatu jalan atau cara yang digunakan oleh guru atau pengajar untuk memungkinkan siswa belajar
(Rahmawati, 2011).

Pendekatan atau metode adalah serangkaian pola atau tindakan yang terorganisir berdasarkan prinsip-
prinsip tertentu (filosofis, psikologis, pedagogis, dan ekologis) yang diarahkan secara sistematis menuju suatu
tujuan yang ingin dicapai. Istilah metode pembelajaran dapat diartikan sebagai seperangkat perilaku belajar
yang didasarkan pada prinsip-prinsip dasar tertentu (filosofis, psikologis, pedagogis, dan ekologis) yang
mengadaptasi, menginspirasi, memperkuat, dan mendukung metode pembelajaran tertentu. Pendekatan
pembelajaran suatu himpunan asumsi yang saling berhubungan dan terkait dengan sifat pembelajaran.
pendekatan pembelajaran adalah titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran.
Pendekatan pembelajaran diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran.
Pendekatan pem- belajaran merujuk kepada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih
sangat umum. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pendekatan pembelajaran adalah titik tolak atau suatu sudut
pandang terhadap proses pembelajaran.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa pendekatan pembelajaran adalah titik tolak atau suatu sudut pandang
terhadap proses pembelajaran.

Jenis-jenis Pendekatan Pembelajaran

Variabel utama dalam kegiatan pembelajaran adalah guru dan siswa. Tidak akan terjadi proses
pembelajaran apabila kedua varibel ini tidak ada berdasarkan hal tersebut. Maka pendekatan dalam
pembelajaran secara umum dibagi dua, adalah pende- katan yang berorientasi kepada guru dan pembelajaran
yang berorientasi kepada siswa. Ada dua pendekatan dalam kegiatan pembelajaran, adalah:

1) Pendekatan pembelajaran berorientasi kepada guru (teacher centered approaches)

Pendekatan pembelajaran berorientasi pada guru adalah pendekatan yang menempatkan siswa sebagai
objek dalam belajar dan kegiatan belajar bersifat klasik. Pendekatan yang berorientasi pada guru menggunakan
sistem pembelajaran konvensional, dimana hampir seluruh kegiatan pembelajaran dikendalikan oleh guru.
Pendekatan pembelajaran yang berpusat pada guru memiliki ciri bahwa manajemen dan pengelolaan
pembelajaran ditentukan sepenuhnya oleh guru. Peran siswa pada pendekatan ini hanya melakukan aktivitas
sesuai dengan petunjuk guru. Siswa hampir tidak memiliki kesempatan untuk melakukan aktivitas sesuai minat
dan keinginannya. Pada strategi peran guru sangat me- nentukan baik dalam pilihan isi atau materi pelajaran
maupun penentuan proses pembelajaran. Kelebihannya, guru memiliki kebebasan untuk mengatur alokasi
waktu pembelajaran. Sedangkan kelemahannya peserta didik cenderung pasif dan hanya terjadi komunikasi
satu arah sehingga siswa menjadi bergantug pada materi yang disajikan guru dan pengalaman yang diperoleh
dalam belajar menjadi terbatas.

2) Pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada siswa (student centered approaches)

Pendekatan pembelajaran berorientasi pada siswa adalah pendekatan pembelajaran yang


menempatkan siswa sebagai subjek belajar dan kegiatan belajar bersifat modern. Pendekatan pembelajaran
yang berorientasi pada siswa, manajemen, dan pengelolaannya ditentukan oleh siswa. Pada pendekatan ini
siswa memiliki kesempatan yang terbuka untuk melakukan kreativitas dan mengembangkan potensi- nya
melalui aktivitas secara langsung sesuai denga minat dan keinginannya. Pada strategi ini peran guru lebih
mendekatkan diri pada fasilitator, pembimbing sehingga kegiatan belajar siswa menjadi lebih terarah.

Kelebihan pendekatan ini, adalah peserta didik mendapatkan kebebasan yang bertanggungjawab dalam
menentukan pengalaman belajarnya dan memanfaatkan fasilitas yang ada. Selain itu kompetensi yang dicapai
luas dan mendalam serta tidak mudah dilupakan, karena siswa menkon- triksikan sendiri yang dipelajari
dengan bimbingan dan arahan guru. Sedangkan kelemahannya alokasi waktu yang kurang efisien dan guru
tidak dapat mengetahui kompetensi yang diharapkan, serta tuntutan silabus yang sulit dipenuhi sesuai dengan
waktu yang ditetapkan dalam kalender akademik.

Pendekatan pembelajaran jika dilihat dari segi materi dapat dibedakan menjadi dua, adalah pendekatan
kontekstual dan pendekatan tematik.

a. Pendekatan kontekstual

Pendekatan kontekstual merupakan model pengetahuan untuk membangun pengetahuan dan


ketrampilan berpikir melalui bagaimana belajar dikaitkan dengan situasi nyata dilingkungan sekitar peserta
didik, sehingga hasilnya lebih bermakna. Pembelajaran kontekstual menurut Johnson merupakan proses
pendidikan yang bertujuan membantu peserta didik melihat makna dan bahan pengajaran yang mereka
pelajari dengan cara menghubungkannya dengan konteks kehidupan mreka sehari-hari, adalah konteks
lingkungan pribadi, sosial, dan budaya.

b. Pendekatan tematik

Pendekatan tematik merupakan suatu pembelajaran di mana materi yang akan dipelajari peserta didik
disampaikan dalam bentuk topik-topik dan tema yang dianggap relevan. Pembelajaran dengan pendekatan
tematik satu disipin ilmu atau multidisiplin ilmu.

 Pendekatan pembelajaran tematik untuk satu disiplin ilmu.

Penyajian materi untuk satu mata pelajaran un- tuk mencapai sejumlah kemampuan dasar selama satu
semester atau satu tahun dalam bentuk tema.

 Pendekatan pembelajaran tematik untuk multidisiplin ilmu

Penyajian materi pembelajaran dalam suatu tema yang isinya mencakup materi pokok untuk mencapai
kemampuan dasar dari berbagai mata pelajaran yang dianggap relevan dengan tema yang disajikan, dan materi
pokok dari setiap mata pela- jaran menjadi topik.

Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses
pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat
umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan
cakupan teoretis tertentu.

1. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: pendekatan
pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach) dan
2. pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered
approach).

Dari pendekatan pembelajaran yang telah ditetapkan selanjutnya diturunkan ke dalam strategi
pembelajaran. Newman dan Logan (Abin Syamsuddin Makmun, 2003) mengemukakan empat unsur strategi
dari setiap usaha, yaitu :

1. Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi hasil (out put) dan sasaran (target) yang
harus dicapai, dengan mempertimbangkan aspirasi dan selera masyarakat yang memerlukannya.
2. Mempertimbangkan dan memilih jalan pendekatan utama (basic way) yang paling efektif untuk
mencapai sasaran.
3. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah (steps) yang akan dtempuh sejak titik awal
sampai dengan sasaran.
4. Mempertimbangkan dan menetapkan tolok ukur (criteria) dan patokan ukuran (standard) untuk
mengukur dan menilai taraf keberhasilan (achievement) usaha.

Jika kita terapkan dalam konteks pembelajaran, keempat unsur tersebut adalah:

1. Menetapkan spesifikasi dan kualifikasi tujuan pembelajaran yakni perubahan profil perilaku dan
pribadi peserta didik.
2. Mempertimbangkan dan memilih sistem pendekatan pembelajaran yang dipandang paling efektif.
3. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah atau prosedur, metode dan teknik
pembelajaran.
4. Menetapkan norma-norma dan batas minimum ukuran keberhasilan atau kriteria dan ukuran baku
keberhasilan.

2.2. MODEL PEMBELAJARAN

Dalam proses pembelajaran dikenal istilah model pembelajaran. Menurut Arends dalam Trianto
(2010:51) model pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan digunakan, termasuk
didalamnya tujuan-tujuan pengajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran,
dan pengelolaan kelas. Sedangkan menurut Sumantri, dkk (1999:42) model pembelajaran adalah kerangka
konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk
mencapai tujuan pembelajaran tertentu, dan memiliki fungsi sebagai pedoman bagi para perancang
pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar.

Hal senada juga diungkapkan oleh Erman, Suherman (2003:7) model pembelajaran adalah pola
interaksi siswa dengan guru didalam kelas yang menyangkut strategi, pendekatan, metode dan teknik
pembelajaran yang diterapkan dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di kelas.

Jadi model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal
sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus
atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode dan teknik pembelajaran.

Menurut Trianto (2010:53) fungsi model pembelajaran adalah sebagai pedoman bagi perancang
pengajar dan para guru dalam melaksanakan pembelajaran. Untuk memilih model ini sangat dipengaruhi oleh
sifat dari materi yang akan diajarkan dan juga dipengaruhi oleh tujuan yang akan dicapai dalam pengajaran
tersebut serta tingkat kemampuan peserta didik. Disamping itupula, setiap model pembelajaran juga
mempunyai tahap-tahap (sintaks) yang dapat dilakukan siswa dengan bimbingan guru. Antara sintak yang satu
dengan yang lain juga mempunyai perbedaan. Perbedaan-perbedaan ini, diantaranya pembukaan dan
penutupan pembelajaran yang berbeda Antara satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu guru perlu menguasai
dan dapat menerapkan berbagai keterampilan mengajar, agar dapat mencapai tujuan pembelajaran yang
beraneka ragam dan lingkungan belajar yang menjadi ciri sekolah dewasa ini.

Model pembelajaran mempunyai empat ciri khusus yang tidak dimiliki oleh strategi, metode atau
prosedur. Ciri-ciri khusus model pembelajaran adalah:

1) Rasional teoritis logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembangnya. Model pembelajaran
mempunyai teori berpikir yang masuk akal. Maksudnya para pencipta atau pengembang membuat teori
dengan mempertimbangkan teorinya dengan kenyataan sebenarnya serta tidak secara fiktif dalam
menciptakan dan mengembangkannya.
2) Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan pembelajaran yang akan
dicapai).
3) Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil.
Model pembelajaran mempunyai tingkah laku mengajar yang diperlukan sehingga apa yang menjadi
cita-cita mengajar selama ini dapat berhasil dalam pelaksanaannya.
4) Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai. Model pembelajaran
mempunyai lingkungan belajar yang kondusif serta nyaman, sehingga suasana belajar dapat menjadi
salah satu aspek penunjang apa yang selama ini menjadi tujuan pembelajaran.

Contoh model pembelajaran yang umum digunakan diantaranya adalah;

1. Discovery learning (pembelajaran penemuan)

Discovery Learning adalah suatu proses belajar yang di dalamnya tidak disajikan suatu konsep dalam
bentuk jadi (final), akan tetapi siswa dituntut untuk mengorganisasi sendiri cara belajarnya dalam menemukan
konsep. Widyastuti (2015 : 34) menyatakan bahwa “Discovery Learning merupakan pembelajaran berdasarkan
penemuan (inquiry-based), konstruktivis dan teori bagaimana belajar. Model pembelajaran ini diberikan
kepada siswa yang memiliki skenario pembelajaran untuk memecahkan masalah yang nyata dan mendorong
mereka untuk memecahkan masala mereka sendiri. Dalam memecahkan masalah yang dihadapi, karena
bersifat konstruktivis, maka siswa menggunakan pengalaman mereka terdahulu dalam memecahkan masalah.

2. Inquiry learning (pembelajaran penyelidikan)

Model pembelajaran ini menekankan kepada proses mencari dan menemukan. Materi tidak diberikan
secara langsung, peran siswa dalam model ini yakni guru akan berperan sebagai fasilitator dan pembimbing
dalam proses pembelajaran. Rangkaian kegiatan pembelajaran akan menekankan pada proses berpikir kritis
dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari masalah yang dipertanyakan.

3. Problem based learning (pembelajaran berbasis masalah)

Model pembelajaran berbasis masalah adalah model pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran
siswa pada masalah autentik sehingga siswa dapat menyusun pengetahuannya sendiri, menumbuh
kembangkan keterampilan yang lebih tinggi dan inquiry, memandirikan siswa dan meningkatkan kepercayaan
diri sendiri (Arends dalam abbas, 2000 : 13). Model ini bercirikan penggunaan masalah kehidupan nyata
sebagai sesuatu yang harus dipelajari siswa untuk melatih dan meningkatkan keterampilan berfikir kritis dan
pemecahan masalah serta mendapatkan pengetahuan konsep – konsep penting, di mana tugas guru harus
memfokuskan diri untuk membantu siswa mencapai keterampilan mengarahkan diri. Pembelajaran berbasis
masalah, penggunaannya di dalam tingkat berfikir yang lebih tinggi, dalam situasi berorientasi pada masalah,
termasuk bagaimana belajar

4. Project based learning (pembelajaran berbasis proyek)

Menurut Yahya Muhammad Mukhlis, dkk. (2010), project-based learning merupakan model
pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada guru untuk mengelola pembelajaran di kelas dengan
melibatkan kerja proyek. Adapun menurut Purnama Yudi (2007), adalah sebuah model pembelajaran yang
tepat untuk memenuhi kebutuhan ini, di mana peserta didik dilibatkan langsung dalam memecahkan
permasalahan yang ditugaskan, mengizinkan para peserta didik untuk aktif membangun dan mengatur
pembelajarannya, dan dapat menjadikan peserta didik yang realistis. Made Wina (2009), mendefinisikan
project-based learning/pembelajaran berbasis proyek sebagai model pembelajaran yang memberikan
kesempatan kepada guru untuk mengelola pembelajaran di kelas dengan melibatkan kerja proyek. Kerja
proyek adalah suatu bentuk kerja yang memuat tugas-tugas yang kompleks berdasarkan kepada pertanyaan
dan per- masalahan (problem) yang sangat menantang, dan menuntut peserta didik untuk merancang,
memecahkan masalah, membuat keputusan, melakukan kegiatan investigasi, serta memberikan kesempatan
kepada peserta didik untuk bekerja secara mandiri (Made Wena, 2009). Tu- juannya yaitu agar peserta didik
mempunyai kemandirian dalam me- nyelesaikan tugas yang dihadapinya.

5. Poblem solving (Pemecahan masalah)


Menurut As'ari dalam Suyitno (2006) pembelajaran yang mampu melatih siswa berpikir tinggi adalah
pembelajaran yang berbasis pemecahan masalah. Ditambahkan pula bahwa suatu soal dapat dipakai sebagai
sarana dalam pembelajaran berbasis pemecahan masalah, jika dipenuhi empat syarat: Pertama, siswa belum
tahu cara penyelesaian soal tersebut, yaitu siswa belum mengetahui penyelesaian masalah yang diberikan oleh
guru untuk dicari solusinya; Kedua, materi persyarat sudah diperoleh siswa, yaitu masalah yang diberikan guru
telah ditemukan siswa dalam buku referensi dan sudah dijelaskan oleh guru; Ketiga, penyelesaian soal
terjangkau oleh siswa, yaitu penyelesaian soal yang diberikan oleh guru dapat dipecahkan oleh siswa/sesuai
tingkat kesulitan yang dijangkau oleh siswa; dan Keempat, siswa berkehendak untuk memecahkan soal
tersebut, yaitu setiap siswa mampu memecahkan soal sesuai yang diharapkan oleh guru (Shoimin, 2014: 135-
136).

6. Cooperatif learning (model pembelajaran kooperatif)

Cooperative learning berasal dari kata cooperative yang artinya memaksimalkan belajar siswa untuk
meningkatkan akademik dan pemahaman baik secara individu maupun secara kelompok serta saling
membantu satu sama lain (Trianto, 2009:57). Menurut Johnson, model pembelajaran cooperative learning
merupakan salah satu pembelajaran yang mendukung pembelajaran konstektual. Dan system pengajaran
cooperative learning dapat didefinisikan sebagai system kerja atau belajar kelompok yang terstruktur dan
cooperative learning adalah suatu strategi belajar mengajar yang menekankan pada sikap atau perilaku
bersama dalam bekerja yang teratur kelompok, yang terdiri dua orang atau lebih (Amri dan Ahmadi, 2010:90).

2.3. METODE PEMBELAJARAN

Dengan demikian suatu strategi dapat dapat dilaksanakan dengan berbagai metode, misalnya metode
ceramah, demonstrasi, diskusi, simulasi, laboratorium, pengalaman lapangan, brainstorming, penugasan, dan
debat. Pelaksanaan suatu metode pembelajaran dapat dibantu dengan teknik pembelajaran. Metode
pembelajaran merupakan upaya untuk mengimplementasikan rencana yang telah disusun dalam kegiatan
nyata, agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal. Metode digunakan untuk merealisasikan strategi
yang telah ditetapkan dan merupakan cara yang tepat untuk melaksanakaan strategi.

Menurut Suyono dan Harianto (2012:19) metode pembelajaran adalah seluruh perencanaan dan
prosedur maupun langkah- langkah kegiatan pembelajaran termasuk pilihan cara penilaian yang akan
dilaksanakan. Metode digunakan untuk merealisasikan strategi yang telah ditetapkan.dengan demikian, bisa
terjadi satu strategi pembelajaran digunakan beberapa metode. Metode adalah cara yang dapat digunakan
untuk melaksanakan strategi. Metode secara harfiah berarti cara. Dalam pemakaian yang umum, metode
diartikan sebagai suatu cara atau prosedur yang dipakai untuk mencapai tujuan tertentu.

Jenis-jenis Metode Pembelajaran

1. Metode Ceramah

Pelaksanaan metode ceramah di kelas dapat berbentuk cerita kenyataan, dongeng atau informasi
tentang ilmu pengetahuan. Metode ini diartikan sebagai cara menyajikan pelajaran melalui penuturan lisan
atau penjelasan langsung kepada sekelompok siswa. Hal ini selain disebabkan oleh beberapa pertimbangan
tertentu, juga adanya faktor kebiasaan baik dari guru maupun siswa. Guru biasanya belum merasa puas jika
dalam proses pengelolaan pembelajaran tidak melakukan ceramah. Demikian juga dengan siswa, mereka akan
belajar jika ada guru yang akan memberikan materi pelajaran melalui ceramah, sehingga ada guru yang
berceramah berarti ada proses belajar dan jika tidak ada guru berarti tidak ada proses belajar.

Kelebihan metode ceramah adalah sebagai berikut:

1) Ceramah merupakan metode yang murah dan mudah untuk dilakukan.


2) Ceramah dapat memberikan pokok-pokok materi yang perlu ditonjolkan. Artinya guru dapat mengatur
pokok- pokok materi yang mana yang perlu ditekankan sesuai dengan kebutuhan dan tujuan yang ingin
dicapai.
3) Melalui ceramah, guru dapat mengontrol keadaan kelas, oleh karena sepenuhnya kelas merupakan
tanggung jawab guru yang memberikan ceramah.
4) Organisasi kelas dengan menggunakan ceramah dapat diatur jadi lebih sederhana. Ceramah tidak
memerlukan seting kelas yang beragam atau tidak memerlukan per- siapan yang rumit. Asal siswa
dapat menempati tempat duduk untuk mendengarkan guru, maka ceramah sudah dapat dilakukan.

Kelemahan metode ceramah adalah sebagai berikut.

1) Materi yang dikuasai siswa sebagai hasil dari cera- mah akan terbatas pada apa yang dikuasai guru.
2) Guru yang kurang memiliki kemampuan bertutur yang baik ceramah sering dianggap sebagai metode
yang membosankan.
3) Melalui ceramah sangat sulit untuk mengetahui apa- kah seluruh siswa sudah mengerti apa yang
dijelaskan atau belum

2. Metode Tanya Jawab

Guru melontarkan metode tanya jawab itu mempunyai tujuan, agar siswa dapat mengerti atau
mengingat-ngingat tentang fakta yang dipelajari, didengar, ataupun dibaca, sehingga mereka memiliki
pengertian yang mendalam tentang fakta itu. Diharapkan dengan tanya jawab itu mam- pu menjelaskan
langkah-langkah berpikir atau proses yang ditempuh dalam memecahkan masalah; sehingga jalan pikiran anak
tidak meloncat-loncat; yang akan merugikan siswa sendiri dalam menangkap suatu masalah untuk dipecahkan.
Dengan demikian,siswa menemukan pemecahan masalah dengan cepat dan tepat.

3. Metode karya Wisata (Out door)

Menurut Anitah (2008: 5.29) Pembelajaran Outdoor hampir identik dengan pembelajaran karya wisata
artinya aktivitas belajar siswa dibawa ke luar kelas. Pembelajaran ini harus direncanakan, dalikasanakan, dan
dievaluasi secara sistematis dan sistemik. Sering dalam implementasi outdoor, siswa tidak memiliki panduan
belajar sehingga esensi kegiatan tersebut kurang dirasakan manfaatnya. Pembelajaran outdoor selain untuk
peningkatan kemampuan juga lebih bersifat untuk peningkatan aspek-aspek psikologi siswa, seperti rasa
senang dan rasa kebersamaan yang selanjutnya berdampak terhadap peningkatan motivasi belajar siswa.

Menurut barron P, (2009) dalam bukunya Aktivitas Permainan dan Ide Praktis Belajar di Luar Kelas,
Anak-anak SD perlu belajar di ruang terbuka karena:

1) Pembelajaran di ruang terbuka memberi anak kebebasan untuk belajar menggunakan semua indera
mereka. Pengalaman ini mendorong pola pikir kreatif dan imajinatif.
2) Pembelajaran di ruang terbuka membantu memperbaiki kemampuan belajar, perilaku, dan
pemahaman anak di dalam kelas.
3) Pembelajaran diruang terbuka memberikan pengalaman belajar yang kuat. Pengalaman ini membantu
anak mengembangkan hubungan dengan lingkungan dan alam sekitarnya.
4) Pembelajaran di ruangan terbuka secara nyata berdampak positif pada rasa percaya diri, harga diri, dan
pengendalian diri anak.
5) Belajar di ruang terbuka sering kali melibatkan banyak pengalaman praktis dan langsung. Semuanya ini
sangat menguntungkan bagi pembelajar kinestetik, yaitu anak yang lebih cepat mempelajari sesuatu
dengan mengerjakannya secara langsung.
6) Belajar di ruang terbuka sangat menyenangkan bagi guru dan siswa.

Menurut Muslisch M (2009:239) Pembelajaran luar kelas adalah guru mengajak siswa belajar di luar
kelas untuk melihat peristiwa langsung di lapangan dengan tujuan mengakrabkan siswa dengan
lingkungannya. melalui pembelajaran luar kelas peran guru adalah sebagai motivator artinya guru sebagai
pemandu agar siswa belajar secara aktif, kreatif, dan akrab dengan lingkungan.

Keuntungan dari belajar di luar kelas Keuntungan dari belajar di luar kelas menurut (sudjana, 2007:
208)
1) Kegiatan belajar lebih menarik dan tidak membosankan siswa duduk di kelas berjam- jam, sehingga
motivasi belajar siswa akan lebih tinggi.
2) Hakikat belajar akan lebih bermakna sebab siswa dihadapkan dengan situasi dan keadaan yang
sebenarnya atau bersifat alamiah.
3) Bahan- bahan yang dapat dipelajari lebih kaya serta lebih faktual sehingga kebenarannya lebih akurat.
4) Kegiatan belajar siswa lebih komprehensif dan lebih aktif sebab dapat dilakukan dengan berbagai cara
seperti mengamati, bertanya atau wawancara, membuktikan atau mendemonstrasikan, menguji fakta
dan lain- lain.
5) Sumber belajar menjadi lebih kaya sebab lingkungan yang dapat dipelajari bisa beraneka ragam seperti
lingkungan sosial, lingkungan alam, lingkungan buatan dan lain- lain.
6) Siswa dapat memahami dan menghayati aspek-aspek kehidupan yang ada di lingkungannya, sehingga
dapat membentuk pribadi yang tidak asing dengan kehidupan di sekitarnya, serta dapat memupuk
cinta lingkungan.

Beberapa kelemahan dan kekurangan yang sering terjadi dalam pelaksanaannya berkisar pada teknis
pengaturan waktu dan kegiatan belajar. (Sudjana, 2007: 209) misalnya:

1) Kegiatan belajar kurang dipersiapkan sebelumnya yang menyebabkan pada waktu siswa dibawa
ketujuan tidak melakukan kegiatan belajar yang diharapkan sehingga ada kesan main-main.
2) Ada kesan dari guru dan siswa bahwa kegiatan mempelajari lingkungan memerlukan waktu yang cukup
lama, sehingga menghabiskan waktu untuk belajar di kelas.

4. Metode simulasi

Simulasi adalah tiruan atau perbuatan yang hanya pura-pura saja (dari kata simulate yang artinya pura-pura
atau berbuat seolah-olah; dan simulation artinya tiruan atau perbuatan yang pura-pura saja) Hasibuan dan
Moedjiono (2008: 27). Latihan-latihan ketrampilan menuntut praktik yang dilaksanakan di dalam situasi
kehidupan nyata (dalam pekerjaan tertentu), atau dalam situasi simulasi yang mengandung ciri-ciri situasi
kehidupan senyatanya. Latihanlatihan dalam bentuk simulasi pada dasarnya berlatih melaksanakan tugas-
tugas yang akan dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut Hasibuan dan Moedjiono (2008: 27-28) ada beberapa langkahlangkah dalam penggunaan
metode simulasi, yaitu :

a. Penentuan topik dan tujuan simulasi;


b. Guru memberikan gambaran secara garis besar situasi yang akan disimulasikan;
c. Guru memimpin pengorganisasian kelompok, peranan-peranan yang akan dimainkan, pengaturan
ruangan, pengaturan alat, dan sebagainya.
d. Pemilihan pemegang peranan;
e. Guru memberikan keterangan tentang peranan yang akan dilakukan;
f. Guru memberikan kesempatan untuk mempersiapkan diri kepada kelompok dan pemegang peranan;
g. Menetapkan lokasi dan waktu pelaksanaan simulasi;
h. Pelaksanaan simulasi;
i. Evaluasi dan pemberian balikan;
j. Latihan ulang.

2.4. TEKNIK PEMBELAJARAN

Teknik pembelajaran merupakan rencana tentang cara-cara pendayagunaan dan penggunaan potensi
dan sarana yang ada untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi (pembelajaran). Dengan bahasa sederhana,
teknik pembelajaran merupakan suatu rencana bagaimana melaksanakan tugas belajar mengajar yang telah
diidentifikasikan (hasil analisis) sehingga tugas tersebut dapat memberikan hasil belajar yang optimal (Slameto
1991:90).
Dari metode, teknik pembelajaran diturunkan secara aplikatif, nyata, dan praktis di dalam sebuah kelas saat
pembelajaran (Kusnah 2018:7). Syarat teknik pembelajaran yaitu:

1. Teknik pembelajaran yang dipergunakan harus dapat membangkitkan motif, minat atau gairah belajar
siswa.
2. Teknik pembelajaran yang dipergunakan harus dapat menjamin perkembangan kegiatan kepribadian
siswa.
3. Teknik pembelajaran yang dipergunakan harus dapat memberikan kesempatan bagi siswa untuk
berekspresi yang kreatif dari kepribadian siswa.
4. Teknik pembelajaran yang dipergunakan harus dapat merangsang keinginan dan dapat memotivasi
siswa untuk belajar lebih lanjut, melakukan eksplorasi dan inovasi (pembaharuan).
5. Teknik pembelajaran yang dipergunakan harus dapat mendidik siswa dalam teknik belajar sendiri dan
cara memperoleh pengetahuan melalui usaha pribadi.
6. Teknik pembelajaran yang dipergunakan harus dapat meniadakan penyajian yang bersifat verbalistik
dan menggantinya, dengan pengalaman atau situasi nyata dan bertujuan.
7. Teknik pembelajaran yang dipergunakan harus dapat menanamkan dan mengembangkan nilai- nilai
dan sikap-sikap utama yang diharapkan dalam kebiasaan cara belajar yang baik dalam kehidupan
sehari-hari.
8. Teknik pembelajaran yang dipergunakan harus dapat membimbing siswa agar dapat atau mampu
bertanggung jawab sendiri (Djajadisastra, 1982) (Kusnah 2018:11-12).

Di dalam sekolah dasar, banyak teknik pembelajaran yang dapat dilakukan dan dikembangkan oleh
guru. Berikut contoh teknik pembelajaran yang sudah familiar, yaitu:

1. Teknik Pembelajaran Kertas Satu Menit (One Minute Paper)


2. Teknik Pembelajaran Butir Terjelas (Clearest Point)
3. Teknik Pembelajaran Tanggapan Aktif (Active Respons).
4. Teknik Pembelajaran Jurnal Harian (Daily Jurnal)
5. Teknik Pembelajaran Kuis Bacaan (Reading Quiz)
6. Teknik Pembelajaran Kuis Bacaan (Reading Quiz)
7. Teknik Pembelajaran Jeda (Clarification Pauses).
8. Teknik Pembelajaran Tanggapan Terhadap Demonstrasi (Response to a Demonstration)
9. Teknik Pembelajaran Waktu Tunggu (Wait Time)
10. Teknik Pembelajaran Ringkasan Mahasiswa/Siswa (Student Summary)
11. Teknik Mangkuk Ikan atau Akuarium (Fish Bowl).
12. Teknik Pembelajaran Pertanyaan Kuis / Tes (Quiz/Test Question)
13. Teknik Pembelajaran Kode Jari (Finger Signal)
14. Setiap Siswa Dapat Jadi Guru (Every One Is a teacher)
15. Pilah Kartu (Card Sort) dan lainnya

Dari kajian di atas, dapat disimpulkan bahwa teknik merupakan cara yang dilakukan untuk menunjang
penggunaan strategi dalam mencapai tujuan dalam proses belajar mengajar di sekolah dasar. Teknik
pembelajaran di sekolah dasar merupakan situasi proses pembelajaran seringkali digunakan berbagai istilah
yang pada dasarnya dimaksudkan untuk menjelaskan cara, tahapan, atau pendekatan yang dilakukan oleh
seorang guru untuk mencapai tujuan pembelajaran di sekolah dasar.

2.5. STRATEGI PEMBELAJARAN

Dalam konteks pembelajaran, strategi berkaitan dengan pendekatan dalam penyampaian materi pada
lingkungan pembelajaran. Strategi pembelajaran juga dapat diartikan sebagai pola kegiatan pembelajaran yang
dipilih dan digunakan guru secara kontekstual, sesuai dengan karakteristik peserta didik, kondisi sekolah,
lingkungan sekitar dan tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan.
Menurut Miarso (2005), strategi pembelajaran adalah pendekatan menyeluruh pembelajaran dalam
suatu sistem pembelajaran, yang berupa pedoman umum dan kerangka kegiatan untuk mencapai tujuan umum
pembelajaran, yang dijabarkan dari pandangan falsafah dan atau teori belajar tertentu. Seels dan Richey (1994:
31) menyatakan bahwa strategi pembelajaran merupakan rincian dari seleksi pengurutan peristiwa dan
kegiatan dalam pembelajaran, yang terdiri dari metode-metode, teknikteknik maupun prosedur-prosedur yang
memungkinkan peserta didik mencapai tujuan. Kauchak dan Eggen (1993: 12) mengartikan strategi
pembelajaran sebagai seperangkat kegiatan yang dilakukan oleh pendidik untuk mencapai tujuan tertentu.

Dick dan Carey (1996: 184) menyebutkan bahwa terdapat 5 komponen strategi pembelajaran, yaitu
kegiatan pembelajaran pendahuluan, penyampaian informasi, partisipasi peserta didik, tes dan kegiatan
lanjutan.

1. Kegiatan pembelajaran pendahuluan.

Kegiatan pembelajaran pendahuluan Dalam kegiatan ini pendidik akan menetapkan secara pasti
informasi, konsep, aturan, dan prinsip-prinsip apa yang perlu disajikan kepada peserta didik. Di sinilah
penjelasan pokok tentang semua materi pembelajaran. Kesalahan utama yang sering terjadi pada tahap ini
adalah menyajikan informasi terlalu banyak, terutama jika sebagian besar informasi itu tidak relevan dengan
tujuan pembelajaran (Al Muchtar, dkk, 2007: 2.7). Di samping itu, pendidik harus memahami dengan baik
situasi dan kondisi yang dihadapinya. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyampaian informasi,
yaitu urutan, ruang lingkup, dan jenis materi.

2. Partisipasi peserta didik

Partisipasi peserta didik sangat penting dalam proses pembelajaran. Proses pembelajaran akan lebih
berhasil apabila peserta didik secara aktif melakukan latihan-latihan secara langsung dan relevan dengan
tujuan pembelajaran yang sudah ditetapkan (Nurani, dkk., 2003: 1.11).

3. Tes

Ada dua jenis tes atau penilaian yang biasa dilakukan oleh kebanyakan pendidik, yaitu pretest dan
posttest (Al Muchtar, 2007: 2.8). Secara umum tes digunakan oleh pendidik untuk mengetahui apakah tujuan
pembelajaran khusus telah tercapai atau belum dan apakah pengetahuan, keterampilan dan sikap telah benar-
benar dimiliki peserta didik atau belum. Pelaksanaan tes biasanya dilaksanakan diakhir kegiatan pembelajaran
setelah peserta didik melalui berbagai proses pembelajaran, yaitu penjelasan tujuan diawal kegiatan
pembelajaran, penyampaian informasi berupa materi pembelajaran.

4. Kegiatan lanjutan

Adapun kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan untuk mengoptimalkan hasil belajar peserta didik antara lain
adalah sebagai berikut.

a. Memberikan tugas atau latihan yang harus dikerjakan di rumah;


b. Menjelaskan kembali bahan pelajaran yang dianggap sulit oleh peserta didik;
c. Membaca materi pelajaran tertentu;
d. Memberikan motivasi dan bimbingan belajar.

Anda mungkin juga menyukai