Anda di halaman 1dari 17

BERFIKIR REFLEKSI, ARGUMENTASI DAN LOGIS

Nama : Siti Mahmudah


NPM : 23326003

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA ILMU PENGETAHUAN ALAM
DAN TEKNOLOGI INFORMASI

UNIVERSITAS PGRI SEMARANG


2023
1. Berpikir Refleksi
Berpikir reflektif adalah suatu kegiatan berpikir yang terarah, gigih dan terus-menerus
dengan mempertimbangkan secara seksama dalam penyelesaian masalah baru yang
berkaitan dengan pengetahuan dan pengalaman lama yang telah diketahui untuk
menentukan langkah yang berurutan dan saling terhubung. Proses berpikir yang dilakukan
pada berpikir reflektif tidak hanya berupa urutan dari berbagai gagasan, tetapi suatu proses
yang sedemikian rupa sehingga masing-masing ide mengacu pada ide terdahulu untuk
menemukan langkah berikutnya.

Berpikir reflektif merupakan proses berpikir secara aktif dan terus-menerus, yang
dilakukan secara sadar dengan mengambil berbagai alasan dan pengetahuan lama yang telah
diperoleh sehingga dapat ditemukan satu kesimpulan untuk dapat digunakan dalam
menyelesaikan sebuah masalah. Berpikir reflektif berupa serangkaian langkah–langkah
pengetahuan yang telah dimiliki dan sedang dipelajari dalam menganalisa masalah,
mengevaluasi, menyimpulkan dan memutuskan penyelesaian yang terbaik terhadap masalah
yang diberikan.
Berpikir reflektif juga dapat diartikan sebagai kegiatan berpikir tingkat tinggi, dengan
tujuan untuk membuat individu berusaha untuk menghubungkan pengetahuan yang telah
diperolehnya untuk menyelesaikan permasalahan baru yang berkaitan dengan pengetahuan
lamanya. Berpikir reflektif itu dapat digambarkan sebagai informasi atau data yang
digunakan untuk merespon, berasal dari dalam diri (internal), bisa menjelaskan apa yang
telah dilakukan, menyadari kesalahan dan memperbaikinya serta mengkomunikasikan ide
dengan simbol atau gambar bukan dengan objek langsung.

Pengertian Berpikir Reflektif


Berikut definisi dan pengertian berpikir reflektif dari beberapa sumber buku dan referensi:
• Menurut Ariestian (2016), berpikir reflektif adalah suatu kegiatan berpikir yang dapat
membuat peserta didik berusaha untuk menyelesaikan permasalahan baru yang
berkaitan dengan pengetahuan lamanya.
• Menurut Fuady (2015), berpikir reflektif adalah kerangka berpikir dengan
menghubungkan pengetahuan yang telah dimiliki dan yang sedang dipelajari dalam
menganalisis masalah, mengevaluasi, menyimpulkan dan memutuskan penyelesaian
terbaik terhadap masalah yang diberikan.
• Menurut Dewey (1993), berpikir reflektif adalah aktif, terus menerus, gigih, dan
mempertimbangkan dengan saksama tentang segala sesuatu yang dipercaya
kebenarannya atau format yang diharapkan tentang pengetahuan apabila dipandang dari
sudut pandang yang mendukungnya dan menuju pada suatu kesimpulan.
• Menurut Suharna (2018), berpikir reflektif adalah proses terarah dan tepat dimana
individu menganalisis, mengevaluasi, memotivasi, mendapatkan makna mendalam,
menggunakan strategi pembelajaran yang tepat.
• Menurut Noer (2010), berpikir reflektif adalah suatu proses mental tertentu yang
memfokuskan dan mengendalikan pola pikiran proses yang dilakukan bukan sekedar
urutan dari gagasan-gagasan melainkan suatu proses yang masing-masing ide mengacu
pada ide terdahulu untuk menentukan langkah berikutnya sehingga langkah-langkah
yang berurutan saling terhubung.

Karakteristik Berpikir Reflektif


Berpikir reflektif terjadi jika permasalahan dibutuhkan penyelesaian secara obyektif,
jika penyelesaian dapat dilakukan secara mudah dan tepat, tidak perlu penggunaan berpikir
reflektif. Berpikir reflektif baru ada jika seseorang harus menemukan cara-cara baru dalam
memberi reaksi pada situasi yang tengah dihadapinya, atau mengatasi sesuatu hambatan
yang merupakan tantangan yang diberikan dari proses mental yang termasuk berpikir
reflektif.
Menurut Anwar dan Sofiyan (2018), berpikir relektif dicirikan dengan beberapa karakteristik,
antara lain yaitu sebagai berikut:
1. Refleksi sebagai analisis retrospektif atau mengingat kembali (kemampuan untuk
menilai diri sendiri). Dimana pendekatan ini, siswa maupun guru merefleksi
pemikirannya untuk menggabungkan dari pengalaman sebelumnya dan bagaimana dari
pengalaman tersebut berpengaruh dalam praktiknya.
2. Berpikir reflektif sebagai proses pemecahan masalah (kesadaran tentang bagaimana
seseorang belajar). Diperlukannya mengambil langkah-langkah untuk menganalisis dan
menjelaskan masalah sebelum mengambil tindakan.
3. Berpikir reflektif kritis pada diri (mengembangkan perbaikan diri secara terus
menerus). Berpikir reflektif kritis dapat dianggap sebagai proses analisis,
mempertimbangkan kembali dan mempertanyakan pengalaman dalam konteks yang luas
dari suatu permasalahan.
4. Berpikir reflektif pada keyakinan dan keberhasilan diri. Keyakinan lebih efektif
dibandingkan dengan pengetahuan dalam mempengaruhi seseorang pada saat
menyelesaikan tugas atau masalah. Selain itu, keberhasilan merupakan peran yang sangat
penting dalam menentukan praktik dalam kemampuan berpikir reflektif.

Syarat Berpikir Reflektif


Menurut Dewey (1993), terdapat tiga sumber asli yang perlu dimiliki sebagai syarat untuk
dapat berpikir secara reflektif, yaitu sebagai berikut:
1. Curiosity (keingintahuan). Hal ini lebih kepada cara-cara siswa merespon masalah.
Curiosity merupakan keingintahuan seseorang akan penjelasan fenomena-fenomena
yang memerlukan jawaban fakta secara jelas serta keinginan untuk mencari jawaban
sendiri terhadap soal yang diangkat.
2. Suggestion (saran). Suggestion merupakan ide-ide yang dirancang oleh siswa akibat
pengalamannya. Saran yang diberikan harus bermacam-macam (agar siswa mempunyai
pilihan yang banyak dan beraneka ragam) serta mendalam (agar siswa dapat memahami
inti masalahnya).
3. Ordelinnes (keteraturan). Dalam hal ini siswa bisa mampu merangkum idenya untuk
membentuk satu kesatuan atau sebuah kesimpulan.

Komponen Berpikir Reflektif


Menurut Kusumaningrum dan Saefudin (2012), berpikir reflektif terdiri dari beberapa
komponen, antara lain yaitu sebagai berikut:
1. Recognize or felt difficulty problem, merasakan dan mengidentifikasi masalah.
Masalah mungkin dirasakan siswa setelah siswa membaca data pada soal. Kemudian
siswa mencari cara untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Pada langkah ini,
siswa merasakan adanya permasalahan dan mengidentifikasinya.
2. Location and definition of the problem, membatasi dan merumuskan masalah.
Langkah ini menuntun siswa untuk berpikir kritis. Berdasarkan pengalaman pada
langkah pertama tersebut, siswa mempunyai masalah khusus yang merangsang
pikirannya, dalam langkah ini siswa mencermati permasalahan tersebut dan timbul
upaya mempertajam masalah.
3. Suggestion of possible solution, mengajukan beberapa kemungkinan alternatif solusi
pemecahan masalah. Pada langkah ini, siswa mengembangkan berbagai kemungkinan
dan solusi untuk memecahkan masalah yang telah dibatasi dan dirumuskan tersebut,
siswa berusaha untuk mengadakan penyelesaian masalah.
4. Rational elaboration of an idea, mengembangkan ide untuk memecahkan masalah
dengan cara mengumpulkan data yang dibutuhkan. Siswa mencari informasi yang
diperlukan untuk memecahkan masalah tersebut, dalam langkah ini siswa memikirkan
dan merumuskan penyelesaian masalah dengan mengumpulkan data-data pendukung.
5. Test and formation of conclusion, melakukan tes untuk menguji solusi pemecahan
masalah dan menggunakannya sebagai bahan pertimbangan membuat kesimpulan.
Siswa menguji kemungkinan dengan jalan menerapkan-nya untuk memecahkan
masalah sehingga siswa menemukan sendiri keabsahan temuannya.

Tahapan Berpikir Reflektif


Menurut Kuswana (2013), berpikir reflektif terdiri dari tujuh tahapan, yaitu sebagai berikut:
1. Mengetahui keterbatasan dalam pengamatan konstruksi tunggal, apa yang diamati
orang adalah benar. Perbedaan yang tidak disadari.
2. Untuk mengetahui dua kategori, jawaban benar dan salah. Jawaban benar dikatakan
memiliki pengetahuan baik, dan jawaban salah dikatakan memiliki pengetahuan
kurang. Perbedaan bisa diselesaikan melalui penambahan informasi yang lebih
lengkap.
3. Pada beberapa wilayah, pengetahuan tertentu telah dicapai, di wilayah lain untuk
sementara telah pasti, keyakinan pribadi dapat diketahui.
4. Pengetahuan tidak dikenal dalam beberapa konsep kasus spesifik, dapat menyebabkan
generalisasi abstrak tidak pasti. Pembenaran pengetahuan memiliki diferensiasi buruk.
5. Pengetahuan tidak pasti harus dipahami dalam konteks tertentu, dengan demikian
pembenaran spesisfik konteks. Pengetahuan dibatasi oleh sudut pandang orang yang
tahu.
6. Pengetahuan tidak pasti, tapi dibangun dengan membandingkan bukti dan pendapat dari
sisi yang berbeda serta konteksnya.
7. Pengetahuan adalah hasil dari suatu proses penyelidikan yang sistematis. Prinsip ini
serata dengan prinsip umum di seluruh ranah. Pengetahuan bersifat sementara.
Adapun menurut Nasriadi (2016), tahapan berpikir reflektif adalah sebagai berikut:
a. Tahap memahami masalah (understanding the problem)
Pemecahan masalah: Memahami masalah (understanding the problem).
Deskriptor berpikir reflektif:
1. Menjelaskan tentang identifikasi fakta yang telah dilakukan.
2. Menjelaskan tentang bagaimana menghubungkan identifikasi. fakta, identifikasi
pertanyaan dan kecukupan data dengan informasi yang dimiliki.
b. Tahap membuat rencana penyelesaian (devising a plan)
Pemecahan masalah: Membuat rencana penyelesaian (devising a plan).
Deskriptor berpikir reflektif:
1. Menjelaskan tentang bagaimana mengatur dan merepresentasikan data.
2. Menjelaskan tentang operasi apa yang akan dipilih.
3. Menjelaskan tentang bagaimana pemecahan masalah yang akan dilakukan.
c. Tahap melaksanakan rencana penyelesaian (carrying out the plan)
Pemecahan masalah: Melaksanakan rencana penyelesaian (carrying out the plan).
Deskriptor berpikir reflektif:
1. Menyelesaikan soal sesuai dengan rencana yang sudah dibuat.
2. Menjelaskan pemecahan masalah yang telah dilakukan.
d. Tahap memeriksa kembali hasil penyelesaian (looking back)
Pemecahan masalah: Memeriksa kembali (looking back)
Deskriptor berpikir reflektif:
1. Menjelaskan apakah hasil yang diperoleh sudah menjawab pertanyaan.
2. Menjelaskan apakah hasil yang diperoleh masuk akal.
3. Menjelaskan apakah ada kesalahan.
4. Membuktikan kebenaran dari pemecahan masalah yang telah dilakukan.

Tingkatan Berpikir Reflektif


Menurut Prasetyowati dan Kartinah (2018), berpikir reflektif terdiri dari beberapa tingkatan,
yaitu sebagai berikut:
a. Reacting (berpikir reflektif untuk aksi)
Pada fase ini peserta didik cenderung menggunakan sumber asli Curiosity (keingin-tahuan
dalam pemahaman masalah). Dalam fase ini hal-hal yang harus dilakukan oleh peserta didik
adalah:
1. Menyebutkan apa saja yang ditanya pada soal.
2. Menyebutkan apa yang diketahui.
3. Menyebutkan hubungan antara yang ditanya dengan yang diketahui.
4. Mampu menjelaskan apa yang diketahui sudah cukup untuk menjawab yang
ditanyakan.
b. Comparing (berpikir reflektif untuk evaluasi)
Pada fase ini peserta didik cenderung menggunakan sumber asli Suggestion berupa gagasan
yang dirancang sesuai pengetahuan yang telah diketahui. Pada fase ini peserta didik melakukan
beberapa hal sebagai berikut:
1. Menjelaskan jawaban pada permasalahan yang pernah didapatkan.
2. Mengaitkan masalah yang ditanyakan dengan masalah yang pernah dihadapi.
c. Conteplanting (berpikir reflektif untuk inkuiri kritis)
Pada fase ini peserta didik cenderung menggunakan sumber asli berupa keteraturan
(Orderlinnes) berdasar Curiosty (keingintahuan) dan saran (Suggestion). Pada fase ini peserta
didik melakukan beberapa hal:
1. Menentukan maksud dari permasalahan.
2. Mendeteksi kesalahan pada jawaban.
3. Memperbaiki, menjelaskan apabila terjadi kesalahan dari jawaban.
4. Membuat kesimpulan dengan benar.
Adapun menurut Fadhilah (2015), tingkatan kemampuan berpikir reflektif dapat
dikelompokkan dalam tiga kategori, yaitu:
a. T1: Kurang Reflektif
Pada tingkatan ini siswa dapat dikatakan kurang reflektif karena siswa hanya melalui tingkat
reacting, yaitu bisa melakukan pemahaman terhadap soal yang diberikan melalui beberapa
indikator diatas. Pada fase ini siswa menggunakan sumber asli Curiosity (keingintahuan),
karena dengan adanya keingintahuan siswa bisa memahami apa yang ditanyakan.
b. T2: Cukup Reflektif
Pada tingkatan ini siswa dapat dikatakan cukup reflektif karena siswa mampu melalui tingkatan
reacting dan comparing yaitu bisa memahami masalah sekaligus menjelaskan jawaban dari
permasalahan yang pernah didapatkan, mengaitkan masalah yang ada dengan permasalahan
lain yang hampir sama dan pernah dihadapi. Pada tingkat ini siswa cenderung menggunakan
sumber asli Curiosity (keingintahuan) dan Suggestion (saran), karena siswa menghubungkan
apa yang ditanyakan dengan permasalahan yang hampir sama dan pernah dihadapi.
c. T3: Reflektif
Pada tingkatan ini siswa dapat dikatakan reflektif karena dapat melalui tingkatan Reacting,
Comparing dan Contemplanting yaitu bisa membuat kesimpulan berdasarkan pemahaman
terhadap apa yang ditanyakan, pengaitannya dengan permasalahan yang pernah dihadapi,
menentukan maksud dari permasalahan yang pernah dihadapi, menentukan maksud dari
permasalahan, dapat memperbaiki dan menjelaskan jika jawaban yang diutarakan salah. Pada
tingkat ini siswa cenderung menggunakan sumber asli Orderlinnes (keteraturan) berdasarkan
Curiosity (keingintahuan) Suggestion (saran)
2. Berfikir Argumentasi
Menurut Reason dalam Sanjaya (2014) berpikir (thinking) adalah proses mental
seseorang yang lebih dari sekedar mengingat (remembering) dan memahami
(comprehending). Sedangkan Mussen, & Rossenzweig dalam Hamzah, & Muhlisrarini
(2014) berpikir adalah yang mengacu pada banyak macam aktivitas yang melibatkan
manipulasi konsep dan lambing serta penyajian objek. Dalam arti yang terbatas berpikir itu
tidak dapat didefinisikan. Tiap kegiatan jiwa yang menggunakan kata-kata dan pengertian
selalu mengandung hal berpikir.
Berpikir adalah satu keaktifan pribadi manusia yang mengakibatkan penemuan yang
terarah kepada suatu tujuan. Berpikir erat hubungannya dengan daya-daya jiwa yang lain,
seperti dengan tanggapan, ingatan, pengertian, dan perasaan. Tanggapan memberikan
peranan penting dalam berpikir, meskipun adakalanya dapat mengganggu jalannya
berpikir. Ingatan merupakan syarat pengalaman dari pengamatan yang telah lampau.
Pengertian, meskipun merupakan hasil berpikir dapat memberi bantuan yang besar pula
dalam suatu proses berpikir. Perasaan selalu menyertai pula, ia merupakan dasar yang
mendukung suasana hati, atau sebagai pemberi keterangan dan ketekunan yang dibutuhkan
untuk memecahkan masalah atau persoalan Hamzah, & Muhlisrarini (2014).
Sedangkan Argumentasi menurut Keraf (2007) dalam Syaifudin (2011) adalah suatu
bentuk retorika yang berusaha untuk mempengaruhi sikap dan pendapat orang lain, agar
mereka itu percaya dan akhirnya bertindak sesuai dengan apa yang diinginkan oleh
pembicara. Sebuah argumentasi yang baik dan lengkap bukan sekadar sebuah pernyataan,
tetapi menuntut sebuah alasan dengan mengemukakan bukti-bukti dan contoh-contoh.
Argumentasi harus selalu berorientasi pada data, fakta atau bukti-bukti yang objektif
sehingga dapat diterima kebenarannya. Oleh karenanya untuk berargumentasi seseorang
akan melakukan kegiatan analisis dan berpikir kritis. Lebih jauh lagi argumentasi juga
memiliki sifat persuasif atau dapat mengubah mau pun mempengaruhi pikiran orang lain.
Hal ini sejalan dengan pendapat Driver, dkk (2000) bahwa argumentasi adalah proses yang
digunakan seseorang untuk menganalisis informasi kemudian dikomunikasikan kepada
orang lain. Sehingga dapat disimpulkan bahwa berpikir argumentatif adalah proses
berkembangnya suatu ide, konsep, pemikiran yang baru yang keluar dari dalam diri
seseorang yang berusaha mempengaruhi orang lain agar bertindak sesuai dengan yang
diintruksikan.
Dasar dari berpikir argumentatif adalah kritis dan logis. Hal tersebut menjadikan
sebuah argumentasi harus didasarkan pada fakta-fakta yang logis (Syaifudin, 2011).
Menurut Keraf dalam Syaifudin (2011) menyatakan bahwa penalaran harus menjadi
landasan sebuah tulisan argumentasi. Penalaran adalah suatu proses berpikir yang berusaha
menghubungkan fakta-fakta atau evidensi-evidensi yang diketahui menuju kepada suatu
kesimpulan. Berpikir yang berusaha menghubungkan untuk mencapai suatu kesimpulan
yang logis. Evidensi adalah semua fakta yang ada, semua kesaksian, semua informasi, atau
autoritas, dan sebagainya yang dihubung-hubungkan untuk membuktikan suatu kebenaran.
Dalam berpikir argumentatif dibutuhkan sifat kritis dan logis. Menurut kamus besar
Bahasa Indonesia (KBBI) kritis adalah dalam keadaan yang paling menentukan berhasil
atau gagalnya suatu usaha. Pendapat lain dikemukakan oleh Halpern (1998), Larsson
(2017) dalam Sulaiman, & Syakarofath (2018) yakni kritis dapat diartikan sebagai upaya
seseorang untuk memeriksa kebenaran dari suatu informasi menggunakan ketersediaan
bukti, logika, dan kesadaran akan bias. Berpikir kritis merujuk pada penilaian yang
bertujuan untuk menghasilkan penafsiran, analisa, evaluasi dan kesimpulan, serta
penjelasan atas bukti, konsep, metodologi dan kriteria atau pertimbangan-pertimbangan
yang menjadi dasar dari penilaian tadi (Facione, 1990). Berpikir kritis, yaitu aktivitas
mental yang dilakukan menggunakan langkah-langkah dalam metode ilmiah, yaitu:
memahami dan merumuskan masalah, mengumpulkan dan menganalisis informasi yang
diperlukan dan dapat dipercaya, merumuskan praduga dan hipotesis, menguji hipotesis
secara logis, mengambil kesimpulan secara hati-hati, melakukan evaluasi dan
memutuskan sesuatu yang akan diyakini atau sesuatu yang akan dilakukan, serta
meramalkan konsekuensi yang mungkin terjadi (Abdullah, 2013). Berpikir kritis sangat
diharapkan setia individu untuk menyikapi permasalahan kehidupan yang dihadapi.
Aktivitas berpikir kritis akan mendorong setiap individu untuk dapat mengatur,
menyesuaikan, mengubah, atau memperbaiki pikirannya sehinga dapat bertindak secara
tepat.
Sedangkan sifat logis diperlukan karena semua yang dipikirkan harus masuk akal.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) logis adalah sesuai dengan logika; benar
menurut penalaran; masuk akal. Menurut Mukhayat (2004) dalam Saragih (2017) kata logis
mengandung makna besar atau tepat berdasarkan aturan-aturan berpikir dan kaidah-kaidah
atau patokan-patokan umum yang digunakan untuk dapat berpikir tepat. Berpikir logis
tidak terlepas dari dasar realitas, sebab yang dipikirkan adalah realitas, yaitu hukum realitas
yang selaras dengan aturan berpikir. Dari dasar realitas yang jelas dan dengan
menggunakan hukum-hukum berpikir akhirnya akan dihasilkan putusan yang dilakukan.
Menurut Albrecht (1992) dalam Saragih (2017), agar seseorang sampai pada berpikir logis,
dia harus memahami dalil logika yang merupakan peta verbal yang terdiri dari tiga bagian
dan menunjukkan gagasan progresif, yaitu: (1) dasar pemikiran atau realitas tempat
berpijak, (2) argumentasi atau cara menempatkan dasar pemikiran bersama, dan (3)
simpulan atau hasil yang dicapai dengan menerapkan argumentasi pada dasar pemikiran.
Berpikir argumentatif merupakan hal yang harus dimiliki oleh siswa, karena akan
membantu mereka dalam mengkritisi berbagai pengetahuan atau pembelajaran yang tidak
sesuai, tidak cocok serta tidak ada dasar pemikirannya. Implementasi berpikir argumentatif
dapat diterapkan salah satunya dalam pembelajaran. Contohnya dalam pelajaran
matematika. Matematika merupakan ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir secara
sistematik. Sebagai ilmu pengetahuan, matematika memiliki aspek logis dan kritis yang
tersusun secara konsisten (Nani, 2016). Soal-soal dalam matematika cenderung
mendorong siswa agar berpikir argumentatif disertai kritis dan logis.
Dengan berpikir argumentatif disertai kritis dan logis, siswa akan mampu
mengidentifikasi, mengevaluasi, dan mengkontruksi argumen serta mampu memecahkan
masalah dengan tepat (Nugraha, & Mahmudi, 2015). Pekerjaan mendasar bagi guru dewasa
ini adalah mengembangkan proses pembelajaran yang mampu menfasilitasi terbentuknya
situasi belajar yang menyenangkan sehingga siswa dapat mengembangkan daya berpikir
argumentatif, kritis dan memiliki penalaran logis. Menciptakan situasi pembelajaran yang
menyenangkan, dengan semangat kerjasama yang bijaksana dan kreatif dapat dilakukan
melalui pembelajaran. Contoh soal:
· Diketahui garis dengan persamaan y = 2x melalui titik pusat koordinat.
· Garis dengan persamaan y = 5x melalui titik pusat koordinat.
· Maka, garis dengan persamaan y = mx untuk suatu bilangan real m melalui titik
pusat koordinat.
3. Berfikir Logis
Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata berpikir diartikan sebagai menggunakan akal budi untuk
mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu. Menimbang-meninmbang dalam ingatan
termasuk dalam proses berpikir. Sedangkan kata “logis” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
diartikan sesuai dengan logika, benar menurut penalaran, dan masuk akal.
Nursalam (2008) menulis dalam karya bukunya berjudul Konsep dan Metode Penelitian Ilmu
Keperawatan, menyebutkan berpikir logis ialah proses berpikir yang didasarkan pada
konsistensi terhadap keyakinan-keyakinan yang didukung oleh argumen valid.
Aristoteles, seorang filsuf terkemuka di dunia berpendapat bahwa logis merupakan ajaran
mengenai berpikir secara ilmiah, membicarakan suatu bentuk pikiran itu sendiri dan hukum-
hukum yang menguasai pikiran.
Selain itu, berpikir logis diartikan juga sebagai berpikir yang lurus, tepat, dan, teratur sebagai
objek formal logika. Pemikiran yang lurus, tepat, dan teratur dalam hal ini berarti sudah
berdasarkan hukum, aturan, dan kaidah yang berlaku yang telah ditetapkan oleh logika. Patuh
terhadap hukum aturan, dan kaidah logika bertujuan untuk menghindari berbagai kesalahan
dan penyimpangan dalam proses mencari kebenaran yang ilmiah.
Pola pikir merupakan cara berpikir seseorang dalam proses mewujudkan ide, rencana,
argumen, maupun cita-cita, yang saat pelaksanaanya dipengaruhi oleh perasaan atau
pandangannya tentang sesuatu secara umum. Pola pikir memiliki hubungan dengan perasaan
dan perilaku.
Sedangkan logis adalah proses berpikir yang rasional atau secara logika. Logika di sini
diartikan sebagai sebuah ilmu pengetahuan dan kecakapan untuk berpikir dengan benar. Ada
hal-hal yang perlu diperhatikan untuk berpikir dengan benar, yaitu berpikir secara masuk akal
dan berpikir sistematis, atau biasa dikenal juga dengan system thinking.
Berpikir logis merupakan tindakan untuk menganalisis situasi dan menghasilkan solusi yang
masuk akal. Sebenarnya berpikir logis mirip dengan berpikir kritis. Berpikir logis
membutuhkan keterampilan penalaran untuk mempelajari masalah secara objektif, yang akan
membuat kita menarik kesimpulan dengan rasional tentang bagaimana melanjutkan sesuatu.
Secara sederhana berpikir logis memiliki arti kemampuan untuk menarik kesimpulan yang
benar berdasarkan logika dan bisa dibuktikan kesimpulan tersebut sesuai pengetahuan atau
ilmu yang sudah diketahui.
Berpikir dengan nalar dibagi menjadi dua, yaitu berpikir induktif dan berpikir deduktif.
Berpikir induktif biasanya dimulai dari hal-hal yang bersifat khusus, dan ditarik kesimpulannya
secara umum. Sedangkan, berpikir deduktif adalah metode berpikir yang umumnya dimulai
dari hal-hal yang sudah biasa terlebih dahulu, baru kemudian ditarik kesimpulan pada hal-hal
yang bersifat khusus.

Syarat Berpikir Logis


Dalam buku berjudul Pengantar Metodologi Penelitian: Statistika Praktis karya dr. Febri
Endra Budi Setyawan, M. Kes, ada beberapa syarat berpikir logis, di antaranya:
• Pemikiran harus berpusat pada kenyataan atau kebenaran
• Memberikan alasan dengan tepat dan kuat
• Pikiran harus lurus atau logis

Mengapa Berpikir Logis itu Penting?


Kemampuan berpikir logis sangat penting untuk dimiliki setiap orang, terutama bagi seorang
pemimpin. Ada beberapa alasan yang melatarbelakanginya, yaitu:
• Membuat seseorang bisa berpikir dengan tepat, sehingga memiliki kemampuan untuk
mengambil suatu tindakan dengan tepat dan tentunya juga lebih efisien.
• Berpikir logis membuat pola pikir menjadi lebih tajam dan berkembang, hal ini akan
membuat kita mampu menganalisis permasalahan dengan ilmiah dan runtut.
• Kemampuan berpikir abstrak, cermat, dan objektif menjadi meningkat
• Memiliki kemampuan untuk membedakan pemikiran yang keliru
• Memiliki kemampuan untuk berpikir secara kritis, rasional, dan koheren (bersangkut
paut)
• Membantu kita bernalar lewat keputusan yang penting
• Dapat memecahkan masalah
• Membuahkan ide-ide yang kreatif
• Menentukan tujuan yang akan berdampak pada karier setiap orang
• Mudah dalam menemukan solusi dan rencana yang baik jika kita memiliki kemampuan
berpikir logis

Ciri-ciri Berpikir Logis


Ada beberapa ciri-ciri berpikir logis, antara lain:
1. Berpikiran tentang masa depan
Jika kita menghabiskan lebih banyak waktu untuk memikirkan tujuan dan masa depan, bisa
dibilang kita sudah berpikir logis. Pemikir yang logis selalu berpikir tentang target dan sasaran
yang akan dituju. Ini merupakan ciri berpikir logis.
2. Menanyakan alasan terlebih dahulu
Jika kita diminta melakukan sesuatu tanpa alasan yang jelas, apalagi cenderung sesuatu itu
tidak baik dan bertentangan diri kita sendiri, maka hal ini harus ditanyakan alasannya. Kita
tidak bisa melakukan sesuatu tanpa alasan yang jelas. Salah satu bentuk berpikir logis adalah
skeptis yang berarti tidak gampang percaya sebelum mendapatkan alasan yang jelas dan
rasional.
3. Melakukan sesuatu yang sudah direncanakan
KIta akan mengetahui segala sesuatu saat sudah direncanakan. Tanpa rencana yang kuat,
seseorang akan kebingungan di tengah jalan seperti kehilangan arah.
4. Memastikan sebab dan akibat
Ketika kita membuat keputusan tanpa mengetahui dampaknya di kemudian hari hanya akan
membuat kita cemas. Jika kita tidak pernah membuat keputusan tanpa tahu pasti apa yang akan
didapatkan nantinya, ini merupakan ciri dari berpikir logis.
5. Mencapai target bukan suatu yang susah
Ketika kita ingin mencapai target, jika kita sudah memiliki metode yang tepat kemungkinan
besar tidaklah susah. Seorang yang berpikir logis, akan merencanakan tujuan yang jelas,
metode yang benar, dan menjalankan metode itu demi mendapatkan apa yang kita inginkan.
6. Gampang menerima informasi
Ciri lain dari berpikir logis yaitu kita mudah dalam menerima informasi. Kita dapat
mempelajari keterampilan baru apa pun hanya dengan berkomitmen untuk mempelajarinya.
7. Jarang sekali memikirkan satu hal yang terlalu lama
Seorang yang berpikir logis tidak pernah bisa duduk dan memikirkan suatu hal yang lama.
Seorang yang berpikir logis selalu ingin bergerak maju dan meraih masa depan untuk meraih
hasil yang sudah direncanakan dengan baik.
8. Menyimpan rencana
Seorang yang berpikir logis akan membuat rencana harian yang membuat kita terorganisir
dengan baik dan mencegah lupa dari segala janji dengan orang lain. Semua rencana sudah
disusun dengan rapi. Tidak jarang, banyak orang kesulitan menyusun rencana yang akan
dilakukan disebabkan melupakannya.
9. Tidak membiarkan emosi membutakan penilaian
Emosi bisa membuat seseorang tidak berpikir dengan logis. Kita tidak boleh membiarkan
emosi membutakan dari kebenaran dan kenyataan yang ada. Seorang yang berpikir logis bisa
menyingkirkan emosi dan melakukan apa yang perlu dilakukan dengan baik dan benar.
Bagaimana Cara Membangun Kemampuan Berpikir Logis?
Ada beberapa cacar untuk membangun kemampuan berpikir logis, berikut di antaranya:
1. Meluangkan Waktu untuk Melakukan Hobi yang Kreatif
Ada beberapa hobi yang bisa mendorong kita mempunyai pemikiran logis, misalnya menulis,
memainkan musik, menggambar, melukis, dan lain-lain. Kegiatan tersebut akan membantu kita
dalam mengembangkan kemampuan pemecahan masalah agar bisa menjadi lebih baik sebagai
seorang pemimpin.
Selain bisa mendukung kemampuan bernalar, dengan melakukan hobi-hobi yang kreatif kita
bisa mengurangi rasa stres dan kejenuhan. Saat kita bisa mengendalikan tingkat stress, maka
kita akan menjadi lebih fokus, pikiran juga jadi lebih jernih, dan kita jadi bisa melihat segala
sesuatu dengan cara pandang yang baru. Hasilnya, kita bisa lebih mudah dalam keputusan yang
logis.
2. Mulai Berlatih Bertanya
Kemampuan berpikir logis salah satunya bisa dilatih dengan cara sering mengajukan
pertanyaan mengenai hal apa pun. Dengan sering bertanya, maka akan menolong kita untuk
melihat situasi dengan detail.
Mengajukan pertanyaan biasanya dapat menghasilkan penemuan baru terhadap suatu hal,
sehingga mendorong kita untuk terus menerus mengetahui banyak hal. Cara ini juga bisa
membuat kita mengambil keputusan dengan adil dalam menghadapi dan
menyelesaikan masalah. Namun perlu diingat, adil itu bukan berarti sama rasa dan sama rata.
3. Bersosialisasi dengan Orang Lain dengan Lebih Baik
Mungkin tidak disadari, ketika kita bersosialisasi dengan orang lain, secara tidak langsung
berdampak baik yaitu bisa memperluas sudut pandang kita. Kemampuan berpikir logis akan
mudah berkembang ketika kita mempelajari sudut pandang lawan bicara saat menilai sesuatu.
Makin banyak hal yang kita pelajari, semakin banyak juga variasi dalam menyelesaikan
permasalahan yang ada.
Bersosialisasi dengan orang bisa dilakukan dengan berbagai cara, misalnya terlibat aktivitas
dalam kegiatan di organisasi, mengikuti komunitas yang kita sukai, berjejaring dengan reka
kerja, kerabat, atau teman-teman kita.
4. Mulai Mempelajari Keterampilan Baru
Ketika kita mempelajari keterampilan baru, bisa membuat kita mempertajam kemampuan
berpikir logis. Contohnya, belajar bahasa asing yang belum pernah kita pelajari sebelumnya,
mempelajari keterampilan yang dibutuhkan di era digital ini, mempelajari framework thinking,
dan keterampilan baru lainnya.
Dengan mempelajari hal-hal baru, otomatis akan memaksa diri kita untuk memusatkan
perhatian dan pikiran untuk menemukan cara yang terbaik dalam mempelajarinya, hingga
kemudian kita bisa menguasai keterampilan yang baru dengan baik.
Kita akan melalui proses yang menantang dan mulai belajar dari awal hingga akhirnya benar-
benar bisa menguasai keterampilan yang baru. Proses demi proses yang dilalui oleh kita
tentunya membutuhkan pemikiran dan perencanaan yang baik dan cermat. Dengan mulai
mempelajari keterampilan yang baru, pola pikir kita juga akan semakin terlatih.
5. Mempertimbangkan Hasil dari Keputusan yang Diambil
Jika kita akan mengambil keputusan, pikirkan dan pertimbangkan terlebih dahulu bahwa
keputusan yang akan diambil akan berdampak di kemudian hari. Jika kita sudah memikirkan
dampak yang akan terjadi, secara tidak langsung kita sedang berlatih untuk berpikir logis.
Nah, itulah beberapa cara yang bisa dilakukan oleh kita untuk meningkatkan kemampuan
berpikir logis.

Apa Indikator Kemampuan Berpikir Logis?


Berdasarkan Jurnal Kemampuan Berpikir Logis Matematis Materi Pecahan pada Siswa
Berkemampuan Awal Tinggi yang ditulis oleh Lilis Wulandari dan Ulum Fatmahanik, ada
beberapa indikator berpikir logis matematis, yaitu:
• Membuat makna mengenai jawaban yang penuh dengan argumen yang masuk akal
• Menduga dan menguji yang didasarkan pada akal
• Membuat hubungan yang logis antara konsep dan kenyataan yang berbeda
• Menyelesaikan masalah matematis dengan rasional
• Dan menarik kesimpulan yang logis
Sumarno (2012), menyebutkan bahwa kemampuan berpikir logis ada beberapa hal, di
antaranya:
• Membuat kesimpulan, pikiran, dan interpretasi berdasarkan proporsi yang sesuai
• Membuat perkiraan dan prediksi yang matang dengan melihat peluang
• Membuat kesimpulan berdasarkan hubungan antara dua variabel
• Menentukan kombinasi beberapa variabel
• Menyusun analisa dan sintesa atas beberapa kasus
• Melakukan pembuktian
• Membuat kesimpulan berdasarkan keserupaan dua proses.

Apa Saja Komponen-komponen Berpikir Logis?


Buku Epistemologi dan Logika Pendidikan karangan Arif Rohman dkk, menyebutkan bahwa
berpikir logis memiliki tiga komponen, antara lain: pengertian (concept), keputusan (decision),
dan penalaran (reason). Dalam berpikir logis, ketiga komponen berpikir logis harus dilalui
secara berurutan. Berpikir logis yang dilakukan oleh manusia sangat penting supaya semua
tindakan dapat mudah dipahami oleh akal sehat manusia lainnya.

Anda mungkin juga menyukai